PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang perkembangan teori dan pengetahuan
keperawatan model konseptual dan grand theories of nursing Johnson.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikanperkembangan teori dan pengetahuan
keperawatan model konseptual dan grand theories of nursing
Johnson.
b. Mendeskripskan kerangka konsep perkembangan teori dan
pengetahuan keperawatan model konseptual dan grand
theories of nursing Johnson.
c. Mendeskripsikan aplikasi teori keperawatan Johnson ke dalam
asuhan keperawatan lansia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.2. Definisi Dan Konsep Mayor
1. Perilaku (Behavior)
Johnson mendefinisikan perilaku sama seperti yang dinyatakan oleh para
ahli perilaku dan biologi yaitu output dari struktur dan berbagai proses
intraorganismik yang keduanya dikoordinasi dan diartikulasi serta bersifat
responsif terhadap berbagai perubahan dalam stimulasi sensori. Johnson
fokus pada perilaku yang dipengaruhi oleh kehadiran aktual dan tak
langsung mahluk sosial lain yang telah ditunjukkan mempunyai
signifikansi adaptif utama.
2. Sistem (System)
Dengan memakai definisi sistem oleh Rapoport tahun 1968, Johnson
menyatakan, "A system is a whole that functions as a whole by virtue of
the interdependence of its part." (Sistem merupakan keseluruhan yang
berfungsi berdasarkan atas ketergantungan antar bagian-bagiannya).
Johnson menerima pernyataan Chin bahwa terdapat organisasi,
interaksi, interdependen dan integrasi bagian dan berbagai elemen dalam
sistem. Manusia berusaha menjaga keseimbanga dalam bagian-bagian ini
melalui pengaturan dan adaptasi terhadap kekuatan/tekanan yang
mempengaruhi mereka.
3. Sistem Perilaku (Behavior System)
Sistem perilaku mencakup pola, perulangan dan berbagai cara bersikap
dengan maksud tertentu. Cara-cara bersikap ini membentuk unit
fungsional yang terorganisasi dan terintegrasi, yang menentukan dan
membatasi interaksi antara seseorang dengan lingkungannya serta
menciptakan hubungan seseorang dengan obyek, peristiwa dan situasi
dengan lingkungannya. Biasanya sikap dapat digambarkan dan
dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku berusaha untuk mencapai
stabilitas dan keseimbangan suatu fungsi dengan pengaturan dan adaptasi
yang efektif dan efisien.
4. Subsistem
Sistem perilaku memiliki banyak tugas untuk dikerjakan, sehingga
bagian-bagian dari sistem berubah menjadi subsistem-subsistem dengan
tugas tertentu. Suatu subsistem merupakan sistem kecil dengan tujuan
khusus dan berfungsi dengan baik sepanjang hubungannya dengan
subsistem lain atau lingkungan tidak diganggu. Tujuh subsistem yang
3
diidentifikasi oleh Johnson bersifat terbuka, terhubung dan saling
berkaitan. Aktifitas subsistem-subsistem ini berubah secara kontinyu
dipengaruhi oleh motivasi, pengalaman dan proses belajar. Tujuh elemen
yang diidentifikasi oleh Johnson :
a. Subsistem Keterikatan (Attachemen-affiliatve).
Subsistem Attachemen-affiliative mungkin merupakan yang
paling kritis, karena subsistem ini membentuk landasan untuk
semua organisasi sosial. Pada tingkatan umum, hal ini
memberikan kelangsungan (survival) dan keamanan (security).
Tujuan dari subsistem ini adalah untuk berhubungan atau terikat
dengan orang lain, mencapai intimasi dan inklusi. Fungsinya
untuk menciptakan kejasama dan hubungan interdependent
dengan sistem sosial, mngembangkan dan menggunakan
kemampuan interpersonal untuk mencapai kedekatan dan inklusi,
tempat berbagi, agar terhubung dengan orang lain, menggunakan
rasa percaya diri dalam arti yang positif. Sebagai konsekuensinya
adalah adanya inklusi sosial, kedekatan (intimacy) dan susunan
serta pemeliharaan ikatan sosial yang kuat.
4
Konsekuwensinya adalah bantuan persetujuan, perhatian,
pengenalan serta bantuan fisik. Derajat interdependensi tertentu
penting untuk kelangsungan kelompok sosial.
c. Subsistem Eleminasi (Eleminative)
Subsistem biologis eliminasi berkaitan dengan kapan, bagaimana
dan dengan kondisi apa kita membuang sampah tubuh serta
mengekspresikan perasaan. Mengatur pembuangan sampah tubuh
dengan cara yang dapat diterima secara sosial dan kultural.
Respon-respon ini dikaitkan dengan sosial dan psikologis seperti
halnya pertimbangan biologis. Tujuan dari subsistem ini adalah
untuk membuang sampah biologis, mengeksternalisasi lingkungan
biologi internal. Fungsinya untuk mengenali dan
menginterpretasikan input dari sistem biologis melalui ekskresi
sampah tubuh, untuk menjaga homeostasis fisik melalui ekskresi,
untuk mengatur pergantian kapasitas biologis yang berkaitan
dengan ekskresi sampah tubuh serta mengontrol ekskresi sampah
tubuh, mengurangi perasaan tegang pada diri sendiri,
mengekspresikan perasaan-ide-emosi baik secara verbal maupun
non verbal.
d. Subsistem Ingesti (Ingestion)
Mengakomodasi diet dengan cara yang dapat diterima secara
sosial dan kultural. Tujuan subsistem ini adalah mengambil
sumber daya yang dibutuhkan dari lingkungan untuk menjaga
integritas atau untuk mencapai kesenangan, internalisasi
lingkungan eksternal. Fungsinya untuk menjaga kelangsungan
hidup melalui intake nutrisi, merubah pola diet yang tidak efektif,
mengurangi nyeri atau mengurangi stres psikophysiological,
memperoleh pengetahuan dan informasi yang berguna bagi diri
sendiri, mendapat kepuasan fisik dan psikis baik dari substansi
yang berkaitan dengan nutrisi maupun nonnutrisi.
e. Subsistem Seksual (Sexsual).
Tujuan subsistem ini adalah untuk memberi dan mendapatkan
kepuasan sera perhatian, pemenuhan kebutuhan yang berkaitan
dengan seks, memperhatikan dan diperhatikan orang lain.
Fungsinya untuk membangun konsep diri atau identitas diri
5
berdasarkan jenis kelamin, memproyeksikan image sebagai
makhluk seksual, mengenali dan menginterpretasikan input sistem
biologis yang berkaitan dengan kepuasan seksual, menjaga
kwalitas hubungan yang melibatkan kepuasan seksual.
Subsistem seksual Memiliki fungsi garda yakni hasil
(procreation) dan kepuasan (gratification). Sistem respon ini
dimulai dengan perkembangan identitas jenis kelamin dan
termasuk (dalam cakupan yang luas) perilaku-perilaku berdasar
prinsip jenis kelamin.
f. Subsistem Agresif dan Protektif (Aggressive and Protective).
Fungsi sistem agresif adalah perlindungan (protektif) terhadap
ancaman aktual ataupun potensial baik dalam bentuk obyek, orang
atau ide serta pencapaian terhadap perlindungan dan keunggulan
diri sendiri. Fungsinya mengenal ancaman (yang berasal dari
sistem kesehatan, lingkungan, maupun sistem biologi) baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain, memobilisasi sumber
daya untuk merespon atau menanggapi ancaman, menggunakan
mekanisme feedback untuk menghadapi input (biologi,
lingkungan dan kesehatan) yang mengancam, melindungi tujuan
yang sudah tercapai, melindungi keyakinan, melindungi identitas
atau konsep diri.
g. Subsistem Pencapaian (Achievement).
Tujuan Subsistem achievement adalah berusaha memanipulasi
lingkungan. Fungsinya menyusun tujuan yang sesuai,
mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan yang diinginkan,
menerima penghargaan dari orang lain, membedakan tujuan
jangka menengah dan jangka panjang, menginterpretasikan
feedback untuk mengevaluasi pencapaian tujuan. Konsekwensinya
dengan adanya subsistm ini maka timbul perilaku mengontrol atau
menguasai aspek pribadi atau lingkungan pada beberapa standar
kesempurnaan. Cakupan perilaku prestasi termasuk kemampuan
intelektual, fisikis, kreatif, mekanis, dan sosial (Basavanthappa,
2007; Tomey & Alligood, 2006; Kozier, 2004; Parker 2001).
Johnson kemudian mengidentifikasi konsep-konsep lain yang
menggambarkan lebih jauh tentang teori manusia sebagai sistem perilaku.
6
Equilibrium didefinisikan sebagai kondisi akhir yang stabil tetapi kurang
kekal, dimana di dalamnya individu berada dalam keselarasan dengan dirinya
dan dengan lingkungannya. Homeostasis adalah proses menjaga stabilitas
dalam sistem perilaku. Stabilitas adalah pemeliharaan suatu level atau daerah
perilaku tertentu yang dapat diterima. Ketidakstabilan (instability) terjadi saat
sistem mengalami overcompensate berkaitan dengan stress (tekanan). Ketika
output energi tambahan digunakan untuk merespon terhadap tekanan, sumber
energi yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dikosongkan. Stressor adalah
stimulan eksternal dan internal yang menghasilkan tegangan (tension) dan
menyebabkan ketidakstabilan. Tension adalah kondisi dalam keadaan tegang
atau rileks yang disebabkan karena disequilibrium dan merupakan sumber
potensial perubahan (Marriner, 2001).
7
Model konsep dan teori keperawatan Johnson melakukan pendekatan
pada sistem perilaku: individu dipandang sebagai sistem perilaku yang selalu
ingin mencapai keseimbangan dan stabilitas (baik di lingkungan internal
maupun di lingkungan eksternal), memiliki keinginan mengatur dan
menyesuaikan diri terhadap pengaruh dari lingkungan . Di dalam sistem ini
terdapat berbagai komponen subsistem yang membentuk keseluruhan sistem,
subsistem yang membentuk sistem perilaku menurut Johnson yaitu:
8
atau ketidak seimbangan penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan
yang ingin dicapai adalah mereka yang mampu berperilaku untuk memelihara
keseimbangan atau stabilitas dengan lingkungan. Menurut Johnason perawat
mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori subsistem perilaku. Dalam
kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam lingkungannya, akan
tetapi ketika stress menganggu adptasi normal perilaku klien menjadi tidak
dapat diduga dan tidak jelas. Perawat mengidentifikasi ketidakmampuan
beradaptasi seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi
masalah dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Potter & Perry, 2005).
9
2.4. Kelemahan Teori
1. Teori Johnson relatif sederhana dalam hubungan beberapa konsep.
Manusia digambarkan sebagai sistem perilaku yang terdiri dari tujuh
subsistem. Perawat merupakan kekuatan pengaturan eksternal. Akan
tetapi teori tersebut berpotensi menjadi komplek karena sejumlah
kemungkinan inter relasi antar sistem perilaku dan diantra sistem
perilaku dan subsistem-subsistemnya. Meski demikian pada titik ini
hanya sedikit diantara hubungan potensial tersebut yang tergali.
2. Teori Jhonson relatif tak terbatas saat diterapkan pada individu yang
sakit. Tetapi ia belum banyak dipakai pada individu atau kelompok yang
kondisinya baik. Johnson menganggap manusia sebagai sistem perilaku
tersusun atas tujuh subsistem, kumpulan sistem-sistem perilaku
interaktif. Peranan perawat dalam kondisi tidak-berpenyakit tidak
didefinisikan dengan jelas.
3. Kesesuain empiris sulit dicapai ketika suatu teori mengandung konsep
terlalu abstrak dan hanya memiliki potensi keumuman. Kesesuaian
empiris dapat diperbaiki jika ia mengnalakan sub konsep yang
terdefinisi dengan baik dan memiliki indikator-indikator realitas. Unit-
unit dan hubungan unit-unit dalam teori Johnson secara konsiten
didefinisikan dan digunakan, akan tetapi teori ini hanya memiliki tingkat
kesesuaian empiris moderat karena konsep-konsepnya yang terlalu
abstrak sehingga perlu didefinisikan lebih baik.
4. Dalam teorinya Johnson menyebut tentang lingkungan eksternal dan
internal akan tetapi ia belum menjelaskan dengan jelas definisi dari
kedua komponen tersebut.
5. Informasi tentang peranan klien hanya tersedia sedikit, sehingga sulit
untuk menilai apakah hubungan antara sistem perilaku dan perawatan
bersifat interaktif atau reaktif.
6. Penggunaan istilah-istilah dalam tulisan Johnson yang berkaitan dengan
teorinya seperti balance, stabillity dan equilibrium; adjustmen dan
adaptation; disturbances, disequilibrium dan behavioral disorder
digunakan berganti-ganti, yang mengaburkan arti masing-masing.
7. Johnson juga tidak menyebutkan dengan jelas kriteria hasil yang
diharapkan jika salah satu subsistem diintervensi.
10
8. Adanya suatu ekspektasi bahwa tindakan keperawatan tertentu akan
menciptakan hasil (homeostasis) yang sama untuk penerapan pada
kultur yang berbeda.
9. Model Keperawatan Johnson berfokus pada perilaku sehingga perawat
akan kesulitan menerapkan teori ini pada klien dengan gangguan fisik.
10. Model ini terlalu bersifat individual sehingga jika diterapkan untuk
memberi asuhan pada kelompok perawat akan mengalami kesulitan
untuk mengimplementasikannya. Teori ini orientasi utamanya adalah
pasien sehingga keluarga dianggap sebagai lingkungan. Teori ini
kurang fleksibel.
2. Klasifikasi
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada
kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain;
2. Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia
11
pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan
bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua
bagian, yakni:
1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk
kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus
mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang
hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
memepertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat
penting dalam usaha menceggah timbulnya peradangan,
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang
mendapat perhatian.
Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan
mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi
tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat
tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak
selalu, keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-gejala yang
ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia
12
dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan
darurat dan intensif.
2. Pendekatan psikis
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk
itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh,
membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan
hobi yang dimilikinya.
13
seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi ,
berkurangnya kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan,
perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu
siang, dan pergeseran libido.
3. Pendekatan social
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan
majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan
tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.
14
Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan
penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk
menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap
sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati
keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar.
4. Pendekatan spiritual
15
menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau
membantu lanjut usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang
dianutnya.
4. Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau
mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut).
6. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat
16
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan
1. Pengkajian
Komponen yang perlu dikaji dalam tahap ini adalah yang berkaitan
dengan 7 subsistem yang telah ditetapkan oleh Johnson yaitu :
17
5. Subsistem Eleminasi (Elimination): mengkaji pola buang air besar
dan buang air kecil pada klien serta keadaan social yang mendukung
proses tersebut
6. Subsistem Ingesti (Ingestion): mengkaji pola intake cairan dan
makanan pada klien, termasuk lingkungan social dimakan makanan
dan minuman tersebut dicerna.
7. Subsistem Pencapaian (Achievement): berfokus pada bagaiman cara
individu memanfaatkan lingkungannya untuk mencapai tujuan
tertentu.
2. Diagnosa
Diagnosis keperawatan bisa muncul dari masalah keperawatan yang
bersumber pada subsistem atau antar subsistem. Diagnosis lebih
mengarah pada subsistem dibandingkan berfokus pada masalah. Johnson
dalam tulisan ilmiahnya tidak pernah menyebutkan pengklasifikasin
diagnosis secara langsung. Pengklasifikasian ini dilakukan oleh Gruup, ia
mengklasifikasikan empat diagnosis untuk menggambarkan gangguan
pada atau antar subsistem yaitu:
18
3. Gangguan yang ditemukan pada lebih dari satu subsistem
diklasifikasikan sebagai Incompatibility (Ketidakcocokan), disebut
demikian ketika terjadi konflik dari dua atau lebih subsistem perilaku
dalam situasi yang sama sehingga merugikan individu.
4. Dominance (Dominasi), terjadi saat salah satu subsistem perilaku
digunakan lebih dominan dari yang lain, sehingga merugikan
subsistem lainnya. Area ini juga di yakini oleh Johnson sebagai
sesuatu yang akan terus berkembang.
3. Perencanaan
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan sesuai kebutuhan
kesehatan klien berdasarkan unit kedua model keperawatan yaitu klien dengan
memperhatikan 7 subsistem meski tidak saling berhubungan.Masalah klien
ditemukan dengan model keperawatan klien.Klien mendapatkan intervensi
keperawatan sesuai dengan pola intervensi dari model konseptual
keperawatan yaitu pendekatan sistem perilaku.Klien mendapat tindakan
keperawatan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar intervensi keperawatan
tercapai.Meski sistem perilaku klien sulit untuk diketahui, klien mampu
beradaptasi dan bereaksi untuk mengungkapkan kebutuhan dan kemampuan
dalam memenuhinya.
3.2. Saran
Secara umum diharapkan mahasiswa keperawatan maupun perawat
mengaplikasikan teori Dorothy Jhonson dalam asuhan keperawatan.Sebab,
asuhan keperawatan Jhonson memberikan kerangka acuan bagi perawat
dengan perilaku klien tertentu sehingga dapat di terapkan di seluruh jangka
hidup dan berbagai lintas budaya.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2014/03/teori-keperawatan-perilaku-dorothy-
e.html. Diakses tanggal 30 September 2019
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik.Edisi 4.Jakarta.EGC.
21