Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Teori keperawatan digunakan untuk menyusun suatu model konsep
dalam keperawatan sehingga model keperawatan ini mengandung arti aplikasi
dari struktur keperawatan itu sendiri yang memungkinkan perawat mengingat
dalam model praktek keperawatan mengandung komponen dasar seperti
adanya keyakinan dan nilai yang mendasari sebuah model, adanya tujuan
praktek yang ingin dicapai dalam memberikan pelayanan kepada kebutuhan
semua pasien serta ada pengetahuan dan keterampilan dalam hal ini
dibutuhkan oleh perawat dalam mengembangkan tujuan.
Berikut ini adalah ringkasan teori keperawatan dari “Marie Dorothy
Johnson” yang perlu diketahui oleh para perawat profesional sehingga mampu
mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan pada keyakinan dan
nilai dasar keperawatan.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang perkembangan teori dan pengetahuan
keperawatan model konseptual dan grand theories of nursing Johnson.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikanperkembangan teori dan pengetahuan
keperawatan model konseptual dan grand theories of nursing
Johnson.
b. Mendeskripskan kerangka konsep perkembangan teori dan
pengetahuan keperawatan model konseptual dan grand
theories of nursing Johnson.
c. Mendeskripsikan aplikasi teori keperawatan Johnson ke dalam
asuhan keperawatan lansia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pandangan Dorothy E.Johnson Mengenai Konsep Dan Teori


Keperawatan
Dorothy E. Jhonson dilahirkan pada tanggal 21 agustus 1919 di
savannahGeorgia.Teori sistem perilaku Johnson tumbuh dari keyakinan
Nightingale yakni tujuanperawatan adalah membantu individu-individu untuk
mencegah atau mengobati dari penyakit atau cidera.Ilmu dan senimerawat
harus berfokus pada pasien sebagi individu dan bukan pada entitas yang
spesifik.
Johnson memanfaatkan hasil kerja ilmu perilaku dalam psikologi,
sosiologi dan etnologi untuk membangun teorinya.Iamenyandarkan
sepenuhnya pada toeri sistem-sistem dan menggunakan konsep dan definisi
dari A. Rapoport,R. Chin dan W.Buckley. struktur teori sistem
perilakudipolakan sesudah model system - sistem dinyatakan terdiri dari
bagian yangberkaitan untuk melakukan fungsibersama-sama untuk
membentuk keseluruhan. Dalam tulisanya, Johnson mengkonseptualkan
manusia sebagai sistem perilaku dimana fungsi adalah observasi perilaku
adalah teori sistem biologi, yang menyatakan bahwa manusia merupakan
sistem biologi yang terdiri dari bagian biologi dan penyakit adalah hasil
gangguan sistem biologi.
Pengembangan teori dari sebuah perspektif filosofis, Johnson menulis
bahwa perawatan merupakan konstribusi penyediaan fungsi perilaku efektif
pada pasien sebelum, selama dan sesudah penyakit.Ia memakai konsep dari
disiplin ilmu lain seperti sosialisasi, motivasi, stimulus, kepekaan, adaptasi
dan modifikasi perilaku, untuk mengembangkan teorinya.
Johnson mencatat bahwa meski literature menunjukkan ide dukungan
lain yaitu bahwa manusia merupakan sistem perilaku, sejauh yang ia tahu, ide
tersebut adalah asli dari dirinya. Pengetahuan bagian-bagian sistem perilaku
dicikung dalam ilmu-ilmu perilaku, tetapi literature empiris mendukung
dugaan bahwa sistem perilaku merupakan keseluruhan yang
belumdikembangkan.Dalam sistem biologis, pengetahuan atas bagian-
bagianya lebih dahulu dari pengetahuan keseluruahan sistem.

2
2.2. Definisi Dan Konsep Mayor
1. Perilaku (Behavior)
Johnson mendefinisikan perilaku sama seperti yang dinyatakan oleh para
ahli perilaku dan biologi yaitu output dari struktur dan berbagai proses
intraorganismik yang keduanya dikoordinasi dan diartikulasi serta bersifat
responsif terhadap berbagai perubahan dalam stimulasi sensori. Johnson
fokus pada perilaku yang dipengaruhi oleh kehadiran aktual dan tak
langsung mahluk sosial lain yang telah ditunjukkan mempunyai
signifikansi adaptif utama.
2. Sistem (System)
Dengan memakai definisi sistem oleh Rapoport tahun 1968, Johnson
menyatakan, "A system is a whole that functions as a whole by virtue of
the interdependence of its part." (Sistem merupakan keseluruhan yang
berfungsi berdasarkan atas ketergantungan antar bagian-bagiannya).
Johnson menerima pernyataan Chin bahwa terdapat organisasi,
interaksi, interdependen dan integrasi bagian dan berbagai elemen dalam
sistem. Manusia berusaha menjaga keseimbanga dalam bagian-bagian ini
melalui pengaturan dan adaptasi terhadap kekuatan/tekanan yang
mempengaruhi mereka.
3. Sistem Perilaku (Behavior System)
Sistem perilaku mencakup pola, perulangan dan berbagai cara bersikap
dengan maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk unit
fungsional yang terorganisasi dan terintegrasi, yang menentukan dan
membatasi interaksi antara seseorang dengan lingkungannya serta
menciptakan hubungan seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi
dengan lingkungannya. Biasanya sikap dapat digambarkan dan
dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku berusaha untuk mencapai
stabilitas dan keseimbangan suatu fungsi dengan pengaturan dan adaptasi
yang efektif dan efisien.
4. Subsistem
Sistem perilaku memiliki banyak tugas untuk dikerjakan, sehingga
bagian-bagian dari sistem berubah menjadi subsistem-subsistem dengan
tugas tertentu. Suatu subsistem merupakan sistem kecil dengan tujuan
khusus dan berfungsi dengan baik sepanjang hubungannya dengan
subsistem lain atau lingkungan tidak diganggu. Tujuh subsistem yang

3
diidentifikasi oleh Johnson bersifat terbuka, terhubung dan saling
berkaitan. Aktifitas subsistem-subsistem ini berubah secara kontinyu
dipengaruhi oleh motivasi, pengalaman dan proses belajar. Tujuh elemen
yang diidentifikasi oleh Johnson :
a. Subsistem Keterikatan (Attachemen-affiliatve).
Subsistem Attachemen-affiliative mungkin merupakan yang
paling kritis, karena subsistem ini membentuk landasan untuk
semua organisasi sosial. Pada tingkatan umum, hal ini
memberikan kelangsungan (survival) dan keamanan (security).
Tujuan dari subsistem ini adalah untuk berhubungan atau terikat
dengan orang lain, mencapai intimasi dan inklusi. Fungsinya
untuk menciptakan kejasama dan hubungan interdependent
dengan sistem sosial, mngembangkan dan menggunakan
kemampuan interpersonal untuk mencapai kedekatan dan inklusi,
tempat berbagi, agar terhubung dengan orang lain, menggunakan
rasa percaya diri dalam arti yang positif. Sebagai konsekuensinya
adalah adanya inklusi sosial, kedekatan (intimacy) dan susunan
serta pemeliharaan ikatan sosial yang kuat.

b. Subsistem Ketergantungan (Dependency).


Dalam hal paling luas, subsistem dependency membantu
mengembangkan perilaku yang memerlukan respon pengasuhan
atau perilaku untuk mencari perawatan. Tujuan subsistem ini
adalah untuk mempertahankan fokus perhatian, persetujuan,
asuhan, dan bantuan fisik, menjaga keseimbangan sumber daya
lingkungan yang dibutuhkan untuk proses pengasuhan dan
menumbuhkan rasa percaya. Fungsinya meningkatkan keyakinan
diri, meningkatkan kewaspadaan terhadap diri sendiri,
mengkondisikan diri untuk perduli pada kebutuhan fisik pribadi,
menurunkan derajat ketergantungan (dari ketergantungan pada
orang lain menjadi ketergantungan pada diri sendiri),
menumbuhkan kesadaran diri untuk menerima keadaan bahwa
dalam situsi tertentu kita memerlukan bantuan atau tergantung
pada orang lain, memfokuskan keinginan dan kebutuhan diri atau
orang lain dalam hubungan sosial, psikologikal dan kultural.

4
Konsekuwensinya adalah bantuan persetujuan, perhatian,
pengenalan serta bantuan fisik. Derajat interdependensi tertentu
penting untuk kelangsungan kelompok sosial.
c. Subsistem Eleminasi (Eleminative)
Subsistem biologis eliminasi berkaitan dengan kapan, bagaimana
dan dengan kondisi apa kita membuang sampah tubuh serta
mengekspresikan perasaan. Mengatur pembuangan sampah tubuh
dengan cara yang dapat diterima secara sosial dan kultural.
Respon-respon ini dikaitkan dengan sosial dan psikologis seperti
halnya pertimbangan biologis. Tujuan dari subsistem ini adalah
untuk membuang sampah biologis, mengeksternalisasi lingkungan
biologi internal. Fungsinya untuk mengenali dan
menginterpretasikan input dari sistem biologis melalui ekskresi
sampah tubuh, untuk menjaga homeostasis fisik melalui ekskresi,
untuk mengatur pergantian kapasitas biologis yang berkaitan
dengan ekskresi sampah tubuh serta mengontrol ekskresi sampah
tubuh, mengurangi perasaan tegang pada diri sendiri,
mengekspresikan perasaan-ide-emosi baik secara verbal maupun
non verbal.
d. Subsistem Ingesti (Ingestion)
Mengakomodasi diet dengan cara yang dapat diterima secara
sosial dan kultural. Tujuan subsistem ini adalah mengambil
sumber daya yang dibutuhkan dari lingkungan untuk menjaga
integritas atau untuk mencapai kesenangan, internalisasi
lingkungan eksternal. Fungsinya untuk menjaga kelangsungan
hidup melalui intake nutrisi, merubah pola diet yang tidak efektif,
mengurangi nyeri atau mengurangi stres psikophysiological,
memperoleh pengetahuan dan informasi yang berguna bagi diri
sendiri, mendapat kepuasan fisik dan psikis baik dari substansi
yang berkaitan dengan nutrisi maupun nonnutrisi.
e. Subsistem Seksual (Sexsual).
Tujuan subsistem ini adalah untuk memberi dan mendapatkan
kepuasan sera perhatian, pemenuhan kebutuhan yang berkaitan
dengan seks, memperhatikan dan diperhatikan orang lain.
Fungsinya untuk membangun konsep diri atau identitas diri

5
berdasarkan jenis kelamin, memproyeksikan image sebagai
makhluk seksual, mengenali dan menginterpretasikan input sistem
biologis yang berkaitan dengan kepuasan seksual, menjaga
kwalitas hubungan yang melibatkan kepuasan seksual.
Subsistem seksual Memiliki fungsi garda yakni hasil
(procreation) dan kepuasan (gratification). Sistem respon ini
dimulai dengan perkembangan identitas jenis kelamin dan
termasuk (dalam cakupan yang luas) perilaku-perilaku berdasar
prinsip jenis kelamin.
f. Subsistem Agresif dan Protektif (Aggressive and Protective).
Fungsi sistem agresif adalah perlindungan (protektif) terhadap
ancaman aktual ataupun potensial baik dalam bentuk obyek, orang
atau ide serta pencapaian terhadap perlindungan dan keunggulan
diri sendiri. Fungsinya mengenal ancaman (yang berasal dari
sistem kesehatan, lingkungan, maupun sistem biologi) baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain, memobilisasi sumber
daya untuk merespon atau menanggapi ancaman, menggunakan
mekanisme feedback untuk menghadapi input (biologi,
lingkungan dan kesehatan) yang mengancam, melindungi tujuan
yang sudah tercapai, melindungi keyakinan, melindungi identitas
atau konsep diri.
g. Subsistem Pencapaian (Achievement).
Tujuan Subsistem achievement adalah berusaha memanipulasi
lingkungan. Fungsinya menyusun tujuan yang sesuai,
mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan,
menerima penghargaan dari orang lain, membedakan tujuan
jangka menengah dan jangka panjang, menginterpretasikan
feedback untuk mengevaluasi pencapaian tujuan. Konsekwensinya
dengan adanya subsistm ini maka timbul perilaku mengontrol atau
menguasai aspek pribadi atau lingkungan pada beberapa standar
kesempurnaan. Cakupan perilaku prestasi termasuk kemampuan
intelektual, fisikis, kreatif, mekanis, dan sosial (Basavanthappa,
2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001).
Johnson kemudian mengidentifikasi konsep-konsep lain yang
menggambarkan lebih jauh tentang teori manusia sebagai sistem perilaku.

6
Equilibrium didefinisikan sebagai kondisi akhir yang stabil tetapi kurang
kekal, dimana di dalamnya individu berada dalam keselarasan dengan dirinya
dan dengan lingkungannya. Homeostasis adalah proses menjaga stabilitas
dalam sistem perilaku. Stabilitas adalah pemeliharaan suatu level atau daerah
perilaku tertentu yang dapat diterima. Ketidakstabilan (instability) terjadi saat
sistem mengalami overcompensate berkaitan dengan stress (tekanan). Ketika
output energi tambahan digunakan untuk merespon terhadap tekanan, sumber
energi yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dikosongkan. Stressor adalah
stimulan eksternal dan internal yang menghasilkan tegangan (tension) dan
menyebabkan ketidakstabilan. Tension adalah kondisi dalam keadaan tegang
atau rileks yang disebabkan karena disequilibrium dan merupakan sumber
potensial perubahan (Marriner, 2001).

2.3. Penjelasan Model Konsep

(Tomey & Alligood, 2006)

7
Model konsep dan teori keperawatan Johnson melakukan pendekatan
pada sistem perilaku: individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu
ingin mencapai keseimbangan dan stabilitas (baik di lingkungan internal
maupun di lingkungan eksternal), memiliki keinginan mengatur dan
menyesuaikan diri terhadap pengaruh dari lingkungan . Di dalam sistem ini
terdapat berbagai komponen subsistem yang membentuk keseluruhan sistem,
subsistem yang membentuk sistem perilaku menurut Johnson yaitu:

1. Gabungan (Attachemen-affiliatve), merupakan bentuk pemenuhan


kebutuhan tambahan dalam mempertahankan lingkungan yang
kondusif dengan penyesuaian dalam kehidupan sosial, keamanan,
dan kelangsungan hidup.
2. Ketergantungan (Dependency), merupakan bagian yang membentuk
sistem perilaku dalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan
serta kepercayaan.
3. Ingestif (Ingestion), yaitu memanfaatkan setiap sumber daya dari
lingkungan untuk menjaga integritas kehidupan atau untuk
mencapai tingkat kepuasan tertentu; untuk internalisasi lingkungan
eksternal, mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secara
sosial dan kultural.
4. Eliminasi (Elemination), merupakan bentuk pengeluaran segala
sesuatu dari sampah atau barang yang tidak berguna secara biologis
serta mengekspresikan perasaan.
5. Seksual (Sexsual), digunakan dalam pemenuhan kebutuhan saling
mencintai dan dicintai.
6. Agresif (Aggressive), merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri
atau perlindungan dari berbagai ancaman yang ada di lingkungan.
7. Achievement (Achievement), merupakan tingkat pencapaian prestasi
melalui keterampilan yang kreatif (Basavanthappa, 2007; Tomey &
Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001)

Subsistem di atas akan membentuk sebuah sistem perilaku individu,


sehingga Johnson memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi
permasalahan klien harus dapat berfungsi sebagai pengatur keseimbangan
sistem perilaku tersebut. Klien dalam hal ini adalah manusia yang mendapat
bantuan perawatan dengan keadaan terancam atau potensial oleh kesakitan

8
atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan
yang ingin dicapai adalah mereka yang mampu berperilaku untuk memelihara
keseimbangan atau stabilitas dengan lingkungan. Menurut Johnason perawat
mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori subsistem perilaku. Dalam
kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam lingkungannya, akan
tetapi ketika stress menganggu adptasi normal perilaku klien menjadi tidak
dapat diduga dan tidak jelas. Perawat mengidentifikasi ketidakmampuan
beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Potter & Perry, 2005).

Teori sistem perilaku Johnson mengupas dua komponen utama: pasien


dan perawatan. Pasien merupakan sistem perilaku dengan tujuh subsistem
yang saling berkaitan. Setiap subsistem dapat digambarkan dan dianalisa
dalam hal-hal persyaratan-persyaratan struktur dan fungsi. Empat elemen
struktural yang telah diidentifikasi termasuk : (1) dorongan (drive) atau
tujuan (goal); (2) set, kecenderungan betindak (predisposition); (3) pilihan
(choice), alternatif untuk bertindak; (4) perilaku (action/behavior). Setiap
subsistem agar dapat mencapai keadaan optimal memerlukan adanya
perlindungan (protection), pengasuhan (nurturance), dan stimuli
(stimulation). Ketiga hal ini disebut sebagai persyaratan fungsionl (functional
requirement). Sistem dan subsistem cenderung memelihara diri sendiri (Self-
Maintaining) dan mengekalkan diri sendiri (Self Perpetuating) selama
kondisi eksternal dan internal sesuai dan dapat diprediksi. Jika kondisi-kondisi
dan sumber daya penting terhadap kebutuhan fungsi mereka tidak cocok atau
interrelationship antar subsistem tidak harmonis, akan menghasilkan perilaku
disfungsional. Respon-respon subsistem dibangun melalui motivasi,
pengalaman, dan proses belajar serta dipengaruhi oleh faktor-lakior biologis,
psikologis dan sosial. Sistem perilaku berusaha untuk mencapai
keseimbangan dengan adaptasi terhadap stimulan lingkungan dan internal.
Kondisi ketidakstabilan dalam sistem perilaku menghasilkan kebutuhan
terhadap intervensi perawatan. Identifikasi sumber masalah dalam sistem
mengarahkan tindakan perawatan yang cocok yang menghasilkan
pemeliharaan atau pemulihan keseimbangan sistem perilaku. Perawatan
dilihat sebagai kekuatan regulator eksternal yang bertindak unfuk memulihkan
keseimbangan sistem perilaku.

9
2.4. Kelemahan Teori
1. Teori Johnson relatif sederhana dalam hubungan beberapa konsep.
Manusia digambarkan sebagai sistem perilaku yang terdiri dari tujuh
subsistem. Perawat merupakan kekuatan pengaturan eksternal. Akan
tetapi teori tersebut berpotensi menjadi komplek karena sejumlah
kemungkinan inter relasi antar sistem perilaku dan diantra sistem
perilaku dan subsistem-subsistemnya. Meski demikian pada titik ini
hanya sedikit diantara hubungan potensial tersebut yang tergali.
2. Teori Jhonson relatif tak terbatas saat diterapkan pada individu yang
sakit. Tetapi ia belum banyak dipakai pada individu atau kelompok yang
kondisinya baik. Johnson menganggap manusia sebagai sistem perilaku
tersusun atas tujuh subsistem, kumpulan sistem-sistem perilaku
interaktif. Peranan perawat dalam kondisi tidak-berpenyakit tidak
didefinisikan dengan jelas.
3. Kesesuain empiris sulit dicapai ketika suatu teori mengandung konsep
terlalu abstrak dan hanya memiliki potensi keumuman. Kesesuaian
empiris dapat diperbaiki jika ia mengnalakan sub konsep yang
terdefinisi dengan baik dan memiliki indikator-indikator realitas. Unit-
unit dan hubungan unit-unit dalam teori Johnson secara konsiten
didefinisikan dan digunakan, akan tetapi teori ini hanya memiliki tingkat
kesesuaian empiris moderat karena konsep-konsepnya yang terlalu
abstrak sehingga perlu didefinisikan lebih baik.
4. Dalam teorinya Johnson menyebut tentang lingkungan eksternal dan
internal akan tetapi ia belum menjelaskan dengan jelas definisi dari
kedua komponen tersebut.
5. Informasi tentang peranan klien hanya tersedia sedikit, sehingga sulit
untuk menilai apakah hubungan antara sistem perilaku dan perawatan
bersifat interaktif atau reaktif.
6. Penggunaan istilah-istilah dalam tulisan Johnson yang berkaitan dengan
teorinya seperti balance, stabillity dan equilibrium; adjustmen dan
adaptation; disturbances, disequilibrium dan behavioral disorder
digunakan berganti-ganti, yang mengaburkan arti masing-masing.
7. Johnson juga tidak menyebutkan dengan jelas kriteria hasil yang
diharapkan jika salah satu subsistem diintervensi.

10
8. Adanya suatu ekspektasi bahwa tindakan keperawatan tertentu akan
menciptakan hasil (homeostasis) yang sama untuk penerapan pada
kultur yang berbeda.
9. Model Keperawatan Johnson berfokus pada perilaku sehingga perawat
akan kesulitan menerapkan teori ini pada klien dengan gangguan fisik.
10. Model ini terlalu bersifat individual sehingga jika diterapkan untuk
memberi asuhan pada kelompok perawat akan mengalami kesulitan
untuk mengimplementasikannya. Teori ini orientasi utamanya adalah
pasien sehingga keluarga dianggap sebagai lingkungan. Teori ini
kurang fleksibel.

2.5. Asuhan Keperawatan Gerontik


1. Definisi
Proses asuhan  keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang
dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan,
perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti
di rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang
diberikan oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga
keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung
pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah
atau panti (Depkes, 1993 1b).

2. Klasifikasi
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada
kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain;

1. Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang


personal hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi
palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata,
serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan;
makanan sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.

2. Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia

11
pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.

3. Pendekatan Perawatan Lansia


1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian


yang dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan
penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progrevitasnya.

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni:

1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk
kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.

2. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus
mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang
hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
memepertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat
penting dalam usaha menceggah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang
mendapat perhatian.

Di samping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat


mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi
dari luar.

Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan
mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi
tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat
tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak
selalu, keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-gejala yang
ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia

12
dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan
darurat dan intensif.

Adapun komponen pendekatan  fisik yang lebih mendasar adalah


memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas
dengan lancar, makan termasuk memilih dan menentukan makanan,
minum, melakuan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan,
duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai
dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan
kecelakaan.

Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia,


untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.

2. Pendekatan psikis

Di sini perawat mempunyai peranan  penting mengadakan pendekatan


edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung
rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya
memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus
selalu memegang prinsip  “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk
itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan
hobi yang dimilikinya.

Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut


usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri,
rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan
yang dideritanya.

Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama


dengan berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala,

13
seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi ,
berkurangnya kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu
siang, dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang


membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia
bila lupa atau kesalahan.  Harus diingat, kemunduran ingatan jangan
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka


terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan
dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini
mereka dapat merasa puas  dan bahagia.

3. Pendekatan social

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu


upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat
menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia dan
perawat sendiri.

Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut


usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan
pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.

Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan
majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan
tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.

14
Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan
penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk
menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap
sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati
keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia


(terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan
berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka,
senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian perawat tetap mempunyai  hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik
sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.

4. Pendekatan spiritual

Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam


hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila
klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati
kematian.sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menekati kematian, DR Toni Setyobudhi mengemukakan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini di dasari
oleh berbagai macam faktor seperti, ketidakpastian pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit/penderitaan yang sering menyertainya, dan
kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga/lingkungan
sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan


reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka
menghadapi hidup ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di
manakah letak kelemahan dan di mana letak kekuatan klien, agar perawat
selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila kelemahan terletak pada segi
spiritual, sudah seelayaknya perawat dan tim berkewajiban mencari upaya
agar klien lanjut usia ini dapat diringankan penderitaannya. Perawat bisa
memberikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk melaksanakan
ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan

15
menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau
membantu lanjut usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang
dianutnya.

Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga,


maka perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi
ditinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
bila ada rasa bersalah yang menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat
segera menghubungi seorang rohaniawan untuk dapat mendampingi
lanjut usia dan mendengarkan keluhan-keluhannya maupun pengakuan-
pengakuannya.

Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan


seseorang merupakan faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah
kehadiran seorang imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien
lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya terhadap


fisik, yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan
perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui
agama mereka.

4. Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia


1. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

2. Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari mereka  yang


usianya telah lanjut usia dan jalan perawatan dan pencegahan.

3. Membantu mempertahankan serta membesarkan semangat hidup klien


lanjut usia.

4. Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut).

5. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan


menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai
suatu kelainan tertentu.

6. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat

16
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan

5. Fokus Keperawatan Lansia


1. Peningkatan kesehatan (health promotion).

2. Pencegahan penyakit (preventif).

3. Mengoptimalkan fungsi mental.

4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

2.6. Aplikasi Teori


Judy Grubs (1974) mengadaptasi teori proses perawatan dengan
mengembangkan suatu perangkat penilaian dan lembar proses perawatan
berdasar pada tujuh susistem. Pertanyaan - pertanyaan dan observasi terkait
dengan tiap subsistem memberikan alat bantu yang handal untuk
mengumpulkan data penting. Dengan menggunakan alat bantu ini, perawat
dapat menemukan pilihan-pilihan perilaku lain yang akan mcmudahkan klien
menyempurnakan tujuan kesehatannya.

1. Pengkajian
Komponen yang perlu dikaji dalam tahap ini adalah yang berkaitan
dengan 7 subsistem yang telah ditetapkan oleh Johnson yaitu :

1. Subsistem Keterikatan (Attachment-Affiliation): berfokus pada


hubungan dan kehadiran orang lain dalam system social dimana klien
berada.
2. Subsistem Ketergantungan (Dependency): berfokus pada bagaimana
cara klien menyampaikan apa yang dibutuhkannya kepada/dari orang
lain di lingkungannya sehingga orang lain bisa membantunya
memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Subsistem Seksualitas (Sexuality): berfokus pada pola dan perilaku
seksual
4. Subsistem Agresif (Aggressive): mengandung pertanyaan tentang
bagaimana cara klien melindungi dirinya dari ancaman dan baimana
ia menjaga keamanan diri.

17
5. Subsistem Eleminasi (Elimination): mengkaji pola buang air besar
dan buang air kecil pada klien serta keadaan social yang mendukung
proses tersebut
6. Subsistem Ingesti (Ingestion): mengkaji pola intake cairan dan
makanan pada klien, termasuk lingkungan social dimakan makanan
dan minuman tersebut dicerna.
7. Subsistem Pencapaian (Achievement): berfokus pada bagaiman cara
individu memanfaatkan lingkungannya untuk mencapai tujuan
tertentu.

Grubb menyusun alat pengkajian berdasarkan subsistem dari model


sistem perilaku Johnson, ia menambahkan satu subsistem baru yaitu
subsistem restorative adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
mengurangi kelelahan dan/atau mencapai status keseimbangan dengan
cara mengisi dan menganti distribusi energi diantara subsistem;
meredistribusi energi. Subsistem ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (ADLs).

2. Diagnosa
Diagnosis keperawatan bisa muncul dari masalah keperawatan yang
bersumber pada subsistem atau antar subsistem. Diagnosis lebih
mengarah pada subsistem dibandingkan berfokus pada masalah. Johnson
dalam tulisan ilmiahnya tidak pernah menyebutkan pengklasifikasin
diagnosis secara langsung. Pengklasifikasian ini dilakukan oleh Gruup, ia
mengklasifikasikan empat diagnosis untuk menggambarkan gangguan
pada atau antar subsistem yaitu:

1. Insufisiensi (Ketidakcukupan), terjadi saat subsistem tidak


berfungsi atau tidak berkembang sesuai kapasitas maksimal karena
tidak memadainya persyaratan fungsional (perlindungan-asuhan-
stimulus), gangguan ini terjadi pada subsistem.
2. Disceprancy (Ketidaksesuaian), terjadi ketika perilaku tidak sesuai
dengan konsep tujuan. Keganjilannya adalah adanya ketidakcocokan
antara tindakan dan tujuan dari subsistem walaupun set dan choice
kemungkinan berpegaruh kuat terhadap tindakan yang tidak efektif
tersebut.

18
3. Gangguan yang ditemukan pada lebih dari satu subsistem
diklasifikasikan sebagai Incompatibility (Ketidakcocokan), disebut
demikian ketika terjadi konflik dari dua atau lebih subsistem perilaku
dalam situasi yang sama sehingga merugikan individu.
4. Dominance (Dominasi), terjadi saat salah satu subsistem perilaku
digunakan lebih dominan dari yang lain, sehingga merugikan
subsistem lainnya. Area ini juga di yakini oleh Johnson sebagai
sesuatu yang akan terus berkembang. 

3. Perencanaan

Elemen penting berikutnya adalah intervensi keperawatan yang


digunakan untuk merespon ketidakseimbangan sistem perilaku. Langkah
pertama adalah menemukan sumber kesulitan atau asal masalah.  Ada
sedikitnya tiga jenis intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk
membawa perubahan. Pertama Perawat mencoba untuk memperbaiki unit
struktural yang rusak dengan mengubah set dan choice individu. Kedua
untuk sementara perawat menerapkan tindakan pengaturan dan
kontrol. Perawat bertindak di luar lingkungan pasien untuk menyediakan
kondisi, sumber daya, dan kontrol yang diperlukan untuk mengembalikan
keseimbangan sistem perilaku. Perawat juga bertindak di dalam dan
terhadap lingkungan eksternal dan interaksi internal subsistem untuk
membuat perubahan dan memulihkan stabilitas. Yang ketiga, dan yang
paling umum, modalitas pengobatan yaitu menyediakan atau membantu
klien menemukan persyaratan fungsional (perlindungan-asuhan-stimulus)
untuk dirinya sendiri. Perawat dapat memberikan asuhan/nurturance
(sumber daya dan kondisi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dan
pertumbuhan, melatih klien untuk mengatasi rangsangan baru,
mendorong perilaku efektif), stimulasi/stimulation (pemberian stimulus
yang menumbuhkan perilaku baru atau peningkatan perilaku, motivasi
untuk perilaku tertentu, dan memberikan peluang untuk perilaku yang
sesuai), dan perlindungan/protection (melindungi dari stimuli berbahaya,
membela dari ancaman yang tidak perlu, menghadapi ancaman atas nama
individu). Perawat dan klien menegosiasikan rencana perawatan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan sesuai kebutuhan
kesehatan klien berdasarkan unit kedua model keperawatan yaitu klien dengan
memperhatikan 7 subsistem meski tidak saling berhubungan.Masalah klien
ditemukan dengan model keperawatan klien.Klien mendapatkan intervensi
keperawatan sesuai dengan pola intervensi dari model konseptual
keperawatan yaitu pendekatan sistem perilaku.Klien mendapat tindakan
keperawatan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar intervensi keperawatan
tercapai.Meski sistem perilaku klien sulit untuk diketahui, klien mampu
beradaptasi dan bereaksi untuk mengungkapkan kebutuhan dan kemampuan
dalam memenuhinya.

3.2. Saran
Secara umum diharapkan mahasiswa keperawatan maupun perawat
mengaplikasikan teori Dorothy Jhonson dalam asuhan keperawatan.Sebab,
asuhan keperawatan Jhonson memberikan kerangka acuan bagi perawat
dengan perilaku klien tertentu sehingga dapat di terapkan di seluruh jangka
hidup dan berbagai lintas budaya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dorotyh E. Johnson, 2006. Nursing Theorists and Their Work. St.


Louis, Missouri. USA. Westline Industrial Drive.

Effendy. 2004. Dasar-dasar Kepewatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.

Hidayat,A.Aziz alimul.2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. EGC

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/03/teori-keperawatan-perilaku-dorothy-
e.html. Diakses tanggal 30 September 2019

https://www.academia.edu/29030299/Teori_Dorothy_E._Johnson. Diakses tanggal


30 September 2019

Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik.Edisi 4.Jakarta.EGC.

Sarwoko soemowinoto.2008. Pengantar Filsafat Ilmu


keperawatan.Jakarta.Salemba Medika Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai