Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan adalah terdiri dari Air Susu Ibu (ASI)

dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Makanan Pendamping ASI

adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau

anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI,

2006).

Makanan Pendamping ASI merupakan proses transisi dari asupan yang

semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga

dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari

refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan

memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang.

Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik

bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak.

Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk

pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada

periode ini (Ariani, 2008).

2.1.1. Jenis MP-ASI

Jenis MP-ASI yang dianjurkan yaitu:

a. Makanan lumat halus yaitu makanan yang dihancurkan dari tepung dan

tampak homogen (sama/rata). Contoh: bubur susu, bubur sumsum, biskuit

ditambah air panas, papaya saring.

Universitas Sumatera Utara


9

b. Makanan lumat yaitu makanan yang dihancurkan atau disaring tampak

kurang rata. Contoh: papaya dihaluskan dengan sendok, pisang dikerik

dengan sendok, nasi tim saring, bubur kacang hijau saring, kentang rebus.

c. Makanan lunak yaitu makanan yang dimasak dengan banyak air dan

tampak berair. Contoh: bubur nasi, bubur ayam, bubur kacang hijau.

d. Makanan padat yaitu makanan lunak yang tidak nampak air. Contoh:

lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit (Nadesul, 2001).

2.1.2. Syarat MP-ASI

Beberapa syarat MP-ASI yang baik yaitu:

a. Kaya energi, protein dan zat besi, vitamin A, vitamin C, kalsium dan

folat.

b. Bersih dan sehat, yaitu tidak mengandung kuman penyakit atau bahan

berbahaya lain. Tidak keras sehingga tidak menyebabkan bayi tersedak,

mudah dimakan oleh bayi, tidak terlalu asin atau terlalu pedas serta

disukai bayi.

c. Merupakan makanan lokal yang mudah didapat dengan harga terjangkau

serta mudah disiapkan (Ariani, 2008).

2.1.3. Pola Pemberian MP-ASI Menurut Umur

Pemberian MP-ASI baik jenis, porsi, dan frekuensinya tergantung dari usia

dan kemampuan bayi. Sulistyoningsih (2011) menjelaskan hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pemberian MP-ASI agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi dengan

baik yaitu:

Universitas Sumatera Utara


10

1. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian memberikan MP-ASI

2. Makanan padat atau MP-ASI pertama harus bertekstur sangat halus dan licin

3. Bubur nasi diberikan 3 kali sehari dengan porsi disesuaikan menurut umur. Bayi

usia 6 bulan sebanyak 6 sendok makan, bayi usia 7 bulan sebanyak 7 sendok

makan, bayi usia 8 bulan sebanyak 8 sendok makan, bayi usia 9 bulan sebanyak

9 sendok makan, bayi usia 10 bulan sebanyak 10 sendok makan, dan bayi usia 11

bulan sebanyak 11 sendok makan.

4. Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, berupa biskuit,

pisang, bubur kacang hijau, nagasari, ataupun sari buah manis yang disaring.

5. Bubur saring hanya boleh diberikan jika bayi telah tumbuh gigi, sedangkan

makanan yang dicincang diberikan setelah bayi pandai mengunyah.

6. Setiap kali makan perkenalkan satu jenis makanan apa saja dalam jumlah kecil.

Jika bayi alergi terhadap jenis makanan tertentu maka hentikan pemberian.

7. Tambahkan telur ayam/ikan/tahu/tempe/daging sapi/wortel/bayam/santan/minyak

pada MP-ASI

8. Memperkenalkan sayuran dan buah yang rendah serat seperti bayam, wortel,

tomat, jeruk, pisang, pepaya, alpukat, dan pir.

9. Makanan sebaiknya tidak dicampur karena bayi harus mempelajari perbedaan

tekstur dan rasa makanan.

10. Makanan padat jangan dimasukkan ke dalam botol susu atau membuat lubang

dot lebih besar sehingga mengesankan seperti bayi menyusu

11. Bayi dapat diajari makanan dan minum sendiri dengan sendok dan cangkir

12. Tetap berikan ASI sampai anak berusia 2 tahun.

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.4. Bahan Dasar MP-ASI

Pada umumnya bahan penyusun Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) bubur

bayi terbuat dari tepung terigu. Kandungan gizi pada tepung terigu menurut SNI 01-

3751-2006 (1991) adalah kadar air maksimal 14,5%, kadar abu 1,83%, kadar lemak

2,09%, protein 7% - 14,45%, pati 78,74%, karbohidrat 82,35% dan serat kasar

1,92%.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu sebagai bahan dasar

pembuatan MP-ASI bubur bayi maka diperlukan komoditi lain yang bisa dipakai

sebagai alternatif. Menurut SK Menkes (2007), MP-ASI bubuk instan terbuat dari

campuran beras. Untuk mengoptimalkan kandungan gizi pada bubur bayi sesuai

dengan SK Menkes (Tabel 2.1.), maka perlu ditambahkan bahan penyusun lain

seperti pisang yang merupakan salah satu dari tiga rasa yang disukai oleh bayi.

Pisang juga memiliki aroma khas yang harum dan mempunyai kandungan gizi

sangat baik, antara lain menyediakan energi dari karbohidrat cukup tinggi

dibandingkan buah-buahan lain. Pisang mengandung vitamin dan mineral seperti

vitamin C, B kompleks, B6, serotonin, kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium.

Pemanfaatan buah pisang selama ini belum optimal masih terbatas sebagai

buah konsumsi segar dan produk olahan tradisional baik dari buah masih mentah

maupun dari buah yang sudah masak. Hal ini perlu diantisipasi adalah lonjakan

produksi pada saat panen raya di sentra-sentra produksi pisang sedangkan serapan

pasar yang tidak berimbang menyebabkan banyaknya buah yang terbuang. Pisang

terutama yang sudah masak, dapat sebagai penyedia energi dalam makanan dan

minuman (Ardhianditto, 2013).

Universitas Sumatera Utara


12

Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani

dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, dan daging. Golongan nabati

terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian. Makanan tambahan yang baik

adalah makanan yang mengandung sejumah kalori atau energi (karbohidrat, protein,

dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk pertumbuhan dan energi bayi, disukai

oleh bayi, mudah disiapkan, dan harga terjangkau (Judarwanto, 2004).

Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi dalam 100 Gram MP-ASI Bubuk Instan
No Zat Gizi Satuan Kadar
1. Energi kkal 400 – 440
2. Protein (kualitas protein tidak g 15 – 22
kurang dari 70% kualitas kasein)
3. Lemak (kadar asam linoleat g 10 – 15
minimal 300 mg per 100 kkal atau
1,4 gram per 100 gram produk)
4. Karbohidrat:
- Gula (sukrosa) g maksimum 30
- Serat g maksimum 5
5. Vitamin A mcg 250 – 350
6. Vitamin D mcg 7 – 10
7. Vitamin E mg 4–6
8. Vitamin K mcg 7 – 10
9. Tiamin mg 0,3 – 0,4
10. Riboflavin mg 0,3 – 0,5
11. Niasin mg 2,5 – 4,0
12. Vitamin B12 mcg 0,3 – 0,6
13. Asam folat mcg 40 – 100
14. Vitamin B6 mg 0,4 – 0,7
15. Asam pantotenat mg 1,3 – 2,1
16. Vitamin C mg 27 – 35
17. Besi mg 5–8
18. Kalsium mg 200 – 400
19. Natrium mg 240 – 400
20. Seng mg 2,5 – 4,0
21. Iodium mcg 45 – 70
22. Fosfor mg perbandingan
Ca:P = 1,2 – 2,0
23. Selenium mcg 10 – 15
24. Air mg maksimal 4

Universitas Sumatera Utara


13

Sumber: SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007

2.2. Vitamin

Vitamin adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam

jumlah yang sedikit, dan dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk fungsi

metabolisme yang normal. Vitamin dapat larut dalam air dan lemak. Vitamin yang

larut lemak adalah A, D, E, dan K, dan yang larut dalam air adalah vitamin B

kompleks dan C (Dorland, 2006).

2.2.1. Kandungan Vitamin dalam MP-ASI

Kandungan vitamin dalam MP-ASI sesuai SK Menkes RI nomor

224/Menkes/SK/II/2007 tentang spesifikasi teknis MP-ASI bubuk instan untuk bayi

6-12 bulan dapat dilihat pada tabel 2.1 diantaranya:

a. Vitamin Larut Lemak

Vitamin larut lemak menurut SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007

yaitu vitamin A, D, E, dan K. Vitamin larut lemak mempunyai peranan faali tertentu

di dalam tubuh. Sebagian besar vitamin larut diabsorbsi bersama lipida lain. Absorbsi

membutuhkan cairan empedu dan pankreas. Vitamin larut lemak diangkut ke hati

melalui sistem limfe sebagai bagian dari lipoprotein, disimpan di berbagai jaringan

tubuh dan biasanya tidak dikeluarkan melalui urin (Almatsier, 2004).

b. Vitamin Larut Air

Vitamin larut air menurut SK Menkes RI nomor 224/Menkes/SK/II/2007

yaitu tiamin, riboflavin, niasin, vitamin B12, asam folat, vitamin B6, asam pantotenat

dan Vitamin C. Vitamin B-kompleks terdiri atas sepuluh faktor yang saling berkaitan

Universitas Sumatera Utara


14

fungsinya di dalam tubuh dan terdapat di dalam bahan makanan yang hampir sama

(Almatsier, 2004).

2.2.2. Metode Analisis Vitamin

Dalam persiapan analisis pangan perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara

lain berkaitan dengan pemilihan metode analisis, pengambilan sampel, dan langkah-

langkah analisis. Apabila persiapan analisis telah dilakukan dengan baik maka

pelaksanaan analisis diharapkan dapat berjalan dengan baik, sehingga hasil yang

diperoleh juga akan memuaskan.

Dalam memilih metode analisis, sedikitnya ada tiga hal yang harus diketahui,

yaitu pengetahuan dasar komposisi suatu bahan, tingkat ketelitian yang dikehendaki,

dan jumlah atau banyaknya sampel yang tersedia (Legowo, dkk, 2004).

Tabel 2.2 Metode Analisis Vitamin yang direkomendasikan AOAC (Associatin


of Official Agricultural Chemists) 2011
No. Jenis Vitamin Metode yang direkomendasikan
1. Vitamin A HPLC dan Colorimetry
2 . Vitamin D HPLC
3. Vitamin E HPLC dan Fluorimetry
4. Vitamin K HPLC
5. Thiamin HPLC dan Fluorimetry
6. Riboflavin HPLC dan Fluorimetry
7. Niacin HPLC
8. Asam Pantotenat HPLC
9. Piridoksin HPLC
10. Asam Folat HPLC
11. Vitamin C HPLC
Sumber: AOAC 2011

1. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Metode HPLC disebut juga KCKT (kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

merupakan salah satu metode pemisahan yang menggunakan fase diam yang

Universitas Sumatera Utara


15

ditempatkan dalam suatu kolom tertutup dan juga fase geraknya berupa pelarut yang

dialirkan dengan cepat ke dalam kolom dengan bantuan pompa/tekanan.

Komponen pokok yang terdapat dalam alat HPLC diantaranya adalah gradient

controller yang berfungsi untuk menampung fase gerak yang akan dialirkan ke dalam

kolom dengan pompa, pompa berfungsi untuk mendorong fase gerak masuk, injector

berfungsi untuk memasukkan sampel, kolom merupakan jantung dari sistem HPLC

karena di dalam kolomlah terjadi pemisahan komponen, detector untuk mendeteksi

komponen hasil pemisahan kolom, dan terakhir adalah data output fungsinya untuk

menampilkan hasil yang diperoleh.

Keuntungan dari metode HPLC adalah kerja lebih mudah dengan automatisasi

dalam prosedur analisis dan pengolahan, daya pisah yang tinggi, cepat, akurat, peka,

tepat, dan juga preparatif. Dapat juga digunakan untuk analisis sampel organik dan

anorganik, bersifat volatil dan non-volatil, stabil secara termal, serta pilihan fase diam

dan fase geraknya luas (LKBAL, 2007).

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat

dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa,

dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi

analitik dipakai pada tahap pemulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi

preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni dan campuran. Pemisahan

kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika

umum dari molekul.

Pemisahan dan permunian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan

menggunakan salah satu dari teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.

Universitas Sumatera Utara


16

Teknik kromatografi itu adalah Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis Tipis

(KLP), Kromatografi Gas Cair (KGC), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT/HPLC), dan Kromatografi cair kinerja ultra tinggi (UPLC) (Roy, dkk, 1991).

Metode UPLC adalah varian dari HPLC menggunakan kolom dengan ukuran

partikel <2 um (biasanya 1,8 um) yang menyediakan pemisahan secara signifikan

lebih baik daripada metode konvensional (5 um) kolom dan memungkinkan analisis

lebih cepat. UPLC dapat memisahkan senyawa dengan akurasi dan limit deteksi yang

lebih tinggi dibandingkan metode konvensional.

2. Kolorimetri

Kolorimetri adalah cara analisis yang didasarkan atas kesamaan warna sampel

dengan larutan standar menggunakan sinar polikromatis dengan pengamatan secara

visual (mata). Untuk mendapatkan kesamaan warna dapat digunakan metode deret

larutan standar, misalnya dengan cara Nessler dan Du-Boscq. Pengamatan secara

visual dengan mata dapat digantikan dengan metode fotolistrik yang didasarkan pada

hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa harga penyerapan sinar (absorbans)

oleh suatu larutan sebanding dengan konsentrasi dari tebalnya sel.

Secara umum kolorimetri terdiri dari kolorimetri visual dan kolorimetri

fotolistik. Kolorimetri visual biasanya digunakan tabung gelas tak berwarna yang

memiliki keseragaman ukuran yang disebut dengan tabung Nessler. Larutan sampel

yang akan ditentukan konsentrasinya dibuat dengan volume tertentu, kemudian warna

sampel dibandingkan dengan warna seri larutan standar. Sejumlah 50 atau 100 ml

larutan sampel dan standar dimasukkan ke dalam tabung nessler, kemudian warna

Universitas Sumatera Utara


17

larutan sampel dibandingkan dengan seri larutan standar yang sesuai dengan cara

melihat secara tegak lurus terhadap tabung.

Pemilihan prosedur kolorimetri untuk penetapan zat akan bergantung pada

pertimbangan sebagai berikut:

1. Metode kolorimetri seringkali akan memberikan hasil yang lebih tepat pada

konsentrasi rendah dibandingkan prosedur titrimetri ataupun gravimetrik. Selain

itu prosedur kolorimetri lebih sederhana dilakukan daripada prosedur titrimetri

ataupun gravimetrik.

2. Suatu metode kolorimetri seringkali dapat diterapkan pada kondisi-kondisi

dimana terdapat prosedur gravimetrik ataupun titrimetri yang memuaskan,

misalnya untuk zat-zat hanya hayati tertentu.

3. Prosedur kolorimetri mempunyai keunggulan untuk penetapan rutin dari

beberapa komponen dalam sejumlah contoh yang serupa dapat dilakukan dengan

cepat (Widyastomo, dkk, 2010).

3. Fluorimetri

Fluorimetri adalah metode analisa yang erat hubungannya denga

spektofotometri. Energi yang diserap oleh molekul untuk transisi elektronik ke level

energi yang lebih tinggi harus dilepaskan kembali pada waktu kembali ke level energi

terendah. Energi yang dilepaskan ini dapat berupa panas dan untuk beberapa molekul

tertentu sebagian dari energi yang diserap dipancarkan kembali berupa cahaya

(fluorensensi). Apabila terjadi transisi dari energi yang lebih tinggi ke energi yang

lebih rendah maka elektronik disebut fosforesensi.

Universitas Sumatera Utara


18

Perbedaan fluorensi dengan spektofotometri adalah kepekaan analisis pada

spektrofluorimetri dipertinggi dengan menaikkan intensitas cahaya, dan pada analisis

spektrofluorimetri lebih selektif dan sensitif. Kelebihan fluorimetri dalam analisis

kuantitatif adalah metode ini selektif dan tidak terjadi intervensi spektral, intervensi

ini bila timbul dapat diatasi dengan pemilihan panjang gelombang yang tepat baik

pada eksistensi maupun pemendarannya, dan juga metode ini sensitif (Paingan,

2007).

4. Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering

digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya

tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah

ultraviolet adalah 190-380 um, daerah cahaya tampak 380-780 um, daerah infra

merah dekat 780-3000 um, dan daerah inframerah 4000-250 cm-1 (Ditjen POM,

1995).

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat

terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat

mengakomodasi sedikit sekali puncak absorbs maksimum dan minimum, karena itu

identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan.

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis

kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometri terdapat senyawa yang mengasorbsi

radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter

kekuatan energi radiasi khas yang diarbsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang

Universitas Sumatera Utara


19

dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang

mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).

2.3. Pisang
Tjitrosoepomo (1988) di dalam buku sistematika tumbuhan mengelompokkan

tanaman pisang ke dalam kelompok divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae,

kelas monocotyledonae, bangsa scitaminae atau zingiberales, suku musaceae, marga

Musa, dan spesies Musa sp (Endra, 2006).

Pisang adalah tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Tanaman

pisang menyukai daerah alam terbuka yang cukup sinar matahari, cocok tumbuh di

dataran rendah sampai pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Pada

dasarnya tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang sejati.

Batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah-pelepah

yang mengelilingi poros lunak panjang. Batang pisang yang sebenarnya terdapat pada

bonggol yang tersembunyi di dalam tanah (Puspita, 2011).

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan

atas tiga macam, yaitu:

1. Pisang serat

Pisang serat adalah tanaman pisang yang tidak untuk diambil buahnya, tetapi

diambil seratnya. Serat pisang dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pakaian.

2. Pisang hias

Seperti halnya pisang serat, pisang hias juga tidak dimanfaatkan untuk diambil

buahnya. Jenis pisang ini memiliki morfologi daun yang indah sehingga cocok

dijadikan tanaman penghias halaman rumah atau pinggir jalan.

Universitas Sumatera Utara


20

3. Pisang buah

Pisang jenis ini sudah tidak asing lagi karena paling banyak dijumpai. Pisang

buah ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah dapat

dibedakan menjadi 4 golongan, diantaranya:

a. Golongan pertama adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah

masak, misalnya pisang susu, pisang barangan, pisang mas, dan pisang raja.

b. Golongan kedua adalah pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih

dahulu, misalnya pisang tanduk, pisang uli, pisang kapas, dan pisang

bangkahulu.

c. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak

maupun diolah telebih dahulu, misalnya pisang kepok, pisang raja, dan

pisang awak.

d. Golongan keempat adalah pisang yang dapat dikonsumsi sewaktu masih

mentah, misalnya pisang klutuk dan pisang batu yang sering dijadikan bahan

untuk membuat rujak (Supriyadi dan Suyanti, 2008).

2.3.1. Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak)

Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak

maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm

dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing-masing

terdiri 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih

kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat

berbunga adalah 5 bulan (Supriyadi dan Suyanti, 2008).

Universitas Sumatera Utara


21

Menurut data BPS (2009), Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan

salah satu provinsi yang banyak menghasilkan pisang, diantaranya adalah pisang

awak. Di Aceh pisang awak sering dimanfaatkan oleh ibu-ibu sebagai makanan untuk

bayinya, karena mereka beranggapan bahwa pemberian ASI saja tidak cukup untuk

mengenyangkan bayi. Terkadang karena bayi sering mengangis dianggap lapar dan

ibu juga menginginkan bayinya cepat gemuk. Biasanya bayi diberi pisang awak yang

dikerok maupun dilumutkan dan dicampur dengan nasi. Hal ini sudah dilakukan oleh

ibu-ibu di Aceh sejak bayi berumur tujuh hari dan pemberian pisang awak ini sudah

menjadi tradisi turun-temurun.

Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak

maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm

dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing-masing

terdiri11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih

kekunungan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat

berbunga adalah 5 bulan (Puspita, 2011).

Penggunaan pisang awak untuk makanan bayi di daerah Aceh sudah

merupakan hal yang umum, baik digunakan tersendiri maupun dicampur dengan

bubur/nasi tim yang dihaluskan. Keadaan ini ternyata juga dilakukan oleh sebagian

masyarakat di beberapa daerah di Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara

menemukan sebanyak 69,2 persen bayi pernah diberikan pisang awak sebagai MP-

ASI dan dari hasil penelitian di Desa Dewantara Kabupaten Aceh Utara ditemukan

Universitas Sumatera Utara


22

angka yang lebih tinggi yakni sebesar 83,3 persen bayi diberikan pisang awak

(Jumirah, dkk, 2011).

Tabel 2.3. Kandungan Vitamin dalam 100 Gram Pisang Awak Matang
No Vitamin Kandungan (Satuan)
1. Vitamin A 0,08 mg
2. Vitamin C 0,09 mg
3. Tiamin 0,0005 mg
4. Riboflavin 0,001 mg
5. Niasin 0,005 mg
6. Piridoksin 0,0058 mg
7. Asam folat 0,19 mg
8. Kobalamin 0
9. Asam pantotenat 0,0026 mg
Sumber: Penelitian Jumirah, dkk (2011)

2.4. Tepung Campuran Pisang Awak dengan Tepung Beras

2.4.1 Tepung Beras

Tepung beras merupakan tepung yang diperoleh dari hasil proses

penggilingan beras. Beras sendiri adalah bagian butir padi atau gabah yang telah

dipisah dari sekam. Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah

ditumbuk atau digiling sehingga bagian luarnya terlepas dari isinya. Beras secara

biologi merupakan bagian biji padi yang terdiri dari aleuron yang merupakan lapis

terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit, kemudian

endosperma yaitu tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan embrio

yang merupakan calon tanaman baru. Sebagaimana butir serealia lain, bagian terbesar

beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%) (Kusumartanti, 2010).

Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu.

Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua

fraksi utama dan amilopektin. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi

Universitas Sumatera Utara


23

menjadi empat bagian yaitu beras ketan (1-2%), beras beramilosa rendah (9-20%),

beras beramilosa sedang (20-25%) dan beras beramilosa tinggi (25-33%) (Winarno,

1997).

Proses pembuatan tepung beras dilakukan dengan cara:

1. Beras diayak atau ditampi untuk menghilangkan kotoran seperti kerikil,

sekam, dan gabah.

2. Beras dapat dicuci dahulu sampai bersih, kemudian direndam di dalam air

sekitar 2-3 jam.

3. Setelah itu beras ditiriskan dan dikeringkan sehingga dihasilkan beras lembab.

Selanjutnya beras lembab ini digiling sampai halus. Beras lembab ini lebih

mudah dihaluskan sehingga lebih cepat penggilingannya dan hemat energi.

4. Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan (Jumirah, dkk,

2011).

Tabel 2.4. Komposisi Vitamin dalam 100 Gram Tepung Beras


No. Jenis Vitamin Kandungan (Satuan)
1. Beta karoten 0
2. Tiamin 0,12 mg
3. Riboflavin 0
4. Niasin 0
5. Vitamin C 0
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (2009)

Universitas Sumatera Utara


24

2.4.2. Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras

Proses pembuatan tepung pisang awak dilakukan dengan cara berikut:

1. Pembuatan adonan pisang awak:

a. Pemilihan pisang awak matang

b. Mengambil bagian daging pisang (tanpa kulit dan biji) dengan pisau

stainless steel

c. Menghaluskan daging pisang dengan blender

d. Menimbang pisang yang telah dihaluskan sejumlah 100 gram

e. Menimbang tepung beras sebanyak 50 gram

f. Mencampurkan dan mengaduk campuran pisang yang telah dihaluskan

dan tepung beras sehingga terbentuk pasta yang homogen

2. Pengerikan adonan dengan tahapan:

a. Memindahakan pasta ke talam yang dialasi kertas roti, dengan cara

granulasi sederhana, buat merata dan tidak terlalu tebal agar mudah

dikeringkan

b. Masukkan ke oven, atur suhu sekitar 55oC sampai 60oC. Panaskan

hingga mengering (24 jam)

c. Timbang hasil pengeringan (setelah didinginkan hingga suhu kamar)

3. Penggilingan tepung pisang awak dengan blender, kemudian dilanjutkan

dengan pengayakan dengan ayakan 80 Mesh hingga diperoleh tepung

pisang awak yang halus.

4. Masukkan ke dalam wadah yang kering dan tertutup rapat (Jumirah, dkk,

2011).

Universitas Sumatera Utara


25

2.5. Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Menurut Proverawati (2009), angka kecukupan gizi adalah nilai yang

meunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat setiap hari bagi

hampir semua penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi

fisiologis seperti hamil dan menyusui.

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan adalah suatu kecukupan rata-

rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua populasi, menurut golongan umur, jenis

kelamin, ukuran tubuh, tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan

kegiatan sosial yang diharapkan (Hardiansyah dan Tampubolon, 2004).

2.5.1. Angka Kecukupan Gizi Bayi

Angka kebutuhan gizi bayi merupakan banyaknya zat-zat gizi yang secara

fisiologis dibutuhkan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi cukup.

Kecukupan gizi untuk bayi akan mendorong perkembangan bayi secara optimal, dan

sebaliknya jika jika kekurangan gizi akan menimbulkan berbagai risiko bagi

kesehatan bayi seperti hambatan pertumbuhan tulang, lemah otot, degeneratif otak

serta gangguan mental. Bayi di usia 0-6 bulan, sumber gizinya adalah Air Susu Ibu

(ASI) karena ASI mengandung gizi lengkap yang mencukupi standar kebutuhan gizi

bayi. Sementara bayi di usia lebih dari 6 bulan memerlukan asupan makanan

pendamping ASI sebagai tambahan sumber gizi bayi (Elvida, 2012).

Kebutuhan gizi bayi dan anak balita Indonesia dapat diketahui pada tabel

Angka Kecukupan Gizi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG, 2004).

Beberapa nilai kecukupan gizi anak usia 0-6 bulan sampai 7-9 tahun diantaranya

Universitas Sumatera Utara


26

mineral (kalsium, fosfor, besi, seng, iodium, selenium), sedangkan kadar kalium dan

natrium tidak tertera pada AKG menurut WNPG (2004).

Tabel 2.5. Angka Kecukupan Vitamin yang dianjurkan menurut WNPG


Vit. Vit. Vit. Vit. Tia- Ribofla Nia- Piri- Vit. Asam
Kelompok Vit.
A D E K min -vin sin doksin B12 folat
Umur C
(RE) (ug) (mg) (ug) (mg) (mg) (mg) (mg) (ug) (ug)
0-6 bulan 350 5 4 5 0,3 3 2,5 0,1 0,1 22 30
7-12 bulan 350 5 5 10 0,4 0,4 3,8 0,3 0,1 32 35
1-3 tahun 350 5 6 15 0,5 0,6 5,4 0,5 0,5 40 40
4-6 tahun 360 5 7 20 0,7 0,9 7,6 0,6 0,7 60 45
7-9 tahun 406 5 7 25 0,7 0,9 8,1 1 0,9 81 45
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai