Anda di halaman 1dari 47

PRESENTASI KASUS

ANAK PEREMPUAN DENGAN PNEUMONIA, PDA, PFO,


DAN GIZI KURANG

Disusun Oleh:
Fatimah G991906015/H20
Fauziah Nurul Laili G991902021/H19

Pembimbing:
dr. Sri Martuti Sp.A (K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi. Presentasi kasus dengan judul:

ANAK PEREMPUAN DENGAN PNEUMONIA, PDA, PFO,


DAN GIZI KURANG

Hari, tanggal :

Oleh:
Fatimah G991906015/H20
Fauziah Nurul Laili G991902021/H19

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Sri Martuti, Sp.A(K), M.Kes


BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : AMS
Tanggal Lahir/Usia : 18 Februari 2019 / 6 bulan
Berat Badan : 4900 gram
Panjang Badan : 59 cm
Lingkar Kepala : 41 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 13 Agustus Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan : 15 Agustus 2019
Nomor Rekam Medis : 01 45 xx xx
Alamat : Sragen

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien sesak napas
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dikeluhkan oleh orang tua demam selama lima hari SMRS.
Demam terus-menerus sepanjang hari dan berkurang saat diberikan obat
paracetamol. Pasien juga dikeluhkan batuk berdahak selama tiga hari SMRS,
dahak kental berwarna kuning, BAB 1x dalam sehari tidak cair, BAK dalam
batas normal. Kemudian dua jam SMRS pasien tampak sesak napas, demam
mendadak tinggi saat diukur suhunya 39,5oC, tidak didapatkan muntah,
pasien tidak kejang. Karena orang tua khawatir, pasien lalu dibawa ke IGD
RSUD Dr. Moewardi. Saat di IGD, pasien tampak sesak (+), demam (+)
suhu 390C, batuk berdahak (+), muntah (-), kemudian pasien dirawat di
bangsal RSDM.
Pada saat anamnesis di bangsal, pasien masih demam (+) suhu 37,3 oC,
sesak nafas berkurang, batuk berdahak masih dirasakan. Pasien sebelumnya
pernah dirawat 2x di RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan awal yang sama
dengan keluhan saat ini. Orang tua pasien mengatakan pasien didiagnosis

1
dengan Pneumonia dan Penyakit Jantung Bawaan. Saat ini pasien telah
mendapatkan terapi O2 nasal kanul 1 lpm, diet infantrini 8x60ml, infus D5 ¼
NS 5 ml/jam, inj. ceftriaxone (50 mg/kgBB/12jam)=250mg/12jam,
spironolacton 3,125mg/12jam, bisoprolol 0,25mg/12jam, nebu ventolin 1
respul/6jam+suction.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat rawat inap :
Pasien sebelumnya pernah dirawat di bangsal respirologi dan
kardiologi anak RSUD Dr. Moewardi dengan pneumonia dan penyakit
jantung bawaan. Pasien dirawat saat berusia tiga bulan, pasien dirawat
selama 45 hari. Kemudian pada bulan Juli 2019 pasien dirawat kembali
selama dua minggu.
• Riwayat penyakit serupa :
Pada saat pasien berusia 3 bulan dan pada bulan Juli 2019, pasien
dikeluhkan oleh orang tuanya sesak napas, dan demam dan batuk selama
satu minggu SMRS kemudian dirawat di RSUD Dr Moewardi dengan
diagnosis pneumonia, DE : PJB Asianotik, DE : PDA, PFO, DF : ROSS
I-II
• Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
• Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat Penyakit Keluarga dan Faktor Lingkungan:
• Riwayat penyakit serupa : disangkal
• Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
• Riwayat asma : disangkal
Rumah pasien tidak berada di pinggir jalan raya, kebersihan rumah cukup
baik namun ventilasi udaranya kurang. Kemudian didapatkan ayah pasien
merokok.

2
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai buruh. Ibu pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kesehatan.
Pasien tinggal serumah dengan ayah dan ibunya. Kesan riwayat sosio-
ekonomi baik.
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Status ibu P4A0. Ibu rutin kontrol selama masa kehamilan di bidan
dan menerima vitamin dan suplemen. Riwayat penyakit saat kehamilan
janin mengalami fetal distress ec oligohidramnion. Kesan kehamilan tidak
normal.
Pasien lahir secara sectio caesaria atas indikasi fetal distress ec
oligohidramnion, cukup bulan 38 minggu, dan berat lahir 2500 gram,
langsung menangis kuat, tidak biru, gerak aktif, tidak kuning. Kesan
kelahiran normal.
6. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hep B 0
1 bulan : BCG, Polio I
Kesan imunisasi tidak lengkap sesuai jadwal Kemenkes 2017.
7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pasien lahir dengan berat badan 2500 gram, panjang lahir 45 cm.
Saat ini, pasien berusia 6 bulan 6 hari dengan berat badan sekarang 4900
gram dan panjang badan 59 cm. Pasien sudah dapat menatap muka,
tersenyum kepada pemeriksa, tersenyum spontan, mengamati tangannya,
berusaha mencapai mainan, memegang icik-icik, tangan bersentuhan, dan
menoleh kearah suara. Akan tetapi pasien belum bisa makan sendiri, meniru
bunyi kata-kata, menegakkan kepala, dan membalikkan badan. Pasien dapat
miring hanya jika dibantu oleh orangtuanya. Saat ini pasien dirawat di
Bangsal Melati 2 RSUD Dr. Moewardi.
8. Riwayat Nutrisi
Sesaat setelah lahir pasien diberikan ASI dari ibunya sendiri
kemudian saat usia 3 bulan pasien mendapat susu infantrini karena memiliki

3
gangguan pertumbuhan dan pasien dirawat dengan pneumonia. Pasien
minum ASI dan susu infantrini sebanyak 6 kali sehari, kurang lebih 180-230
ml setiap 4 jam. Kesan kualitas dan kuantitas nutrisi cukup.
9. Status Gizi

4
Status Gizi secara klinis : Gizi Baik

Status Gizi secara antropometri berdasarkan Chart WHO:


PB/U = -3 SD (Stunted)
BB/U = <-3 SD (Severely underweight)
BB/PB = -2 SD < BB/PB < -1 SD (Normal)
Simpulan : Stunted, Severely underweight, gizi kurang.
10. Pohon Keluarga

Tn.S (41 tahun) Ny.P (37 tahun)


(( ((

By. AMS (6 bulan)


((
Laki-laki Perempuan Pasien 5
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis (E4V5M6)
2. Tanda vital
Suhu : 37,3 oC
Denyut nadi :106 x/menit
Frekuensi pernapasan : 22 x/menit
Saturasi O2 : 98%
3. Kepala
Mesocephal, lingkar kepala 41 cm = (LK: -2 SD< LK/U <-1 SD), wajah
dismorfik (-)
4. Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
5. Telinga : Sekret (-/-)
6. Hidung :NCH (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut :Mukosa bibir basah (+)
8. Leher :Pembesaran KGB (-)
9. Thorax :Simetris kanan dan kiri, retraksi (+/+) subcostal, intercostal
minimal.
10. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara napas tambahan (+/+), Rhonki basah
halus (+/+)
11. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tak membesar

6
Auskultasi : bunyi Jantung I-II reguler, bising (+) kontinus
12. Abdomen:
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
13. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- Capillary Refill Time kurang dari 2 detik

D. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Laboratorium Darah 15-8-2019 13:04
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 9.4 g/dl 9,4-13.0
Hematokrit 47 % 47-75
Leukosit 10 ribu/ul 5,0-19,5
Trombosit 332 ribu/ul 150-450
Eritrosit 3.70 juta/ul 3,70-6,50
Index eritrosit
MCV 91.6 /um 80,0-96,0
MCH 30.6 Pg 28,0-33,0
MCHC 33.4 g/dl 33,0-36,0
RDW 20.2 % 11,6-14,6
MPV 6.9 Fl 7,2-11,1
PDW 19 % 25-65
Hitung jenis
Eosinofil 1.01 % 0,00-4,00
Basofil 1.22 % 0,00-1,00
Netrofil 69.85 % 18,00-74,00
Limfosit 18.59 % 60,00-66,00
Monosit 9.33 % 0,00-6,00
Hemostasis
PT 12,6 detik 0.00-44.00
APTT 31.0 detik 20.0-40.0

7
INR 0.980 -
Kimia Klinik
Kreatinin 0.3 mg/dl 0.2-0.4
Ureum 21 mg/dl 3,6-6,1
Hs-CRP 0.09 mg/dl <41
Elektrolit
Natrium darah 130 mmol/L 129-147
Kalium darah 4.1 mmol/L 3.6-6,1
Chlorida darah 98 mmol/L 98-106
Kalsium ion 1.17 mmol/L 1.17-1,29
Serologi Hepatitis
HbsAg Nonreactive Nonreactive

Rontgen Thoraks PA-Lateral (13 Agustus 2019)

Interpretasi :
- Cor : ukuran dan bentuk normal
- Pulmo : tampak infiltrat disertai air bronchogram di lapang paru kanan
- Sinus costophrenicus kanan kiri anterior posterior tajam
- Retrosternal dan retrocardiac space normal
- Hemidiaphragma kanan kiri normal
- Trakhea di tengah
- Sistema tulang baik

8
Kesimpulan :
- Pneumonia

E. DAFTAR MASALAH
Anak perempuan 6 bulan, demam, batuk dan sesak napas dengan riwayat lahir
sectio caesaria atas indikasi fetal distress ec oligohidramnion, dengan:
1. Riwayat pneumonia 6. MPV Menurun
2. Riwayat PJB 7. PDW menurun
3. Gizi kurang 8. Basofil naik
4. Stunted 9. Limfositopenia
5. Severely underweight 10. Monositosis

F. DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia
Bronkhitis
TB Paru
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,
Gizi kurang
G. DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,
Gizi kurang

H. PENATALAKSANAAN
O2 nasal 1 lpm
Diet infatrini 8x75 ml
Inf D5 ¼ NS 5 ml/jam

9
Furosemid 2 mg/12 jam Po
Spironolakton 3,125mg/12 jam Po
Bisoprolol 0,25g/12 jam Po
Inj Ceftriaxone (50mg/kgBB/12jam)
Nebu Ventolin 1 respule/6jam +Suction

I. PLANNING
Echocardiografi evaluasi
Menunggu hasil kultur sputum (14/8/2019)
Chest fisioterapi

J. MONITORING
KUVS, BCD tiap 8 jam

K. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam

10
FOLLOW UP PASIEN
DPH 3: Jumat, 16 Agustus 2019
Subjective : Demam (+) naik turun, batuk tidak ada, sesak (+) berkurang,
makan dan minum sedikit, perut kembung (+) berkurang.
Objective:
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis (E4V5M6)
1. Tanda vital
Suhu : 38,6 oC
Denyut nadi :128 x/menit
Frekuensi pernapasan : 32x/menit
Saturasi O2 : 96% dengan nasal kanul
2. Kepala: Mesocephal
3. Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
4. Telinga : Sekret (-/-)
5. Hidung :NCH (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
6. Mulut :Mukosa bibir basah (+), stridor (+)
7. Leher :Pembesaran KGB (-)
8. Thorax :Simetris kanan dan kiri, retraksi (+) subcostal intercostal minimal
9. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara napas tambahan (+/+), Rhonki basah
halus (+/+)
10. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tak membesar
Auskultasi : bunyi Jantung I-II reguler, bising (+) kontinu
11. Abdomen:
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

11
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
12. Ekstremitas
Akral hangat
+ +
+ +
- Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- Capillary Refill Time kurang dari 3 detik
Assessment:
Pneumonia
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,
Gizi kurang
Planning
O2 nasal 1 lpm
Diet infatrini 8x60 ml
Inf D5 ¼ NS 5 ml/jam
Furosemid 2 mg/12 jam Po
Spironolakton 3,125mg/12 jam Po
Bisoprolol 0,25g/12 jam Po
Inj Ceftriaxone (50mg/kgBB/24jam)=250mg/24 jam
Nebu Ventolin 1 respule/6jam +Suction
Inj Paracetamol 15mg/KgBB/8jam= 75mg/8jam
Echocardiografi evaluasi
Menunggu hasil kultur sputum (14/8/2019)
Chest fisioterapi

12
DPH 4-6: Sabtu, 17 Agustus 2019- Selasa, 19 Agustus 2019
Subjective : Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada, perut
kembung tidak ada.
Objective:
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis (E4V5M6)
Tanda vital
Suhu : 36,4 oC
Denyut nadi :111x/menit
Frekuensi pernapasan : 24x/menit
Saturasi O2 : 96% dengan nasal kanul
1. Kepala: Mesocephal
2. Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
3. Telinga : Sekret (-/-)
4. Hidung :NCH (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
5. Mulut :Mukosa bibir basah (+), stridor (-)
6. Leher :Pembesaran KGB (-)
7. Thorax :Simetris kanan dan kiri, retraksi (+) berkurang subcostal,
intercostal
8. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara napas tambahan (+/+), Rhonki basah
halus (+/+)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tak membesar
Auskultasi : bunyi Jantung I-II reguler, bising (+) kontinu
10. Abdomen
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

13
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
11. Ekstremitas
Akral hangat
+ +
+ +
- Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- Capillary Refill Time kurang dari 2 detik
Assessment:
Pneumonia, ec Ecoli (ESBL +)
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,
Gizi kurang
Planning
O2 nasal 1 lpm
Diet infatrini 8x60 ml
Inf D5 ¼ NS 5 ml/jam
Inj Mesopenem 20mg/kg/8jam = 100mg/8jam
Furosemid 2 mg/12 jam Po
Spironolakton 3,125mg/12 jam Po
Bisoprolol 0,25g/12 jam Po
Nebu Ventolin 1 respule/6jam +Suction
Inj Paracetamol 15mg/KgBB/8jam= 75mg/8jam
Echocardiografi evaluasi
Hasil kultur sputum positif (+)
Chest fisioterapi

14
DPH 7: Selasa, 20 Agustus 2019
Subjective : Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas (+), perut
kembung tidak ada.
Objective:
1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis
(E4V5M6)
2. Tanda vital
Suhu : 37,3 oC
Denyut nadi :140x/menit
Frekuensi pernapasan : 32x/menit
Saturasi O2 : 98% dengan nasal kanul
3. Kepala : Mesocephal
4. Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
5. Telinga : Sekret (-/-)
6. Hidung :NCH (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut :Mukosa bibir basah (+), stridor (+)
8. Leher :Pembesaran KGB (-)
9. Thorax :Simetris kanan dan kiri, retraksi (-), stridor (+)
10. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara napas tambahan (+/+), Rhonki basah
halus (+/+)
11. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tak membesar
Auskultasi : bunyi Jantung I-II reguler, bising (+) kontinu
12. Abdomen:
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

15
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
13. Ekstremitas
Akral hangat
+ +
+ +
- Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- Capillary Refill Time kurang dari 2 detik

Assessment:
Pneumonia ec Ecoli (ESBL +)
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,

Planning
O2 nasal 1 lpm
Diet infatrini 8x60 ml
Inf D5 ¼ NS 20 ml/jam
Inj Mesopenem 20mg/kg/8jam = 100mg/8jam (IV)
Furosemid 2 mg/12 jam Po
Spironolakton 3,125mg/12 jam Po
Bisoprolol 0,25g/12 jam Po
Nebu Epinefrin 1 ampul+ NaCl 0,9 5ml/6jam +Suction
Inj Paracetamol 15mg/KgBB/8jam= 75mg/8jam
Dexametason 0,6mg/KgBB/8jam=3 mg/8jam
Chest fisioterapi

16
DPH 8- 9:Rabu, 21 Agustus 2019- Kamis, 22 Agustus 2019
Subjective : Demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, perut
kembung tidak ada.
Objective:
1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis
(E4V5M6)
2. Tanda vital
Suhu : 36,7 oC
Denyut nadi :90x/menit
Frekuensi pernapasan : 30x/menit
Saturasi O2 : 98% dengan nasal kanul
3. Kepala: Mesocephal
4. Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
5. Telinga : Sekret (-/-)
6. Hidung :NCH (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut :Mukosa bibir basah (+), stridor (+)
8. Leher :Pembesaran KGB (-)
9. Thorax :Simetris kanan dan kiri, retraksi (-), stridor (+)
10. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara napas tambahan (+/+), Rhonki basah
halus (+/+)
11. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tak membesar
Auskultasi : bunyi Jantung I-II reguler, bising (+) kontinus
12. Abdomen:
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut

17
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
13. Ekstremitas
Akral hangat
+ +
+ +
- Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- Capillary Refill Time kurang dari 2 detik

Assessment:
Pneumonia, ec Ecoli (ESBL +)
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,

Planning
O2 nasal 1 lpm -> latih aff
Diet bubur susu 3x110 kkal + susu infatrini 8x30 ml
Inf D5 ¼ NS 20 ml/jam
Inj Mesopenem 20mg/kg/8jam = 100mg/8jam
Furosemid 2 mg/12 jam Po
Spironolakton 3,125mg/12 jam Po
Bisoprolol 0,25g/12 jam Po
Nebu Epinefrin 1 ampul/8jam + suction
Inj Paracetamol 15mg/KgBB/8jam= 75mg/8jam
Dexametason 0,6mg/KgBB/8jam=3 mg/8jam (II)
Chest fisioterapi

18
DPH 10: Jumat, 23 Agustus 2019
Subjective : Demam, batuk, sesak nafas tidak ada, perut kembung tidak ada.
Objective:
1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis
(E4V5M6)
2. Tanda vital
Suhu : 37,8 oC
Denyut nadi :128x/menit
Frekuensi pernapasan : 40x/menit
Saturasi O2 : 99% dengan nasal kanul
3. Kepala: Mesocephal
4. Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
5. Telinga : Sekret (-/-)
6. Hidung :NCH (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut :Mukosa bibir basah (+), stridor (+)
8. Leher :Pembesaran KGB (-)
9. Thorax :Simetris kanan dan kiri, retraksi (-), stridor (+)
10. Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : Fremitus raba simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), suara napas tambahan (+/+), Rhonki basah
halus (+/+)
11. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tak membesar
Auskultasi : bunyi Jantung I-II reguler, bising (+) kontinu
12. Abdomen:
Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : bising usus (+) normal

19
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
13. Ekstremitas
Akral hangat
+ +
+ +
- Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- Capillary Refill Time kurang dari 2 detik

Assessment:
Pneumonia, ec Ecoli (ESBL +)
DE: PJB asianotik
DA: PDA PFO
DF: Ross II-III,

Planning
O2 nasal 1 lpm -> latih aff
Diet bubur susu 3x110 kkal + susu infatrini 8x30 ml
Inf D5 ¼ NS 20 ml/jam
Inj Mesopenem 20mg/kg/8jam = 100mg/8jam -> ganti Cotrimoxazol Po
Furosemid 2 mg/12 jam Po
Spironolakton 3,125mg/12 jam Po
Bisoprolol 0,125g/12 jam Po
Nebu Epinefrin 1 ampul/8jam + suction
Inj Paracetamol 15mg/KgBB/8jam= 75mg/8jam
Dexametason 0,6mg/KgBB/8jam=3 mg/8jam-> ganti oral selama 3 hari
Chest fisioterapi

20
21
BAB II
ANALISIS KASUS
Pasien perempuan usia 6 bulan datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas,
demam, dan batuk berdahak. Riwayat dirawat di RSUD Dr. Moewardi dua kali di
bagian respirologi dan kardiologi anak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
retraksi subcostal kesan distress pernafasan, ronkhi basah halus (+/+), bising
jantung (+) kontinus. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk membantu
menegakkan diagnosis pasti adalah pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan kultur
sputum dahak. Pada foto thoraks didapatkan infiltrat disertai airbronchogram
dilapang paru kanan yang menandakan pasien menderita penyakit pneumonia.
Pada pemeriksaan kultur sputum didapatkan patogen penyebab pneumonia yaitu
bakteri E.coli. Pasien diberikan tatalaksana pneumonia sesuai dengan patogen
penyebab yang ditemukan dan derajat pneumonia.

22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. PNEUMONIA
1. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus
dan jaringan interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa
pneumonia merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
membuat suatu definisi tunggal yang universal. Pneumonia didefinisikan
berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World
Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya
berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi
dan frekuensi pernapasan.
2. Etiologi
Etiologi berdasarkan umur
a. Pneumonia pada bayi baru lahir
Sering terjadi karena aspirasi, infeksi virus Varicella-
zoster dan infeksi bakteri gram negatif seperti bakteri
Coli, TORCH,Streptokokus dan Pneumokokus.
b. Pneumonia pada bayi
Biasanya disebabkan oleh virus, yaitu Adenovirus,
Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory
Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B.
streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S.
pneumoniae, S. aureus, Chlamydia.
c. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah
Disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza,
Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S.
pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A,
Staphylococcus aureus, Chlamydia.
d. Pada anak usia sekolah dan usia remaja,

23
Pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno,
Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri,
yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan
Mycoplasma.
3. Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme
di paru.Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
a. Inokulasi langsung
b. Penyebaran melalui pembuluh darah
c. Inhalasi bahan aerosol
d. Kolonisasi dipermukaan mukosa.
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi.Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran
0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol
dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran
napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat
(drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10
8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

24
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi
atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas
bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada
beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan napas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba
di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus.Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi

25
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
4. Klasifikasi
Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
Berdasarkan bakteri penyebab :
a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus
pada penderita pasca infeksi influenza.

26
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Di
bawah ini gambar foto radiologi pada pneumonia lobaris:

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada


lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.Sering
pada bayi dan orang tua.Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus. Di bawah ini gambar foto thorax bronkopneumonia:

c. Pneumonia interstisial.

27
Klasifikasi pneumonia berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) :

5. Diagnosis Pneumonia
a. Anamnesis
Anamnesis dapat digunakan untuk mencari faktor
risiko penyebab hiperbilirubinemia sehingga dapat
diklasifikasikan apakah bayi lahir tersebut termasuk
dalam kategori risiko tinggi atau risiko rendah.
Anamnesis mencakup:
1) Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi
produktif dengan dahak purulen bahkan bisa
berdarah
2) Sesak napas
3) Demam
4) Kesulitan makan/minum
5) Tampak lemah
6) Serangan pertama atau berulang, untuk
membedakan dengan kondisi imunokompromais,
kelainan anatomi bronkus, atau asma
b. Pemeriksaan Fisik
1) Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas,
dan nadi harus dilakukan pada saat awal
pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang
dapat menyebabkan anak gelisah atau rewel.

28
2) Penilaian keadaan umum antara lain meliputi
kesadaran dan kemampuan makan/ minum.
3) Gejala distres pernapasan seperti takipnea,
retraksi subkostal, batuk, krepitasi, dan penurunan
suara paru
4) Demam dan sianosis
5) Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak
menunjukkan gejala pneumonia yang klasik. Pada
anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala
nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada bayi
muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopnea.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin
pada anak dengan infeksi saluran napas bawah akut ringan
tanpa komplikasi
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita
pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang
ditemukan membingungkan
- Pemeriksaan foto dada - follow up hanya dilakukan bila
didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respons terhadap antibiotik
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen
penyebab
2) Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu
dilakukan untuk membantu menentukan pemberian
antibiotik

29
- Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan
kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata laksana
anak dengan pneumonia yang berat
- Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien
rawat jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap
dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai
menderita pneumonia bakterial
- Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan
untuk mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur
virus jika fasilitas tersedia
6. Diagnosis Banding
a. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan. Gejala
klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi
demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan.
b. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang
tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian
paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps.
c. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang disebabkan
oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang
laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi
pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan.
Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke
paru-paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang
memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau

30
penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat
serius.
d. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan
saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak
napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan
dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen.
Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi
asma.

7. Penatalaksanaan
Tata laksana umum pneumonia adalah sebagai berikut:
Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas
dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen
dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
a. Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan balans
cairan ketat
b. Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak
direkomendasikan untuk anak dengan pneumonia
c. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk
menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
d. Nebulisasi dengan - β2 agonis dan/atau NaCl dapat
diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance
e. Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus
diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk
pemeriksaan saturasi oksigen
Pemberian antibiotik pada penumonia sebagai berikut:
a. Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk
antibiotik oral pada anak <5 tahun karena efektif
melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan

31
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan
murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor,
eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
b. M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang
lebih tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan
sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak >5
tahun
c. Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C.
pneumonia dicurigai sebagai penyebab
d. Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
e. Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan
makrolid atau kombinasi flucloxacillin dengan
amoksisilin
f. Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia
yang tidak dapat menerima obat per oral (misal
karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat Antibiotik intravena yang danjurkan
adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,
ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
g. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika
terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik
intravena
Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian
makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat
diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil. Perlu

32
dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak
tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia
berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.
8. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.Meningitis,
artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi.
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi.Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa
pasien terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko
tinggi (faktor risiko).
Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan
bagian bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi
empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan
untuk mengeluarkan cairan.
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi
pneumonia disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi
antibiotik, namun meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan
bedah untuk membuangnnya.
Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar
dari paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang
serius karena infeksi dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran
darah ke organ-organ lain.
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3%
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang
dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau komplikasinya.

9. Pencegahan

33
a. Kelurga pasien menyediakan lingkungan hidup yang
sehat bagi balita, yaitu nutrisi yang cukup, ASI
eksklusif sampai bayi usia 6 bulan, dan udara
pernafasan yang terbebas dari polusi (asap rokok,
asap kendaraan, asap pabrik). 
b. Imunisasi lengkap. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
telah merekomendasikan pemberian imunisasi PCV
untuk anak berumur 2 bulan hingga 5 tahun. 
B. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
1. Pengertian
Kelainan kongenital merupakan wujud semasa atau sebelum kelahiran
atau semasa dalam kandungan dan termasuk di dalamnya ialah kelainan
jantung. Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital
merupakan abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada
semasa kelahiran. Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin.
Penyakit jantung kongenital di Indonesia ikut bertanggung jawab
terhadap besarnya mortalitas dan morbiditas pada anak khususnya balita, di
samping penyakit lain, misalnya penyakit infeksi. Penyakit jantung bawaan
sekitar 1% dari keseluruhan bayi lahir hidup dan merupakan penyebab utama
akibat kecacatan sewaktu kelahiran. Sebagian besar pengidap PJB tersebut
meninggal dunia ketika masih bayi kecuali masalah ini dapat dideteksi lebih
awal sehingga penanganan baik terhadap penyakit utama maupun penyakit
penyerta dapat lebih optimal.
2. Epidemiologi PJB
Telah disebutkan bahwa penyakit jantung bawaan terjadi sekitar 1%
dari keseluruhan bayi lahir hidup atau sekitar 6-8 per 1000 kelahiran. Pada
negara Amerika Serikat setiap tahun terdapat 25.000-35000 bayi lahir dengan
PJB. Terdapat hal menarik dari PJB yakni insidens penyakit jantung bawaan
di seluruh dunia adalah kira-kira sama serta menetap dari waktu-waktu. Meski
demikian pada negara sedang berkembang yang fasilitas kemampuan untuk

34
menetapkan diagnosis spesifiknya masih kurang mengakibatkan banyak
neonatus dan bayi muda dengan PJB berat telah meninggal sebelum diperiksa
ke dokter.
Pada negara maju sekitar 40-50% penderita PJB terdiagnosis pada
umur 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan. Sejak pembedahan paliatif
atau korektif sekarang tersedia untuk lebih 90% anak PJB, jumlah anak yang
hidup dengan PJB bertambah secara dramatis, namun keberhasilan intervensi
ini tergantung dari diagnosis yang dini dan akurat. Oleh sebab itu insidens
penyakit jantung bawaan sebaiknya dapat terus diturunkan dengan
mengutamakan peningkatan penanganan dini pada penyakit jantung bawaan
tetapi juga tidak mengesampingkan penyakit penyerta yang mungkin diderita.
Hal ini ditujukan untuk mengurangi angka mortalitas dan morbisitas pada
anak dengan PJB.
3. Klasifikasi PJB
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat
ditentukan melalui pemeriksaan fisik. Klasifikasi penyakit jantung bawaan
menjadi PJB sianotik dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan
klasifikasi klinis. Tapi bagi kelainan jantung kongenital yang lebih komplek
bentuknya, klasifikasi segmental mungkin lebih tepat –suatu pendekatan
diagnosis berdasarkan anatomi dan morfologi bagian-bagian jantung secara
rinci dan runut.
Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya
memiliki kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik
biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
bervariasi. Baik keduanya hampir 90% memerlukan intervensi bedah jantung
terbuka untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti
kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri
seiring dengan pertambahan usia anak.
4. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa sejak lahir dan sesuai dengan namanya, pasian ini tidak

35
ditandai dengan sianosis. Penyakit jantung bawaan ini merupakan bagian
terbesar dari seluruh penyakit jantung bawaan. Bergantung pada ada tidaknya
pirau (kelainan berupa lubang pada sekat pembatas antar jantung), kelompok
ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. PJB asianotik dengan pirau
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau
(shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan
darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka
aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran
darah paru berlebihan. Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh
darah yang menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka.
Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke
sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru
(asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat
menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB
asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan ialah :
1) Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah
kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang
memisahkan antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10% dari
seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio perbandingan
penderita perempuan dan laki-laki 2:1.
Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek
septum atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum,
defek septum atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa
ovalis dan defek sinus venosus, bila lubang terletak di daerah sinus
venosus, serta defek sinus koronarius.
Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak
memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak
kecil, kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena mudah
terkena infeksi paru. Bila pirau cukup besar maka pasien dapat
mengalami sesak napas.

36
Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni
dengan askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup
pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal. Selain itu terdapat juga
pemeriksaan penunjuang seperti elektrokardiografi (EKG) atau alat
rekam jantung, foto rontgen jantung, MRI, kateterisasi jantung,
angiografi koroner, serta ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan
untuk semua penderita yang bergejala dan juga yang tidak bergejala
dan penutupan defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung
terbuka dengan angka mortalitas kurang dari 1%.
2) Ventricular Septal Defect (VSD)
Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD)
merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada septum di antara
rongga ventrikal akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat
interventrikel. Defek ini merupakan defek yang paling sering
dijumpai, meliputi 20-30% pada penyakit jantung bawaan.
Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek
septum ventrikel perimembran, defek septum ventrikel muskuler,
defek subarterial.
Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar
kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan
anak masih dapat tumbuh kembang secara normal. Sedangkan pada
defek baik sedang maupun besar pasien dapat mengalami gejala
sesak napas pada waktu minum, memerlukan waktu lama untuk
menghabiskan makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan
bahkan dapat terjadi gagal jantung.
Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-
2 yang meningkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum
dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta
memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil,
maka pirau akan menutup selama tahun pertama kehidupan. Operasi

37
dengan metode transkateter dapat dilakukan pada anak dengan risiko
rendah (low risk) setelah berusia 15 tahun.
3) Patent Ductus Arteriousus (PDA)
Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus
persisten adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi
lahir. Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur.
Insiden duktus arteriosus persisten sekitar 10-15% dari seluruh
penyakit jantung bawaan dengan penderita perempuan melebihi laki-
laki yakni 2:1. Penderita PDA yang memiliki defek kecil dapat hidup
normal dengan tidak atau sedikitnya gejala, namun defek yang besar
dapat menimbulkan gagal jantung kongestif yang serupa dengan
gagal jantung pada VSD. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
murmur sinambung (continous murmur) di sela iga 2-3 kiri sternum
menjalar ke infraklavikuler.
Pengetahuan tentang kapan tepatnya penutupan duktus terjadi
penting dalam tatalaksana penanganan PDA, karena pada kasus
tertentu seperti pasien PDA yang diikuti dengan atresia katup
pulmonal, duktus arteriosus justru dipertahankan untuk tetap terbuka.
Pada kasus PDA pada umumnya penderita memerlukan penutupan
duktus dengan pembedahan.
b. PJB asianotik tanpa pirau
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek yang
menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung. Kelainan dapat
berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian
tertentu jantung, yakni katup atau salah satu bagian pembuluh darah
diluar jantung yang dapat menimbulkan gangguan aliran darah dan
membebani otot jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara lain :
1) Stenosis pulmonal
Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau
a. pulmonalis dan cabang-cabangnya. Kelainan ini dibagi menjadi 3
tipe yaitu valvar, subvalvar, dan supravalvar. Stenosis pulmonal 80%

38
merupakan tipe valvuler dan ditemukan sebagai kelainan yang berdiri
sendiri. Insiden stenosis pulmonal meliputi 10% dari keseluruhan
penyakit jantung bawaan.
Sebagian besar stenosis pulmonal bersifat ringan dengan
prognosis baik sepanjang hidup pasien. Pada stenosis yang berat akan
terjadi limitasi curah jantung sehingga menyebabkan sesak napas,
disritmia hingga gagal jantung. Pada stenosis pulmonal ringan sampai
sedang terdengar bunyi jantung ke-2 yang melemah dan terdapat klik
ejeksi sistolik. Klik diikuti dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III
pada tepi kiri atas sternum yang menjalar ke punggung.
Terapi yang dianjurkan pada kasus sedang hingga berat ialah
valvuloplasti balon transkateter. Prosedur ini sekarang dilakukan oleh
bayi kecil, sehingga dapat menghindari pembedahan neonates yang
berisiko tinggi.
2) Stenosis aorta
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki
dua daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal
seperti corong. Dalam jangka waktu tertentu lubang atau pembukaan
katup tersebut sering menjadi kaku dan menyempit karena
terkumpulnya endapan kalsium. Stenosis pulmonal mencakup 5%
dari total keseluruhan penyakit jantung bawaan dengan predominasi
laki-laki 2:1. Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau pun moderat
sering tidak memberikan keluhan, tapi stenosis akan makin nyata
karena proses fibrosis dan kalsifikasi pada waktu menjelang kian
dewasa. Klik ejeksi sistolik akan terdengar keras dan jelas di sela iga
2-3 pada tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta yang ringan dan
asimptomatik biasanya tidak diperlukan tindakan apapun kecuali
profilaksis antibiotik untuk mencegah endokarditis. Pada stenosis
aorta yang cukup berat perlu dilakukan tindakan secepatnya dengan
valvuloplasti balon atau pembedahan.
3) Koarktasio aorta

39
Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung non sianotik
yang paling banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di
minggu pertama setelah kelahirannya. Insidens koarktasio aorta
kurang lebih sebesar 8-15% dari seluruh kelainan penyakit jantung
bawaan serta ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada
perempuan (2:1).
Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang
besar antara tekanan darah pada extremitas atas dengan extremitas
bawah. Foto rontgen dada memperlihatkan kardiomegali dengan
kongesti vena pulmonalis, pemeriksaan Doppler pada aorta akan
memperlihatkan aliran arteri yang terganggu.
Pada neonates pemberian prostalglandin (PGE1) untuk
membuka kembali duktus arteriosus akan memperbaiki perfusi
sistemik dan mengkoreksi asidosis. Tindakan pelebaran koarktasio
dengan kateter balon bila dikerjakan dengan baik dapat memberikan
hasil yang memuaskan.
5. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur dan
fungsi jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali eredar ke sirkulasi sistemik
dan menimbulkan gejala sianosis. Sianosis yang dimaksud yakni sianosis
sentral yang merupakan warna kebiruan pada mukosa akibat konsentrasi
hemoglobin tereduksi >5g/dl dalam sirkulasi. Berdasarkan dari gambaran foto
dada PJB sianotik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Tetralogi Fallot (TF)
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
banyak ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung
bawaan. Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari kombinasi
4 komponen uakni defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis
pulmonal, serta hipertensi ventrikel kanan.
Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun
melakukan aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang

40
moderat hingga berat sianosis akan tampak bahkan pada saat anak
istirahat. Seorang anak yang mengidap TF akan mudah merasa lelah,
sesak dan hiperpnu karena hipoksia. Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung
jari tampak membentol dan berwarna biru (finger clubbing) dan pada
auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1 normal sedangkan bunyi jantung
ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi sitolik di bagian parasternal sela iga
2-3 kiri.
Bayi-bayi dengan tetralogi berat memerlukan pengobatan medik dan
intervensi bedah pada masa neonatus. Terapi ditujukan segera pada
pemberian segera penambahan aliran darah pulmonal untuk mencegah
sekuele hipoksia berat. Pemberian PGE 1 dapat menyebabkan dilatasi
duktus arteriousus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup
sampai prosedur bedah dapat dilakukan.
b. Atresia Pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik
yang sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh
gagalnya proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat
hubungan antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini
dapat terjadi dengan septum ventrikel yang masih intak atau disertai
dengan defek pada septum ventrikel. Insiden atresia pulmonal dengan
septum yang masih intak atau utuh sekitar 0,7-3,1% dari keseluruhan
kasus PJB.
Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan.
Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya
murmur pada sela iga 2-3 parasternal kiri karena arteri pulmonal atretik.
Pada foto rontgen ditemukan pembesaran jantung dengan vaskularisasi
paru yang berkurang.
Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan duktus arteriosus
tetap membuka sambil menunggu intervensi lebih lanjut. Septostomi
atrial dengan balon harus dilakukan secepatnya apabila pirau
antarinteratrial agak retriktif. Koreksi total yakni membuat ligasi
koleteral baru dilakukan bila anak sudah berusia di atas 1 tahun.

41
c. Transposisi Arteri Besar
Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang paling
banyak pada neonatus. Insiden kelainan ini sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung bawaan sianotik atau 5-10% dari kselutuhan penyakit
jantung bawaan dan kelainan ini ditemukan lebih banyak paada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
Pada kelainan ini terjadi perubahan posisi aorta dan a. pulmonalis,
yakni aorta keluar dari ventrikel kanan, sedangkan a. pulmonalis keluar
dari ventrikel kiri. Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan
paru tersebut terpisah, dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila
ada komunikasi antara dua sirkulasi ini.
Manifestasi klinis bergantung pada adanya percampuran yang adekuat
antara sirkulasi sistemik dan paru dan adanya stenosis pulmonal. Stenosis
pulmonal terdapat pada 10% kasus. Pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan duktus arteriosus agar darah dapat tercampur sampai
tindakan bedah dilakukan.

42
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Pneumonia diketahui berdasarkan gejala klinis dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai pendukung dalam
menentukan diagnosis kerja seperti kultur sputum untuk memastikan patogen
penyebab, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien tersebut mengalami pneumonia.
B. Saran
Pasien disarankan untuk tinggal di lingkungan yang tidak berasap rokok,
bersih, dan memiliki nutrisi yang cukup agar penatalaksaan pneumonia dapat
bekerja maksimal.

43
DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults


with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of
severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir
Crit.Care Med; 163: 1730-54.
Depkes RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta: Depkes RI.
Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By
The Mc Graw-Hill Companies In North America.
Green A. Pediatric nursing:outcomes of congenital heart disease: A
Review. 2004;30(4):280-4.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2014
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2009.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta : EGC
Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia
in infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908
PDPI. 2014. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Edisi II.
Puspitasari F, Ganesja MH. Hiperviskositas pada Penyakit Jantung
Bawaan Sianotik. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2010;31(1):41-7.
Sastroasmoro S. Madiyono B. Buku ajar kardiologi anak: epidemiologi
dan etiologi penyakit jantung bawaan. Jakarta: Binarupa
Aksara;1994.
Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV.
Penerbit FK UI.

44
Warnes CA, Williams RG, Bashore TM, Child JS, Connolly HM,
Dearani JA, et al. Guidelines for the management of adults with
congenital heart disease: executive summary. Journal of The
American Heart Association: ACC/AHA. 2008;118:2399-402.

45

Anda mungkin juga menyukai