Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PATOLOGI

PENYAKIT ARTHRITIS GOUT (ASAM URAT)

DISUSUN OLEH:

Adinda Nur Faradila


(NIM: P1337431218041)

DOSEN PENGAMPU:

Yulianto, SKM, M.Gizi, RD

PROGRAM DIV GIZI SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
JalanWolterMonginsidiNomor 115, Pedurungan Tengah, Pedurungan,
Semarang. NomorTelp/fax : 024-6710378
Website :www.poltekkes-smg.ac.id email : @poltekkes-smg.ac.id
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. DEFINISI
Asam urat merupakan sisa hasil akhir metabolisme purin baik yang berasal dari
makanan yang dikonsumsi maupun yang berasal dari pemecahan protein tubuh (sel tubuh
yang rusak). Penumpukan asam urat berlebihan di dalam tubuh bisa memicu Gout yang
merupakan penyakit arthritis (radang sendi).
Gout adalah penyakit gangguan metabolisme purin dimana terjadi produksi asam
urat berlebih (Hiperurisemia) sehingga terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara
berlebihan. Penumpukan asam urat akan menyebabkan radang disertai pembengkakan
sendi (biasanya lutut dan kaki).
B. ETIOLOGI
Penyakit ini dikaitkan dengan adanya abnormalitas kadar asam urat dalam serum
darah dengan akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang terkumpul didalam
didalam sendi. Keterkaitan antara gout dengan hiperurisemia yaitu adanya produksi asam
urat yang berlebih, menurunnya ekskresi asam urat melalui ginjal, atau mungkin karena
keduanya (Yatim, 2006).
Berdasarkan penyebabnya penyakit asam urat (gout) di golongkan menjadi 2 yaitu:
1. Penyakit gout primer
Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga berkaitan dengan
kombinasi faktor genetik dan faktorhormonal yang menyebabkan 6 gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningatnya produksi asam urat. Atau bisa
juga diakibatkan karena berkurangnyapengeuaran asam urat dari tubuh.
2. Penyakit gout sekunder
Penyebab penyakit gout sekunder ada beberapa macam:
a. Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola makan yang tidak
terkontrol, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang berkadar purin tinggi.
Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat
(asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, yang merupakan
unsur pembentukan protein
b. Produksi asam urat juga dapat meningkat karena penyakit pada darah (penyakit
sumsum tulang, anemia hemolitik), obat-obatan (alkohol, obat-obatab kanker,
vitamin B12, diuretik, dosis rendah asam, salisilat).
c. Obesitas (kegemukan)
d. Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontol dengan baik. Dimana akan
ditemukan (hasil buangan metabolisme lemak) dengan kadar yang tinggi. Kadar
benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan kadar asam urat juga
meninggi.
C. PATOGENESIS
Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam plasma
berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunya
faktor yang mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa
penderita hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum
serangan artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan
artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam
urat dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein plasma (Busso dan So,
2010). Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui
dua mekanisme.

Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel melalui rute konvensional
yakni opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi. Mekanisme kedua
adalah kristal monosodium urat berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein
melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi beberapa jalur
transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-
terminal kinase, dan p38 mitogen-activated protein kinase.
Proses diatas akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit yang
merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi neutrofil (Choi et al, 2005). Pengenalan
kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR) 2 dan TLR 4, kedua
reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis.
Selanjutnya proses pengenalan TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear
factor-kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi (Cronstein dan Terkeltaub,
2006). Proses fagositosis kristal monosodium urat menghasilkan reactive oxygen species
(ROS) melalui NADPH oksidase. Keadaan ini mengaktifkan NLRP3, kristal monosodium urat
juga menginduksi pelepasan ATP yang nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R
diaktifkan akan terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang
NLRP3. Kompleks makro melekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC
dan pro-caspase-1 dan CARDINAL.
Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan IL-1α (Busso dan So, 2010). Sel-sel
yang sering diteliti pada artritis gout adalah lekosit, neutrofil, dan makrofag (Busso dan So,
2010). Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan vascular
endhotelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah, peningkatan
permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan lekosit ke dalam jaringan. Aktivasi
endotel akan menghasilkan molekul adhesi seperti E-selectin, intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan
disebabkan karena adanya faktor TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast (Dalbeth dan
Haskard, 2005). Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik
yakni sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses transmigrasi.
Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1α, IL-8, CXCL1,
dan granulocyte stimulating-colony factor (Busso dan So, 2010).

D. GAMBARAN FISIK
Subkomite The American Rheumatism Association menetapkan bahwa kriteria diagnostik
untuk gout adalah:
1. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi.
2. Tofi terbukti mengandung kristal urat berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan
mikroskopik dengan sinar terpolarisasi.
3. Diagnosis lain, seperti ditemukan 6 dari beberapa fenomen aklinis, laboratoris, dan
radiologis sebagai tercantum dibawah ini:
a. Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut.
b. Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari.
c. Serangan artrtis monoartikuler.
d. Kemerahan di sekitar sendi yang meradang.
e. Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak.
f. Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki).
g. Serangan unilateral pada sendi MTP 1.
h. Dugaan tophus (deposit besar dan tidak teratur dari natrium urat) di kartilago
artikular (tulang rawan sendi) dan kapsula sendi.
i. Hiperurikemia.
j. Pembengkakan sendi secara asimetris (satu sisi tubuh saja).
Diagnosis pasti dari artritis gout ditentukan hanya dengan membuktikan adanya
kristal asam urat dalam cairan sinovia/bursa atau tophus.
E. GAMBARAN KLINIK DAN LABORATORIUM
Umur: Biasanya manula
Gender: Umur >45 lebh banyak perempuan
Umur <45 lebih banyak laki-laki
 Tahap Asimtomatik
Tahap ini merupakan gejala awal, tanpa disertai gejala spesifik. Pada tahap ini
terjadi peningkatan asam urat (hiperurisemia) tanpa disertai gejala arthritis, tofus atau
batu urat di saluran kemih. Apabila terjadi kelainan enzim, kelainan ini timbul sejak
lahir. Pada pria muncul setelah akil balik dan wanita setelah menapouse.
 Tahap Akut
Tahap ini ditandai serangan nyeri hebat di persendian secara mendadak
disertai panas dan kemerahan. Kebanyakan serangan akut terjadi pada ibu jari kaki.
Serangan biasa terjadi tengah malam menjelang pagi. Serangan muncul mendadak
tanpa disertai keluhan dan mencapai puncak dalam waktu 24 jam. Kadar asam urat tak
terlalu tinggi. Rasa nyeri biasanya menghilang setelah 10 hari.
 Tahap Interkritikal
Merupakan interval diantara 2 serangan akut. Penderita yang pernah
mengalami serangan pertama bukan berarti tidak pernah mengalami serangan lagi
walau ada juga yang tak pernah mengalami serangan lagi. Kebanyakan penderita
mengalami serangan kedua setelah 6 – 12 bulan, tetapi ada pula yang mengalaminya
setelah 5-10 tahun. Hal ini tergantung kondisi penderita. Serangan ulang biasanya lebih
berat, lebih lama dan menyerang lebih dari satu sendi.
 Tahap Kronik
Tahap ini ditandai dengan pembentukan tofus, yang biasanya dibentuk setelah
11 tahun serangan pertama. Tahap ini terjadi apabila penyakit diabaikan. Pada tahap ini
frekuensi serangan biasanya sampai 4 – 5 kali dalam setahun. Lama nyeri lebih lama,
bahkan terus menerus disertai bengkak dan kaku sendi. Pembentukan tofus
dipengaruhi oleh kadar asam urat darah, fungsi ginjal dan faktor setempat. Jika kadar
asam urat 11 mg/dl ditemukan tofu pada beberapa tempat. Seperti tulang rawan,
tendon, jaringan lemak dan lainnya Tofu yang besar mudah terlihat dan dapat
menimbulkan kecacatan seperti sendi kaku dan menonjol.

Nilai laboratorium: Tidak ada test yang spesifik dan Laju Endap Darah normal.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan
harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout (Neogi, 2011).
Penatalaksanaan utama pada penderita artritis gout meliputi edukasi pasien tentang diet,
lifestyle, medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan perawatan
komorbiditas (Khanna et al, 2012). Pengobatan artritis gout bergantung pada tahap
penyakitnya.
Hiperurisemia asiptomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut
artritis gout diobati dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini
diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi
(Carter, 2006). Beberapa lifestyle yang dianjurkan antara lain menurunkan berat badan,
mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air yang
cukup.
Modifikasi diet pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai indeks masa
tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein atau rendah
karbohidrat (diet atkins) sebaiknya dihindari. Pada penderita artritis gout dengan riwayat
batu saluran kemih disarankan untuk mengkonsumsi 2 liter air tiap harinya dan menghindari
kondisi kekurangan cairan. Untuk latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya berupa
latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan trauma pada sendi
(Jordan et al, 2007). Penanganan diet pada penderita artritis gout dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu avoid, limit, dan encourage. Pada penderita yang dietnya diatur dengan baik
mengalami penurunan kadar urat serum yang bermakna (Khanna et all, 2012).
Tujuan terapi serangan artritis gout akut adalah menghilangkan gejala, sendi yang
sakit harus diistirahatkan dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk menjamin
respon yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat untuk artritis gout akut, yaitu NSAID,
kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan kerugian. Pemilihan untuk penderita
tetentu tergantung pada beberapa faktor, termasuk waktu onset dari serangan yang
berhubungan dengan terapi awal, kontraindikasi terhadap obat karena adanya penyakit lain,
efikasi serta resiko potensial.NSAID biasanya lebih dapat ditolerir dibanding kolkhisin dan
lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi (Depkes, 2006). Untuk penderita artritis gout
yang mengalami peptic ulcers , perdarahan atau perforasi sebaiknya mengikuti standar atau
guideline penggunaan NSAID. Kolkisin dapat menjadi alternatif namun memiliki efek kerja
yang lebih lambat dibandingkan dengan NSAID. Kortikosteroid baik secara oral,
intraartikular, intramuskular, ataupun intravena lebih efektif diberikan pada gout
monoartritis, penderita yang tidak toleran terhadap NSAID dan penderita yang mengalami
refrakter terhadap pengobatan lainnya (Jordan et al, 2007). Untuk mendapatkan hasil yang
optimal, sebaiknya pengobatan serangan artritis gout diobati dalam 24 jam pertama
serangan, salah satu pertimbangan pemilihan obat adalah berdasarkan tingkatan nyeri dan
sendi yang terkena.
Terapi kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang berat dan serangan artritis
gout terjadi pada banyak sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin
dengan NSAID, kolkisin dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat lainnya. Untuk
kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan karena dikawatirkan
menimbulkan toksik pada saluran cerna (Khanna et al, 2012).
Obat golongan NSAID yang di-rekomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi
artritis gout akut adalah indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat tersebut dapat
menimbulkan efek samping serius pada saluran cerna, ginjal, dan perdarahan saluran cerna.
Obat golongan cyclooxigenase 2 inhibitor (COX 2 inhibitor) seperti celecoxib merupakan
pilihan pada penderita artritis gout dengan masalah pada saluran cerna (Cronstein dan
Terkeltaub, 2006).

G. KAITAN ASAM URAT DENGAN MASALAH GIZI


a. Pola makan
Semakin rendah asupan vitamin C, semakin tinggi kemungkinan terjadinya serangan
ulang gout. Hubungan antara vitamin C dan risiko insidensi gout yaitu bahwa semakin
tinggi asupan vitamin C semakin rendah risiko gout. Efek protektif dari asupan vitamin C
disebabkan oleh adanya efek urikosurik dari vitamin C. Peningkatan kadar vitamin C
pada filtrat dapat menghambat reabsorbsi asam urat secara kompetitif. Potensi lainnya
dari mekanisme urikosurik dari vitamin C adalah asupan vitamin C yang tinggi dapat
meningkatkan fungsi ginjal dan laju filtrasi glomerular. Selain itu, dijelaskan juga bahwa
vitamin C dapat menghambat aktivasi Nuclear factor-kappaB (NF-kβ) karena NF-kβ akan
menstimuli pelepasan interleukin 1β yang berperan penting dalam mekanisme inflamasi
saat serangan gout (20,23). Kecukupan gizi vitamin C bagi orang dewasa dan lansia yaitu
90 mg untuk pria dan 75 mg untuk wanita. Oleh karena itu, pemenuhan asupan vitamin
C sesuai dengan kebutuhan setiap harinya dapat menjadi salah satu upaya pencegahan
terjadinya serangan ulang gout.
b. Obesitas
Adipositas yang tinggi dan peningkatan berat badan adalah salah satu faktor risiko
yang kuat untuk terjadinya gout sedangkan penurunan berat badan memiliki efek
protektif.
Akumulasi lemak subkutan berkaitan erat dengan penurunan ekskresi asam urat
melalui urin sedangkan penumpukan lemak viseral berkaitan erat dengan peningkatan
produksi asam urat. Kaitan antara obesitas dan kadar asam urat yaitu dengan adanya
peningkatan kadar asam urat serum (≥6 mg/dl) akan meningkatkan risiko terjadinya
serangan ulang gout.
c. Hipertensi
Studi di Inggris meneliti insidensi gout pada laki-laki dan perempuan penderita
hipertensi selama 8 tahun. Insidensi pada perempuan hipertensi dan kontrol rendah,
tetapi pada laki-laki risiko terkena gout adalah empat kalinya bila tanpa terapi diuretik,
dan enamkali apabila dalam terapi diuretic.
Perubahan asam urat dalam serum setelah minum alkohol pada peminum alcohol

Bir bukan hanya berisi alkohol tetapi juga purin. Standard bir selain mengandung
alkohol, juga mengandung 8mg purin per 100ml.
H. INTERAKSI ZAT GIZI DENGAN OBAT
1. Parasetamol
• ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan parasetamol
sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi,
dan harga murah dibanding NSAID.
• Penghilang rasa sakit setara dengan aspirin, naproksen, ibuprofen, dan beberapa
NSAID bagi beberapa pasien dengan OA. Walau demikian ada beberapa pasien
mempunyai respons lebih baik dengan NSAID
• Tidak mengurangi peradangan
• Tidak mengiritasi lambung, relatif lebih aman, harga lebih murah
• Peringatan: pasien dengan penyakit hati, peminum berat alkohol, dan yang
minum antikoagulan atau NSAID harus hati-hati minum parasetamol
• Drug of choice bagi pasien dengan masalah ginjal
Efek yang merugikan (Adverse Effect) Parasetamol walaupun aman, tetap ada
risiko, terutama bagi individu yang mempunyai risiko sakit hati atau pemakaian overdosis
atau konsumsi alkohol, akan menimbulkan hepatoksisitas, kemungkinan dapat terjadi
sampai fatal. 2 Kemungkinan juga pada pemakaian jangka panjang akan mengganggu ginjal.
Interaksi Obat-Obat yang dapat meningkatkan risiko hepatoksisitas yaitu Barbiturat,
Hidantoin, INH, Karbamazepin, Rifampisin
2. NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug)
NSAID adalah suatu kelas obat yang dapat menekan inflamasi melalui inhibisi
enzim cyclooxygenase (COX). Efek penting dalam mengurangi rasa sakit. NSAID
memberikan rasa nyaman bagi banyak orang dengan masalah persendian kronis,
tetapi juga menimbulkan masalah penyakit gastrointestinal yang serius.
NSAID dipakai bila parasetamol tidak efektif, atau untuk OA inflamatori. Semua
NSAID dan aspirin memiliki efek analgesik dan antiinflamatori yang hamper sama.
Efek analgesik mulai terasa dalam waktu jam-an, sedangkan antiinflamasi terasa
setelah 2-3 minggu dengan terapi yang terus menerus.
Dari penelitian tidak ditemukan ranking efikasi. Dokter menyadari pasien akan
memilih berdasarkan pengalaman pribadinya. Untuk menilai efikasi obat untuk
pasien, harus dicoba selama 2-3 minggu untuk satu macam obat dengan dosis yang
dibutuhkan. Bila gagal dicoba NSAID lain sampai ditemukan yang efektif. Pasien
diberi informasi dan harus patuh. Mengkombinasikan 2 NSAID dalam waktu yang
sama, tidak ada gunanya, karena akan meningkatkan efek yang tidak diinginkan
tanpa ada keuntungan. COX-2 inhibitor mempunyai efikasi sama dengan NSAID non
spesifik dalam berfungsi sebagai analgesik

I. ASUHAN GIZI ARTHRITIS GOUT

PENYAKIT GOUT ARTRITIS


1. Pengertian Metoda pemecahan masalah gizi pada
pasien yang peningkatan kadar asam urat
dalam darah dan terbentuknya kristal garam
urat di persendianakibat metabolisme
abnormal purin, sehingga asupan makanan
aman, efektif dan berkualitas.
2. Assesmen/ Pengkajian : Melanjutkan hasil Skrining perawat. Melihat
Antropometri data berat badan, tinggi badan, dan dan
menilai status gizi.
Biokimia Mengkaji data laboratorium seperti HB,
Albumin, kreatinin, asam urat dan data
laboratorium lain terkait gizi (bila ada).
Klinis/ Fisik Mengkaji hasil pemeriksaan tekanan darah
serta adanya nyeri pada sendi lutut/ jari.
Riwayat Makan Mengkaji riwayat alergi makanan, pola
kebiasaan makan, rata-rata asupan sebelum
masuk RS (kualitatif dan kuantitatif).
Riwayat Personal Mengkaji riwayat sosial ekonomi, budaya,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit
keluarga, riwayat penggunaan suplemen
makanan dan obat, kebiasaan merokok dan
minum alkohol, status kesehatan mental
serta status kognitif
3. Diagnosis Gizi (Masalah Gizi) NI-5.5 Ketidakseimbangan zat gizi berkaitan
dengan asupan purin berlebih ditandai
dengan radang sendi
NC-2.2 Perubahan nilai lab terkait gizi
ditandai dengan kadar asam urat darah dan
urun yang abnormal ditandai dengan
penyakit gout artritis
4. Intervensi Gizi
a. Perencanaan 1. Memberikan makanan untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi optimal
2. Menurunkan kadar asam uratdalam darah
dan urin
b. Implementasi 1. Energi sesuai kebutuhan
2. Protein cukup, 1-1,2 g/kg BB, 10-15%
kebutuhan energi
3. Hindari bahan makanan yang
mengandung purin >150mg/ 100 g
4. Lemak rendah atau sedang, 10-20%
5. Karbohidrat 65-67%, dianjurkan
karbohidrat kompleks
6. Vitamin dan mineral cukup
7. Cairan disesuaikan dengan urin yang
dikeluarkan, 2-25 liter/ hari
c. Edukasi dan Konseling Gizi Pemberian edukasi dan konseling gizi kepada
pasien, keluarga pasien dan penunggu
pasien (Care Giver) mengenai Diet Purin
Rendah sehingga pasien dapat membatasi
konsumsi makanan yang mengandung purin
tinggi seperti otak, hati, jantung, jeroan,
kaldu, bebek, sarden, kerang dll.
d. Koordinasi dengan tenaga Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga
kesehatan lain kesehatan lain yaitu dengan dokter, perawat,
apoteker dan tenaga kesehatan lain terkait
asuhan pasien.
5. Monitoring dan Evaluasi a. Status Gizi berdasarkan
antropometri BB dan TB
b. Hasil biokimia terkait gizi
c. Fisik Klinis terkait dengan Gizi
d. Asupan Makanan
6. Re-Assesmen (Kontrol Kembali) Kontrol ulang untuk konseling gizi melihat
keberhasilan intervensi (terapi gizi) dan
kepatuhan diet
7. Indikator/ outcome 1. Asupan makan ≥80% dari kebutuhan
2. Data lab terkait gizi mendekati/
mencapai normal
3. Gejala radang sendi membaik
4. Status Gizi mendekati/ mencapai
normal
8. Kepustakaan 1. Penuntun Diet Edisi Baru. 2004.
Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia (AsDI)
2. Nutrition Care Process. 2014.
Handayani dkk.
REFERENSI
http://www.poltekkes-denpasar.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/kusumayanti-JIG-Vol-5-No-1-
Feb-2014.pdf

http://eprints.umm.ac.id/48703/3/BAB%20II.pdf

http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/4182/4546

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/475/476

https://pdfs.semanticscholar.org/fff5/5ff76cfbd4d700b24f3e288651ffd7a1f003.pdf

https://www.scribd.com/document/363603284/Panduan-Asuhan-Gizi-Penyakit-Gout-Artritis

Anda mungkin juga menyukai