Anda di halaman 1dari 5

Nama : Umi Sholehatun Mubarokah

Nim : 121710045
Prodi : PPKn
Kelas : B Pagi
Semester : 6 (Enam)

1. Karena Pemerintah berperan dalam fungsinya sebagai pemungut pajak(fiscus) dan rakyat


dalam kedudukannya sebagai subjek pajak(wajib pajak). Oleh karena adanya hubungan
semacam itu maka hukum pajak dikategorikan sebagai hukum publik. Pungutan pajak
merupakan kebijakan pemerintah atau kebijakan publik. Setiap kebijakan publik yang
ditetapkan sebagai sebuah dokumen formal dan berlaku mengikat kehidupan bersama
maka pada saat itu pula kebijakan publik menjadi hukum. Dengan demikian, hukum
merupakan salah satu bentuk atau wujud dari kebijakan publik atau dengan istilah lain,
hukum merupakan bagian dari kebijakan publik.

2. Karena :

1) jangkauan pengaturan hukum pajak sangat luas, meliputi pemerintah daerah


kabupaten/kota (pajak daerah kabupaten/kota), pemerintah daerah provinsi (pajak
daerah provinsi), pemerintah pusat (pajak pusat), pajak bilateral (tax treaty), dan pajak
regional dan pajak internasional;

2) bahkan pengertian pajak dalam postur APBN adalah penerimaan perpajakan yang
meliputi penerimaan pajak pusat, penerimaan bea dan cukai, serta Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP);

3) hukum pajak secara langsung dapat digunakan sebagai instrumen politik


perekonomian suatu negara;

4) hukum pajak tidak saja bersifat administrasi, tetapi juga bersifat pengaturan (regulasi)
dan hitung-hitungan (akuntansi);

5) hukum pajak memiliki aturan dan istilah yang khusus;


6) hukum pajak mengatur sanksi lebih luas baik dalam jenis maupun objeknya.

3. Kedudukan Hukum Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH,. Hukum Pajak
mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut : Hukum Perdata yaitu
hukum yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Hukum
Publik meliputi, Hukum Tata Negara, Hukum Administratif, Hukum Pajak, dan Hukum
Pidana.

4. Di Indonesia, pajak merupakan sumber penerimaan utama negara, penerimaan pajak


terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun
menunjukkan peranan yang terus meningkat terhadap seluruh pendapatan negara. Salah
satu ciri dari pajak adalah pungutannya dilakukan negara bersifat memaksa. Lingkup
pembahasan pajak dalam kajian ini juga memperhatikan kewenangan pemerintah daerah
dalam memungut pajak karena berkaitan dengan tata kelola pemerintahan Indonesia yang
telah berubah menjadi desentralistik (otonomi daerah). Satu dan lain hal disebabkan
karena pajak baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, memiliki peranan
yang dominan terhadap penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pentingnya pajak bagi negara
(pemerintah pusat maupun daerah) sangat disadari karena peranan pajak dalam
menunjang APBN sebagai penerimaan negara maupun APBD sebagai penerimaan daerah
sangat dominan. Penerimaan tersebut semata dalam rangka untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Mukadimah UUD 1945 alinea keempat,
yaitu:“……untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat………dst”
5. Agar pungutan pajak tidak mencederai rasa keadilan masyarakat maka upaya pemaksaan
tersebut bersifat legal. Legalitas dimaksud adalah dengan menyandarkan pungutan pajak
melalui undang-undang. Tanpa undang-undang, pemungutan pajak tidak mengikat
masyarakat dan menjadi tidak sah. Oleh karena itu, walaupun pemungutan pajak itu
digunakan untuk keperluan rakyat, namun pemungutan pajak harus terlebih dahulu
disetujui oleh rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 UUD 1945 yang mengatur
dasar pemungutan pajak di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan manifestasi dari
negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berfalsafah Pancasila serta
menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara.

6. Seiring dengan perkembangan politik ketatanegaraan dan perekonomian Indonesia, dasar


pungutan pajak dalam UUD telah berubah di mana semula tercantum dalam Pasal 23 ayat
(2) yang berbunyi “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.”
Setelah amandemen ketiga UUD NKRI 1945 tanggal 9 November 2001 dinyatakan di
dalam Pasal 23A yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Terdapat perbedaan prinsip perubahan
pengaturan pajak dalam UUD NKRI 1945, yaitu semula “berdasarkan undang-undang”
setelah amandemen ketiga berubah menjadi “diatur dengan undang-undang”. Para pakar
hukum yang menganut aliran hukum positif, secara ekstrim menyatakan bahwa dengan
berubahnya aturan dasar pungutan pajak menjadi “diatur dengan undang-undang”, sesuai
amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai peraturan perundang-undangan
tertinggi di Indonesia maka segala pengaturan pajak yang mengikat publik tidak boleh
diatur selain dengan undang-undang.

7. Berdasarkan Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat


1, Pajak merupakan sebuah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Kontribusi wajib
tersebut tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara.
8. Menurut Teresa Ter-Minassian dalam buku “Fiscal Federalism in Theory and Practise”
menyatakan bahwa untuk menjaga ketertiban dalam pemungutan pajak, perlu dipenuhi
persyaratan administratif sebagai berikut:

1) Jumlah pajak yang dipungut dari masing-masing wajib pajak harus jelas dan pasti.

2) Wajib pajak harus dimungkinkan untuk menghitung sendiri jumlah pajak terutang,
kapan serta di mana harus membayar, dan melaporkannya kepada institusi yang
berwenang.

3) Pemerintah harus memberikan fasilitas yang sebaik-baiknya supaya wajib pajak


dapat dengan mudah, tanpa tambahan pengorbanan untuk memenuhi kewajiban
perpajakan kepada negara.

4) Biaya administrasi pajak harus diusahakan seminimal mungkin karena yang


diharapkan sebagai dana untuk membiayai pengeluaran negara adalah dari hasil
bersih.

5) Pemerintah harus diberi kekuasaan untuk memungut tunggakan pajak dengan


paksa, apabila diperlukan.

6) Demikian pula wajib pajak harus dijamin haknya untuk mengajukan upaya hukum
apabila dirasakan tidak adil terhadap beban pajak yang dipikul.

9. Hierarki perundang-undangan, yaitu terdiri atas:


1) Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 (UUD 1945);
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR);
3) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU);
4) Peraturan Pemerintah (PP);
5) Peraturan Presiden (Perpres);
6) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi;
7) Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota.
10. Asas pemungutan pajak menurut Adam Smith atau di kenal dengan Teori The Four
Maxims, yaitu sebagai berikut :
1) Equalty and equity
Orang berada dalam keadaan sama harus dikenakan pajak yang sama.
2) Certainty
Dalam membuat undang-undang perpajakan, peraturannya harus jelas, tegas dan
tidak mengandung arti ganda yang memberikan peluang penafsiran,
3) Convenience of payment
Pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu saat wajib pajak mempunyai
uang.
4) Economics of collection
Harus dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan pajak harus lebih kecil dari
uang pajak yang masuk.

Anda mungkin juga menyukai