Anda di halaman 1dari 79

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RATIH

NOMOR 184/KEP/DIR/RTH/IX/2019

TENTANG
PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RATIH

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RATIH

Menimbang : a. Bahwa Peningkatan Mutu merupakan instrument penting dalam


menjalankan roda organisasi (Rumah Sakit) untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan organisasi;
b. Bahwa Pengelolaan Peningkatan Mutu ditujukan untuk meningkatkan
kontribusi produktif mutu Rumah Sakit pada organisasi dengan cara yang
bertanggung jawab dari sisi strategik, etik dan sosial;
c. bahwa untuk Melaksanakan kegiatan program mutu unit dan program
mutu prioritas Rumah Sakit sesuai dengan strategi rumah sakit Umum
Ratih maka dipandang perlu untuk membuat suatu Pedoman peningkatan
mutu dan keselamatan pasien;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b,
dan c perlu diterbitkan Surat Keputusan Direktur tentang penetapan duta
mutu di masing - masing unit kerja Rumah Sakit Umum Ratih.
Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
6. Pedoman upaya peningkatan mutu pelayanan RS, DEPKES 1994.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN


PASIEN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RATIH
KESATU : Memberlakukan Pedoman Peningkatan Mutu Dan Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit Umum Ratih;
KEDUA : Surat Keputusan ini disosialisasikan kepada pelaksana untuk
diketahui dan dilaksanakan;
KETIGA : Kebijakan ini berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal 27 Agustus
2019 sampai dengan 27 Agustus 2021 dan akan dilakukan review
sebelum habis masa berlaku;
KEEMPAT : Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
pembuatan surat keputusan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Kediri
Pada tanggal 10 September 2019

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM RATIH,

dr. Lusi Munawaroh


NIK 10918140

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
2
karuniaNya sehingga penyusunan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit Umum Ratih telah dapat diselesaikan. Penyelesaian tugas ini
juga atas kerja keras dan keseriusan serta kerjasama dari segenap staf untuk
pengembangan Rumah Sakit Umum Ratih ke depan
Dengan tersusunnya Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Rumah Sakit Umum Ratih diharapkan dapat memenuhi persyaratan untuk mengukur
mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Ratih. Disamping itu juga bertujuan untuk
mengukur kinerja rumah sakit serta nyata sesuai standar yang diterapkan
Kami menyadari bahwa penyusunan Pedoman Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Ratih ini masih belum sesuai dengan
harapan, oleh karena itu perlu penyempurnaan di masa yang akan datang.

Kediri, 10 September 2019


DIREKTUR RSU RATIH

dr. Lusi Munawaroh


NIK 10918140

LEMBAR PENGESAHAN

Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien ini disetujui untuk dipakai di

3
RSU Ratih sebagai persyaratan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Umum
Ratih dan juga bertujuan untuk mengukur kinerja rumah sakit secara nyata sesuai
standar yang diterapkan.

KETUA PMKP DIREKTUR

dr. SUZANNA DEWI dr. LUSI MUNAWAROH

KETUA YAYASAN

Hj. NANIK HIDAYATI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


4
Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi Upaya Peningkatan
Mutu Pelayanan Rumah Sakit adalah :
Keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang
menyangkut struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan
masalah – masalah yang terungkap sehingga pelayanan yang diberikan dirumah sakit
berdaya guna dan berhasil guna.
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai
berikut: Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah: Kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien
secara terus menerus, melalui pemantauan, analisa dan tindak lanjut adanya
penyimpangan dari standar yang ditentukan.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang
dilaksanakan Rumah Sakit Umum Ratih berorientasi pada Visi, Misi, Tujuan serta
nilai – nilai dan Moto Rumah Sakit Umum Ratih yang merupakan bagian dari Renstra
rumah sakit, hal ini tertuang dalam program kegiatan PMKP.
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.
Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu itu sendiri merupakan salah satu
kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang, termasuk pelayanan di rumah sakit.
Pendekatan mutu yang ada saat ini berorientasi pada kepuasan pelanggan atau
pasien. Salah satu faktor kunci sukses pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah
dengan mengembangkan mutu peklinis sebagai inti pelayanan (Wijono, 2000).
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang
baru. Pada tahun (1820 –1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris
menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan.
Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should do the
patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli
bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa
ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya
terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang

5
tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan
penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah
upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian
mencari jalan keluarnya.
Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons
(ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi
adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu
pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan
sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu
dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang.
Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin
lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of
Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint
Commision on Accreditation of Hospital (JCAHO) suatu badan gabungan untuk
menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAHO tidak lagi hanya menentukan syarat minimal
dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit,
namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-
tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang
baru ini antara tahun 1953-1965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya
beberapa tahun sekali diadakan revisi. Revisi terhadap Standar Akreditasi JCI terbaru
dilakukan pada bulan Januari 2011 yang merupakan edisi keempat.
Atas keberhasilan JCAHO dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah
Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”.
Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAHO. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh
JCAHO tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare),
padahal asuransi di Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya
9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Sejak tahun 1979 JCAHO membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus
akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu
yang dilaksanakan dengan baik.

Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan


susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil
beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima
kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan

6
sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian.
Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di
Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi,
namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak
kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara
Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing
negara di Eropa.
Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an
mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan
kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang
upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri
Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di
Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah
mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada
simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara
nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada
perkembangan awal.
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu
penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria
untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi
standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik
menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing
kelas Rumah Sakit. Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan
berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai
indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit
pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari
Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan
disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan
indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C
juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi
penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur

7
kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah
awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep
MUTU tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan
organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan
monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 RS Gatot
Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat
kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan
kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu
atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr.
Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah
satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan
upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality
Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba
menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Rumah Sakit Umum Ratih sebagai rumah sakit pemerintah, diharapkan
memiliki standar yang tinggi untuk mencapai visinya “Rumah Sakit Jiwa Dambaan
Masyarakat dengan Mutu Terkini “, maka perlu mulai melaksanakan upaya untuk
terus menerus memantau dan meningkatkan mutu pelayanan klinik (clinical care).
Adanya tuntutan dari masyarakat terhadap pelayanan bermutu yang dapat diberikan
Rumah Sakit juga merupakan salah satu alasan perlunya meningkatkan mutu
pelayanan.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai
berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik,
lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi
pelayanan Rumah Sakit Umum Ratih secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga
maupun masyarakat.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sudah diawali dengan
penilaian akreditasi rumah sakit yang mengukur dan memecahkan masalah pada
tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini rumah sakit harus melakukan beragai
standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Rumah sakit dipicu untuk dapat menilai
diri (self assessment) dan telah memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan

8
yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada
alat ukur yang lain, yaitu instrument mutu pelayanan rumah sakit yang menilai dan
memecahkan masalah pada hasil (output). Tanpa mengukur hasil kinerja rumah sakit
tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output
yang baik pula. Indikator rumah sakit disusun bertujuan mengukur kinerja rumah sakit
serta nyata sesuai standar yang ditetapkan.
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan
untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Ratih.
1. Indikator
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi.
Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat
perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
2. Kriteria
Adalah spesifikasi dari indikator
3. Standar :
a. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang
yang berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang
bertanggungjawab untuk mempertahankan tingkat performance atau
kondisi tersebut.
b. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
sangat baik.
c. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau
mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai outcome daripada struktur dan
proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok
daripada untuk perorangan

9
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar rumah
sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih
untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik
dan mutu yang tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan rumah sakit yang setara
c. Berdasarkan tren yang menuju kebaikan
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Ratih dapat
seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan RSU Ratih. Buku pedoman tersebut merupakan konsep dan program
peningkatan mutu pelayanan RSU Ratih yang disusun sebagai acuan bagi pengelola
RSU Ratih dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Dalam buku pedoman ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu dan
langkah-langkah pelaksanaannya.

1.2 TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS


Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu dengan mengurangi risiko insiden keselamatan pasien.

Tujuan Khusus :
1. Menjamin asuhan klinis terstandarisasi secara konsisten dan sesuai dengan
pengetahuan terkini
2. Tersusunnya sistim monitoring upaya peningkatan mutu pelayanan melalui
pemantauan indikator prioritas rumah sakit dan unit kerja
3. Menjamin terlaksananya program keselamatan pasien serta monitoring kinerja
individu dan unit.
4. Terlaksananya menajemen risiko terintegrasi.

1.3 TUGAS POKOK


Komite PMKP mempunyai tugas pokok sebagai berikut:

10
1. Sebagai motor penggerak penyusunan programPMKP rumah sakit
2. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP
3. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan dalam
memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu/indikator mutu, dan
menindaklanjuti hasil capaian indikator
4. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di
tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit secara
keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini harus terkorrdinasi dengan baik
dalam pelaksanaannya.
5. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari data
indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit.
6. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data, serta
bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan.
7. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait pelaksanaan program mutu dan keselamatan
pasien
8. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP
9. Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah mutu secara
rutin kepada semua staf
10. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan program PMKP

1.4 KEANGGOTAAN
Pola ketenagaan dan kualifikasi personil PMKP
No Jabatan Kualifikasi Kualifikasi Kebutuhan
. Pendidikan Pelatihan

1 Ketua Dokter Mengikuti 1


pendidikan dan
pelatihan PMKP
eksternal
2 Ketua sub Dokter/Perawat Mengikuti 3
komite pendidikan dan
pelatihan PMKP
ekternal/internal
3 Sekretaris Sarjana Mengikuti 4
Kesehatan/Min
pendidikan dan
D3
pelatihan PMKP

11
eksternal/internal
4 Anggota Sarjana Mengikuti 16
Kesehatan/Min
pendidikan dan
D3
pelatihan PMKP
internal
5 Penanggung Sarjana Mengikuti 21
Kesehatan/Min
jawab data pendidikan dan
D3
indikator pelatihan PMKP
mutu / PIC dan manajemen
data

1.5 LANDASAN HUKUM


Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 Tentang
Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Dalam Bidang Kesehatan
Kepada Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:1438 Tahun 2010
Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2017
tentang Akreditasi Rumah Sakit

Landasan Peraturan
Landasan peraturan Peningkatan mutu dan keselamatan rumah sakit di RSU
Ratih adalah:

12
1. UU no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
2. PMK no 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
3. Pedoman Upaya Peningkatan Mutu tahun 1994
4. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tahun 2007
5. Panduan Nasional Keselamatan Pasien edisi 2 tahun 2008
6. Pedoman Pelaporan Insiden keselamatan Pasien edisi 2 tahun 2008

BAB II
PENGORGANISASIAN

13
2.1 VISI, MISI, FALSAFAH DAN VALUE RUMAH SAKIT
A. VISI

Menjadi Rumah Sakit Terbaik di Kota Kediri dan Sekitarnya


B. MISI
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan dan terjangkau
2. Mewujudkan sumberdaya yang loyal, professional, dan sarana prasarana
yang berstandard
3. Meningkatkan kesejahteraan karyawan Rumah Sakit Umum Ratih

RSU Ratih mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut :


1. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna kepada segala lapisan
masyarakat tanpa membedakan suku, bangsa, agama, ras dan golongan.
2. Secara terus menerus dan konsekuen meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat sesuai standar kesehatan sehingga mampu
memberikan keuntungan bagi pelanggan maupun rumah sakit.
3. Meningkatkan serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia di rumah
sakit sehingga mampu melayani setiap pelanggan dengan penuh komitmen
dan manusiawi.

Motto RSU Ratih: “ Ramah, Aman, Terjangkau, dan Istiqomah”

2.2 STRUKTUR ORGANISASI

14
STRUKTUR ORGANISASI
KOMITE PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN (PMKP)

DIREKTUR

KETUA KOMITE
PENINGKATAN MUTU
DAN KESELAMATAN
PASIEN

SEKRETARIS

SUB KOMITE SUB KOMITE SUB KOMITE


PENUNGKATAN MUTU KESELAMATAN PASIEN MANAJEMEN RISIKO

PENANGGUNG JAWAB
DATA

2.3 URAIAN TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

15
I. TUGAS POKOK
1. Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit
2. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP
3. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan dalam
memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu/indikator mutu, dan
menindaklanjuti hasil capaian indikator
4. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di
tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit secara
keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini harus terkorrdinasi dengan baik
dalam pelaksanaannya.
5. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari data
indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit.
6. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data, serta
bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan.
7. Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait pelaksanaan program mutu dan keselamatan
pasien
8. Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP
9. Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah mutu secara
rutin kepada semua staf
10. Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan program PMKP

II. KETUA
 Uraian Tugas
Bertanggung jawab dalam penyelenggaraan, pengkoordinasian, pengaturan,
pengawasan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSU
Ratih:
1. Melakukan tinjauan yang efektif dari system yang telah diterapkan dalam
menyusun program upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
yang mengarah pada tercapainya visi rumah sakit
2. Merencanakan dan memantau pelaksanaaan kegiatan upaya peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
3. Mengidentifikasi dan mengelola program-program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, akreditasi, standarisasi serta meminimalisir adanya
insiden keselamatan
4. Mengevaluasi dan memastikan kebijakan dan kegiatan telah dilaksanakan
sesuai persyaratan mutu, diterapkan dengan benar serta dilakukan
perbaikan dan solusi tindak lanjut atas mutu yang tidak sesuai persyaratan

16
5. Menyusun pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien, ,
monitoring dan evaluasi
6. Melaporkan kepada direktur hasil penerapan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien
 Wewenang
1. Mendelegasikan tugas dan koordinasi pada koordinator subkomite peningkatan
mutu, subkomite keselamatan pasien, manajemen risiko dalam penanganan
masalah peningkatan mutu dan keselematan pasien
2. Mengusulkan kosep atau perubahan kebijakan
3. Meminta dan mengusulkan fasilitas untuk kelancaran pelaksanaan tugas
4. Mengkoordinir anggota sesuai profesi masing-masing unit kegiatan sebagai
penanggung jawab untuk melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
5. Meminta anggota untuk update kebijakan, pedoman dan SPO
6. Meminta sekretaris untuk membuat jadwal kegiatan
7. Meminta anggota atau unit kegiatanterkait dengan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien untuk memberikan data mutu dan masalah
keselamatan pasien di rumah sakit
8. Mengusulkan program diklit untuk mengikuti pelatihan terkait peningkatan mutu
dan keselamatan pasien
9. Menandatangani laporan hasil kegiatan untuk disampaikan kepada Direktur
 Tanggung Jawab
Penanganan terhadap program peningkatan mutu dan keselamatan pasien di
rumah sakit sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.

III. SEKRETARIS
 Uraian Tugas
1. Melaksanakan pengadministrasian umum terkait dengan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
2. Menyusun jadwal pertemuan dengan melakukan koordinasi dengan anggota
komite
3. Menyiapkan agenda dan materi pertemuan
4. Menyiapkan materi presentasi sesuai kebutuhan
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan dan data setiap kali dibutuhkan
6. Mendokmentasikan updae kebijakan, pedoman dan SPO
7. Menyiapkan laporan tertulis hasil kegiatan untuk ditandatangani ketua dan
dilaporkan ke direktur

17
 Wewenang
1. Meminta arahan ketua
2. Meminta pemenuhan fasilitas untuk melaksanakan tugas
3. Meminta ketua dan anggota komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien
untuk melaksanakan pertemuan secara berkala
4. Meminta arahan pembicara untuk penyusunan materi presentasi
5. Meminta ketua dan anggota komite untuk menyampaikan materi sosialisasi dan
atau pendidikan berkelanjutan
 Tanggung jawab
Terlaksananya doumentasi kegiatan dan data di komite peningkatan mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit

IV. SUB KOMITE PENINGKATAN MUTU


1. KOORDINATOR
 Uraian tugas
1. Merencanakan program peningkatan mutu
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan Program Peningkatan Mutu
di RSU Ratih
3. Manjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, monitoring
dan evaluasi tentang implementasi Program Peningkatan Mutu di RSU Ratih
4. Melaksanakan, mengkoordinir serta melakukan monitoring dan evaluasi
penerapan indikator mutu di rumah sakit meliputi:
a. Indikator mutu rumah sakit
1) Indikator Mutu Nasional
2) Indikator Mutu Pelayanan Prioritas
b. Indikator mutu unit
5. Bersama-sama dengan Unit Pendidikan dan Penelitian (Diklit) RSU Ratih untuk
melaksanakan pelatihan internal Peningkatan Mutu di RSU Ratih
6. Membuat laporan kegiatan serta memberikan masukan dan pertimbangan
kepada Direktur RSU Ratih melalui Ketua Komite PMKP dalam rangka
pengambilan kebijakan Peningkatan Mutu di RSU Ratih
 Wewenang
1. Mengkoordinasikan tugas kepada angota dalam pelaksanaan upaya
peningkatan mutu rumah sakit.
2. Mengusulkan konsep atau peubahan kebijakan
3. Bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi tentang upaya
peningkatan mutu rumah sakit
4. Mendapatkan informasi terkait kebijakan, pedoman dan SPO yang baru
18
5. Meminta unit untuk memberikan data indikator mutu rumah sakit
6. Mengusulkan program diklat untuk mengikuti pelatihan terkait upaya
peningkatan mutu
7. Menandatangani laporan hasil kegiatan untuk disampaikan kepada ketua
komite.
 Tanggung jawab
Penanganan terhadap upaya peningkatan mutu di rumah sakit sesuai dengan
standar pelayanan yang berlaku

2. SEKRETARIS
 Uraian Tugas
1. Melaksanakan pengadministrasian umum terkait dengan program peningkatan
mutu
2. Menyusun jadwal pertemuan dengan melakukan koordinasi dengan anggota
komite
3. Menyiapkan agenda dan materi pertemuan
4. Menyiapkan materi presentasi sesuai kebutuhan
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan dan data setiap kali dibutuhkan
6. Mendokmentasikan update kebijakan, pedoman dan SPO
7. Menyiapkan laporan tertulis hasil kegiatan untuk ditandatangani koordinator dan
dilaporkan ke ketua komite
 Wewenang
1. Meminta arahan koordinator
2. Meminta pemenuhan fasilitas untuk melaksanakan tugas
3. Meminta koordinator dan anggota subkomite peningkatan mutu untuk
melaksanakan pertemuan secara berkala
4. Meminta arahan pembicara untuk penyusunan materi presentasi
5. Meminta koordinator dan anggota subkomite untuk menyampaikan materi
sosialisasi dan atau pendidikan berkelanjutan
 Tanggung jawab
Terlaksananya doumentasi kegiatan dan data tentang program peningkatan mutu
rumah sakit

3. ANGGOTA
 Uraian tugas
1. Pendekatan dan pembinaan personil terkait program peningkatan mutu rumah
sakit

19
2. Membantu koordinator dalam melaksanakan program peningkatan mutu di
rumah sakit
 Wewenang
1. Meminta arahan koordinator subkomite peningkatan mutu
2. Meminta fasilitas untuk melaksanakan penanganan masalah keselamatan
pasien
3. Meminta klarifikasi kepada karyawan untuk klarifikasi data
 Tanggung jawab
Terselenggaranya kegiatan peningkatan mutu di rumah sakit

V. SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN


1. KOORDINATOR
 Uraian tugas
1. Mengembangkan program Keselamatan Pasien di RSU Ratih
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan Program Keselamatan
Pasien di RSU Ratih
3. Manjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, monitoring
dan evaluasi tentang implementasi Program Keselamatan Pasien di RSU Ratih
4. Bersama-sama dengan Unit Pendidikan dan Penelitian (Diklit) RSU Ratih untuk
melaksanakan pelatihan internal Keselamatan Pasien di RSU Ratih
5. Melakukan pencatatan, pelaporan, analisa masalah terkini dengan Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC) dan Kejadian Sentinel
serta mengambangkan solusi untuk pembelajaran
6. Memproses laporan insiden keselamatan pasien (eksternal) ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)-PERSI
7. Membuat laporan kegiatan serta memberikan masukan dan pertimbangan
kepada Direktur RSU Ratih melalui Ketua Komite PMKP dalam rangka
pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien di RSU Ratih
8. Mensosialisasikan dan menerapkan budaya keselamatan pasien di rumah sakit
 Wewenang
1. Mengkoordinasikan tugas kepada angota dalam penanganan masalah
keselamatan pasien
2. Mengusulkan konsep atau peubahan kebijakan
3. Bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi keselamatan
pasien rumah sakit di unit
4. Mendapatkan informasi terkait kebijakan, pedoman dan SPO yang baru
5. Meminta unit untuk memberikan data insiden keselamatan pasien di rumah
sakit
20
6. Mengusulkan program diklat untuk mengikuti pelatihan keselamatan pasien
7. Menandatangani laporan hasil kegiatan untuk disampaikan kepada ketua
komite.

 Tanggung jawab
Penanganan terhadap keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan standar
pelayanan yang berlaku

2. SEKRETARIS
 Uraian Tugas
1. Melaksanakan pengadministrasian umum terkait dengan program keselamatan
pasien
2. Menyusun jadwal pertemuan dengan melakukan koordinasi dengan anggota
komite
3. Menyiapkan agenda dan materi pertemuan
4. Menyiapkan materi presentasi sesuai kebutuhan
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan dan data setiap kali dibutuhkan
6. Mendokmentasikan update kebijakan, pedoman dan SPO
7. Menyiapkan laporan tertulis hasil kegiatan untuk ditandatangani koordinator
dan dilaporkan ke ketua komite
 Wewenang
1. Meminta arahan koordinator
2. Meminta pemenuhan fasilitas untuk melaksanakan tugas
3. Meminta koordinator dan anggota subkomite keselamatan pasien untuk
melaksanakan pertemuan secara berkala
4. Meminta arahan pembicara untuk penyusunan materi presentasi
5. Meminta koordinator dan anggota subkomite untuk menyampaikan materi
sosialisasi dan atau pendidikan berkelanjutan
 Tanggung jawab
Terlaksananya doumentasi kegiatan dan data tentang program keselamatan
pasien rumah sakit

3. ANGGOTA
 Uraian tugas
1. Penanganan langsung dengan ambil bagian dalam penanganan masalah
keselamatan pasien rumah sakit
2. Pendekatan dan pembinaan personil terkait masalah keselamatan pasien
rumah sakit
21
3. Membantu koordinator dalam melaksanakan program keselamatan pasien di
rumah sakit

 Wewenang
1. Meminta arahan koordinator subkomite keselamatan pasien
2. Meminta fasilitas untuk melaksanakan penanganan masalah keselamatan
pasien
3. Meminta klarifikasi kepada karyawan untuk klarifikasi data
 Tanggung jawab
Terselenggaranya kegiatan keselamatan pasien di rumah sakit

VI. SUBKOMITE MANAJEMEN RISIKO


1. KOORDINATOR
 Uraian tugas
1. Merencanakan program Manajemen Risiko
2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan Program Manajemen Risiko
di RSU Ratih
3. Menyusun Risk Register RSU Ratih
4. Melakukan FMEA (Failure Mode Effect Analysis) terhadap risiko prioritas yang
ditemukan dari Risk Register RSU Ratih
5. Manjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, monitoring
dan evaluasi tentang implementasi Program Manajemen Risiko di RSU Ratih
6. Bersama-sama dengan Unit Pendidikan dan Penelitian (Diklit) RSU Ratih untuk
melaksanakan pelatihan internal Manajemen Risiko di RSU Ratih
7. Membuat laporan kegiatan serta memberikan masukan dan pertimbangan
kepada Direktur RSU Ratih melalui Ketua Komite PMKP dalam rangka
pengambilan kebijakan Manajemen Risiko di RSU Ratih
 Wewenang
1. Mengkoordinasikan tugas kepada angota dalam pelaksanaan program
manajemen risiko
2. Mengusulkan konsep atau peubahan kebijakan
3. Bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan dan sosialisasi manajemen
risiko rumah sakit di unit
4. Mendapatkan informasi terkait kebijakan, pedoman dan SPO yang baru
5. Meminta unit untuk memberikan data risiko yang ada di unit masing-masing
6. Mengusulkan program diklat untuk mengikuti pelatihan terkait manajemen risiko

22
7. Menandatangani laporan hasil kegiatan untuk disampaikan kepada ketua
komite.
 Tanggung jawab
Penanganan terhadap program manajemen risiko di rumah sakit sesuai dengan
standar pelayanan yang berlaku

2. SEKRETARIS
 Uraian Tugas
1. Melaksanakan pengadministrasian umum terkait dengan program manajemen
risiko
2. Menyusun jadwal pertemuan dengan melakukan koordinasi dengan anggota
komite
3. Menyiapkan agenda dan materi pertemuan
4. Menyiapkan materi presentasi sesuai kebutuhan
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan dan data setiap kali dibutuhkan
6. Mendokmentasikan update kebijakan, pedoman dan SPO
7. Menyiapkan laporan tertulis hasil kegiatan untuk ditandatangani koordinator
dan dilaporkan ke ketua komite
 Wewenang
1. Meminta arahan koordinator
2. Meminta pemenuhan fasilitas untuk melaksanakan tugas
3. Meminta koordinator dan anggota subkomite manajemen risiko untuk
melaksanakan pertemuan secara berkala
4. Meminta arahan pembicara untuk penyusunan materi presentasi
5. Meminta koordinator dan anggota subkomite untuk menyampaikan materi
sosialisasi dan atau pendidikan berkelanjutan
 Tanggung jawab
Terlaksananya doumentasi kegiatan dan data tentang program manajemen risiko
di rumah sakit

3. ANGGOTA
 Uraian tugas
1. Penanganan langsung dengan ambil bagian dalam pelaksanaan program
manajemen risiko di rumah sakit
2. Pendekatan dan pembinaan personil terkait program manajemen risiko rumah
sakit
3. Membantu koordinator dalam melaksanakan program manajemen risiko di
rumah sakit
23
 Wewenang
1. Meminta arahan koordinator subkomite manajemen risiko
2. Meminta fasilitas untuk melaksanakan program manjemen risiko
3. Meminta klarifikasi kepada karyawan untuk klarifikasi data
 Tanggung jawab
Terselenggaranya kegiatan manajemen risiko di rumah sakit

BAB III
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG

3.1 SARANA KESEKRETARIATAN


Direktur RSU Ratih memberikan sarana kesekretariatan berupa:
1) Ruang Komite PMKP
2) Teknologi/sistem informasi
A. Hardware
 Komputer
 Printer
 WIFI
B. Software
 SISMADAK
3. Referensi terkini asuhan medis dan keperawatan

24
Struktur Organisasi RSU Ratih

KETUA YAYASAN

DIREKTUR

SPI
KOMITE MEDIK
KOMITE KEPERAWATAN
KOMITE KESEHATAN LAIN

BIDANG PELAYANAN BIDANG PELAYANAN BIDANG PELAYANAN


MEDIS DAN PENUNJANG KEPERAWATAN UMUM DAN KEUANGAN

UNIT RAWAT INAP


UNIT RAWAT INAP :
INTENSIF DAN
PEMBEDAHAN (RUANG UNIT RAWAT JALAN UNIT KEUANGAN
OK, RUANG RAWAT INAP,
VK, HCU, NICU) UNIT TATA USAHA DAN
RUMAH TANGGA
UNIT RAWAT JALAN DAN
GAWAT DARURAT (POLI, UNIT HUMAS DAN
UGD, PONEK) KEPEGAWAIAN

UNIT LABORATORIUM UNIT SARANA UMUM (IPS,


IPAL, LAUNDRY, SATPAM,
UNIT FARMASI SUPIR, PARKIR)
UNIT GIZI
UNIT REKAM MEDIK
UNIT IT
25
RSU Ratih mempunyai beberapa unit kerja sebagai upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, yaitu :
1. Komite dan tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, yang bertanggung
jawab melakukan surveilans infeksi di rumah sakit
2. Komite Farmasi dan Terapi bertanggung jawab dalam mengendalikan dan
menyusun formularium obat yang ada di rumah sakit
3. Satuan Pemeriksa Internal, bertanggung jawab dalam memeriksa asset rumah
sakit terutama yang berkaitan dengan Badan Layanan Umum Daerah
4. Komite Medik, bertanggung jawab untuk mengawasi mutu pelayanan medic
termasuk kredensialing, mutu medic dan etika dan hukum bagi dokter dan
dokter gigi
5. Komite Keperawatan, bertanggung jawab untuk mengawasi mutu pelayanan
keperawatan termasuk kredensialing, mutu dan etika dan hukum bagi perawat
dan bidan
6. Komite K3RS, bertanggung jawab dalam memantau kesehatan dan
keselamatan kerja rumah sakit
7. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, bertanggung jawab dalam
mengkoordinir dan merancang untuk program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
Dalam pengorganisasian upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien,
hubungan antara unit – unit adalah :
1. Semua unit kerja yang bekerja sebagai upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien bertanggung jawab langsung kepada direktur.
2. Dalam pelaporan mutu, maka semua unit kerja upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, semua unit memberikan laporan ke Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien ( PMKP).
3. PMKP merekap semua laporan dan membuat laporan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien
4. PMKP membuat rencana, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi
berdasarkan data yang didapat
5. PMKP mengadakan pertemuan rutin tiap bulan sekali dan mengadakan
evaluasi tiap 3 bulan sekali

26
6. PMKP melaporkan hasil ke direktur, dan direktur akan melaporkan ke dewan
pengawas untuk pertanggungjawaban.
7. Laporan akan diteruskan ke Seksi pelayanan medis, Seksi keperawatan,
Seksi penunjang medis dan Kasubag TU untuk tindak lanjut.

3.3 KEBIJAKAN DAN PROSEDUR


Kami senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu
pelayanan berkesinambungan dengan memperhatikan: pelaksanaan prosedur
yang benar, peningkatan kompetensi SDM, penerapan teknologi yang memadai
dan Patient Safety

3.4 PENGEMBANGAN DAN PENDIDIKAN PELATIHAN (DIKLAT)


1. Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
(PMKP)
No Jabatan Lokasi Diklat
1 Direktur, Ketua Komite PMKP Eksternal
2 Kepala bidang/seksi/Unit Eksternal/Internal
3 Ketua komite medis dan Eksternal/Internal
keperawatan
4 Anggota komite PMKP Internal
5 Staf klinis Internal

2. Pelatihan sistem manajemen data (In-House)


a. Komite PMKP
b. Manajemen
c. Kepala Unit dan kepala ruangan
d. Penanggung jawab data indikator mutu
e. Validator data
3. Pelatihan Manajemen Risiko
4. Pelatihan Keselamatan Pasien

27
BAB IV
KEGIATAN DAN RINCIAN KEGIATAN

1.6 KEGIATAN
I. PENINGKATAN MUTU
A. Perencanaan dan pengembangan program peningkatan mutu rumah sakit
B. Monitoring dan memandu penerapan pengumpulan mutu di unit kerja
C. Membantu dan melakukan koordinasi dalam menyusun 5 PPK / Clinical
Pathway
D. Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan
dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu / indicator mutu, dan
menindaklanjuti hasil capaian indikator
E. Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas program di
tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit
secara keseluruhan
F. Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data dari
data indicator mutu unit
G. Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, mengumpulkan jenis data,
serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan
H. Rapat koordinasi/konsultasi/sosialisasi
I. Pendidikan dan Pelatihan
J. Monitoring terhadap pelaksanaan pemantauan, pencegahan, dan
pengendalian infeksi yang terintegrasi dengan program komite PPI.
K. Pengendalian kualitas pelayanan

II. KESELAMATAN PASIEN


A. Sosialisasi keselamatan pasien
B. Pelaporan insiden keselamatan pasien
C. Sasaran keselamatan pasien
D. Pendidikan dan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit
E. Pengukuran budaya keselamatan pasien

III. MANAJEMEN RISIKO

28
A. Identifikasi risiko klinis
B. Analisis risiko klinis
C. Pengelolaan risiko klinis untuk meminimalkan kerugian (Risk Control)
D. Membangun upaya pencegahan
E. Mengelola pembiayaan risiko (Risk Financing)

1.7 RINCIAN KEGIATAN


I. PENINGKATAN MUTU
Pengertian
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang
secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
2. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan.
3. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar.
4. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
Definisi Mutu Rumah Sakit Umum Ratih
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Umum Ratih untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan
potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit Umum Ratih secara wajar,
efisien, efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan Rumah Sakit dan masyarakat konsumen.

Pihak Yang Berkepentingan Dengan Mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, pihak-pihak tersebut adalah :
1. Konsumen
2. Pembayar atau perusahaan atau asuransi
3. Manajemen Rumah Sakit
4. Karyawan Rumah Sakit
5. Masyarakat
6. Pemerintah
7. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu, karena itu mutu adalah multi dimensional.
Dimensi Mutu

29
Dimensi atau aspeknya adalah :
1. Keprofesian
2. Efisiensi
3. Keamanan pasien
4. Kepuasan pasien
5. Aspek sosial budaya

Mutu Terkait Dengan Struktur, Proses dan Outcome


Mutu suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan
yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu
sistem. Aspek tersebut terdiri dari struktur, proses dan outcome.
1. Struktur :
Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya keuangan dan
sumber daya lain-lain pada fasilitas pelayanan kesehatan. Baik tidaknya
struktur dapat diukur dari kewajaran, kuantitas, biaya dan mutu komponen-
komponen struktur itu.
2. Proses :
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien:
evaluasi, diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan, tindakan, penanganan
jika terjadi penyulit, follow up. Baik tidaknya proses dapat diukur dari
relevansinya bagi pasien, efektifitasnya dan mutu proses itu sendiri.
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu
asuhan.
3. Outcome :
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya
serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian besar tergantung
kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik. Sebaiknya outcome yang
buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang buruk.

Rincian Kegiatan
A. Perencanaan dan Pengembangan Program Peningkatan Mutu
Direktur rumah sakit dengan kepala bidang/kepala seksi/kepala sub
bagian/ketua komite PMKP merencanakan dan mengembangkan program
peningkatan mutu selanjutnya menetapkan komite PMKP yang bertugas
mengarahkan, mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan program
peningkatan mutu.

30
B. Penetapan prioritas perbaikan mutu pelayanan
Direktur rumah sakit dan manajemen memilih dan menetapkan pelayanan
prioritas dan indikator mutu pelayanan prioritas untuk dilakukan evaluasi dan
tindak lanjut pada indikator mutu yang masih rendah dan atau tidak tercapai
sebagai area focus untuk perbaikan. Pengukuran mutu prioritas tersebut
dilakukan menggunakan indikator-indikator mutu sebagai berikut:
3) Indikator mutu area klinis (IAK) yaitu indikator mutu yang bersumber dari
area pelayanan
4) Indikator mutu area manajemen (IAM) yaitu indikator mutu yang
bersumber dari area manajemen
5) Indikator mutu sasaran keselamatan pasien (SKP) yaitu indikator mutu
yang mengukur kepatuhan staf dalam penerapan sasaran keselamtan
pasien dan budaya keselamatan
Direktur dalam merancang upaya peningkatan mutu pelayanan prioritas rumah
sakit dengan memperhatikan beberapa hal yaitu:
1. Misi rumah sakit
2. Data-data permasalahan yang ada, misalnya complain pasien,
capaian indikator mutu yang masih rendah, terdapat kejadian yang tidak
diharapkan
3. Adanya system dan proses yang memperlihatkan variasi penerapan
dan hasil yang paling banyak, misalnya pelayanan pasien skizofrenia yang
dilakukan oleh lebih dari satu psikiater, memperlihatkan proses pelayanan
yang masih bervariasi atau belum terstandarisasi sehingga hasil pelayanan
juga bervariasi
4. Dampak dari perbaikan misalnya penilaian perbaikan efisiensi dari
suatu proses klinis yang kompleks pada pelayanan pasien skizofrenia,
pelayanan farmasi dan lainnya, dan atau identifikasi pengurangan biaya
dan sumber daya yang digunkan dengan adanya perbaikan suatu proses.
Penilaian dampak dari perbaikan tersebut akan menunjang pemahaman
tentang biaya relative yang dikeluarkan demi investasi mutu dan sumber
daya manusia, financial, dan keuntungan lain dari investasi tersebut. Untuk
itu perlu pembuatan program sederhana untuk menghitung sumber daya
yang digunakan pada proses yang lama dan proses yang baru.
5. Dampak pada perbaikan sistem sehingga efek dari perbaikan dapat
terjadi di seluruh rumah sakit, misalnya system manajemen obat di rumah
sakit
6. Riset klinis dan program pendidikan profesi kesehatan merupakan
program prioritas untuk rumah sakit pendidikan

31
C. Pemilihan Indikator Mutu Unit
Kepala unit meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan berpartisipasi
dalam program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit,
melakukan monitoring serta meningkatkan asuhan pasien yang spesifik
berlaku di unitnya. Kepala unit memilih indikator mutu unit yang memuat
diantaranya:
1. Penilaian rumah sakit secara menyeluruh dan perbaikan prioritas yang
ditetapkan oleh direktur yang terkait secara spesifik dengan unit layanan
2. Penilaian yang terkait dengan prioritas unit secara spesifik untuk
mengurangi variasi, meningkatkan keselamatan untuk tindakan/tata
laksana berisiko tinggi, meningkatkan kepuasan pasien dan
meningkatkan efisiensi
3. Penilaian spesifik di unit pelayanan dengan melakukan evaluasi
Panduan Praktek Klinis dari para professional pemberi asuhan (PPA)
Untuk setiap penilaian indikator mutu harus ada suatu target yang ditetapkan.
Jika target tidak terpenuhi maka dilakukan strategi perbaikan. Jika target sudah
terpenuhi maka dapat dipertahankan sekurang-kurangnya empat periode
penilaian dan diadakan pemilihan untuk indikator mutu yang baru.

D. Evaluasi Indikator Mutu


Indikator mutu adalah target yang menjadi tolak ukur kinerja satuan
kerja/unitkegiatan. Indikator mutu rumah sakit terdiri dari 12 Indikator Mutu
Nasional dan Indikator Mutu Prioritas (Indikator Mutu Area Klinis, Indikator
Mutu Area Manajeman, Indikator Mutu sasaran Keselamatan Pasien). Indikator
mutu ini dibuat akhir tahun dan dilakukan proses pengesahan untuk dilakukan
evaluasi pada tahun berikutnya. Indikator mutu ini ditinjau setiap satu tahun
dan bila perlu dilakukan revisi.
Bila tidak ada perubahan maka indikator mutu diterbitkan kembali pada tahun
berikutnya.
Evaluasi indikator mutu dilakukan sesuai frekuensi pengukuran pada setiap
parameter. Laporan pencapaian indikator mutu dilaporkan oleh masing-masing
unit atau penanggung jawab data indikator mutu.
Pada laporan tersebut dijelaskan apakah target telah tercapai atau belum/tidak
tercapai, apabila target belum terpenuhi maka dilakukan analisa menggunakan
siklus Plan. Do, Study, Action (PDSA), dan dilakukan tinjauan kembali pada
bulan berikutnya. Selanjutnya Subkomite Peningkatan Mutu akan mengadakan

32
rekapitulasi seluruh evaluasi indikator mutu baik rumah sakit maupun unit
kegiatan untuk dilaporkan kepada direktur dan pemilik rumah sakit.
Bila perlu dilakukan sosialisasi-sosialisasi terkait indikator mutu dan
pencapaiannya sehingga menjadi referensi bagi unit lain yang saling terkait.
Hal ini juga ditujukan untuk melakukan koordinasi terkait indikator mutu dengan
target yang belum terpenuhi.

E. Rapat Koordinasi/Konsultasi/Sosialisasi
Koordinasi dilakukan secara berjenjang dan terstruktur, hal ini disesuaikan
dengan jadwal/program peningkatan mutu dan keselematan pasien

F. Pendidikan dan Pelatihan


Tujuan utama program pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu bentuk
pengembangan karyawan, menurut Hani Handoko (2002:03) yaitu untuk
penutup gap antara kecakapan atau kemampuan karyawan dengan
permintaan jabatan serta untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja
karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang ditetapkan. Adapun
untuk mencapai tujuan tersebut, diajukan pendidikan dan pelatihan sebagai
berikut:

1. Pelatihan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


(PMKP)
No Jabatan Lokasi Diklat
1 Direktur, Ketua Komite PMKP Eksternal
2 Kepala bidang/seksi/Unit Eksternal/Internal
3 Ketua komite medis dan Eksternal/Internal
keperawatan
4 Anggota komite PMKP Internal
5 Staf klinis Internal

2. Pelatihan sistem manajemen data (In-House)


a. Komite PMKP
b. Manajemen
c. Kepala Unit dan kepala ruangan
d. Penanggung jawab data indikator mutu
e. Validator data

G. Monitoring terhadap pelaksanaan pemantauan, pencegahan, dan


pengendalian infeksi yang terintegrasi dengan program komite PPI.
33
1. Audit
a. Hand Hygiene ( Kebersihan Tangan )
Untuk membudayakan Kebersihan Tangan ini maka akan dilakukan
beberapa kegiatan, antara lain :
1) Kampanye Hand Hygiene
2) Pemasangan poster, banner dan pembagian leaflet
3) Pengadaan antiseptic hand rub di semua unit
4) Audit kepatuhan cuci tangan
b. Alat Pelindung Diri (APD)
Kelengkapan APD disesuaikan dengan kebutuhan unit masing-masing,
dilakukan monitoring adan audit tiap bulan.
2. Surveilans
Dilakukan survey tentang infeksi rumah sakit yang meliputi
1) Angka kejadian diare
2) Angka kejadian plebitis

H. Pengendalian Kualitas Pelayanan


Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya insiden perusahaan dalam hal kualitas produk dan
jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas mutu pada dasarnya
adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan
kepuasan pelanggan ( quality os customers satisfaction ) yang dilakukan setiap
orang dari bagian di RSU Ratih.
Pengertian pengendalian kualitas mutu di atas mengacu pada siklus
pengendalian (Control Cicle) dengan memakai siklus “Plan – Do – Study –
Action”( P- D – S – A ) ( rencanakan – laksanakan – pembelajaran – aksi ).
Pola P-D-S-A . Dengan P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus – menerus ( continues improvement ) tanpa
berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan pedoman bagi setiap manajer untuk
proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus menerus tanpa
berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di
seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.

Plan
(1) Menentukan
Action (6)Mengambil Tujuan dan
tindakan yang tepat insiden (2)Menetapkan
34
Metode untuk
Mencapai tujuan
(3) Menyelenggarakan
(5)
Pendidikan dan
Stud Memeriksa akibat
pelaksanaan (4) latihan
y
Melaksanakan
Do
pekerjaan

Keempat tahapan siklus PDSA:


Plan : perubahan yang akan diuji atau diterapkan
Do : melakukan tes atau perubahan
Study : data sebelum dan setelah perubahan dan merefleksikan apa
yang telah dipelajari
Act : rencana perubahan siklus berikutnya atau implementasi penuh
Dalam gambar tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan
dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus
selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan
adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat
serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan
identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas medis dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement
under P-D-S-A Cycle)
Perubahan apa yang dapat kita buat yang akan menghasilkan perbaikan?
Ada banyak potensi perubahan yang bisa kita laksanakan di Komite kita .
Namun, bukti dari literatur ilmiah dan program perbaikan sebelumnya
menunjukkan bahwa ada sejumlah kecil perubahan yang paling mungkin untuk
menghasilkan perbaikan.
Ada kemungkinan bahwa siklus PDSA beberapa berjalan berurutan (gambar
2), atau bahkan secara bersamaan (gambar 3).

35
Gambar 2

Gambar 3

Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika


sistem informasi berjalan dengan baik .Pelaksanaan PDSA dengan enam
langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan insiden → Plan
Tujuan dan insiden yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan insiden tersebut ditentukan oleh Direktur rumah
sakit.Penetapan insiden didasarkan pada data pendukung dan analisis
informasi.
Insiden ditetapkan secara konkret dalam bentuk insiden, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan →Plan
Penetapan tujuan dan insiden dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode
yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan
tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu
dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti
dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti
oleh semua karyawan.
3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.
4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang
dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang

36
selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman
para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah
yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan
standar kerja yang telah ditetapkan.
5. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti
pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja)
dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan
maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat
dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat
dilihat dari penyebabnya.
6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka
penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.

Konsep P-D-S-A dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang


efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas
pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua
bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian
kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang
menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam
sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya insiden yang
akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
insiden tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa
bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi

37
semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah
pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses.
Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap
tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin
adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas
hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

II. KESELAMATAN PASIEN


Pengertian
a. Keselamatan pasien / Patient Safety adalah : suatu sistem yang membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengolahan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
b. Insiden Keselamatan Pasien ( IKP ) adalah : setiap kejadian yang tidak
sengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Sentinel, Kejadian Tidak
diharapkan, Kejadian Nyaris cedera, Kejadian Tidak Cedera, dan Kejadian
Potensial Cedera.
c. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi/situasi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Contohnya
antara lain:
1) Plafon ruang perawatan pasien lapuk namun belum sampai jatuh.
2) Lantai kamar mandi pasien ditemukan rusak dan berisiko menyebabkan
pasien tersandung/jatuh. Namun belum ada kejadian pasien jatuh akibat
tersandung di area tersebut.
3) Alat-alat medis yang biasa digunakan dalam kegawatdaruratan ditemukan
rusak saat pengecekan berkala.
4) Dll.
d. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai
terpapar ke pasien. Contohnya antara lain:
1) Tindakan pencabutan gigi hampir dilakukan pada pasien yang salah.
2) Obat yang salah hampir diberikan kepada pasien.

38
3) Salah penulisan resep, tapi berhasil terdeteksi dan diperbaiki sebelum obat
diberikan kepada pasien.
4) Pasien berusaha meninggalkan ruangan atau lingkungan rumah sakit tanpa
ijin namun berhasil diamankan sebelum pasien keluar dari lingkungan
rumah sakit.
5) Dll.
e. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak timbul cedera.
Contohnya antara lain:
1) Pasien jatuh namun tidak cedera.
2) Salah memberikan obat kepada pasien, tapi tidak menimbulkan efek
samping/cedera.
3) Dll.
f. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau
kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan,
karena tidak dapat dicegah, yang meliputi antara lain:
1) Semua reaksi transfuse yang sudah dikonfirmasi
2) Semua kejadian serius akibat efek samping obat:
 Penurunan kesadaran
 Leukopenia
3) Semua kesalahan pengobatan yang signifikan
4) Semua perbedaan besar antara diagnosis pra dan pasca operasi
5) Efek samping atau pola efek samping selama sedasi moderta atau
mendalam dan pemakaian anestesi
6) Kejadian-kejadian lain, misalnya:
a. Pasien meninggalkan rumah sakit tanpa ijin yang tidak meninggal
atau mengalami cedera serius
b. Salah pemberian obat dan terjadi efek yang tidak diharapkan.
c. Luka lecet saat fiksasi fisik
d. Salah pemberian makanan/terapi nutrisi dan terjadi efek yang
tidak diharapkan
e. Pasien melakukan tindakan fisik pada pasien lainnya. Seperti:
pemukulan, perkelahian sesama pasien, menyerang
menggunakan benda.
f. Salah lokasi atau tempat penyuntikkan terapi injeksi
g. Pasien jatuh dan terjadi cedera akibat jatuh.

39
h. Dll.
g. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
kehilangan fungsi permanen dan kejadian tersebut tidak berhubungan dengan
riwayat alamiah penyakit yang mendasari atau penyakit penyerta. Contoh
kejadian Sentinel adalah:
1) Semua kematian yang tidak terduga dan tidak terkait dengan perjalanan
alamiah penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya,
misalnya: pasien bunuh diri atau dibunuh oleh orang lain
2) Kehilangan fungsi utama secara permanen yang tidak disebabkan oleh
penyakit pasien atau kondisi yang mendasarinya.
3) Salah lokasi, salah prosedur, dan salah pasien dalam prosedur tindakan
pencabutan gigi.
4) Kekerasan fisik yang terjadi pada pasien dan menyebabkan kematian atau
kehilangan fungsi permanen.
5) Kekerasan seksual (pemerkosaan atau pelecehan seksual).
6) Pasien lari meninggalkan lingkungan rumah sakit tanpa ijin lebih dari 3 hari
tanpa keterangan, yang menyebabkan kematian atau kehilangan fungsi
secara permanen
7) Penculikan anak.
h. Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden
keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.
i. Analisa Akar Masalah /Root Case Analysis (RCA) adalah proses terstruktur
yang menggunakan metode analitik yang dikenal untuk mengambil suatu
tindakan pada titik awal dimana bila pada titik tersebut diambil suatu tindakan
(pencegahan) maka peluang terjadinya insiden akan berkurang.
j. Faktor kontributor adalah; kejadian, tindakan atau faktor yang
mempengaruhi atau berperan dalam mengembangkan atau meningkatkan
risiko suatu kejadian (misal; pemberian tugas yang tidak sesuai kebutuhan)
contoh;
1. Faktor kontributor diluar organisasi (eksternal)
2. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misal; tidak adanya
prosedur
3. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau
perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya kelompok
atau komunitas)
4. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.

40
k. Laporan Insiden RS (Internal) adalah, pelaporan secara tertulis setiap
kejadian, insiden cedera (KNC), kejadian potensial cedera (KPC), kejadian
tidak diharapkan (KTD), yang menimpa pasien atau kejadian atau yang
menimpa keluarga, pengunjung, maupun karyawan yang kerja di rumah sakit.
l. Laporan insiden keselamatan pasien KNKP (Eksternal) adalah pelaporan
tertulis ke KNKP Kemenkes RI setiap kejadian tidak diharapkan (KTD) dan
sentinel yang terjadi pada pasien setelah dilakukan analisa, kemudian diberi
rekomendasi dan solusinya
m. Budaya Keselamatan Pasien
Menurut Blegen (2006 dalam Hamdani (2007), budaya keselamatan pasien
adalah persepsi yang dibagikan diantara anggota organisasi ditujukan untuk
melindungi pasien dari kesalahan tata laksana maupun cidera akibat
intervensi. Persepsi ini meliputi kumpulan norma, standar profesi, kebijakan,
komunikasi dan tanggung jawab dalam keselamatan pasien. Budaya ini
kemudian mempengaruhi keyakinan dan tindakan individu dalam memberikan
pelayanan. Budaya keselamatan pasien merupakan bagian penting dalam
keseluruhan budaya organisasi yang diperlukan dalam institusi kesehatan.
Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan,
norma, perilaku, peran dan praktek sosial maupun teknis dalam meminimalkan
pajanan yang membahayakan atau mencelakakan karyawan, manajemen,
pasien atau anggota masyarakat lainnya.

Rincian Kegiatan
A. Sosialisasi Keselamatan Pasien
Sosialisasi keselamatan pasien RSU Ratih dilaksanakan pada:
1. Kegiatan orientasi karyawan baru
2. Kegiatan orientasi mahasiswa PKL, dan dokter muda
3. Ronde keselamatan pasien

B. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient safety Incident adalah setiap
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya terjadi. Insiden bisa berupa
Kondisi Potensi Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Jika
ditemukan Insiden Keselamatan Pasien maka dilakukan :
1. Pelaporan Insiden ke subkomite keselamatan pasien (internal)
2. Pelaporan Insiden dari subkomite keselamatan pasien ke KNKP

41
Kemenkes RI dan Representasi Pemilik setiap 6 bulan (eksternal )
3. Penanganan Insiden Keselamatan Pasien
Selain penanganan Insiden, RSU Ratih juga melakukan penanganan kejadian
sentinel. Kejadian sentinel dapat disebabkan oleh hal lain selain insiden. Semua
kejadian yang sesuai dengan definisi sentinel harus dilakukan analisis akar
masalah (RCA). Analisis dan rencana tindakan selesai dalam waktu 45
hari setelah kejadian atau sejak diberi tahu tentang terdapat kejadian.
Apabila terjadi kejadian sentinel, bukti laporan dikirimkan ke KNKP
Kemenkes RI paling lambat 2x24 jam.
Penanganan insiden di RSU Ratih dilakukan subkomite keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh Direktur sebagai pelaksana kegiatan penanganan
Insiden. Kegiatan Penanganan Insiden berupa pelaporan, verifikasi,
investigasi, dan analisis penyebab insiden tanpa menyalahkan, menghukum
dan mempermalukan seseorang.

C. Sasaran Keselamatan Pasien


1. Mengidentifikasi Pasien dengan Benar
Ketepatan identifikasi adalah proses pengumpulan data dan pencatatan
segala keterangan tentang bukti–bukti dari seseorang sehingga kita
dapat menetapkan dan menyamakan keterangan tersebut dengan individu
seseorang dengan tepat.
Ruang Lingkup :
1. Proses identifikasi pasien ini berlaku untuk semua staf rumah sakit
yang terkait dengan memberi layanan kepada pasien. Ketepatan
mengidentifikasi pasien harus ditandai pada saat kontak pertama
dengan pasien dan merupakan tanggung jawab semua staf rumah sakit
apakah itu klinisi atau petugas penerima pasien.
2. Proses identifikasi pasien dapat terjadi disemua aspek diagnosis dan
pasien dalam kedaan terbius,mengalami disorientasi,tidak sebenuh
sadar,dalam keadaan koma,saat pasien berpindah tempat
tidur,berpindah kamar tidur, berpindah lokasi didalam rumah
sakit,terjadi disfungsi sensoris,lupa identitas diri, atau mengalami situasi
lainnya.
3. Identifikasi pasien dilakukan selama pasien mendapatkan pelayanan
di rumah sakit.
Cara Identifikasi Pasien
1) Mengidentifikasi identitas pasien pada saat akan
dilakukan tindakan dengan:

42
a) Cara Verbal:
 Petugas Rumah Sakit memperkenalkan diri pada saat akan
melakukan tindakan
 Menanyakan nama dan tanggal lahir pasien untuk memastikan
kebenaran identitas pasien
 Pasien yang tidak mampu memberitahukan namanya
konfirmasi identitas pasien dilakukan kepada keluarga/
pengantarnya.
 Mengidentifikasi dengan verbal dilakukan saat pertama
melakukan tindakan
b) Cara Visual:
• Petugas Rumah Sakit mencocokan wajah pasien dengan foto
yang terdapat di dokumen RM.
2) Sesudah identifikasi pasien dilakukan dan sudah cocok, lakukan
prosedur tindakan/ pemeriksaan sesuai perintah dokter
3) Hal yang harus diperhatikan :
 Jika terdapat ≥ 2 pasien yang akan dilakukan tindakan, dengan
nama yang sama, periksa ulang identitas pasien dengan
menanyakan tanggal lahir
 Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus
diperoleh sebelum prosedur pemberian obat dilakukan

2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif


Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, perasaan yang
menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin sebuah hubungan baik
antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi dianggap
efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous),
dan dapat diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi
kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi
verbal merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana
komunikasi seperti telepon. Kelebihan komunikasi ini terletak pada
keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap muka sehingga umpan
balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak
komunikan. Tujuan komunikasi efektif adalah menghindarkan kejadian
kesalahan pemberian obat dan tindakan, memberikan informasi yang tepar
akurat lengkap dan jelas, menghindarkan kesalahpahaman antar pemberi
layanan (PPA). Yang dimaksud PPA (Profesional Pemberi Asuhan)
43
adalah Dokter Penanggungjawab Pelayanan (DPJP), Perawat, Ahli Gizi,
Fisioterapis, Radiografer, Analis Laboratorium, Apoteker, Bidan.
SBAR (Situation, Background, Assesement, Recommendation) adalah
pola/tehnik komunikasi yang harus dilakukan untuk melapor atau
berkomunikasi dengan teman seprofesi atau antar profesi interdisiplin
ilmu untuk menghindari kesalahan komunikasi dan bertujuan agar dapat
memberikan pelayanan yang baik bagi pasien.
Hand Over adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab
dan tanggung gugat) selama perpindahan perawatan yang berkelanjutan
yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi dan konfirmasi
tentang pasien. Hand Over berisi tentang informasi perubahan status pasien
serta kondisi pasien yang membutuhkan pengawasan lebih. Bukti dilakukan
evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi waktu serah terima
pasien ( hand over ) untuk memperbaiki proses adalah berupa
tandatangan verifikasi oleh DPJP pada kolom verifikasi pada lembar
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).

3. Meningktkan Keamanan Obat-Obat Yang Harus Diwaspadai (High


Alert Medication)
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah
obatan-obatan yang memiliki resiko lebih tinggi untuk menyebabkan
/menimbulkan adanya komplikasi /membahayakan pasien secara
signifikan jika terdapat kesalahan penggunaan (dosis, interval, dan
pemilihannya). Jenis obat-obatan yang perlu diwaspadai (High Alert
Medications), yang tersedia meliputi: obat-obat yang termasuk dalam
NORUM/LASA, elektrolit konsentrat, insulin, antikoagulan parenteral,
narkotik dan psikotropik.
Obat NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip)/ LASA (Look Alike
Sound Alike) adalah obat-obat yang memiliki bentuk atau rupa mirip dalam
kemasannya namun bahan obat atau kekuatan yang berbeda atau
obatobatan yang memiliki penulisan berbeda namun pengucapanya
atau pelafalanya mirip atau terdengar hampir sama. Elektrolit konsentrat
adalah preparat farmasi yang memiliki kegunaan untuk memperbaiki
kadar elektrolit dalam tubuh, dalam bentuk konsentratnya / pekat.
Insulin adalah obat yang mengandung hormone peptide yang dibentuk di
pankreas yang berfungsi menstabilkan gula dalam darah. Antikoagulan
parenteral adalah obat dengan fungsi untuk mencegah pembentukan
trombus atau memecah trombus yang sudah terbentuk di sisi vena dengan

44
aliran yang lambat, di mana trombus terdiri dari jaringan fibrin dengan
trombosit dan sel darah merah.
Narkotik adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan.
Psikotropik adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
Ruang Lingkup :
• Obat-obatan yang perlu diwaspadai (High Alert Medications),
merupakan bagian dari stok distribusi farmasi yang dalam
pengelolaan (perencanaan, penyediaan, penyimpanan, penataan,
penyiapan dan penggunaan obat disesuaikan dengan kebutuhan unit
masing-masing dan dilakukan pengecekan secara berkala oleh
petugas Unit farmasi.
• Obat-obatan yang perlu diwaspadai (High Alert Medications), dikelola
oleh Unit farmasi, untuk distribusinya disesuaikan dengan kebutuhan
Unit /unit pelayanan tersebut misal: Unit gawat darurat , Unit
Rawat Inap, karena masing-masing memiliki kebutuhan jenis obat-
obatan yang perlu diwaspadai (High Alert Medications).

4. Memastikan Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi


Kepastian tepat lokasi operasi, tepat prosedur dan tepat pasien adalah
pemberian tanda secara pasti terhadap semua pasien yang akan
dilakukan tindakan pencabutan gigi di RSU Ratih, baik yang memerlukan
pembiusan lokal maupun pembiusan umum/ regional. Pemberian tanda di
tempat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan
dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang
dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus
dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi, saat melakukan
pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih terlihat jelas
setelah pasien sadar.
Penandaan lokasi operasi adalah tata cara yang wajib dilakukan sebelum
tindakan yang akan dilakukan pembedahan pada semua pasien.Tepat
Lokasi adalah melaksanakan tindakan pembedahan secara tepat pada

45
lokasi yang diharapkan.Tepat Prosedur adalah melaksanakan tindakan
pembedahan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan sesuai dengan
masing – masing bidang keilmuan bedah terkait. Tepat Pasien adalah
melaksanakan tindakan pembedahan sesuai dengan pasien tepat yang
terjadwal operasi (perawat harus melakukan identifikasi pasien sebelum
pasien dimasukkan ke kamar operasi). Maksud proses verifikasi
praoperatif adalah memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien,
memastikan bahwa semua dokumen yang terkait foto (imajing) dan hasil
pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji,
memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang
dibutuhkan.
Tujuan Penandaan lokasi operasi adalah memberikan rasa aman kepada
penderita dan keluarga terhadap ketepatan lokasi pembedahan yang
akan dilakukan pada diri pasien, memudahkan kepada tim untuk
mengenali lokasi sebelum tindakan pembedahan dilakukan, mencegah
salah lokasi, salah pasien dan salah tindakan pembedahan dengan
tujuan mengenali tepat lokasi tepat pasien dan tepat tindakan,
meminimalkan kejadian insiden keselamatan pasien.
Kasus gigi (tindakan medis pada membrane mukosa) yang
direncanakan untuk ekstraksi.Harus ada catatan gigi . Penandaan
dilakukan pada nomor anatomi gigi untuk ekstraksi gigi ditandai dengan
jelas pada Form Pengkajian Awal Medis Rawat Jalan Klinik Gigi
Mulut (gambar odontogram), Surgical Safety Checklist klinik Gigi dan
Mulut.

5. Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Menurut DEPKES 2007, mencuci tangan adalah proses yang secara
mekanis melepaskan kotorandan debris dari kulit tangan dengan
menggunakan sabun biasa dan air.
Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara bersama-
sama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas
kemudian dibilas dibawah aliran air (Larsan, 1995).
Kebersihan tangan adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh
atau menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak
tampak kotor.
Jenis kebersihan tangan
1. Kebersihan tangan menggunakan sabun dan air mengalir/handwashing

46
Adalah mencuci tangan dengan air mengalir dengan sabun atau
sabun antiseptik yang bertujuan membersihkan tangan dengan
membersihkan kotoran dan transient mikroorganisme di tangan.
Dilakukan bila tangan diduga kotor atau terkontaminasi materi
protenius, terkena darah atau produk darah atau cairan tubuh
,terkena benda yang diduga terpapar mikroorganisme atau setelah dari
kamar kecil
2. Kebersihan tangan menggunakan cairan berbasis
alkohol/handrubbing
Adalah mencuci tangan menggunakan cairan antiseptik diseluruh
permukaan tangan untuk meminimalkan pertumbuhan
mikroorganisme tanpa menggunakan air dan pengering tangan
(waterless).Dilakukan untuk antiseptik tangan, pada kondisi tangan
yang tidak tampak kotor atau pada kondisi yang tidak
memungkinkan melakukan cuci tangan dengan air dan sabun.
Tujuan melakukan kebersihan tangan
1. Menghilangkan atau meminimalkan mikroorganisme di tangan
2. Mencegah perpindahan mikroorganisme dari lingkungan ke pasien dan
dari pasien ke pasien dan dari pasien ke petugas kesehatan
3. Tindakan utama dalam pencegahan dan pengendalian HAIs
Waktu melakukan kebersihan tangan
Lima momen mencuci tangan yaitu :
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
3. Setelah terpapar dengan darah dan cairan tubuh lainnya
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

6. Mengurangi Risiko Cedera Akibat Terjatuh


Mengurangi risiko cedera karena pasien jatuh merupakan cara untuk
mengurangi risiko insiden keselamatan pasien berupa pasien jatuh.
Berbagai faktor yang meningkatkan risiko pasien jatuh antara lain
kondisi pasien,gangguan fungsional pasien (contoh gangguan
keseimbangan,gangguan penglihatan, atau perubahan statuskognitif),
lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit, riwayat jatuh pasien, konsumsi
obat tertentu,konsumsi alkohol.
Jatuh adalah suatu peristiwa dimana seseorang mengalami jatuh dengan
atau tanpa disaksikan oleh orang lain tidak sengaja/ tidak

47
direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa
mencederai dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor psikologi
(pingsan) atau lingkungan Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk
jatuh yang umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor
fisiologis yang berakibat cidera
Faktor risiko yang menyebabkan Pasien jatuh terdiri dari faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik diantaranya riwayat jatuh sebelumnya,
gangguan kognitif / perubahan status mental, gangguan keseimbangan,
gaya jalan, atau kekuatan, gangguan mobilitas, penyakit neurologis, seperti
stroke, pusing / vertigo, gangguan musculoskeletal seperti artritis,
deformitas, penyakit kronis seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit
paru dan diabetes, masalah nutrisi, medikamentosa (terutama konsumsi >
4 jenis obat), inkontinensia, usia,
konsumsi alkohol. Faktor ekstrinsik diantaranya pencahayaan, lantai
licin, kabel listrik longgar, peralatan yang ada diruangan.
Tatalaksana Risiko Jatuh Rawat Inap
1. Assesment risiko jatuh menggunakan
a. Usia anak-anak : kurang dari 0 hari sampai dengan 18 tahun
menggunakan Scoring HUMPTY DUMPTY.
b. Usia dewasa : lebih dari 18 tahun menggunakan Score
EDMUNSON.
2. Assesmen risiko jatuh merupakan asesmen awal yang harus dilengkapi
saat pasien masuk rumah sakit
3. Assesmen awal dilakukan maksimal 24 jam setelah pasien masuk ruang
perawatan.

Tata Laksanan Risiko Jatuh Pasien Rawat Jalan


1. Assesmen Risiko Jatuh IGD, dan Rawat Jalan dengan Get Up
Go Test
2. Assesmen risiko jatuh merupakan asesmen awal yang harus
dilengkapi saat pasien masuk rumah sakit
3. Assesmen dilakukan pada pasien :
a. Saat datang di Unit Gawat Darurat (IGD) oleh perawat IGD
b. Saat datang di Unit Rawat Jalan oleh perawat / bidan
4. Assesmen awal dilakukan maksimal 1 jam setelah pasien masuk
ruang perawatan
5. Tingkat Risiko :

48
Bila ada jawaban YA dari salah satu parameter, pasien dikategorikan
sudah berisiko jatuh.
Intervensi yang dilakukan:
a. Pasang pagar pengaman dan kunci brangkat
b. Berikan kursi roda
c. Edukasi pencegahan risiko jatuh
d. Pasang pita penanda kuning risiko jatuh pada lengan untuk pasien
rawat jalan, dan tempel stiker penanda risiko jatuh pada rekam medis
untuk pasien rawat inap.

D. Pendidikan dan Pelatihan Keselamatan Pasien Rumah Sakit


Materi Pelatihan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
• Patient safety is a key component of Risk Management
• State of the art Patient Safety (Seven Steps) / Tujuh langkah Menuju KPRS
• Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
• Instrumen Akreditasi Pelayanan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
• Sistem Pelaporan KPRS di Rumah Sakit
• Simple Investigation
• RCA
• Check back dan SBAR
• Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien
Pelatihan diselenggarakan dengan ceramah dan studi kasus secara
interaktif dalam kelompok. Dengan metode ini diharapkan para peserta
dapat langsung mengaplikasikan keterampilannya.

E. Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien


Pengukuran budaya keselamatan pasien menggunakan metode kuesioner
dalam bentuk google form.
Kuesioner dibagikan kepada responden seluruh unit pelayanan. Responden
dalam hal ini adalah professional pemberi asuhan (PPA).

Metode
A. Analisis matriks grading risiko (Risk Grading Matriks) dan Ivestigasi
Sederhana
Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan

49
propabilitasnya.
1. Dampak (consequencess)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat
akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cidera sampai
meninggal
2. Probabilitas / frekuensi (likelihood)
Penilaian tingkat probabilitas risiko adalah seberapa sering insiden
tersebut terjadi

PROBABILITAS /FREKUENSI / LIKELIHOOD


Level Frekuensi Kejadian actual
1 Jarang Dapat terjadi dalam lebih dari 5 tahun
2 Tidak biasa Dapat terjadi dalam 2 – 5 tahun
3 Kadang-kadang Dapat terjadi tiap 1 – 2 tahun
4 Kemungkinan Dapat terjadi beberapa kali dalam setahun
5 Sering Terjadi dalam minggu / bulan

DAMPAK KLINIS / CONSEQUENCES / SEVERITY


Level DESKRIPSI CONTOH DESKRIPSI
1 Insignificant Tidak ada cedera
2 Minor  Cedera ringan
 Dapat diatasi dengan pertolongan pertama,
3 Moderate Cedera sedang
Berkurangnya fungsi motorik / sensorik / psikologis
atau intelektual secara reversibel dan tidak
berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
4 Major  Cedera luas / berat
 Kehilangan fungsi utama permanent (motorik,
sensorik, psikologis, intelektual) / irreversibel,
tidak berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya
5 Cathastropic  Kematian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit yang mendasarinya
RISK GRADING MATRIX
Potencial Concequences
Frekuensi/ Insignificant Minor Moderate Major Catastropic

Likelihood 1 2 3 4 5
Sangat Sering Moderate Moderate High Extreme Extreme
Terjadi

50
(Tiap mgg /bln)
5
Sering terjadi Moderate Moderate High Extreme Extreme
(Bebrp x /thn)
4
Mungkin terjadi Low Moderate High Extreme Extreme
(1-2 thn/x)
3
Jarang terjadi Low Low Moderate High Extreme
(2-5 thn/x)
2
Sangat jarang Low Low Moderate High Extreme
sekali (>5 thn/x)
1

TINDAKAN
Can be Clinical Manager / Lead Detailed review & Immediate review &
manage by Clinician should urgent treatment action required at
procedure assess the should be Board level. Director
consequences againts undertaken by must be informed
cost of treating the risk senior management

Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam table


matriks grading risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands
risiko.
1. Skor Risiko

SKOR RISIKO = Dampak X Probabilitas

Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko :


a. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
b. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
c. Tetapkan warna bands-nya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi
dan dampak.
Skor risiko akan menentukan prioritas risiko. Jika pada asesmen risiko

51
ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya sama, maka
untuk memilih prioritasnya dapat menggunakan warna bands risiko.
Skala prioritas bands risiko adalah
Bands biru : Rendah / Low
Bands hijau : Sedang / Moderate
Bands kuning : Tinggi / High
Bands merah : Sangat tinggi / Extreme

2. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna
yaitu: biru, hijau, kuning, dan merah .

B. Root Cause Analysis (RCA)


I. Pengertian
Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur yang
mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini cukup
adekuat untuk mencegah terulangnya insiden yang sama. RCA berusaha
menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apa yang telah terjadi?
2. Apa yang seharusnya terjadi?
3. Bagaimana terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
kejadian yang sama terulang?
RCA wajib dilakukan pada :
1. Semua kematian yang tidak diharapkan
2. Semua insiden yang diduga mengakibatkan cidera permanent,
kehilangan fungsi atau kehilangan bagian tubuh.
Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara penyebab
langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate
cause/proximate cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap kondisi)
yang terjadi sesaat sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu
insiden terjadi, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah
terjadinya insiden.
Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak faktor
(kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate cause,
dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya insiden.
Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.
1. Cara untuk mengidentifikasi akar masalah adalah :
a. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung

52
b. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana yang
mendasari terjadinya penyebab langsung.
c. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors.
d. Komite sering kali menemui masalah pada tahap ini; sering berhenti
pada penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya.
e. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang ditemukan
tidak dapat ditelusur lagi, inilah yang dimaksud dengan akar
masalah.
2. Cara membedakan root cause dan contributing cause :
a. Apakah insiden dapat terjadi jika “cause” tesebut tidak ada?
Tidak : root cause Ya : contributing
b. Apakah insiden akan terulang oleh karena hal yang sama jika
“cause” dikoreksi atau dieliminasi?
Tidak : root cause Ya : contributing
c. Apakah koreksi atau eliminasi “cause” dapat menyebabkan insiden
yang serupa?
Tidak : root cause Ya : contributing
Apabila ketiga jawabab adalah “tidak”, maka cause tersebut adalah “root
cause”
Apabila salah satu jawaban adalah “ya”, maka cause tersebut adalah
“contributing cause”.
II. Langkah Root Cause Analisis (RCA)
Adapun langkah-langkah Root Cause Analisis (RCA), sebagai berikut:
1. Identifikasi insiden yang akan dianalisis
2. Tentukan Komite investigator
3. Kumpulkan data
1) Observasi : kunjungan langsung untuk mengetahui
keadaan, posisi, hal-hal yang berhubungan dengan insiden.
2) Dokumentasi : untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai
data, observasi dan inspeksi
3) Interview : untuk mengetahui kejadian secara langsung
guna pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi.
4. Petakan kronologi kejadian
Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah
bagan.
Ada berbagai macam cara kronologi kejadian, sebagai berikut
a. Kronologi cerita / narasi
Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal

53
dan waktu, dibuat berdasarkan kumpulan data saat investigasi.
Kronologi cerita digunakan jika:
1) Kejadian sederhana dan tidak kompleks, dimana
masalah, praktek dan faktor kontribusinya sederhana.
2) Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum
suatu kejadian yang lebih kompleks
3) Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu
laporan sebagai ringkasan di mana hal tersebut mudah
dibaca.
Nilai positif : format ini baik untuk presentasi informasi
Nilai negatif :
1) Sulit untuk menemukan titik cerita dengan cepat
2) Sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila
melibatkan banyak pihak
b. Timeline
Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis.
Memungkinkan investigator untuk menemukan bagian dalam
proses di mana masalah terjadi.
c. Tabular Timeline
Merupakan pengembangan timeline yang berisi tiga data dasar:
tanggal, waktu, cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 (tiga) data
lain yaitu: informasi tambahan, praktek yang baik (Good
Practice), dan masalah / CMP (Care Management Problem).
Tabular timeline dapat digunakan pada setiap insiden, berguna
pada kejadian yang berlangsung lama.
d. Time person grids
Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan
pergerakan orang (staf, dokter, pengunjung, pasien, dan lain-
lain) sebelum, selama, dan sesudah kejadian.
Time person grid digunakan ketika :
1) Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak
orang dan investigator ingin memastikan keberadaan
mereka dalam insiden.
2) Berguna pada keadaan jangka pendek
3) Dapat dipetakan ke dalam garis waktu sehingga dapat
dipakai untuk mengetahui kerangka waktu spesifik yang
lebih detil.
Langkah-langkah Time person grid sebagai berikut:

54
1) Buatlah tabel yang terdiri dari beberapa baris dan kolom
2) Dari tabel tersebut, kolom sebelah kiri berisi daftar staf
yang terlibat
3) Kolom berikutnya berisi perjalanan waktu (jam, menit) pada
baris atasnya
4) Kemudian pada baris di bawah waktu berisi keterangan
tempat atau kegiatan staf yang terlibat
Nilai positif :
• dapat digunakan pada waktu yang pendek
• dapat mengidentifikasi keberadaan seseorang dan adanya
celah informasi
• pemetaan dapat dalam bentuk garis waktu yang efektif
Nilai negatif :
• hanya dapat digunakan dalam waktu yang pendek
• orang tidak dapat mengingat waktu di mana ia berada
• terfokus pada individu
III. Identifikasi masalah (Care Management Problem / CMP)
Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya. Suatu insiden bisa terdiri dari
beberapa CMP.
Prinsip Dasar CMP:
1. Pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan yang ditetapkan
2. Penyimpangan memberikan dampak langsung atau tidak langsung pada
adverse event.
IV. Analisis Informasi
Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause.
1. 5 Why (why-why chart)
Secara konstan bertanya “mengapa?”, melalui lapisan penyebab
sehingga mengarah pada akar permasalahan dari problem yang
teridentifikasi.
2. Analisis perubahan / change analysis
Digunakan untuk menganalisa proses yang tidak bekerja sesuai
rencana (apa dan mengapa berubah). Cara ini digunakan jika:
a. Suatu sistem / tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian terjadi
kegagalan / terdapat sesuatu yang menyebabkan perubahan situasi.
b. Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan ketidaksesuaian
tindakan atau kerusakan alat.
Analisis perubahan membandingkan reality dengan idealnya / teori

55
dengan prakteknya. Langkah-langkahnya :
a. pelajari prosedur normal : apa yang seharusnya dilakukan (kolom 1)
b. petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah 1
(kolom 2)
c. bandingkan dua proses apakah ada perbedaan, apa sebagai
masalah? Catat pada kolom yang telah disediakan (kolom 3)
d. catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan dalam
rekomendasi.
3. Analisis hambatan / barrier analysis
Analisa hambatan didesain untuk mengidentifikasi :
a. penghalang mana yang seharusnya berfungsi untuk mencegah
terjadinya insiden
b. mengapa penghalang gagal?
c. penghalang apa yang dapat digunakan insiden terulang kembali?
Ada empat tipe penghalang, yaitu :
a. penghalang fisik
b. penghalang natural
c. penghalang tindakan manusia
d. penghalang adminstrasi
Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada tiga atau lebih
penghalang yang berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori “Swiss
Cheese”

Gambar . Teori Analisis hambatan / barrier analysis


4. Fish bone
Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat
memberikan dampak pada timbulnya insiden.

56
Faktor
Faktor Faktor Faktor Orang &
pasien petugas tim manajemen

CMP
Faktor
Faktor Faktor Faktor eksternal/
komunikasi Lingkungan tugas di luar RS
kerja

Gambar . Teori Fish bone


Untuk pengisian, lihat Faktor kontributor .

Tabel . Faktor Kontributor Investigasi Insiden Klinis


FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN DAN SUBKOMPONEN DALAM
INVESTIGASI INSIDEN KLINIS

1. FAKTOR KONTRIBUTOR EKSTERNAL DI LUAR RUMAH SAKIT


Komponen
a. Regulator dan Ekonomi
b. Peraturan dan Kebijakan
Depkes
c. Peraturan Nasional
d. Hubungan dengan
Organisasi lain

2. FAKTOR KONTRIBUTOR ORGANISASI DAN MANAJEMEN


Komponen Subkomponen
Organisasi dan Manajemen a. Struktur Organisasi
  b. Pengawasan
  c. Jenjang Pengambilan Keputusan
a. Tujuan dan Misi
Kebijakan, Standar dan b. Penyusunan Fungsi Manajemen
Tujuan c. Kontrak Service
  d. Sumber Keuangan
  e. Pelayanan Informasi
  f. Kebijakan diklat
  g. Prosedur dan Kebijakan
  h. Fasilitas dan Perlengkapan
  i. Manajemen Risiko
  j. Manajemen K3
k. Quality Improvement

57
Administrasi Sistem Administrasi
Budaya Keselamatan a. Attitude Kerja
  b. Dukungan manajemen oleh seluruh staf
a. Ketersediaan
SDM b. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan
  Staf yang Berbeda
  c. Beban Kerja yang optimal
Diklat Manajemen Training/Pelatihan/Refreshing

3. FAKTOR LINGKUNGAN KERJA


Komponen Sub komponen
Desain dan Bangunan a. Manajemen Pemeliharaan
  b. Penilaian Ergonomik
  c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
  b. Pengawasan Lingkungan Fisik
  c. Perpindahan Pasien antar Ruangan
a. Malfungsi Alat
Perlengkapan b. Ketidaktersediaan
  c. Manajemen Pemeliharaan
  d. Fungsionalitas
  e. Desain, Penggunaan & Maintenace
  Peralatan

4. FAKTOR KONTRIBUTOR : KOMITE


Komponen Subkomponen
a. Adanya kemauan staf junior
Supervisi dan Konsultasi berkomunikasi
  b. Cepat Tanggap
a. Kesamaan tugas antar profesi
Konsistensi b. Kesamaan tugas antar staf yang
  setingkat
Kepemimpinan dan Tanggung
Jawab a. Kepemimpinan Efektif
  b. Uraian Tugas Jelas
Respon terhadap Insiden Dukungan peer group setelah insiden

5.
FAKTOR KONTRIBUTOR : STAF
Komponen Subkomponen
Kompetensi a. Verifikasi Kualifikasi
  b. Verifikasi Pengetahuan dan Keterampilan
Stressor Fisik dan Mental a. Motivasi
  b. Stresor Mental: Efek Beban Kerja Beban
  Mental

58
c. Stresor Fisik: Efek Beban Kerja =
Gangguan Fisik

6. FAKTOR KONTRIBUTOR : TUGAS


Komponen Subkomponen
Ketersediaan SOP a. Prosedur Peninjauan dan Revisi SOP
  b. Ketersediaan SOP
  c. Kualitas Informasi
  d. Prosedur Investigasi
Ketersediaan dan akurasi a. Test Tidak Dilakukan
hasil test b. Ketidaksesuaian antara interpretasi hasil
  test
Faktor Penunjang dalam a. Ketersediaan, penggunaan, dan
validasi alat medis reliabilitas
  b. Kalibrasi
Penyelesaian tugas tepat waktu dan sesuai
Desain Tugas SOP

7. FAKTOR KONTRIBUTOR : PASIEN


Komponen Subkomponen
Penyakit yang kompleks, berat,
Kondisi multikomplikasi
Personal a. Kepribadian
  b. Bahasa
  c. Kondisi Sosial
  d. Keluarga
Mengetahui risiko yang berubungan
Pengobatan dengan pengobatan
Riwayat a. Riwayat Medis
  b. Riwayat Kepribadian
  c. Riwayat Emosi
Hubungan Staf dan Pasien Hubungan yang baik

8. FAKTOR KONTRIBUTOR KOMUNIKASI


Komponen Subkomponen
Komunikasi Verbal a. Komunikasi antar staf junior dan senior
b. Komunikasi antar Profesi
c. Komunikasi antar Staf dan Pasien
b. Komunikasi antar Unit Departemen
Komunikasi Tertulis Ketidaklengkapan Informasi

V. Rekomendasi Dan Rencana Kerja Untuk Improvement


LANGKAH 1 dan 2 : IDENTIFIKASI INSIDEN DAN TENTUKAN KOMITE

59
INSIDEN : __________________________________________________
Komite :
Ketua :
Anggota : 1. ________ 4. ________
2. ________ 5. ________
3. ________ 6. ________
Apakah semua area yang terkait sudah terwakili?
YA TIDAK
Apakah macam-macam dan tingkat pengetahuan
YA TIDAK
Yang berbeda sudah terwakili dalan Komite tersebut?
Siapa yang menjadi notulen ? _______
Tanggal dimulai_______________Tanggal dilengkapi ______________

LANGKAH 3 : KUMPULKAN DATA DAN INFORMASI


-Observasi langsung : __________________
-Dokumentasi:
1. ______________________
2. ______________________
3. ______________________
4. ______________________
5. ______________________
- Interview (dokter atau staf yang terlibat)
1. _______________________________________
2. _______________________________________
3. _______________________________________
4. _______________________________________
5. _______________________________________

LANGKAH 4 : PETAKAN KRONOLOGI KEJADIAN


FORM TABULAR TIMELINE
Waktu /
Kejadian
Kejadian

Informasi
tambahan
Good

60
Practice

Masalah
Pelayanan

FORM TIME PERSON GRID


waktu

staf yang
terlibat

LANGKAH 5: IDENTIFIKASI CMP


FORM MASALAH / CMP
MASALAH INSTRUMEN / TOOLS
1
2
3

LANGKAH 6: ANALISIS INFORMASI


FORM TEKNIK (5) MENGAPA
MASALAH
Mengapa
Mengapa
Mengapa

FORM ANALISIS PERUBAHAN


Prosedur yang normal Prosedur yang Apakah terdapat
(SOP) dilakukan saat insiden bukti perubahan
dalam proses?

FORM ANALISIS PENGHALANG


Apa penghalang pada Apakah penghalang Mengapa
masalah ini? dilakukan? penghalang
gagal? Apa

61
dampaknya?

FISH BONE / ANALISIS TULANG IKAN


(diagram fish bone lihat atas)

LANGKAH 7: FORM REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAKAN


Faktor Tind Tingkat Penan Waktu Sumber Bukti paraf
kontribu aka rekomendasi ggung daya yang penyele
tor n (individu, jawab dibutuhka saian
Komite, n
direktorat,
RS)

62
III. MANAJEMEN RISIKO
Manajemen Risiko (Risk Management) adalah : Dalam hubungannya dengan
operasional rumah sakit, istilah manajemen risiko dikaitkan kepada aktivitas
perlindungan diri yang berarti mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi
nyata terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktek
medis.
Rincian kegiatan
Manajemen risiko rumah sakit diperlukan untuk menganalisis risiko apa saja
yang akan terjadi dan bagaimana mengantisipasinya. Hal ini diperlukan dalam
sebuah organisasi untuk menghindari berbagai dampak yang dihasilkan dari
risiko yang terjadi. Dalam manajemen risiko, kegiatan atau metode yang dipakai
di RSU Ratih adalah Risk Register dan Failure Modes and Effects Analysis
(FMEA).

Gambar 1. Proses Manajemen Risiko

A. Identifikasi risiko.
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali risiko,
kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risiko dilengkapi dengan deskripsi risiko
termasuk menjelaskan kejadian dan persitiwa yang mungking terjadi dan
dampak yang ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area risiko, peristiwa dan
penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan proaktif melalui self asessment, incident reporting sistem dan clinical
audit dan dilakukan menyeluruh terhadap medis dan non medis.
Area asesmen risiko di RSU Ratih meliputi:
1. Unit Rawat Inap
2. Unit Gawat Darurat (UGD)

63
3. Unit Rawat Jalan
4. Unit Saran Umum
5. Unit Farmasi
6. Unit Laboratorium
7. Unit Rekam Medis
8. Unit Gizi
9. Unit VK
10. Unit Intensif
11. Unit Pembedahan

B. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko.


Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk
menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-
masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat
hanya mentoleransi saja dan menjadikannya catatan. Namun bila risiko yang
terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan RS, maka
ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau ditransfer, atau
bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses pengambilan
keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.
Menentukan prioritas risiko dengan menggunakan rumus:

TINGKAT RISIKO = PELUANG X FREKUENSI PAJANAN X AKIBAT

Kriteria Peluang (P)


Nilai Keterangan
10 Almost certain / Hampir pasti; Sangat mungkin akan
terjadi /hampir dipastikan akan terjadi pada semua
kesempatan.
6 Quite possible / Mungkin terjadi; Mungkin akan terjadi atau
bukan sesuatu hal yang aneh untuk terjadi (50 – 50
kesempatan)
3 Unusual but possible / Tidak biasa namun dapat terjadi;
Biasanya tidak terjadi namun masih ada kemungkinan
untuk dapat terjadi tiap saat.
1 Remotely possible / Kecil kemungkinannya; Kecil
kemungkinannya untukterjadi / sesuatu yang kebetulan
64
terjadi
0,5 Conceivable / Sangat kecil kemungkinannya; Belum pernah
terjadi sebelumnya setelah bertahun-tahun terpapar bahaya
/ kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi
0,1 Practically impossible / Secara praktek tidak mungkin
terjadi; Belum pernah terjadi sebelumnya di manapun /
merupakan sesuatu yang tidak mungkin untuk terjadi

Kriteria Frekuensi Pajanan (F)


Nila Keterangan
i
10 Continue / Terus-menerus; terjadi beberapa kali dalam
sehari.
6 Frequent / Sering; terjadi harian / minimal sekali dalam
sehari
3 Occasional / Kadang-kadang; terjadi seminggu sekali
2 Infrequent / Tidak sering; terjadi sekali antara seminggu
sampai sebulan
1 Rare / Jarang; beberapa kali dalam setahun
0,5 Very rare / Sangat jarang; terjadi sekali dalam setahun
0 No exposure / Tidak terpapar;tidak pernah terjadi

Kriteria Akibat (A)


Nilai Keterangan
100  Catastrophe / Malapetaka/ Keuangan ekstrem
 Banyak kematian
 Kerugian sangat besar / berhenti total
 Kerugian keuangan > 10 Milyar
40  Disaster / Bencana/ Keuangan sangat berat
 Beberapa kematian
 Kerugian besar / sebagian proses berhenti
 Menyebabkan penyakit yang bersifat
komunitas/endemik pada karyawan atau pasien
 Menyebabkan terhambatnya pelayanan hingga lebih
dari 1 hari
 Kerugian keuangan > 5 M – 10M
15  Very serious / Sangat serius/ Keuangan berat
 Menyebabkan satu kematian, kerugian cukup besar
 Memperberat atau menambah penyakit pada
beberapa pasien atau karyawan
 Menyebabkan penyakit yang bersifat permanen atau
kronis (HIV, Hepatitis, keganasan, Tuli,
65
gangguanfungsi organ menetap).
 Menyebabkan terhambatnya pelayanan lebih dari 30
menit hingga 1 hari
 Kerugian keuangan 1 – 5 Milyar
7  Serious / Serius/ Keuangan sedang
 Menyebabkan cidera serius seperti cacat atau
kehilangan anggota tubuh permanen
 Menyebabkan penyakit yang memerlukan perawatan
medis lebih dari 7 hari dan dapat disembuhkan
 Menyebabkan terhambatnya pelayanan kurang dari
30 menit.
 Kerugian keuangan 500 jt – 1 Milyar
3  Casualty treatment / Perawatan medis/ Keuangan
ringan
 Menyebabkan cidera/penyakit yang memerlukan
perawatan medis atau tidak dapat masuk bekerja
hingga 7 hari.
 Kerugian keuangan 50 juta – 500 juta
1  First aid treatment / P3K/ Keuangan sangat ringan
 Cidera tidak serius / minor seperti lecet, luka kecil
dan hanya perlu penanganan P3K
 Kerugian keuangan s/d 50 juta

C. Tentukan respon RS.


Respon RS ditentukan melalui asesmen risiko atau pengelolaan risiko, yang
meliputi:
- Identifikasi potensial risiko dan hazard.
- Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana
caranya.
- Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup
atau perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden.
- Catat temuan lalu buat rencana pengelolaanya.
- Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu.
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari
risiko tersebut bila benar terjadi. Risiko yang dampaknya besar harus segera
ditindaklanjuti dan mendapat perhatian dari pimpinan . Risiko yang
dampaknya medium-rendah akan dikelola oleh Panitia PMKP bersama
Kepala Unit Kerja untuk membuat rencana tindak lanjut dan pengawasan.

66
Kriteria Skor Risiko (R)
Skor Kriteria Keterangan
Lebihdari Sangat tinggi Hentikan kegiatan dan perlu perhatian
400 manajemen puncak.
200 – 400 Tinggi Perlu mendapat perhatian dari manjemen
puncak dan tindakan perbaikan segera di
lakukan.
70 – 199 Substantial Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak
diperlukan keterlibatan pihak manajemen
puncak.
20 – 69 Menengah; Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan
kemudian dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
<20 Rendah Risiko dapat diterima

D. Kelola kasus risiko untuk meminimalkan kerugian (Risk Control).


Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat
mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko.
Perlakuan yang dapat dipilih adalah;
 Pengendalian = upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan
langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin
untuk mengurangi risiko.
 Penanganan = langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika
tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-
langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko benar-
benar terjadi.

Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko


adalah:
1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentolerasi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti asuransi
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko

Opsi Perlakuan Risiko

67
Klasifikasi Jenis Pengendalian

Menghindari risiko Menghentikan kegiatan


Tidak melakukan kegiatan
Mengurangi risiko Membuat Kebijakan
Membuat SPO
Mengganti atau membeli alat
Mengembangkan sistem informasi
Melaksanakan prosedur pengadaan,
perbaikan dan pemeliharaan bangunan
dan instrumen yang sesuai dengan
persyaratan;
pengadaan bahan habis pakai sesuai
dengan prosedur dan persyaratan;
pembuatan dan pembaruan prosedur,
standar dan check-list;
pelatihan penyegaran bagi personil,
seminar, pembahasan kasus,
poster, stiker
Mentransfer risiko Asuransi
Mengeksploitasi risiko Mengambil kesempatan dengan kondisi
yang ada dengan mempertimbangkan
keuntungan lebih besar daripada
kerugian
Menerima risiko

E. Membangun upaya pencegahan.


Dalam hal ini adalah monitoring dan review. Monitoring adalah pemantauan
rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen risiko dibandingkan dengan
rencana atau harapan yang akan dihasilkan. Review adalah peninjauan atau
pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan fokus tertentu.

F. Kelola pembiayaan risiko (Risk Financing).


Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian atau penanganan yang
dilakukan.

Metode
FAILURE MODE EFFECTS & ANALYSIS
( FMEA/ Analisa Modus Kegagalan dan Dampaknya )
1. Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi

68
kegagalan sebelum terjadi . Hal tersebut didesain untuk meningkatkan
keselamatan pasien
2. Proses pro aktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi
3. Mengantisipasi kesalahan akan meminimalkan dampak buruk
Langkah– langkah FMEA
1. Tentukan Topik proses FMEA.
2. Bentuk Komite
3. Gambarkan Alur Proses
4. Analisa Hazard Score
5. Tatalaksana dan Pengukuran Outcome
6. Standarisasi / redesign proses / design control
7. Analisa dan melakukan uji coba pada proses yang baru
8. Implementasi dan monitor proses yang baru

Langkah 1 & 2
1. Pilih Proses yang berisiko tinggi terhadap Keselamatan Pasien dan bentuk
Komite
2. Komite menyesuaikan Proses yang dipilih
3. Pilih Proses yang akan dianalisa
4. Tentukan salah satu Proses / Sub Proses bila prosesnya kompleks
Langkah 3A
Gambarkan alur Proses
Jelaskan tahapan – tahapan proses kegiatan sesuai kebijakan dan prosedur
yang berlaku di Rumah Sakit. Tahapan Proses isikan dalam kotak 1 , 2, 3, 4, 5,
6, dst
Pada Tahapan Proses dijelaskan proses setiap kegiatan sesuai kebijakan dan
prosedur yang berlaku dan jika proses terlalu kompleks, dapat memilih satu
proses atau sub proses untuk ditindak lanjuti
Kemudian masing – masing proses uraikan subprosesnya pada Tahapan Sub
Proses pada baris A, B, C, D, E. dst
1 2 3 4 5 6

Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub Tahapan sub

69
Tahapan sub
Proses proses proses proses
proses
A._______ A._______ A.________ A.________ A._________
B._______ B._______ B.________ B.________ B._________
C._______ C._______ C.________ C.________ C._________
D._______ D._______ D.________ D.________ D._________
E._______ E._______ E.________ E.________ E._________

Langkah 3B
Gambarkan Alur Sub Proses
Jelaskan Sub Proses kegiatan yang dipilih untuk ditindak lanjuti, isikan pada
kotak A,B,C,D,E.
Masing – masing Sub Proses sampai Sub Proses terakhir dicari modus
kegagalannya, isikan pada baris 1, 2, 3, 4, 5
A B C D E

Modus Modus Modus Modus


Kegagalan kegagalan kegagalan kegagalan
1. ________ 1. ________ 1. ________ 1.________
2. ________ 2. ________ 2. ________ 2. ________
3. ________ 3. ________ 3. ________ 3. ________
4. ________ 4. ________ 4. ________ 4. ________

Langkah 4
1. Analisa Hazard Score
Isikan masing – masing modus kegagalan dan effek analisisnya pada
lembar kerja
2. Modus Kegagalan
Apa yang anda amati ketika kesalahan terjadi, masing – masing beri nilai

70
pada nomor selanjutnya
3. Akibat / Severity ( S)
Bagaimana dampak kesalahan pada pelanggan, beri nilai seberapa parah
dampaknya terhadap pelanggan
Nilai 1 = bila kesalahan tidak menimbulkan dampak / cidera pada pelayanan
kesehatan ( perhatikan pada lembar Analisa Hazard Minor )
Nilai 5 = bila kegagalan dapat mempengaruhi proses pelayanan kesehatan
tetapi menimbulkan kerugian minor ( perhatikan pada lembar Analisa Hazard
Moderat )
Nilai 7 = bila kegagalan menyebabkan kerugian yang lebih besar terhadap
pasien ( perhatikan pada lembar Analisa Hazart Mayor )
Nilai 10 = bila kegagalan menimbulkan kematian atau kecacatan ( perhatikan
pada lembar Analisa Hazart Katastropik )
4. Potensial Penyebab / Occurrence ( O )
Yang paling memungkinkan penyebab terjadinya kesalahan – garis ini harus
selalu terisi dan seberapa sering penyebab atau kesalahan model ini terjadi ?
Nilai 1 = Hampir tidak pernah terjadi ( > 5 tahun )
Nilai 5 = Jarang ( dapat terjadi dalam >2 tahun sampai 5 tahun )
Nilai 7 = Kadang – kadang ( dapat terjadi beberapa kali dalam 1 sampai 2
tahun )
Nilai 10 = Hampir sering muncul dalam waktu yang relatif singkat (beberapa
kali
5. Pendeteksian / Detectability ( D )
Seberapa besar kemungkinan yang kita dapat untuk mendeteksi kesalahan
atau penyebabnya?
Nilai 1 = mudah dideteksi
Nilai 5 = agak susah dideteksi
Nilai 7 = susah dideteksi
Nilai 10 = tidak dapat dideteksi
6. RPN
Hasil perkalian S X O X D
7. Peringkat : untuk prioritas penyebab yang akan ditindak lanjuti pada langkah
5 berdasarkan nilai tertinggi pada RPN ( Risk Priority Number )

PROCES FAILUR PROXIM EFFECT S O D RPN RA ACTI


S & E ATE S NK ON
SUBPRO MODE CAUSES PLAN
CESSES

71
Langkah 5
Tata Laksana dan Pengukuran Outcome
Lembar Kerja
Modus Potensi RPN Peringkat Tindak lanjut KPI PIC Dukungan
Kegagalan Penyebab Manajeme
n

Langkah 6
Melakukan Standarisasi / redesign proses / design control, antara lain dengan:
1. Mengeliminasi risiko bila memungkinkan
2. Minimalkan risiko apabila tidak dapat dieliminasi
Langkah 7
Analisa dan melakukan uji coba pada proses yang baru
1. Bila proses yang baru sudah selesai dibuat, perlu dilakukan proses FMEA
yang baru untuk menguji apakah proses tersebut masih berpotensi
menimbulkan kegagalan
2. Untuk Failure mode dengan high RPN, jangan lupa mencari banyak jalan
untuk mengeliminasi / meminimalkan risiko

Langkah 8
Implementasi dan monitor proses yang baru. Ulangi beberapa waktu, sesudah
beberapa failure mode dieliminasi

72
BAB V
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

5.1 KEBIJAKAN
Kami senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan melalui peningkatan mutu
pelayanan berkesinambungan dengan memperhatikan: pelaksanaan prosedur
yang benar, peningkatan kompetensi SDM, penerapan teknologi yang memadai
dan Patient Safety.

5.2 PROSEDUR
Dalam melaksanakan program penigkatan mutu dan keselamatan pasien
digunakan prosedur pendekatan pemecahan masalah. Proses pemecahan
masalah merupakan suatu proses siklus yang berkesinambungan. Langkah
pertama dalam proses ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah
merupakan bagian yang sangat penting dari seluruh proses siklus, karena akan
menentukan kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
1. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
2. Merasa tidak puas dengan penyimpangan tersebut
3. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan
perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan
perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah
yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akakn berulang
mulai tahap pertama.
Untuk meningkatkan mutu dan menjamin keselamatan pasien di RSU Ratih, maka
disusunlah strategi sebagai berikut:
A. Setiap petugas harus memahami dan menyadari konsep dasar dan prinsip
mutu pelayanan RSU Ratih sehingga dapat menerapkan langkah-langkah
upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di setiap unit kerjanya
B. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di
RSU Ratih, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
C. Menciptakan budaya mutu dan keselamatan pasien di RSJ Mutiara Suksma,
termasuk didalamnya penyusunan progaram peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dengan pendekatan P-D-S-A cycle.

73
BAB VI
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

6.1 MONITORING DAN EVALUASI


Secara umum monitoring dan evaluasi dilakukan:
1. Seluruh jajaran manajemen RSU Ratih secara berkala melakukan monitoring
dan evaluasi program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang
dilaksanakan oleh Komite PMKP terutama melakukan supervisi terhadap
proses pengumpulan dan analisa data
2. Komite PMKP secara berkala (paling lama 3 tahun) melakukan evaluasi
pedoman, kebijakan dan prosedur peningkatan mutu dan keselamatan pasien
yang digunakan di RSU Ratih
3. Komite PMKP mengadakan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat
tindak lanjut
4. Komite PMKP membuat analisa pemenuhan kebutuhan indikator setiap tiga
bulan dan membuat tindak lanjut (laporan triwulan) dan dilaporkan kepada
direktur.

Dokumen Bukti
Laporan pelaksanaan program PMKP :
1. Laporan program kerja pertriwulan
2. Laporan hasil Audit klinik/medis
3. Laporan RCA
4. Laporan pelaksanaan pelatihan – pelatihan internal
5. Laporan kegiatan Komite PPI
6. Laporan program kerja unit

6.2 PENCATATAN DAN PELAPORAN


A. Pencatatan
1. Pencatatan dan pelaporan program PMKP dilaksanakan setiap akhir
kegiatan dan tiap triwulan kepada Direktur melalui pelaporan program
kerja.
2. Pencatatan Indikator mutu , sensus harian dilakukan oleh unit masing –
masing.
Laporan bulanan oleh unit tentang pencapaian pemantauan indikator klinis,
indikator manajemen, indikator sasaran keselamatan pasien, dilaporkan
kepada Subkomite Peningkatan Mutu untuk direkap dan ditindaklanjuti
3. Pencatatan dan pelaporan insiden keselamatan pasien :

74
Setiap terjadi insiden keselamatan pasien unit langsung membuat laporan
insiden untuk dilaporkan kepada Komite PMKP , kemudian dilakukan Risk
Matriks Grading (RMG) oleh Subkomite Keselamatan Pasien dan dilakukan
pembahasan dengan Subkomite keselamatan pasien dan Manajemen.
B. Pelaporan
1. Laporan Pencapaian Indikator Mutu
Laporan evaluasi indikator mutu ditujukan kepada Komite PMKP melalui
penanggung jawab data indikator mutu sesuai dengan frekuensi pengukuran
yang telah ditetapkan (harian, bulanan, triwulan, semester atau tahunan).
Pengumpulan data dilakukan dengan mengacu pada profil indikator
mutu.dan dilakukan melalui sismadak dan email.
Analisa data dalam bentuk grafik (Run charts) dengan menilai beberapa
aspek yaitu:
1) Gambaran umum suatu proses
2) Trend dan shifts/perfeseran dalam proses
a. Shifts/pergeseran jika 8 titik atau lebih berturut-turut jatuh pada satu
sisi dari garis tengah
b. Trend jika 7 titik atau lebih berturut-turut bergerak kea rah yang sama
c. Zig zag jika 14 titik atau lebih turun naik. Zig zag menandakan suatu
ketidakkonsistenan.
3) Mengetahui variasi dari waktu ke waktu misalnya proses berjalan secara
normal namun tidak mencapai target atau kejadian yang terjadi di luar
proses sehingga menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan
4) Mengidentifikasi penurunan atau peningkatan proses dari waktu ke waktu
Hasil analisa indikator mutu bentuk run charts ini ditempel pada papan
visualisasi data mutu rumah sakit sebagai bentuk feedback dan pemberian
informasi kepada staf. Setelah dilakukan rekapitulasi dan analisa capaian
indikator mutu rumah sakit, Komite PMKP melaporkan kepada direktur
setiap tiga bulan.
Direktur melaporkan pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yang meliputi capaian dan analisisa indikator mutu area
klinis, area manajemen, sasaran keselamatan pasien, indikator mutu
nasional, dan capaian implementasi panduan praktek klinis serta penerapan
sasaran keselamatan pasien kepada representasi pemilik (Dewan
Pengawas setiap 3 bulan (triwulan).
Sistematika laporan program kerja:
1) Pendahuluan
2) Tujuan: Tujuan umum dan tujuan khusus

75
3) Sumber daya manusia
 Pola ketenagaan
 Kondisi saat ini
 Evaluas
4) Etika dan displin
5) Kinerja produktifitas
6) Fasilitas
7) Peningkatan mutu dan keselamatan pasien
8) Analisa hasil kegiatan
9) Permasalahan dan hambatan
10) Rencana tindak lanjut
11) Kesimpulan

2. Pendidikan dan Pelatihan


Pelaporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dilakukan setiap kali
selesai melakukan kegiatan.
Sistematika pelaporan pelatihan dan pelatihan
1) Pendahuluan
2) Pelaksanaan kegiatan
3) Hasil kegiatan
4) Rencana tindak lanjut
5) Materi pelatihan
6) Proses evaluasi
7) Hasil evaluasi
8) Penutup

3. Laporan Insiden Keselamatan Pasien


A. Alur pelaporan insiden ke Subkomite keselamatan pasien (Internal)
a. Apabila terjadi suatu insiden (KTD/KNC) di RS, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak/ akibat
yang tidak diharapkan. Setiap insiden keselamatan pasien yang
terjadi harus dilaporkan segera kepada Subkomite keselamatan
pasien dengan menggunakan pelaporan insiden yang ditetapkan dari
PERSI. Kejadian sentinel dilaporkan maksimal 24 jam sejak
kejadian, kejadian KTD maksimal 2 x 24 jam sejak kejadian, dan
KNC dilaporkan maksimal 7 x 24 jam.
b. Supervisor memilih insiden yang dikirim ke Subkomite keselamatan
pasien menjadi insiden klinis dan insiden non klinis. Insiden klinis
76
yaitu insiden yang berhubungan/ berdampak langsung pada asuhan
medis/ asuhan perawatan dan penunjang medis. Insiden non klinis
yaitu insiden yang berhubungan dengan unit pendukung/ sarana
prasarana (contoh; biaya, listrik, telpon, banjir, ambulance,
pendaftaran pasien, parker dll).
c. Untuk insiden klinis supervisor melakukan grading matriks terhadap
insiden yang dilaporkan.
d. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang
akan diikuti sebagai berikut:
1) Grade biru : investigasi sederhana oleh atasan langsung,
dilakukan analisa oleh unit sendiri dan hasilnya dilaporkan
kepada Subkomite keselamatan pasien waktu maksimal 1
minggu.
2) Grade hijau : investigasi sederhana / RCA oleh Komite RCAdan
hasilnya dilaporkan kepada Subkomite keselamatan pasiendalam
waktu 1 minggu – 2 minggu.
3) Grade kuning : investigasi komperhensif / analisa akar masalah /
RCA oleh Komite sesuai kasus yang terjadi, hasil dilaporkan
kepada Subkomite keselamatan pasien waktu maksimal 45 hari.
4) Grade merah : investigasi komperhensif / analisa akar masalah /
RCA oleh Komite sesuai kasus yang terjadi, hasil dilaporkan
kepada Subkomite keselamatan pasien waktu maksimal 45 hari.
Subkomite keselamatan pasien menerbitkan FTKP untuk analisa
masalah melalui RCA, dilakukan oleh Komite RCA sesuai insiden
yang terjadi.
e. Hasil RCA dilaporkan kepada unit terkait, pimpinan RS dan
Subkomite keselamatan pasien, rekomendasi dimintakan
persetujuan pada atasan terkait, bila sudah disetujui dilakukan
ujicoba.
f. Subkomite keselamatan pasien melakukan monitoring efektifeness
rencana perbaikan yang telah dilakdanakan. Bila hasil ujicoba
menunjukan adanya perbaikan, dilakukan penyusunan SPO untuk
panduan staf dalam implementasinya.
g. SPO disosialisasikan kepada staf terkait
h. Bila hasil belum menunjukan hasil perbaikan, dilakukan analisa
ulang, ditambah alur pelaporan insiden.

B. Alur pelaporan insiden kselamatan pasien eksternal

77
1. KNKP (Komite Nasional Keselamatan Pasien) Kemenkes RI
• Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah /
RCA yang terjadi pada pasien dan telah mendapatkan
rekomendasi dan solusi oleh Tim KPRS (internal)/ Pimpinan
RS dikirimkan ke KNKP dengan melakukan entry data (e –
reporting) melalui website resmi KNKP Kemenkes RI
:http://yankes.kemkes.go.id/
• Apabila terjadi kejadian sentinel, bukti laporan dikirimkan ke
KNKP Kemenkes RI paling lambat 2x24 jam
2. Pemilik / Dewan Pengawas
Laporan dan tindak lanjut insiden keselamatan pasien
dilaporkan ke Dewan Pengawas setiap 6 bulan sekali

78
BAB VII
PENUTUP

Pedoman Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien merupakan kegiatan


Peningkatan Mutu yang berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Buku
Pedoman PMKP akan direview secara berkala, paling lambat 3 tahun sekali. Program
ini membutuhkan kesepakatan dan komitmen bersama dari seluruh pihak di RSU
Ratih.
.

79

Anda mungkin juga menyukai