Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Sinyal

Teori sinyal (signaling theory) pertama kali dikemukakan oleh Michael

Spence. Teori sinyal menjelaskan mengenai cara sebuah perusahaan dalam

memberikan sinyal kepada stakeholder, yaitu berupa informasi yang diungkapkan

manajemen melalui laporan keuangan. Teori sinyal berakar pada teori akuntansi

pragmatik yang memusatkan perhatiannya kepada pengaruh informasi terhadap

perubahan perilaku pemakai informasi.

Informasi merupakan hal penting bagi stakeholder, dimana berisi keterangan,

catatan, dan gambaran tentang keadaan perusahaan dimasa lalu, saat ini, dan masa

yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan. Stakeholder

membutuhkan informasi guna memantau dana yang telah di investasikan dan juga

untuk mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi. Oleh karena itu,

stakeholder dapat memperoleh informasi tersebut dengan menganalisis prediksi

kebangkrutan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan. Dikarenakan

prediksi kebangkrutan dapat mencerminkan kesehataan keuangan suatu

perusahaan.

Informasi tersebut merupakan sinyal yang dikirim dari pihak manajer

perusahaan kepada stakeholder. Stakeholders yang menerima sinyal akan

1
menginterpretasikan sinyal tersebut. Kemudian stakeholders akan memberikan

feed back kepada perusahaan. Feed back tersebut dapat berupa negatif ataupun

positif, hal ini sesuai dengan sinyal yang diterima oleh stakeholders. Jika sinyal

yang diterimanya buruk, dimana prediksi kebangkrutan perusahaan termasuk

kedalam grey area dan tidak sehat, maka perusahaan cenderung mendapatkan

opini audit going concern, artinya perusahaan diragukan dalam mempertahankan

kelangsungan hiudpnya oleh pihak yang independen. Sebaliknya, jika prediksi

keuangannya termasuk kedalam zona sehat, maka kemungkinan diterimanya opini

audit going concern juga lebih kecil (McKeown; 1991)

B. Opini Audit

Dalam SPAP SA seksi 508 dijelaskan bahwa opini audit adalah opini yang

dikeluarkan auditor berkaitan dengan audit atas laporan keuangan historis yang

ditujukan untuk menyajikan posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Selaras dengan

definisi tersebut, Nurmalasari dan Ratmono (2014) menyatakan bahwa opini audit

adalah pendapat auditor mengenai laporan keuangan suatu perusahaan, dimana

auditor melakukan pemeriksaan secara independen terhadap laporan keuangan

sehingga dapat dipertanggungjawabkan keandalan dari laporan keuangan

perusahaan tersebut.

Opini audit terdapat pada paragraph pendapat yang merupakan informasi

utama dari laporan audit. Menurut Standar Profesi Akuntansi Publik (SPAP) ada

lima jenis pendapat akuntan yaitu:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion)

2
Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan

menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan,

hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia.

2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (Unqualified

opinion with explanatory language)

Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf

penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan auditnya.

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan

menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan,

hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan

dengan yang dikecualikan.

4. Pendapat tidak wajar (Adverse opinion)

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan

secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak

menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

3
C. Going Concern

6. Pengertian Going Concern

Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas (badan usaha).

Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap mampu

mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan

dilikuidasi dalam jangka waktu pendek (Komalasari, 2004).

Wijaya dan Murdijaningsih (2017) mengasumsikan perusahaan dengan going

concern yang baik, maka pelaporan keuangannya tidak memiliki informasi yang

berlawanan (contrary information). Menurut Standar Profesional Akuntan Publik

(SPAP) Seksi 341, informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan

asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah informasi yang berhubungan

dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh

tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar

melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari

luar dan kegiatan serupa yang lain.

7. Opini Audit Going Concern

Menurut Standar Operasional Akuntan Publik (SPAP) 2011, opini audit

going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan

auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas

kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya.

Altman dan Mc Gough (1974) mengungkapkan bahwa masalah going

concern dibagi menjadi dua, pertama yaitu masalah keuangan yang meliputi

kekurangan (defisiensi) likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang,

4
kesulitan memperoleh dana, kedua yaitu masalah operasi yang meliputi kerugian

operasi yang terus menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan

operasi terancam dan pengendalian yang lemah atas operasi.

Melalui opini audit going concern, auditor mengaggap bahwa perusahaan

tersebut diragukan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya sehingga

memungkinkan terjadinya kebangkrutan. Hal ini selaras dengan Wibisono dan

Purwantoro (2015) yang mengungkapkan bahwa keputusan going concern dapat

memprediksi kemungkinan suatu perusahaan mengalami kebangkrutan atau tidak.

Statements on Auditing Standards 59 (AU 341) mengharuskan auditor untuk

mengevaluasi apakah terdapat kesangsian atas kemampuan klien untuk

mempertahankan going concern, sekurang-kurangnya dalam satu tahun setelah

tanggal neraca.

Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 341 menjelaskan secara

umum beberapa hal yang dapat mempengaruhi auditor dalam menerbitkan

opini audit going concern adalah sebagai berikut:

1) Tren negatif, misalnya kerugian operasi yang terjadi berulang, kurangnya

modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, jeleknya rasio keuangan

yang penting.

2) Kemungkinan adanya financial distress, misalnya kegagalan memenuhi

kewajiban utang atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen,

penolakan oleh pemasok atas pengajuan permintaan kredit biasa,

restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode

pendanaan baru, atau penjualan besar sebagian aktiva.

5
3) Masalah intern, misalnya pemogokan kerja atau kesulitan hubungan

perburuhan yang lain, ketergantungan besar atau sukses proyek tertentu,

komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk

secara signifikan memperbaiki operasi.

4) Masalah ekstern, misalnya pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya

undang-undang atau masalah lain yang kemungkinan membahayakan

kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau

paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat

bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak

diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak

memadai.

D. Prediksi Kebangkrutan

1. Pengertian Kebangkrutan

Kesulitan usaha merupakan kondisi kontinum mulai dari kesulitan keuangan

yang ringan (likuiditas) sampai pada kesulitan keuangan yang lebih serius, yaitu

tidak solvabel. Pada kondisi tidak solvabel maka perusahaan dapat dikatakan

sudah mengalami kebangkrutan.

Kebangkrutan diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk

membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan

kebangkrutan atau kesulitan likuiditas sebagai awal kebangkrutan (Rudianto,

2012:251). Suatu perusahaan dianggap mengalami kebangkrutan atau kegagalan

keuangan karena tingkat pengembalian yang diperoleh perusahaan lebih kecil dari

total biaya yang harus dikeluarkannya dalam jangka penjang. Akumulasi kesulitan

6
mengelola keuangan dalam jangka panjang akan mengakibatkan nilai aset yang

lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban totalnya (Rudianto, 2012 : 251).

Menurut McKeown (1991) semakin memburuk atau terganggunya kondisi

keuangan suatu perusahaan, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan

tersebut menerima opini audit going concern. Sebaliknya, perusahaan yang tidak

mengalami gangguan dalam kondisi keuangannya, maka kemungkinan auditor

akan memberikan opini audit going concern akan semakin kecil.

Prediksi kebangkrutan berfungsi untuk memberikan panduan bagi pihak yang

berkepentingan tentang kinerja keuangan perusahaan. Semakin awal tanda

kebangkrutan diketahui, tentunya semakin baik bagi perusahaan. Perusahaan

dapat melakukan perbaikan-perbaikan dan membuat strategi untuk menghadapi

jika kebangkrutan tersebut benar-benar terjadi pada perusahaan.

Menurut Hanafi dan Abdul (2009) informasi prediksi kebangkrutan sangat

bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya pihak pemberi pinjaman, investor,

pemerintah, akuntan dan manajemen.

2. Analisis Model Altman Z-Score

Model prediksi kebangkrutan secara umum dikenal sebagai pengukuran atas

kesulitan keuangan. Altman dan McGough (1974) mengemukakan bahwa suatu

model prediksi kebangkrutan dapat membantu auditor menilai kemampuan

perusahaan untuk melanjutkan kegiatan operasional perusahaan dengan

memberikan informasi kepada auditor untuk masalah-masalah tertentu yang

mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan prosedur audit tradisional.

7
Salah satu studi tentang prediksi kebangkrutan adalah Multiple Discriminant

Analysis yang dilakukan oleh Altman yaitu analisis Z-Score. Altman Z-Score

mempunyai tingkat akurasi 95% pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

pasar saham Amerika Serikat. Pada periode lebih lanjut Altman berusaha

menyempurnakan model Z-Score dengan mengambil beberapa sampel iklim

ekonomi yang berbeda-beda dan memberikan hasil prediksi kebangkrutan dengan

tingkat keakuratan 82% sampai dengan 85%. Altman Z-Score memprediksi

potensi kebangkrutan dengan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan

dua hingga lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut.

Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah

keuangan yang akan menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

Formula Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman merupakan

sebuah multivarate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial

dari sebuah perusahaan.

Untuk perusahaan manufaktur, Altman menemukan lima jenis rasio keuangan

yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang sehat

dan yang tidak sehat secara finansial. Z-Score Altman ditemukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1X5

a) Net Working Capital to Total Assets (X1)


Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal

kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini

8
dihitung dengan membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal

kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban

lancar (Prayanthi dan Kakunsi, 2017). Modal kerja bersih yang negatif

kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban

jangka pendek, karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk

menutupi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan dengan modal kerja

positif jarang sekali menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya.

Perhitungan sebagai berikut:

Modal Kerja Bersih


X 1=
Total Aktiva

b) Retained Earning to Total Assets (X2)


Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak
dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan
menunjukan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan
dalam bentuk deviden kepada para pemegang saaham. Laba ditahan terjadi
karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk
menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai deviden
(Prayanthi dan Kakunsi, 2017). Perhitungannya sebagai berikut:

Laba Ditahan
X 2=
Total Aktiva

9
c) Earning Before Interest and Taxes to Total Assets (X3)

Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari

aktiva perusahaan sebelum pembayaran bunga dan pajak. Rasio ini juga dapat

digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana

yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang

dibayar, berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada

bunga pinjaman (Prayanthi dan Kakunsi, 2017). Perhitungannya sebagai

berikut:

Laba Sebelum Bunga dan Pajak


X 3=
Total Aktiva

d) Market Value Equity to Book value of Total Debt (X4)

Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri

diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa yang beredar

dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh

dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang

(Prayanthi dan Kakunsi, 2017).. Perhitungannya sebagai berikut:

Nilai Pasar Modal Sendiri


X 4=
Nilai Buku Hutang

10
e) Sales to Total Assets (X5)

Rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan menggunakan total aktiva

untuk menghasilkan penjualan. Hasil dari rasio ini menunjukkan perputaran

seluruh aktiva perusahaan dan kemampuan perusahaan menghadapi

persaingan (Prayanthi dan Kakunsi, 2017). Perhitungannya sebagai berikut:

Penjualan
X 5=
Total Aktiva

Nilai cut-off:

Z<1.81 Tidak sehat


1.81<Z<2.99 Grey Area
Z>2.99 Sehat

Kelima rasio inilah yang akan digunakan dalam menganalisa laporan keuangan

sebuah perusahaan untuk kemudian mengukur tingkat finansial perusahaan dan

memprediksi kebangkrutan. Selain kegunanaan yang telah diuraikan diatas, Z-

Score juga dapat digunakan untuk:

1. Memeriksa kembali calon perusahaan yang akan diakuisisi oleh pemasok dan

perusahaan lain untuk mendeteksi masalah keuangan yang timbul dari

perusahaan-perusahaan tersebut yang kemungkinan akan mempengaruhi bisnis

perusahaan kita.

2. Mengukur tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan melalui informasi

yang diperoleh dari laporan keuangan.

11
A. Prior Opinion

Opini audit sebelumnya didefinisikan sebagai opini audit yang diterima oleh

auditor pada tahun sebelumnya. Mutchler (1984) menyatakan bahwa perusahaan

yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya cenderung

untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Hal ini karena kondisi

perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi di tahun

sebelumnya (Dewi et.al, 2016).

Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap

prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima

perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang

memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi

keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.

B. Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Peneliti


1 William dan Going Concern Dependen: Opini Prediksi kebangkrutan
Yezegel Opinion Decision on Audit Going berpengaruh positif
(2017) Bankrupts Client Concern terhadap opini audit
going concern
Independen:
Prediksi
Kebangkrutan
1 Carcello dan Audit Committee Dependen: Opini - Audit Committee
Neal Composition and Audit Going berpengaruh negatif
(2000) Auditor Reporting Concern signifikan terhadap
opini audit going
Independen: concern
- Audit committee
- Debt default - Debt default, prior
- Prior Opinion opinion dan
- Financial Distress financial distress
berpengaruh positif
terhadap opini audit
going cocnern
2 Jackson et al Mandatory Audit Firm Dependen: Opini - Audit tenure,
(2008) Rotation and Audit Audit Going financial distress
Quality Concern dan prior opinion
berpengaruh

12
Independen: signifikan positif
Audit tenure terhadap
penerimaan opini
Kontrol: audit going
- Financial distress concern
- Prior Opinion

3 Hasnah Factors Influencing Dependen: Opini -Financial Indicator


Haron, Auditor’s Going Audit Going (Altman Z-Score),
Bambang Concern Opinion Concern Evidence dan
Hartadi, Disclosure
Mahfooz Independen: berpengaruh terhadap
Ansari and - Financial Opini Audit Going
Ishak Ismail Indicator Concern
(2009) - Evidence
- Disclosure
4 Wibisono Prediksi Kebangkrutan, Dependen: -Prediksi kebangkrutan
(2013) Laverage, Audit Tahun Opini Audit Going dan opini audit tahun
Sebelumnya, Ukuran Concern sebelumnya
perusahaan Terhadap berpengaruh signifikan
Opini Audit Going Independen: terhadap penerimaan
Concern Perusahaan -Prediksi opini audit going
Manufaktur BEI 2009 - Kebangkrutan concern
2011 - - Laverage
-Audit Tahun -Laverage dan ukuran
Sebelumnya perusahaan tidak
-Ukuran berpengaruh signifikan
Perusahaan terhadap penerimaan
opini audit going
concern

5 Wardhani Pengaruh prediksi Dependen: -Prediksi kebangkrutan


(2017) kebangkrutan, Opini audit going tidak berpengaruh
Pertumbuhan concern terhadap penerimaan
perusahaan dan opini audit going
Kualitas audit terhadap Independen: concern
Opini audit going -Prediksi
concern Kebangkrutan -pertumbuhan
-Pertumbuhan perusahaan dan
perusahaan kualitas audit
-Kualitas Audit berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit
going concern

6 Verdian Pengaruh Manajemen Dependen: -Prediksi kebangkrutan


(2018) Laba, Pertumbuhan -Opini audit going berpengaruh terhadap
perusahaan, Prediksi concern opini audit going
Kebangkrutan, dan concern
Debt Default terhadap Independen:
Pengungkapan Opini -Manajemen Laba -Manajemen laba,
Audit Going Concern -Pertumbuhan Pertumbuhan
Perusahaan perusahaan, Debt
-Prediksi default tidak
Kebangkrutan berpengaruh terhadap
-Debt Default Opini audit going

13
concern.

7 Hati dan Pengaruh Opini Dependen: -Opini Audit Tahun


Rini (2017) Audit Tahun -Opini audit going Sebelumnya
Sebelumnya dan concern berpengaruh signifikan
Kondisi Keuangan positif terhadap opini
terhadap Opini Independen: audit going concern
Audit Going -Opini audit tahun
Concern sebelumnya -Kondisi keuangan
-Kondisi Keuangan tidak berpengaruh
terhadap opini audit
going concern
8 Nasution Pengaruh model Dependen: -Prediksi kebangkrutan
(2014) Prediksi -Opini audit going dan Debt default
kebangkrutan, concern berpengaruh terhadap
Pertumbuhan opini audit going
perusahaan dan Independen: concern
Debt default -Prediksi
terhadap Opini audit kebangkrutan - Pertumbuhan
going concern -pertumbuhan perusahaan tidak
perusahaan berpengaruh terhadap
-debt default Opini audit going
concern.
Sumber: Pengembangan beberapa empiris, 2019.

C. Alur Penelitian dan Pengembangan Hipotesis

1. Alur Penelitian

Penelitian ini menggunakan signaling theory dalam

menjelaskan permasalahan penelitian. Signaling theory

merupakan cara sebuah perusahaan dalam memberikan sinyal kepada

stakeholder, yaitu berupa informasi yang diungkapkan manajemen melalui

laporan keuangan (Connelly et.al, 2011).

Asimetri informasi merupakan esensi permasalahan dalam signaling theory.

Asimetri informasi ialah ketimpangan informasi antara pihak manajer dan

stakeholder, hal ini terjadi karena manajer selaku pihak yang mengelola

perusahaan lebih banyak memiliki informasi mengenai perusahaan dibandingkan

stakeholder. Spence (2002) menyatakan bahwa signaling theory secara

fundamental dapat mengurangi asimetri informasi antara kedua pihak tersebut.

14
Connelly et.al (2011) menyatakan konsep signaling theory dengan

melibatkan signaler dan receiver. Signaler adalah pihak internal perusahaan yang

dapat memperoleh informasi mengenai perusahaan, dimana informasi tersebut

tidak dapat diakses oleh pihak luar. Dengan begitu, signaler dapat memiliki

perspektif istimewa terhadap perusahaan karena memiliki informasi yang cukup.

Dalam hal ini, yang dimaksud signaler ialah pihak eksekutif atau manajer

perusahaan.

Kemudian signaler mengirimkan sinyal kepada receiver. Sinyal tersebut ialah

informasi berupa prediksi kebangkrutan yang dapat dianalisis oleh receiver dalam

laporan keuangan perusahaan. Connelly et.al (2011) menyatakan bahwa

sinyal dapat berupa positif dan negatif.

Receiver adalah orang luar yang tidak memiliki informasi tentang

organisasi yang dimaksud tetapi ingin menerima informasi ini. Dalam hal ini,

yang dimaksud receiver yaitu, pemegang saham dan pemegang utang. Setelah

receiver menerima sinyal, maka receiver akan menafsirkan sinyal tersebut.

Proses akhir dalam signaling theory ialah feedback yang dikirim oleh

receiver kepada signaler. Feedback dapat berupa positif ataupun negatif sesuai

dengan sinyal yang diperoleh dari informasi yang terdapat dalam laporan

keuangan. Jika prediksi kebangkrutan yang dianalilis oleh receiver termasuk

dalam grey area ataupun tidak sehat, maka receiver perlu berhati-hati dalam

memberikan dananya. Hal ini karena semakin memburuk atau terganggunya

kondisi keuangan suatu perusahaan, maka akan semakin besar kemungkinan

perusahaan tersebut menerima opini audit going concern. Sebaliknya, perusahaan

15
yang tidak mengalami gangguan dalam kondisi keuangannya, maka kemungkinan

auditor akan memberikan opini audit going concern akan semakin kecil

(McKeown: 1991).

Dalam kaitannya dengan opini audit going concern, perusahaan dengan

laporan keuangan yang menerima opini audit going concern

dianggap sebagai sinyal buruk oleh receiver. Hal ini disebabkan,

perusahaan tersebut diragukan kelangsungan usahanya oleh

pihak yang independen, yaitu auditor. Maka feedback yang akan

diberikan oleh receiver kepada signaler kemungkinan feedback

negatif, yaitu para pemegang saham dan kreditur akan menarik

dananya dari perusahaan, atau calon investor tidak jadi

menanamkan sahamnya karena dinilai perusahaan tersebut

sedang mengalami kondisi yang tidak stabil.

16
Gambar 1.1

Kerangka Teoritis

Teori Sinyal

Informasi

Manajer Stakeholder

Asimetri
Informasi

t=0 t=1 t=2 t=3


Signaler Signal Receiver Feedback

Prediksi Opini Audit


Kebangkrutan Going Concern

Prior Opinion
1. Firm Size
2. Dummy
Tahun

Sumber: Dikembangkan oleh peneliti, 2019.

17
2. Hipotesis Penelitian

a. Pengaruh Prediksi Kebangkrutan terhadap Opini Audit Going concern

Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan.

McKeown et al (1991) menemukan bahwa auditor hampir tidak pernah

memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami

kesulitan keuangan. Artinya, perusahaan dengan kondisi keuangan yang tidak

sehat lebih berpeluang mendapatkan opini audit going concern daripada

perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehat.

Untuk mengetahui kesehatan keuangan perusahaan maka diperlukan analisa

terhadap perusahaan melalui model prediksi kebangkrutan. Hal ini seperti yang

dinyatakan oleh Altman dan Mc Gough (1974) dan Koh dan Killough

(1990)bahwa model prediksi kebangkrutan menggunakan rasio-rasio

keuangan lebih akurat dibandingkan pendapat auditor dalam

mengelompokkan bangkrut dan tidak bangkrut. Altman dan Mc Gough

(1974) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan

suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82%.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa, model prediksi

kebangkrutan dapat digunakan sebagai alat bantu auditor untuk menilai kondisi

keuangan suatu perusahaan, yang selanjutnya menjadi dasar bagi auditor untuk

memberikan opini audit dengan modifikasi paragraf penjelas going concern.

18
Dalam penelitian ini, model prediksi kebangkrutan yang

digunakan ialah model Altman Z-Score dikarenakan memiliki

tingkat akurasi sebesar 95% pada perusahaan manufaktur.

Kesehatan keuangan perusahaan dapat dianalisis melalui nilai

cut-off Z-Score, dimana Z<1.81 artinya keuangan perusahaan

termasuk dalam kategori tidak sehat, 1.81<Z<2.99 artinya

keuangan perusahaan termasuk dalam kategori grey area, dan

Z>2.99 artinya keuangan perusahaan termasuk dalam kategori

sehat. Sehingga semakin rendah nilai Z, maka semakin tidak

sehat keuangan suatu perusahaan atau semakin rendah nilai Z

maka semakin tinggi kemungkinan auditor dalam memberikan

opini audit going concern, dan sebaliknya yaitu semakin tinggi

nilai Z, maka semakin sehat keuangan suatu perusahaan atau

semakin tinggi nilai Z maka semakin rendah kemungkinan

auditor dalam memberikan opini audit going concern.

Pendapat tersebut didukung oleh penelitian Wardhani (2017) dan Verdian

(2018) yang menyatakan bahwa prediksi kebangkrutan berpengaruh terhadap

pemberian opini audit going concern. Atas dasar penelitian terdahulu

tersebut dan argumentasi di atas maka hipotesis peneltian ini

dirumuskan sebagai berikut:

H1: Prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif terhadap opini audit going

concern

19
b. Pengaruh Prediksi Kebangkrutan terhadap Opini Audit Going Concern

melalui Prior Opinion

Menurut McKeown (1991) semakin memburuk atau terganggunya kondisi

keuangan suatu perusahaan, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan

tersebut menerima opini audit going concern. Namun, bukan hanya kondisi buruk

keuangan perusahaan saja yang dijadikan pertimbangan auditor dalam

memberikan opini audit going concern, auditor juga melihat histori perusahaan

sebagai bahan pertimbangan. Histori perusahaan yang dimaksud salah satunya

ialah opini audit tahun sebelumnya (prior opinion).Perusahaan yang mendapatkan

opini audit going concern pada tahun sebelumnya cenderung mendapatkan opini

yang sama pada tahun berjalan. Hal ini dikarenakan kondisi perusahaan pada

tahun sebelumnya tidak jauh berbeda pada tahun berjalan.

Penelitan sebelumnya terkait pengaruh prediksi kebangkrutan terhadap opini

going concern masih belum konsisten. Jackson et al (2008), Haron et al (2009)

Nasution (2014) dan Verdian (2018) menyatakan bahwan prediksi kebangkrutan

berpengaruh terhadap opini audit going concern.

Govindarajan (1986) menyatakan bahwa adanya inkonsistensi hasil

penelitian tersebut mampu dijelaskan melalui pendekatan kontinjensi

(contingency approach). Oleh karena itu, pendekatan kontijensi akan diadopsi

untuk mengevaluasi keefektifan pengaruh antara prediksi kebangkrutan terhadap

pemberian opini audit going concern. Faktor kontijensi yang dipilih dalam

penelitian ini adalah prior opinion yang diduga dapat memperlemah atau

memperkuat hubungan prediksi kebangkrutan dengan opini audit going concern.

20
Atas dasar penelitian terdahulu tersebut dan argumentasi di atas

maka hipotesis peneltian ini dirumuskan sebagai berikut.

H2: Pengaruh prediksi kebangkrutan terhadap opini audit going concern

dimediasi oleh prior opinion

Gambar b.1

Skema hubungan prediksi kebangkrutan, prior opinion dan opini audit

going concern

H1 -
Prediksi Opini Audit Going
Kebangkrutan Concern

H2 +

1. Firm Size
2. Dummy
Tahun
Prior Opinion

Sumber: Dikembangkan oleh peneliti, 2019.

21
22

Anda mungkin juga menyukai