Anda di halaman 1dari 5

Contoh Kasus

Lauren Walsh, wanita berusia 21 tahun menderita Obsessive Compulsive Disorder


(OCD). OCD menyerang mental dengan ciri-ciri selalu berpikir berulang-ulang dan melakukan
aktivitas yang juga dilakukan berulang-ulang. Kelainan ini membuat Lauren merasa menjadi
orang yang tidak normal.
Misalnya, dia selalu menghabiskan banyak waktu untuk mencuci tangan berjam-jam. Jika
dihitung-hitung, ia bisa menghabiskan 10 jam sehari di kamar mandi, seperti dikutip dari Daily
Mirror. Lauren juga selalu merasa takut karena dia berpikir setiap inchi tubuhnya dihinggapi
bakteri, sehingga dia harus mandi lagi dalam waktu lama untuk membersihkannya.
“Ini sampai ke titik saat saya harus mandi lima kali sehari, masing-masing berlangsung
dua jam,” ujar Lauren.
“Rasanya, ada begitu banyak hal, yang harus saya lakukan. Setiap menit dari bagian
tubuh saya harus dikontrol.” Penderitaan ini dialami Lauren sejak didiagnosis mengalami
gangguan OCD di usia 12 tahun. OCD yang diderita Lauren seperti menyebabkan suara di
kepalanya, yang dia sebut ‘iblis di bahu’. Kondisi ini seolah meyakinkan dia selalu dalam
keadaan kotor.
Lauren tahu itu tidak rasional, tapi dia tidak berdaya mengendalikan dirinya. Lauren
memaparkan bagaimana OCD mengendalikan hidupnya selama bertahun-tahun. Waktu itu,
ibunya, Linda merasa heran, dengan kebiasaan Lauren.
Lauren terus menerus mencuci tangan. Tidak hanya di rumah, bahkan juga di sekolah.
Penderitaan Lauren membuat dia sulit bersosialisasi dengan teman-teman sekolah. “Saya selalu
merasa tidak normal.” Banyak teman-teman sekolah yang kemudian menjuluki Lauren sebagai
orang aneh dan stres.
Di usia 10 tahun, Lauren pernah menangis tak terkendali karena dia merasa ada sesuatu
yang salah dengan dirinya. Tapi, waktu itu tidak ada kenapa dia merasa bersalah. Barulah ketika
berusia 12 tahun, penderitaan Lauren dikenali penyebabnya. Dia didiagnosis OCD. Saat
memasuki remaja, OCD menjadi semakin melumpuhkan mental Lauren. Kamar tidurnya penuh
dengan catatan karena Lauren merasa terdorong untuk terus menulis.
“Aku punya catatan untuk diingat kembali ketika saya berumur 12 tahun. Orang
beranggapan OCD adalah tentang mencuci tangan sedikit lebih lama dari biasanya dan kemudian
Anda melanjutkan aktivitas seperti orang lain. Tapi, ternyata tidak.” Lauren melanjutkan,
“Keluar dari tempat tidur memakan waktu 20 menit setiap pagi karena saya harus berbalik
sampai saya berada di sudut kanan. Jika tidak merasa benar, saya ulangi sampai hal itu benar.”
Setelah itu, dia akan memastikan tempat tidur selalu dalam keadaan sempurna tanpa ada kain
yang kusut. Dia harus mencuci sarung bantal setiap hari dan seprai setidaknya tiga kali
seminggu.
“Di kamar mandi aku menggunakan sabun yang berbeda dan lotion untuk bagian tubuh
yang berbeda, dimulai di bagian atas dan bekerja dengan cara ke bawah. Dibutuhkan waktu dua
jam setiap kali mandi,” kata Lauren. Untuk menggunakan toilet, dia harus menyekanya dulu
kemudian duduk dengan cara yang benar. Lalu, dia akan selalu merobek lembar pertama kertas
toilet karena takut telah tersentuh orang lain. Kemudian dia akan merobek tisu sebanyak 12
lembar untuk selanjutnya dilipat dengan cara tertentu sebelum dipakai. Untuk sekadar bangun
dari toilet pun, dia masih harus memutar sampai benar-benar merasa nyaman.
“Saya harus berjalan lurus sempurna dan setiap langkah harus merasa benar di kaki. Jika
tidak, saya harus mulai dari awal lagi. Jadi, saya akan berada di sana selama berjam-jam.”
Kondisi Lauren, mirip seperti yang dialami Sam Hancox, yang akhirnya meninggal akibat kasus
serupa. Sam mengalami dehidrasi dan infeksi kulit karena penyakit OCD selama 30 tahun.
Penyakit ini membuat Sam selalu mandi sampai 20 jam setiap hari karena, dia takut kuman.
“Kasus itu membuat saya marah, karena bisa saja terjadi pada saya,” ujar Lauren yang
sangat takut riwayat hidupnya akan berakhir tragis sama seperti Sam.

Analisis Kasus Berdasarkan Teori


Berdasarkan kasus diatas, Lauren Walsh mengalami gangguan Obsessive Compulsive Disorder
(OCD) yang membuatnya merasa tidak normal. Apabila ditinjau dari PPDGJ masalah yang
dialami Lauren Walsh masuk dalam Aksis I, karena perilaku yang di alami Lauren Walsh sudah
berulang–ulang sampai bertahun–tahun dan menimbulkan perasaan tidak normal terjadi pada
dirinya sehingga membuat diri Lauren selalu cemas karena munculnya perasaan– perasaan yang
menggagu kesehariannya. Hal tersebut dapat menajdi sumber penderitaan (distress) atau
menganggu terhadap aktivitas Lauren Walsh dalam sehari–hari.
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi seperti
yang dialami Lauren,dan kasus yang dialami Lauren tersebut dialami mulai dari umur 10 tahun
sampai umur 21 tahun sehingga menggangu aktivitasnya sampai dia di katakan sebagai orang
aneh dan stress oleh lingkungannya. Padahal penderita gangguan depresi sampai berulang–ulang
dijelaskan di PPDGJ III di dalam aksis 1 (F33.-) yang menunjukkan pikiran-pikiran obsesif
selama episode depresifnya.
Berdasarkan kasus yang dialami Lauren Walsh pada saat umur 10 tahun awal dia
mengalami gangguan OCD, apabila di lihat dari sudut pandang behaviourisme muncul respon
pada Lauren berupa dia merasa ada sesuatu yang salah terjadi pada dirinya padahal tidak ada
stimulus yang membuat diri Lauren muncul perasaan tersebut.
            Apabila kasus masalah yang di alami Lauren tersebut, akan di terapi
menggunakan pendekatan behaviourisme, di butuhkan beberapa teknik–teknik terapeutik, karena
yang dialami Lauren merupakan gangguan atau kesalahan yang sudah di alami sampai bertahun–
tahun, yang pertama klien atau Lauren dapat di terapi menggunakan teknik desensitisasi
sistematik. Karena dengan teknik desensitisasi sistematik dapat untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif seperti yang dialami klien perasaan pada dirinya yang merasa
belum bersih dan perlu untuk membersihkan secara berulang–ulang dan membutuhkan waktu
yang lama, dan dengan  desentifikasi sistematis dapat juga menyertakan pemunculan tingkah
laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu yaitu
perilaku OCD. Teknik desensitisasi juga mengarahkan kepada klien untuk menampilkan suatu
respons yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Analisis Kasus Berdasarkan Jurnal
Penggunaan terapi behavior pada pasien dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif
disorder (OCD) biasanya dipadukan dengan terapi kognitif. Karena perilaku maladaptif yang
muncul merupakan manifestasi dari pikiran-pikiran irasional individu tersebut. Gangguan obsesif
kompulsif muncul berdasarkan pengalaman masa lalu yang dialami individu pada situasi atau
kejadian tertentu, depresi, gangguan kecemasan, dan konflik.
Penelitian yang dilakukan oleh Rini Widiastuti (2014) menunjukkan gejala obsesif kompulsif
yang tampak dari individu adalah ia selalu menghitung kertas-kertas bekas coretan
matematika teman-temannya, berjalan di atas retakan jalan, bolak-balik memeriksa kunci
pintu. Hal itu disebabkan oleh pengalaman masa kecil individu yang dibesarkan oleh ibunya
karena orang tuanya bercerai. individu yang mengalami OCD bisa terobsesi oleh segala hal
dan ritual yang dilakukan tidak selalu secara logis berhubungan dengan rasa tidak nyaman
yang akan berkurang jika penderita menjalankan ritual tersebut. Sebagian besar individu
yang mengalami gagguan OCD menyadari bahwa obsesinya tidak mencerminkan resiko
yang nyata. Individu dengan gangguan obsesif kompulsif selalu ada dorongan untuk
melakukan aktifitas yang berulang-ulang.
            Penanganan pada gangguan OCD (kasus tokoh nikha dalam
novel sekotak kertas karya narnie january) yaitu: sesi pertama
subjek dipertemukan dengan terapis atau psikolog, dalam sesi
pertama ini individu menganggap psikolog sebagai orang asing yang
dalam pikirannya bisa mencelakakan dirinya. Sesi kedua individu mulai percaya kepada
psikolog, namun ketika disinggung tentang kertas-kertas yang bagi individu itu adalah
barang yang sangat penting yang orang lain tidak boleh mengganggunya terlihat reaksi
tubuh yang menolak permintaan psikolog tersebut dengan jantung berdetak lebih
kencang. Terapi yaitu dilakuakn yaitu dengan melatih pernafasan, latihan relaksasi dan
manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang menyebabkan
kecemasan, rasa takut atau stres muncul. Bantuan dari orang sekitar sangat dibutuhkan
ketika gangguan yang amat menyiksanya itu muncul, dalam ketakutan yang teramat sangat
menyiksanya usapan sayang, dekapan lembut akan menentramkan hatinya seperti yang
ditunjukkan oleh ayahnya. Peran ayah dalam proses terapi sangatlah penting karena ayah
selalu derada disisinya dan memberikan dukungan ketika proses terapi juga dalam
menghadapi hari-hari yang sangat sulit dan menyesakkan bagi hidupnya. Hingga pada
akhirnya individu banyak mengalami kemajuan dalam kecemasan yang dialami.
                Penelitian yang dilakukan oleh Mareta Anggraeni menunjukkan bahwakecenderungan
subjek yang menampilkan perilaku obsesif kompulsif dengan sering menimbang berat badan dan
tidak berusaha melawan pikiran untuk tidak menimbang badan, sering bercermin untuk
memastikan bentuk tubuhnya tidak berubah. Subjek juga merasa bersalah apabila makan
makanan yang menjadi pantangan atau halangan dalam diet. Perilaku obsesif kompulsif subjek
untuk diet karena dorongan dari orang tua dan pacar. Setelah menjalani diet yang cukup
menghasilkan hasil, subjek semakin semangat untuk menurunkan berat badannya. Subjek berdiet
terlalu ketat dan menyebabkan subjek sakit hingga masuk rumah sakit, tetapi subjek masih terus
melakukan dietnya. Saat menjalani diet subjek juga sempat mengalami gangguan makan bulimia,
tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena orang tua subjek mengetahuinya. Selain itu kuliah
subjek juga terbengkalai dikarenakan subjek hanya fokus terhadap dietnya. Sebelum diet subjek
sangat malas bahkan enggan untuk menimbang berat badannya karena berat badannya yang
berlebih. Setelah diet subjek sangat sering sekali menimbang berat badan, sebelum makan subjek
menimbang berat badan, sesudah makan subyek juga menimbang, bahkan sesudah buang air
besar subjek juga menimbang berat badan. Dalam sehari subjek lebih dari lima kali dalam
enimbang berat badan. Subjek juga lebih sering bercermin, subjek didepan cermin hanya untuk
melihat bentuk tubuhnya apakah ada perbedaan atau tidak, apakah sudah terlihat lebih kecil atau
malah lebih besar. Sebagai upaya untuk mendukung dietnya subjek juga melakukan berolahraga
fitness hampir setiap hari dan melebihi orang-orang biasanya. Setelah fitness subjek mengikuti
senam zumba. Jenis olahraga yang di ikuti subjek juga lebih dari satu macam dan dilakukan lima
kali dalam seminggu.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1969). Principles of Behavior Modification . New York.

Corey, G. (2013). Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT.


Refika           Aditama.

Kaplan, H., & Saddock, B. (2005). Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Latipun. (2008). Psikologi Konseling. Malang : UMM Press.

Lynn, S. J., & Garske, J. P. (1985). Contemporary Psychotherapies: Models and Methods. Ohio


Columbus: A Bell & Howell Company.

Maslim, R. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ III. DSM V. Jakarta: PT. Nur Jaya.

Saffer, J., & Galinsky, M. (1974). Models of Group Therapy and Sensitivity Training. Prentice-
Hall, Englewood Cliffs.
Sanyata, S. (2012). Teori dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik dalam Konseling. Jurnal Paradigma,
No. 14.

Skinner, B. (1971). Beyond Freedom and Dignity, Alfred A. Knopf. New York.

Stampfl, T. (1975). Implosive Therapy: Staring Down Your Nightmares. Psychology Today.

Sundberg, N. D., Winebarger, A. A., & Taplin, J. R. (2007). Psikologi Klinis . Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Widiastuti, R. (2014). Gangguan Obsesif Kompulsif Tokoh Nikha dalam Novel Sekotak Kertas Karya
Narnie January:. Sawerigading, Vol. 20, No. 3, 473-483.
Wolpe, J. (1958). Psychotherapy by Resiprocal Inhibition. Stanford California: Stanford University
Press.

Wolpe, J. (1969). The Practice of Behaviour Therapy. New York: Pergamon Press

Anda mungkin juga menyukai