Teori ini disebut dengan teori S-R. dalam teori S-R dikatakan bahwa dalam proses
belajar, pertama kali organisme (Hewan, Orang) belajar dengan cara coba salah (Trial
end error). Kalau organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung masalah, maka
organisme itu akan mengeluarkan serentakan tingkah laku dari kumpulan tingkah laku
yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu.
Berdasarkan pengalaman itulah, maka pada saat menghadapi masalah yang serupa,
organisme sudah tahu tingkah laku mana yang harus di keluarkannya untuk memecahkan
masalah. Ia mengasosiasikan suatu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu.
Seekor kucing misalnya, yang dimasukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak,
berjalan, meloncat, mencakar dan sebagainya sampai suatu saat secara kebetulan ia
menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu terbuka. Sejak itu, kucing
akan langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandang yang sama.
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edwar L.
Thorndike berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen ini
menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak berjeruji yang
dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang
menghubungkan pengungkit dengan gerendel tersebut. Peralatan ini ditata sedemikian
rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia di
depan sangkar tadi.
Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (teka-teki) itu merupakan situasi
stimulus yang merangsang kecil untuk bereaksi melepaskan diri dan memperoleh
makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut mengeong, mencakardan
berlari-larian, namun gagal membuka pintu untuk memperoleh makanan yang ada di
depannya. Akhirnya, entah bagaimana, secara kebetulan kucing itu berhasil menekan
pengungkit dan terbukalah pintu sangkar tersebut. Eksperimen puzzle box ini kemudian
terkenal dengan nama instrumental conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari
berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang
dikehendaki.
Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah tentu tidak
akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja dalam puzzle
box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan menampakkan gejala
belajar untuk keluar. Sehubung dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa motivasi
(seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.
Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box, merupakan efek positif atau
memuaskan yang dicapai oleh respon dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum
belajar yang disebutlaw of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang
memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan (mengganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula
hubungan stimulus dan respon tersebut.
Percobaan yang dilakukan berulang-ulang maka akan terlihat beberapa perubahan yaitu :
1. The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi
antara stimulus dan respon akan menjadi kuat bila sering digunakan. Dengan
kata lain bahwa hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi kuat
semata-mata karena adanya latihan.
2. The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau
koneksi antara stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada latihan.
Prinsip ini menunjukkan bahwa ulangan merupakan hak yang pertama dalam belajar.
Makin sering suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah bahan pelajaran tersebut
dalam diri siswa. Pada prakteknya tentu diperlukan berbagai variasi, bukan ulangan
sembarang ulangan. Dan pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat
menentukan hasil belajar.
1. Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan bila
organisme itu dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan
mengalami kepuasan.
2. Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau berperilaku,
dan organisme tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut , maka
organisme akan mengalami kekecewaan.
3. Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu
dipaksa untuk melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan
yang tidak memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep
penting dari teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan Transfer of
Training. Konsep ini menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang
harus dapat digunakan untuk hal lain di masa yang akan datang. Dalam konteks
pembelajaran konsep transfer of training merupakan hal yang sangat penting, sebab
seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan dipelajarai tidak akan bermakna.
Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus berguna dan dapat
dipergunakan di luar sekolah. Misalnya, anak belajar membaca, maka keterampilan
membaca dapat digunakan untuk membaca apapun di luar sekolah, walaupun di sekolah
tidak diajarkan bagaimana membaca koran, tapi karena huruf-huruf yang diajarkan di
sekolah sama dengan huruf yang ada dalam koran, maka keterampilan membaca di
sekolah dapat ditransfer untuk membaca koran, untuk membaca majalah, atau membaca
apapun.
1. Adanya motif pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
2. Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respon dalam rangka
memenuhi motif-motifnya.
3. Respon-respon yang dirasakan tidak sesuai dengan motifnya akan dihilangkan.
4. Akhirnya, seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Thorndike juga mengemukakan prinsip-prinsip belajar yaitu :
1. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang bagi dia termasukbaru,
berbagai ragam respon maka akan ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya
berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang benar.
2. Apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan,
sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya turut menentukan
tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
3. Pada diri seseorang sebenarnya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau tidak penting hingga
akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
4. Orang cenderung memberikan respon yang sama terhada psituasi yang sama.
5. Orang cenderung menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi
tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut
mempunyai hubungan.
George Boeree, Sejarah Psikologi, (Cet. I; Jakatra: Prima Shopie, 2005), h. 390
Ali Imran. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Pustaka Jaya. 1996. Hal : 8-9
Meninggal 25 September
1958 (umur 80)
New York
Karier ilmiah
Bidang Psikologi
Pembimbing J. R. Angell[1]
doktoral
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie lahir di Lincoln Nebrazka
tanggal 9 januari pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959 . setelah SMA
kemudian meneruskan studinya ke universitas Nebraska dan lulus dengan sarjana
matematika dan kemudian mengajar matematika di beberapa sekolah menengah
sambil memperdalam filsafat di Universitas Pennsylvania dan lulus sebagai doktor.
Kemudian menjadi instruktur filsafat di Universitas Washington. Setelah lima tahun ia
pindah ke Departemen Psikologi sampai karirnya berakhir. Guthrie adalah profesor
psikologi di University of Washington dari tahun 1914 sampai pensiun pada tahun
1952. Gaya tulisan Gutrie lebih mudah untuk dipelajari karena penuh humor, dan
menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya supaya mudah
dipahami oleh mahasiswanya. Bersama dengan Horton ia melakukan satu percobaan
yang tekait dengan teori belajarnya.[4]
Pada usia 33 tahun Guthrie pemenang nobel yang diberikan asosiasi psikologi Amerika
dalam kontribusi terakhir. Karya dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang
dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952.
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Behaviorisme merupakan salah satu
aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek-aspek mental, yang dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dalam konsep Behavioral, perilaku manusia
merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar.[2]
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of
Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant
Learning; (6) The Elimination of Responses.
Teori behaviorisme sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati.
Teori-teori dalam rumpun ini sangat bersifat molekular, karena memandang kehidupan
individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul.[3]
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-
hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah
akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan
ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belakangan, teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena
menurut mereka seluruh perilaku manusia kecuali instink adalah hasil belajar. Belajar
artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme
tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh
faktor-faktor lingkungan. Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (Homo
Mechanicus).
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie dan Horton (1946) secara
cermat mengamati sekitar delapan ratus kali tidak melepaskan diri dari kotak teka-teki
yang dilakukan oleh kucing yang kemudian observasi ini dilaporan dalam sebuah buk
yang berjudul cats in a Puzzle Box. Kotak yang ereka pakai sama dengan yang dipakai
Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton menggunakan banyak
kucing sebaai subyek percobaan, akan tetapi mereka melihat kucing kelar dari kotak
dengan cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda.[5]
Dari percobaan diatas respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon
yang dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak. Karena respon ini cenderung
diulang lagi saat kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ia
dinamakan stereotyped behavior (perilaku strereotip).
Guhtrie dan Horton mengamati bahwa seringkali hewan, setelah bebas dari kotak akan
mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu mengabaikan obyek
yang disebut penguatan tersebut, kucing dapat keluar dari kotak dengan lancar ketika
diwaktu yang lain ia dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie
memperkuat pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang
mencegah terjadinya unlearning. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian
yang diikuti dengan respons yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang
menstimulasi dan karenanya mempertahankan respons di dalam kondisi yang
menstimulasi sebelumnya.[6]
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Azas belajar Guthrie yang utama
adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan,
pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama.[7] Hukum
kontiguiti adalah satu prinsip asosionisme yaitu respon atas suatu situasi cendrung
diulang, bilamana individu menghadapi suatu yang sama. Kunci teori guthrie terletak
pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran.
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan
jalan mencegah perolehan respon yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam
kegiatan belajar peserta didik perlu sering diberi stimulus agar hubungan stimulus dan
respon bersifat lebih kuat dan menetap dan karena itu pula diperlukan pemberian
stimulus yang sering agar hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu
respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon tersebut
berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan
oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan
bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan
menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model
kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie
berlebihan.
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman
yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari.
Hukuman yang diberikan dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan
ideologi yang ada dalam diri siswa.
Meskipun menurut sekolah hukuman itu tidak edukatif dan tidak efektif, bisa saja
menurut sekolah yang lain sangat efektif. Hal ini disebabkan oleh asusmi ideologis yang
diyakini di kalangan siswa. Contoh jenis hukuman di pondok pesantren tidak sesuai jika
diterapkan di sekolah formal yang jauh dari budaya pondok pesantren.[8]
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit ditinggalkan. Hal ini
dapat terjadi karena perbuatan merokok tidak hanya berhubungan dengan satu macam
stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan stimulus lain seperti
minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin tampak gagah, dan lain-lain.
Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu
mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang anak perempuan yang
setiap kali pulang dari sekolah, selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai.
Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topik dipakai kembali oleh anaknya, lalu
kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil menggantungkan topi dan bajunya di
tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respons menggantung
topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah. Meskipun
demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak dominan dalam teori-teori tingkah laku.
Terutama setelah Skinner makin mempopulerkan ide tentang penguatan
(reinforcement).
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun
ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie yaitu:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan
buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si
terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang
diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat
negatif tidak sama dengan hukuman.
Ketidak samaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar
respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin
kuat.
Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika siswa
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respon.
Efektifitas hukuman ditentukan oleh apa penyebab apa penyebab tindakan yang
dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja dengan baik bukan
kerena rasa sakit yang dialami oleh individu yang terhukum, akan tetapi karena
hukuman mengubah cara indiviu merespons stimuli yang sama. Hukuman dikatakan
berhasil ketika hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena
hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel dengan perilaku yang dihukum.
Dan hukuman dikatakan gagal apabila perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras
dengan perilaku yang dihukum.[9]
Karena pandangan Guthrie tentang asosiasi tergantung pada stimulus dan respon,
peran penguatan memiliki interpretasi unik. Guthrie percaya pada pembelajaran satu
kali mencoba, dengan kata lain kedekatan hubungan antara elemen-elemen stimulus
dan respon langsung menghasilkan ikatan asosiatif penuh.[10]
Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu
pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu
kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa
pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan
retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses
belajar baru.
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu
berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai
dengan stimuli jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada
mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda,
anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana
anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan
yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.
Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan
diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis
sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan
dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya
hukum belajar adalah hokum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian
terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.[12]
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat
dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit
tingkah laku ini merupakan reaksi atau respons dari perangsang atau stimulus
sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian
menimbulkan response bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya
sehingga merupakan deretan-deretan unit tingkah laku yang terus-menerus. Jadi pada
proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit tingkah
laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan atau latihan yang berkali-kali
memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit
tingkah laku yang berikutnya.
Sebagai penjelasan dari percobaan Pavlov sebagai berikut: Pada mulanya anjing
percobaan keluar air liur ketika disodorkan makanan. Setelah berkali-kali sambil
menyodorkan makanan dilakukan juga menyorotkan sinar merah kepada anjing itu;
pada suatu ketika hanya dengan menyorotkan sinar merah, anjing itu keluar juga air
liurnya. Jadi, dalam hal ini terjadi asosiasi yang makin kuat antara sinar merah
(stimulus) dengan keluarnya air liur (respons). Yang penting pula diperhatikan dalam
percobaan itu ialah; dapat diubahnya suatu stimulus (unit) tertentu dengan stimulus
yang lain. Karena itu, menurut Guthrie untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang
tidak baik, harus dilihat dalam rentetan deretan unit-unit tingkah lakunya, kemudian kita
usahakan untuk menghilangkan unit yang tidak baik itu atau menggantinya dengan
yang lain yang seharusnya.
Berikut ini sebuah contoh sebagai penjelasan. Seorang ibu datang menanyakan kepada
Guthrie, bahwa anak perempuannya setiap pulang dari sekolah selalu melemparkan tas
dan pakaiannya ke sudut kamarnya, kemudian ganti pakaian dan terus makan tanpa
meletakkan tas dan pakaiannya pada gantungan yang telah tersedia untuk itu.
Teguran-teguran ibu untuk menggantungkan tas dan pakaian pada tempatnya, hanya
berlaku satu atau dua, hari saja, sesudah itu kebiasaan yang buruk berulang lagi.
Bagaimana cara memperbaiki kebiasaan buruk pada anak tersebut?
Teguran ibu jangan hanya menyuruh menggantungkan tas dan pakaiannya sesudah
anak itu makan, akan tetapi anak tersebut harus disuruh memakai pakaian itu lagi dan
menyandang tasnya dan kemudian anak itu masuk ke rumah lagi terus
menggantungkan tasnya dan pakaiannya, berganti pakaian, dan selanjutnya makan.
Jadi, proses berlangsungnya unit-unit tingkah
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie lebih menekankan pada
hubungan antara stimulus dan respons, dan beranggapan bahwa setiap respons yang
didahului atau dibarengi suatu stimulus atau gabungan dari beberapa stimulus akan
timbul lagi bila stimulus tersebut diulang lagi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu
stimulus tertentu akan menimbulkan respons tertentu. Suatu respons hanya terbina
oleh satu kali percobaan saja, oleh karena itu pengulangan atau repetisi tidak
memperkuat hubungan stimulus respons. Namun demikian, Guthrie menekankan pada
pentingnya pengulangan atau drill. Pengulangan tersebut bukan dimaksudkan untuk
memperkuat hubungan, tetapi untuk membina atau memasangkan stimulus yang cocok
dengan respons yang diharapkan. Guthrie memulai proses pendidikannya dengan
memaparkan tujuan-tujuannya serta dengan mengemukakan respons-respons apa
yang perlu dibuat terhadap rangsangan tertentu. Kemudian dia akan menciptakan
lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa sehingga respons yang diinginkan
dihasilkan sesuai dengan rangsangan yang ada. Motivasi bagi Guthrie bahkan lebih
tidak penting lagi sebagaimana yang dianggap penting oleh Thorndike. Apa yang
diperlukan dalam proses belajar hanyalah agar siswa memberikan respons yang tepat
ketika hadir suatu rangsangan.
Latihan dianggap penting sekiranya hal ini menyebabkan lebih banyak terjadinya
rangsangan yang menghasilkan perilaku yang diinginkan. Karena setiap pengalaman
sifatnya unik, maka siswa harus mempelajarinya berulang-ulang. Tidak ada jaminan
bahwa siswa yang sudab belajan dua tambah dua sama dengan empat (2 + 2 = 4) di
papan tulis akan menjawab sama ketika ia telah duduk di bangkunya. Dengan demikian
siswa tidak hanya diharuskan belajar bahwa dua balok tambah dua balok sama dengan
empat balok, tetapi mereka harus juga membuat pertambahan yang baru dengan
menggunakan benda-benda lain, seperti apel, buku, kucing, dll.
Lebih jauh lagi hukuman harus menyebabkan timbulnya perilaku yang bertentangan
dengan perilaku menyimpang tadi. Jika misalnya siswa yang sedang membuat
kegaduhan di kelas dihukum dengan cara diteriaki oleh guru, tetapi reaksinya malah
membuat kegaduhan yang lebih besar, maka hukuman itu malah akan menguatkan
perilaku yang sedang dilakukannya.
Ketiga metode di atas menurut Guthrie efektif karena disajikan suatu petunjuk tindakan
yang tidak diinginkan dan berusaha mempengaruhi agar tindakan itu tidak dilakukan,
karena ada stimuli utuk perilaku lain yang terjadi dan membuat respons yang buruk
menjadi tersingkirkan.
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Seperti halnya Thorndike, Guthrie
menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan
respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang
akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang
akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan
adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk
menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik,
seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2
ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku.
Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimuli (di
dalam atau di luar kelas).
J. Praktik latihan
Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Yang menggantikan kekuatan dalam
teori Guthrie, Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika
satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya
respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut
Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat
dijelaskan dengan hukum belajaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago:
Rand Mc. Nally] Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:
CV. Rajawali Moll, L. C.
Surya, Mohamad Teori-teori konseling, Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy, 2003.
B.R Hergenhahn dan Mattew H. Olson, Theories of Learning, Jakarta: Prenada Media
Group, 2010.
Gredler, Bell. E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali, 1991.
F Brennan, James sejarah dan system psikologi, Jakarta: PT Raja Grafindo persada,
2006.
[1] Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago:
Rand Mc. Nally] Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:
CV. Rajawali Moll, L. C.
[2] Mohamad Surya, Teori-teori konseling, (Bandung: CV Pustaka Bani Quraisy,
2003),hal. 22
[3] Nana Syaodih sukmadinata, Landasan psikologi dalam proses pendidikan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),hal. 168
[4] B.R Hergenhahn dan Mattew H. Olson, Theories of Learning, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2010), hal. 225
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Bell Gredler, E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan.( Jakarta: CV. Rajawali, 1991)
hal.109
[8] M. Saekhan Muchith, M. Pd, Pembelajaran Kontekstual. (Semarang: RaSAIL Media
Group). Hlm, 53-54
[9] Opcit, BR. Hergenhahn, hal. 238
[10] James F Brennan, sejarah dan system psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo
persada, 2006),hal. 369
[11] Opcit, BR. Hergenhahn, hal. 241
[12] Ibid
[13] Opcit, Theory Of Learning, hal.65
TEORI B.F SKINER
Sejarah Hidup Burrhus Frederic Skinner Burrhus Frederic Skinner (B.F. Skinner) lahir di
Susquehanna, Pennsylvania, pada tanggal 20 Maret 1904. Ia merupakan anak pertama dari
pasangan William Skinner dan Grace Mange Burrhus Skinner. Ayahnya adalah seorang
pengacara dan seorang politisi, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Skinner
tumbuh dalam suasana dan lingkungan yang nyaman, bahagia, dan dengan derajat ekonomi
keluarga menengah ke atas. Orang tuanya menerapkan nilai-nilai kesederhanaan, kebaktian,
kejujuran, dan kerja keras dalam menjalani kehidupan. Keluarga skinner adalah orang-orang
gereja, namun Skinner pernah hampir kehilangan kepercayaan terhadap agama ketika masih
duduk di bangku sekolah menengah. dan kemudian ia tidak menjalankan atau mengikuti agama
apapun.1 Ketika berusia 2 setengah tahun, adiknya, Edward yang biasa disapa Ebbie lahir.
Skinner merasa bahwa adiknya lebih disayang oleh kedua orang tuanya. Namun, ia tidak
merasa kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Pada tahun pertama Skinner di
perguruan tinggi, adiknya, Ebbie meninggal dunia. Sejak saat itu kedua orang tuanya menjadi
progresif dan sulit memberikan izin kepada Skinner untuk bepergian. Mereka menginginkan
Skinner menjadi anak rumahan “The Family Boy” saja. Dengan sungguh-sungguh kedua orang
tuanya sukses menjalankan kewajiban dengan menjaga kestabilan keuangan Skinner, bahkan
hingga ia menjadi seorang psikologi terkemuka di Amerika. Pada tahun pertama, Skinner
tertarik untuk menjadi seorang penulis profesional, dengan tujuan atau cita-citanya
mempublikasikan Walden Two ketika ia mulai berusia 40 tahun. Ketika Skinner tamat dari
sekolah menengah, keluarganya pindah ke Scranton, Pennsylvania. Dan hampir dengan seketika
Skinner masuk ke Peguruan Tinggi Hamilton, sebuah sekolah kesenian liberal di Clinton, New
York. Setelah mendapatkan gelar sarjana muda di Inggris, Skinner menyadari ambisinya untuk
menjadi seorang penulis yang kreatif. Skinner memberi tahu ayahnya bahwa ia berkeinginan
untuk menghabiskan waktu satu tahun dengan tanpa bekerja di rumah kecuali menulis. Dengan
alasan akan kebutuhan untuk membangun/membentuk kehidupan, ayahnya (William Skinner)
dengan terpaksa mendukung skinner selama satu tahun ini, dengan kondisi atau alternatif
skinner akan mendapatkan pekerjaan yang lain jika karir menulisnya tidak sukses. Namun,
datang sebuah surat pemberi harapan dari Robert Frost, dengan suratya ia memberikan
harapan kepada Skinner untuk menjadi seorang penulis karena ia telah membaca tulisan-tulisan
Skinner.2 Skinner pun kembali ke rumah orang tuanya di Scranton, belajar di loteng dan mulai
menulis dari pagi hari. Namun, usahanya tidak produktif karena ia malah tidak memiliki ide
untuk disampaikan dan dituangkan dalam tulisantulisannya. Hingga satu tahun itu disebut
sebagai “Tahun Kegelapan” bagi Skinner. Tahun kegelapan tersebut memberikan gambarana
akan kuatnya kebimbangan identitas hidup Skinner, dan ini bukanlah kirisis identitas yang
terakhir bagi Skinner. Di akhir tahun kegelapannya yang berlangsung selama 18 bulan, Skinner
dihadapi dengan permintaan untuk mencari pekerjaan baru. Psikologi pun memberinya isyarat.
Setelah membaca beberapa karya Watson dan Pavlov, ia memutuskan untuk menjadi seorang
behavioris. Ia pun tidak pernah ragu terhadap keputusannya tersebut dan dengan kesungguhan
hati menerjunkan dirinya ke dalam behaviorisme radikal. Meskipun Skinner tidak pernah
mengambil pendidikan sarjana psikologi, Harvard menerimanya sebagai mahasiswa lulusan
psikologi. Setelah mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1931, Skinner menerima beasiswa dari
Dewan Penelitian Nasional untuk melanjutkan penelitian laboratoriumnya di Harvard. Skinner
pun menjadi pecaya diri dengan identitasnya sebagai seorang behavioris. Ia juga membuat garis
besar cita-cita/tujuannya dalam 30 tahun ke depan. Dalam rencananya, Skinner juga terus
mengingatkan dirinya untuk benar-benar taat dan sungguh-sungguh dalam mendalami
metodologi behavioristik. Di tahun 1960, Skinner telah berhasil mewujudkan fase terpenting
dalam rencananya.3 Pada tahun, 1936, Skinner mulai mendapatkan posisi atau kedudukan pada
pengajaran dan penelitian di Universitas Minnesota. Sesaat setelah pindah ke Minneapolis, ia
memiliki seorang kekasih dengan masa pacaran yang pendek dan tidak menentu. Hingga ia
kemudian menikah dengan Yvonne Blue. Skinner mempunyai 2 orang anak, yaitu Julie yang
lahir pada tahun 1938 dan Deborah (Debbie) yang lahir pada tahun 1944. Dalam tahun-
tahunnya di Minnesota, Skinner menerbitkan buku pertamanya yang berjudul The Behavior of
Organisms (1938). Di usiannya yang ke-40 tahun, Skinner masih bergantung kepada bantuan
keuangan dari ayahnya untuk berjuang dalam ketidak berhasilannya menulis buku mengenai
perilaku lisan (Behavior Verbal). Karena ia tidak sepenuhnya terlepas dari “Tahun Kegelapan”
dalam 20 tahun pertama. Meski Skinner menjadi sukses dan menjadi seorang behavioris
terkemuka, ia lamban dalam mengatur dan menghasilkan keuangannya sendiri. Dengan model
kekanak-kanakan, ia mengijinkan orang tuanya untuk membayar mobil, liburan, pendidikan
anakanaknya di sekolah, bahkan rumah untuk keluarganya.4 Ketika Skinner masih menuntut
ilmu di Universitas Minnesota, ayahnya memberikan penawaran kepada Skinner, bahwa ia akan
membayar gaji sekolah musim panasnya jika ia terlebih dahulu mengajar selama musim panas
dan membawa istri serta kedua anaknya ke Scranton. Skinner pun menerima tawaran dari
ayahnya untuk pindah ke Scranton serta untuk kembali menulis. Namun, buku yang ia tulis
masih belum dapat diselesaikan juga hingga beberapa tahun mendatang. Pada tahun 1945,
Skinner meninggalkan Minnesota untuk mengetuai/mengepalai sebuah Departemen Psikologi
di Universitas Indiana, sebuah pilihan yang menjadikannya lebih frustasi karena tugas-tugas
administifnya menjemukan, ditambah Skinner belum merasakan pengetahuan dan pengalaman
akan psikologi itu sendiri. Namun, istrinya memiliki perasaan atau anggapan yang bertentangan
dengan Skinner. Ia beranggapan bahwa meskipun begitu, krisis pribadi Skinner akan segera
berkahir dan karir profesionalnya pun akan datang.
Banyak teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang
ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak
sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku
(behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan oleh psikolog Rusia Ivan Pavlov
(tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian
klasik (classical conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan
oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan
Gestalt. Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.
Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru
tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh
baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
PEMBAHASAN
Pengertian Belajar
Morgan, dkk (1984) memberikan definisi mengenai belajar “ Learning can be defined as
any relatively permanent change in behavior which occurs as a result of practice or
experience”. Hal yang muncul dalam definisi adalah perubahan perilaku atau
performance itu relative permanent.. Di samping itu juga dikemukakan bahwa
perubahan prilaku itu sebagai akibat belajr dari latihan (practice) atau karena
pengalaman (experience). Pada pengertian latihan dibutuhkan usaha dari individu yang
bersangkutan, sedangkan dari pengertian pengalaman usaha tersebut tidak tentu
diperlukan. Ini mengandung arti bahwa dengan pengalaman seseorang atau individu
dapat berubah perilakunya, disamping perubahan itu dapat disebabkan oleh karena
latihan.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar secara sederhana
dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi
dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi itu harus secara relative bersifat
menetap (permanent) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak
(immediate behavior) tetapi juga pada prilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang
(potential behavior. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa perubahan-
perubahan tersebut terjadi kareana pengalaman.
Teori behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses
yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Teori belajar behavioristik yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik memandang individu hanya dari sisi jasmaniah, dan mengabaikan
aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya
kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar
semata-mata melatih siswa sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu. Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1)
Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3)
Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in
Operant Learning; (6) The Elimination of Responses. Kaum behavioris menjelaskan
bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan
punishment menjadi stimulus untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan
respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
dalam hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik juga kurang dapat
menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki
pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa
dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas
sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya
stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya
pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen,
tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses
pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target
tertentu, sehingga menjadikan siswa tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Demikian halnya dalam pembelajaran, siswa
dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari
pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus
dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur
hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Eksperimen Skinner
Tingkah laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu.
Tingkah laku ini terletak di antara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya
(antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal ini dapat dilukiskan
sebagai berikut:
Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah antecedent,
konsekuensi, atau kedua-duanya. Menurut Skinner, konsekuensi itu sangat
menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat lain di
waktu yang akan datang.
a) Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang
akan dibentuk.
Kalau dapat diidentifikasikan hadiah-hadiah (tidak harus berupa barang) bagi masing-
masing aspek tingkah laku tersebut, yaitu aspek 1 sampai dengan 7, maka akan dapat
dilakukan pembentukan kebiasaan tersebut.
Respon
Tingkah laku adalah hubungan antara perangsang dan respon. Tingkah laku terjadi
apabila ada stimulus khusus. Skinner berpendapat, pribadi seseorang terbentuk dari
akibat respon terhadap lingkungannya, untuk itu hal yang paling penting untuk
membentuk sebuah kepribadian adalah adanya penghargaan dan hukuman.
Penghargaan akan diberikan untuk respon yang diharapkan sedangkan hukuman untuk
respon yang salah. Pendapat skinner ini memusatkan hubungan antara tingkah laku
dan konsekuen. Contoh, jika tingkah laku individu segera diikuti oleh tingkah laku
menyenangkan, individu akan menggunakan tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Pola-pola respon
Apabila reinforcement didasarkan pada prinsip interval tetap, dapat diduga pola respon
yang bakal muncul. Tetapi dengan menggunakan prinsip interval bervariasi, pola
respon yang muncul akan berbeda.
Mengendalikan konsekuensi
Konsekuensi yang timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan dan
atau pun tidak menyenangkan bagi yang bersangkutan. Ada dua hal yang perlu
disinggung sehubungan dengan pengendalian konsekuensi, yaitu:
Reinforcement
Dalam pergaulan sehari-hari, reinforcement kurang lebih berarti “hadiah”. Dalam dunia
psikologi, reinforcement adalah konsekuensi yang memperkuat tingkah laku. Setiap
konsekuensi itu adalah pemberi reinforcement (reinforcer) kalau dia memperkuat
tingkah laku berikutnya. Tingkah laku-tingakah laku yang diikuti dengan reinforcement
akan diulang-ulang di waktu yang akan datang.
Reinforcement positif
Reinforcement negative
Hukuman
– Presentation punishment
– Removal punishment
Terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau diberikan, artinya menghilangkan
sesuatu yang menyenangkan atau diinginkan. Misalnya anak-anak tidak diperkenankan
nonton tv selama seminggu sehingga lalu tidak mau belajar.
Penerapan reinforcement
Apabila seseorang belajar sesuatu yangbaru, akan lebih cepat kalau setiap responnya
yang benar diberi reinforcement. Praktek seperti ini disebut reinforcement
berkesinambungan. Tetapi sekali respon ini dikuasai, lebih baik diberikan reinforcement
berselang-seling, yaitu seringkali memberikan reinforcement tetapi tidak setiap kali,
dengan alasan:
Memberikan reinforcement kepada setiap respon yang benar itu akan memakan banyak
waktu dan tidak praktis.
Mengendalikan antecedent
Teori Skinner sangat berpengaruh besar pada saat ini, terutama di Amerika Serikat dan
negara-negara lainnya. Di dunia pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi
dan teknologi pengajaran, pengaruh ini sangat besar. Program-program inovatif dalam
bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasarkan teori Skinner. Program-
program tersebut misalnya:
Generalisasi
Jika siswa belajar untuk tetap duduk dengan tenang di kursi mereka masing-masing
dan mengerjakan soal-soal matematika, apakah tingkah laku mereka juga sama ketika
mengerjakan soal-soal sejarah? Jika siswa dapat mengerjakan 7 kelereng dikurangi 3
kelereng sama dengan 4, dapatkah mereka mengerjakan 7 jeruk dikurangi 3 jeruk sama
dengan 4?
Semua ini adalah pertanyaaan-pertanyaan generalisasi dari tingkah laku yang dipelajari
di bawah satu situasi ke situasi lain. Yang dimaksud dengan generalisasi adalah
penguatan yang hampir sama dengan penguatan sebelumnya yang akan mendapat
respon yang sama. Dapat juga generalisasi diartikan sebagai kecenderungan organism
(manusia) untuk memberikan respon tidak saja pada stimulus khusus yang dilatih,
tetapi juga pada stimulus lain yang berhubungan. Organism cenderung
menggeneralisasilkan apa yang di pelajarinya. Contohnya adalah bila anak kecil diberi
kertas. Setelah bermain kertas, kemudian ia menarik taplak meja yang dianggapnya
sama dengan kertas. Jadi, ia merespon yang sama untuk stimuli yang berbeda.
Generalisasi tidak dapat dianggap selalu benar atau dianggap pasti. Biasanya jika
suatu program pengaturan tingkah laku sukses di suatu situasi, kemudian diterapkan di
situasi lain, tingkah laku siswa tidak secara otomatis sukses. Malahan, siswa belajar
untuk membedakan situasi-situasi itu. Tingkah laku mereka sedikit berbeda dalam
setiap situasi menurut perbedaan aturan-aturan dan harapan.
Generalisasi biasanya terjadi bila direncanakan. Contohnya, program mengatur tingkah
laku yang digunakan di kelas bahasa mungkin ditransfer ke kelas biologi untuk
meyakinkan generalisasi pada situasi itu. Generalisasi barangkali terjadi dengan
menjelaskan situasi yang sama atau menjelaskan konsep-konsep yang sama dari pada
menjelaskan konsep yang berbeda atau situasi yang berbeda. Walaupun demikian,
dalam situasi yang tampak sangat sama generalisasi tidak terjadi. Guru seharusnya
tidak mengasumsikan bahwa dalam situasi yang sama siswa akan bertingkah laku
sama,karena siswa dapat melakukan sesuatu di bawah suatu linkungan situasi, tetapi
mereka juga dapat semua itu di bawah situasi yang berbeda. Hal ini terjadi karena
mungkin siswa tidak melihat tanda-tanda yang sama antara dua situasi. Atau mungkin
mereka melihat tanda-tanda, tetapi tidak termotivasi untuk meresponnya.
Diskriminasi
Kapan sebaiknya waktu yang paling tepat untuk menanyakan kenaikan gaji pada
atasan kita? Jawabannya tentunya ketika perusahaan sedang menanjak dan berjalan
dengan baik, atasan kita berbahagia, atau kita baru saja membuat [restasi belajar yang
sangat baik. Hal tersebut kita ketahui karena kita telah belajar untuk mendiskriminasi
antara waktu yang tepat dan waktu yang tidak tepat dalam menanyakan soal kenaikan
gaji kita.
Diskriminasi adalah belajar memberikan respons terhadap suatu stimulus dan tidak
memberikan respon terhadap stimulus lain, walaupun stimulus itu berhubungan dengan
stimulus pertama. Atau dengan menggunakan tanda-tanda atau informasi untuk
mengetahui kpan tingkah laku akan di-reinforced. Kondisi keuangan perusahaan,
situasi atasan kita, dan hasil kerja kita baru-baru ini adalah diskriminasi stimuli dengan
melihat kesempatan kemungkinan permohonan kita dalam menaikkan gaji akan
berhasil.
Belajar adalah menguasai suatu bahan dan diskriminasi yang lebih kompleks. Contoh,
semua huruf, angka, kata-kata, dan simbol-simbol matematika adalah diskriminasi
stimuli. Seorang anak kecil belajar unruk mendiskriminasikan antara huruf b dan d.
Anak yang lebih besar membedakan kata efektif dan efisien.
Penggunaan diskriminasi stimuli yang efektif sangat penting dalam pengajaran dan
pengelolaan kelas. Dalam teori, seorang guru dapat menunggu sampai siswa siswi
melakukan sesuatu yang bermanfaat dan kemudian diperkuat (di-reinforced), tetapi ini
tidak efisien. Mungkin lebih baik guru memberikan pesan kepada siswa siswanya
dengan mengatakan, “Saya akan memberikan hadiah jika kamu dapat bekerja dengan
baik”. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa siswa harus melakukan tugasnya untuk
diperbuat, sehingga guru dapat menghindari siswa menghabiskan waktu dengan
kegiatan yang sama. Jika siswa tahu bahwa apa yang dikerjakan akan memberi hasil,
mereka akan selalu bekerja keras, apapun pekerjaan itu.
Analisa Perilaku terapan dalam pendidikan
Analisis Perilaku terapanadalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk
mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting
dalam bidang pendidikan yaitu :
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini
ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya
pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan
terjadinya kesalahan.
2. Kekurangan
Tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik
menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan
lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas
guru akan menjadi semakin berat.
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan
seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai
semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan
kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak
penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya
penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.
Dari penjelasan terperinci diatas tentang operant conditioning dapat diambil kesimpulan
bahwa operant conditioning merupakan teori belajar yang menjelaskan bahwa sesuatu
yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan akan cenderung diulang-ulang.
Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
• Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika
benar diperkuat.
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar menurut B.F Skinner yaitu Operant Conditioning merupakan suatu bentuk
belajar yang mana kehadiran respon berulang-ulang dikendalikan oleh konsekuensinya,
dimana individu cenderung mengulang-ulang respon yang diikuti oleh konsekuensi
yang menyenangkan. Adanya hukuman dan hadiah yang diberikan akan membuat
individu lebih mudah untuk belajar.
Menurut Skinner unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan
(reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan (reinforcement) adalah
konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi.
Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas
terjadinya suatu perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Gredler, Margaret E. Bell. 1994. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Syah M.Ed., Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada