Anda di halaman 1dari 30

STEP 1

 Anoreksia : gangguan makan (menghindari makan) ditandai dengan rasa takut jika berat
badan bertambah. Anoreksia adalah menghindari makan dan terobsesi memiliki badan yang
kurus. Ditandai dengan keengganan untuk menetapkan BB normal, ketakutan ekstrem
menjadi gemuk, perilaku makan terganggu, menghindari makanan karena takut gemuk.
Untuk mengurangi BB dengan merangsang muntah dg menyentuh langit-langit mulut, obat
pencahar, olahraga berlebihan, dan obat penekan nafsu makan. Yang merangsang untah
disebut gangguan Bulimia Nervosa.
 Insomnia : gangguan tidur yg mneyebabkakn penderita sulit tidur atau tidak cukup tidur
meski terdapat cukup waktu untuk melakukannya shg penderita tidak prima dalam
melakukan aktivitas di keesokan harinya
 Sindroma ketergantungan fisik dan psikis :

STEP 2

1. Mengapa pasien kejang setelah minum alkohol?


2. Mengapa pasien merasa mual, anoreksia, keringat meningkat, dan insomnia?
3. Mengapa didapatkan TD 135/85 mmHg, temperatur 37,5, RR 26x/menit?
4. Apa hubungan riwayat keluarga sering bertengkar dan sering membolos dengan kesulitan
berhenti minum alkohol?
5. Apa yang dimaksud dengan gangguan mental organik?
6. Bagaimana mekanisme kerja alkohol yg dpt menyebabkan intoksikasi?
7. Apa faktor resiko etiologi penyebab pasien kecanduan alkohol?
8. Apa tanda dan gejala sindroma ketergantungan?
9. Bagaimana kriteria diagnosis, prognosis, dan komplikasi sindroma ketergantungan?
10. Bagaimana terapi dan edukasi pada sindroma ketergantungan?Apa perbedaan intoksikasi
akut, sindrom ketergantungan dan keadaan putus zat?
11. Apa saja efek dari minuman beralkohol terhadap tubuh?
STEP 3

1. Mengapa pasien kejang setelah minum alkohol?


- Kandungan dari alkohol dapaat mempengaruhi sistem tubuh kita salah satunya
komplikasi kejang alkohol adalah gg. Otak dan saraf dimana gangguan otak saraf
terdapat sel-sel yang terganggu  kejang

- komplikasi lain yaitu penyakit liver, penyakit jantung (hipertensi, stroke, dan gangguan
irama jantung), dan pembuluh darah.
- alkohol mengandung etanol  etanol di otak akan meningkatkan inhibtor GABA. Jika
sudah kronis maka respon GABA berkurang  aktivitas glutamat/ eksitatorik meningkat
 kejang
- secara ionik : pada awal konsumsi alkohol ion Cl influks nya tinggi  efek relaksasi
(ngelfy, relax)
- Tapi jikakronis  influks Cl berkurang  kecemasan, kejang karena eksitatorik
meningkat

2. Mengapa pasien merasa mual, anoreksia, keringat meningkat, dan insomnia?


 Berkeringat berlebihan : alkohol  merangsang hipotalamus (bertanggung
jawab untuk mengatur fisiologis suhu tubuh, pernafasan, dan berkeringat) 
memvasodilatasikan pembuluh darah perifer  berkeringat

Orang tidak disuhu dingin suka minum alkohol  untuk menghangatkan tubuh
 Anoreksia: minum alkohol  lambung  kerusakan mukosa lambung 
pertahanan mukosa lambung menurun  difusi kembali asam dan pepsin dalam
lambung lagi  asam lambung meningkat
 Alkohol juga dapat mengganggu sistem otonom untuk respon makan 
anoreksia
 Insomnia : konsumsi alkohol  mempengaruhi fase tidur (penurunan fase tidur)
 fase terbangun lebih lama
 Disregulasi HPA axis (berperan dlm pengeluaran kortisol untuk hormon berjaga/
agar tdk tidur)  perubahan metabolisme glukosa. Pada alkohol hormon
kortisol tinggi  melatonin rendah  susah tidur
Alkohol tdk mengganggu pada REM tapi akan mengganggu NERM  sering
bangun  kualitas tidur kurang baik
Alkohol  Insomnia Due to drug or substance
3. Mengapa didapatkan TD 135/85 mmHg, temperatur 37,5, RR 26x/menit?
 Suhu 37,5 derajat : karena kortisol yang dihasilkan oleh alkohol 
mempengaruhi ketersediaan energi  dapat memecah lemak, dan
penyimpanan glukosa  karena dimetabolisme terus menerus  suhu
meningkat
 TD meningkat : alkohol mempengaruhi ion channel (nikotinik Ach, serotonin,
gaba A)  reeptor ts akan tersensitasi oleh alkohol  vasokontriksi  TD naik
 jantung berdebar-debar
 Sensitivtas GABA menurun  hiper eksitabilitii  efek ke saraf otonom 
mengatur CO meningkat  takikardi  TD meningkat
 Pengeluaran kelenjar keringat berlebihan  cemas, takikardi, keringat
berlebihan
4. Apa hubungan riwayat keluarga sering bertengkar dan sering membolos dengan
kesulitan berhenti minum alkohol?
 Ada permasalahan keluarga  bolos  pasien merasa kesal  memicu konsumsi alkohol 
tetapi tidak menyelesaikan masalah justru menambah masalah
 Konsumsi alkohol terus menerus karena :
 Masalah keluarga
 Alkohol mempengaruhi neurotransmitter yaitu antagonis gluatmat  inhibitor neuron
eksitatorik
 Amygdala bila dihambat fungsinya  kesenangan  euforia  minum alkohol kembali
Akohol efek sedatif/ tenang. Pada skenario ini, dicurigai alkohol sebagai pelarian karena
adanya faktor lingkungan (maslaah keluarga).
 Penyalahgunaan alkohol dapat terjadi pada siapa saja/ semua sosioekonomi. Anak sma 
karena adanya masalah keluarga  kesulitan di sekolah  sering membolos bahkan di drop
out dari sekolah
 Alkohol mengandung etanol  efek di amygdala sebagai reward center  shg etanol
memproduksi perasaan bahagia/ euforia  minum alkohol terus . selain itu etanol akan
menghambat behaviour inhibit center  lebih relax dan tdk terlalu cemas
 Riw keluarga bertengkar : adanya pelampiasan agar dia bahagia.

5. Apa yang dimaksud dengan gangguan mental organik?


Gangguan mental yg berkaitan dg penyakit, atau gg. Sistemik, atau gg pada otak yg
dapat di diagnosis tersendiri. Termasuk gg mental simptomatik dimana pengaruh thdp
otak akibat peny.sekunder dari penyakit lain yg ada di luar otak. Gambaran utama :
- Gg. Gungsi kognitif (daya ingat pikiran)
- Gg. Sensori (gg kesadaran dan gg perhatian)
- sindrom dg manifestasi menonjol (persepsi halusinasi, isi pikiran  waham delusi,
suasana perasaan dan emosi  depresi, gembira, dan cemas)

6. Bagaimana mekanisme kerja alkohol yg dpt menyebabkan intoksikasi?

Alkohol -> 90% dimetabolisme di hepar dan 10% dikeluarkan lewat ginjal, paru-paru

Di hepar akan dimetabolisme oleh ADH dan aldehid dehidrogenase

- Setelah di metabolisme plasma darah  di otak akan meningkatkan GABA  GABA


meningkat  menghasilkan efek sedasi dan relax, keseimbangan tubuh berkurang
- Epinepfrin meningkat  takikardi dan td meningkat.
- Disregulasi glutamat  gangguan memori  pada konsumsi alkohol dg waktu singkat
dia tdk ingat sblmnya ngapain saja.
- Serotonin meningkat  efek sedasi, euforia, relax
- Peningkatan dopamin  mood meningkat  ngefly, euforia
7. Apa faktor resiko etiologi penyebab pasien kecanduan alkohol?
- masa remaja : ditandai dg aspek fisik, psikis, dan psikososial
Kemungkinan penyimpangan besar misal penyalahgunaan alkohol karena coba2,
pelarian, faktor keluarga, cemas dll
- Faktor genetik : diwarskan 40-60% dari orgtua

Etiologi
a. teori psikologi
penggunaan alkohol karena dpat menurunkan tekanan, meningkatkan perasaan
memilki kekuatan dan memilki kemampuan utk menurunkan rasa sakit psikologis
b. teori psikodinamik
alkohol dianggap mampu menginhibisi dari perasaan anxiety
c. teori behavioural
orang merasa alkohol intake menyenangkan
d. sosio cultural theory
bergantung dg social grupnya
e. childhood theory
anak-anak dg ADHD memilki kemungkinan lbh besar mengalami alkohol disrder
f. genetik theory
- kerabat dekat semakin meningkatn insiden alkohol meningkat
- kembar identik
- anak adopsi : org tua adopsi minum alkohol  minum alkohol jg
- gen yg mempengaruhi alcoholism

8. Apa tanda dan gejala sindroma ketergantungan?


GEJALA : 3 atau lebih gejala beirkut
- dorongan kuat
- kesulitanmengendalikan perilaku menggunakan zat
- keadaan putus zat secara fisiologis
- ada toleransi peningkatn dosis zat psikoaktif
- mengabaikan menikmati kesenangan zat psikoaktif
- tetap menggunakan zat meskipun tau efek kesehatannya

9. Bagaimana kriteria diagnosis, prognosis, dan komplikasi sindroma ketergantungan?

10. Bagaimana terapi dan edukasi pada sindroma ketergantungan?Apa perbedaan intoksikasi
akut, sindrom ketergantungan dan keadaan putus zat?

11. Apa saja efek dari minuman beralkohol terhadap tubuh?


STEP 4
STEP 7

1. Mengapa pasien kejang setelah minum alkohol?


 Sindrom putus alkohol dimediasi oleh berbagai mekanisme. Otak mempertahankan
keseimbangan neurokimia melalui penghambatan
dan neurotransmiter rangsang. Utama neurotransmitter penghambat adalah -
aminobutyric acid (GABA), yang bekerja melalui neuroreceptor GABAalpha (GABA-A). Salah
satunya neurotransmitter rangsang utama adalah glutamat, yang bertindak melalui
neuroreseptor N-metil-Daspartat (NMDA). Alkohol meningkatkan efek GABA pada
neuroreseptor GABA-A, menghasilkan penurunan keseluruhan rangsangan otak. Paparan
kronis terhadap hasil alcohol dalam penurunan kompensasi neuroreceptor GABA-A respon
terhadap GABA, dibuktikan dengan meningkatnya toleransi efek alkohol. Alkohol
menghambat neuroreseptor NMDA, dan kronis paparan alkohol menghasilkan pengaturan-
atas reseptor ini. Penghentian paparan alkohol secara tiba-tiba menghasilkan otak
hyperexcitability, karena reseptor sebelumnya dihambat oleh alkohol tidak lagi terhambat.
Hyperexcitability otak bermanifestasi secara klinis sebagai kecemasan, lekas marah, agitasi,
dan tremor. Manifestasi yang parah termasuk kejang dan delirium tremens.
Konsep penting dalam ketagihan alkohol dan penarikan alkohol adalah fenomena “kindling”;
syarat mengacu pada perubahan jangka panjang yang terjadi pada neuron setelahnya
detoksifikasi berulang. Detoksifikasi berulang dipostulatkan untuk meningkatkan pikiran
obsesif atau kecanduan alcohol Kindling menjelaskan pengamatan episode-episode
selanjutnya penarikan alkohol cenderung semakin memburuk. Meskipun signifikansi kindling
dalam penarikan alkohol masih diperdebatkan, fenomena ini mungkin penting dalam
pemilihan obat untuk mengobati penarikan.
 Kindling adalah model yang umum digunakan untuk pengembangan kejang dan
epilepsidimana durasi dan keterlibatan perilaku dari kejang yang diinduksi meningkat setelah kejangdipicu
berulang kal
Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack Woodside, Jr., M.D., East
Tennessee State University, James H. Quillen College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.

2. Mengapa pasien merasa mual, anoreksia, keringat meningkat, dan insomnia?


 Sindrom putus alkohol dimediasi oleh berbagai mekanisme. Otak mempertahankan
keseimbangan neurokimia melalui penghambatan
dan neurotransmiter rangsang. Utama neurotransmitter penghambat adalah -
aminobutyric acid (GABA), yang bekerja melalui neuroreceptor GABAalpha (GABA-A). Salah
satunya neurotransmitter rangsang utama adalah glutamat, yang bertindak melalui
neuroreseptor N-metil-Daspartat (NMDA). Alkohol meningkatkan efek GABA pada
neuroreseptor GABA-A, menghasilkan penurunan keseluruhan rangsangan otak. Paparan
kronis terhadap hasil alcohol dalam penurunan kompensasi neuroreceptor GABA-A respon
terhadap GABA, dibuktikan dengan meningkatnya toleransi efek alkohol. Alkohol
menghambat neuroreseptor NMDA, dan kronis paparan alkohol menghasilkan pengaturan-
atas reseptor ini. Penghentian paparan alkohol secara tiba-tiba menghasilkan otak
hyperexcitability, karena reseptor sebelumnya dihambat oleh alkohol tidak lagi terhambat.
Hyperexcitability otak bermanifestasi secara klinis sebagai kecemasan, lekas marah, agitasi,
dan tremor. Manifestasi yang parah termasuk kejang dan delirium tremens.
Konsep penting dalam ketagihan alkohol dan penarikan alkohol adalah fenomena “kindling”;
syarat mengacu pada perubahan jangka panjang yang terjadi pada neuron setelahnya
detoksifikasi berulang. Detoksifikasi berulang dipostulatkan untuk meningkatkan pikiran
obsesif atau kecanduan alcohol Kindling menjelaskan pengamatan episode-episode
selanjutnya penarikan alkohol cenderung semakin memburuk. Meskipun signifikansi kindling
dalam penarikan alkohol masih diperdebatkan, fenomena ini mungkin penting dalam
pemilihan obat untuk mengobati penarikan.
 Kindling adalah model yang umum digunakan untuk pengembangan kejang dan
epilepsidimana durasi dan keterlibatan perilaku dari kejang yang diinduksi meningkat setelah kejangdipicu
berulang kali

 Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan level toleransi peminum alkohol
melalui proses yang disebut neuroadaptations : secara bertahap reseptor di otak
beradaptasi dengan efek dari alkohol untuk mengimbangi rangsangan dan sedasi yang
terjadi sehingga efek dari alkohol dalam jumlah yang sama menjadi berkurang dari waktu ke
waktu. Hal ini menyebabkan seseorang yang mengonsumsi alkohol akan menambah jumlah
alkohol yang diminumnya untuk mendapatkan sensasi yang dia inginkan karena jumlah yang
sama tidak lagi memberikan efek atau sensasi yang sama baginya. Proses toleransi ini sangat
dipengaruhi oleh reseptor GABA dan glutamat. Konsumsi alkohol akan menyebabkan
ketidakseimbangan aktivitas antara GABA dan NMDA. Ketidakseimbangan fungsi ini semakin
menjadi tak terkendali (overactive) di otak apabila seseorang memutuskan untuk berhenti
minum alkohol. Menurut[ CITATION SLo09 \l 1033 ], selanjutnya gejala-gejala withdrawal
akan muncul berupa kecemasan, tubuh berkeringat, kejang, halusinasi dan timbul keinginan
yang tak tertahankan untuk mengonsumi alkohol. Hal ini harus segera ditangani secara
medis karena dapat membahayakan nyawa pecandu alkohol. Fase withdrawl yang berulang-
ulang ini dianggap membawa efek toksik (racun) pada neuron dan menyebabkan gangguan
kognitif serta kerusakan otak.

S. Loeber, T. D. (2009). Alcohol & Alcoholism. Impairment of cognitive abilities anddecision making
after chronic use of alcohol: the impact of multipledetoxifications. , 372–381.

 Menurut [ CITATION LMO04 \l 1033 ] alkohol mempengaruhi sistem opioid endogen di otak.
Opioid endogen bertanggung jawab atas munculnya sensasi menyenangkan (pleasure) dan
memperkuat efek yang ditimbulkan dari alkohol. Selanjutnya, opioid akan merangsang
sistem dopamin yang ada di otak. Dopamin sendiri bertugas mengatur berbagai perilaku
apetitif manusia. Kemudian, pengaruh alkohol akan memunculkan berbegai keinginan
seperti makan, minum, hubungan seksual dan keinginan mengonsumsi zat psikoaktif.
Konsumsi alkohol akan menganggu regulasi sistem dopamin dan dapat menimbulkan
keinginan yang tidak terkendali.
Wand, L. M. (2004). Physiology & Behaviour. Opioids and alcoholism.
Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack Woodside, Jr., M.D., East
Tennessee State University, James H. Quillen College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.

3. Mengapa didapatkan TD 135/85 mmHg, temperatur 37,5, RR 26x/menit?

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan, tekanan darah 135/85 mmHg :hipertensi
Konsumsi minuman alkohol secara berlebihan akan berdampak buruk pada kesehatan jangka
panjang. Salah satu akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan tersebut adalah terjadinya
peningkatan tekanan darah yang disebut hipertensi. Alkohol merupakan salah satu penyebab
hipertensi karena alkohol memiliki efek yang sama dengan karbondioksida yang dapat
meningkatkan keasaman darah, sehingga dalah menjadi kental dan jantung dipaksa untuk
memompa, selain itu konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka panjang akan
berpengaruh pada peningkatan kadar kortisol dalam darah sehingga aktifitas rennin-
angiotensin aldosteron system (RAAS) meningkat dan mengakibatkan tekanan darah
meningkat
Mukhibbin, A. Dampak kebiasaan merokok, minuman alkohol dan obesitas terhadap kenaikan
tekanan darah pada masyarakat di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta; 2013.

4. Apa hubungan riwayat keluarga sering bertengkar dan sering membolos dengan
kesulitan berhenti minum alkohol?
Penyalahgunaan zat, merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat
patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehngga menimbulkan gangguan
fungsi sosial atau okupasional. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik
dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat tersebut
walaupun penderita mengetahui dirinya sedang menderita sakit fisik berat
akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi
dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan yang dapat terjadi
adalah gangguaan fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan memenuhi
kewajiban terhadap keluarga atau kawan-kawannya karena perilakunya yang
tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar.
Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas akibat
intoksikasi, serta perbuatan kriminal lainnya karena motivasi memperoleh
uang. masalah emosional yg terjadi bisa disebabkan oleh penyalahgunaan zat
secara patologik dan bisa akibat dari intoksikasi

5. Apa yang dimaksud dengan gangguan mental organik?


Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang
diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik
tubuh atau gangguan pada otak sendiri).

Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut
sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat
lain.

Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak Psikiatri


Klinis, Edisi ketujuh, Jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 2010. hal 481-570.

Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit,
cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer
seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai
otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak
sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.

Gejala gejala GMO

a. Gangguan fungsi kognitif


b. Gangguan sensorium
c. Sindrom dengan manifestasi yg menonjol dlm bidang:
- Persepsi
- Isi pikiran
- Suasana perasaan dan emosi

Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.

Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang diduga
ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik tubuh atau
gangguan pada otak sendiri).
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan
sistemik atau otak yang adapt didiagnosis tersendiri. Termasuk, gangguan mental
simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/gangguan sistemik di luar otak (ekstracerebral).
Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)
-
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi
Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
6. Bagaimana mekanisme kerja alkohol yg dpt menyebabkan intoksikasi?
Alkohol mengganggu pengaturan eksitasi atau inhibisi di otak, sehingga mengkonsumsi
alkohol dapat mengakibatkan terjadinya disinhibisi, ataksia dan sedasi. Efek
farmakologis etanol meliputi pengaruhnya pada proses timbulnya penyakit,
perkembangan prenatal, sistem gastrointestinal, kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
Etanol mengganggu keseimbangan eksitasi dan inhibisi transmisi listrik di otak, yang
menyebabkan disinhibisi, ataksia dan sedasi. Toleransi terhadap etanol mulai timbul
setelah penggunaan kronis yang ditunjukkan antara lain dengan gangguan psikis dan
aktivitas bila konsumsi alkohol dihentikan secara tiba-tiba.

Meskipun masyarakat sering menganggap minuman beralkohol sebagai stimulan, etanol


pada dasarnya merupakan depresan sistem saraf pusat. Sama dengan depresan lain
seperti barbiturat dan benzodiazepin, konsumsi minuman beralkohol dalam jumlah
sedang dapat menyebabkan efek antiansietas dan menyebabkan kehilangan inhibisi
perilaku dalam suatu rentang dosis yang luas. Tanda intoksikasi pada tiap individu
bervariasi, mulai dari efek eksitasi dan meluapluap hingga perubahan mood yang tidak
terkontrol dan gejolak emosi yang dapat disertai kekerasan. Pada kasus intoksikasi yang
lebih lanjut, fungsi sistem saraf pusat secara umum akan terganggu dan kemudian
menimbulkan kondisi anestesi umum pada tubuh. Akan tetapi, batas antara efek
anestetik dan efek letalnya dari kecil.

Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat pada saluran
pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat dicapai dalam waktu 30
menit setelah ingesti etanol dalam keadaan lambung kosong. Volume distribusi untuk
etanol mendekati total air dalam tubuh (0,5-0,7 l/kg). Karena absorpsi dari usus halus
lebih cepat dibandingkan dari lambung seperti penundaan pengosongan lambung,
misalnya, karena adanya makanan dalam lambung, dapat memperlambat absorpsi
etanol. Dengan dosis alkohol secara oral yang setara, wanita memiliki konsentrasi
puncak yang lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki total
kadar air tubuh yang lebih rendah dari pria dan karena perbedaan dalam first-pass
metabolism.

Metabolisme alkohol menjadi senyawa acetaldehyde dalam tubuh dibagi menjadi 2


jalur, yaitu melalui jalur alkohol dehidrogenase dan melalui jalur Microsomal Ethanol-
Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde lalu dioksidasi menjadi asetat oleh proses
metabolisme yang ketiga.

Jalur utama untuk metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH),


golongan cytosolic enzyme yang mengkatalisis konversi alkohol menjadi acetaldehyde.
Enzim ini terletak terutama di hepar, namun sejumlah kecil ditemukan di organ lain
seperti otak dan lambung. Selama konversi etanol oleh ADH menjadi acetaldehyde, ion
hidrogen ditransfer dari etanol ke kofaktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+ )
untuk membentuk NADH. Oksidasi alkohol yang dihasilkan melebihi reducing
equivalents di hepar. Kelebihan produksi NADH berkontribusi pada gangguan
metabolisme pada alkoholisme kronis, dan merupakan penyebab dari asidosis laktat
maupun hipoglikemia pada keracunan alkohol akut.

Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS) disebut juga mixed function oxidizing


system, menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam metabolisme etanol dan terdiri
dari sitokrom P450 atau disebut juga sebagai CYP seperti CYP2E1, CYP1A2 dan CYP3A4.
Konsumsi alkohol kronis akan menginduksi aktivitas MEOS. Akibatnya, konsumsi
alkohol kronis tidak hanya menimbulkan peningkatan yang signifikan dalam
metabolisme etanol, tetapi juga dalam metabolisme obat lain yang dilakukan oleh
sitokrom P450 dalam sistem MEOS, serta pembentukan produk sampingan beracun dari
reaksi sitokrom P450 seperti toksin, radikal bebas dan H2O2.

Sebagian besar acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di hepar dengan
reaksi yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent aldehyde dehydrogenase
(ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang akan dimetabolisme lebih lanjut
menjadi CO2 dan air atau digunakan untuk membentuk asetil KoA.

Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA yang lebih tinggi mendukung sintesis
asam lemak serta penyimpanan dan akumulasi triasilgliserida. Jumlah badan keton
dalam tubuh yang meningkat kemudian memperparah kondisi asidosis laktat pada
tubuh. Metabolisme etanol melalui jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal
ini membatasi ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang tereduksi
sehingga meningkatkan stres oksidatif.
Alkohol merangsang peningkatan aksis hypothalamic pituitary adrenocortical (HPA).
Aktivasi aksis HPA merupakan komponen utama dari respon stres. Peningkatan aksis
HPA dipengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis kelamin, dan
parameter dosis. Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi fungsi aksis HPA
berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas sistem stres ekstrahipothalamik di
otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi motivasi untuk perilaku alcohol self-
administration.

Pengaruh konsumsi alkohol terhadap individu berbeda-beda. Akan tetapi terdapat


hubungan antara konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration-
BAC) dan tingkatan efek yang ditimbulkannya. Euphoria ringan dan stimulasi terhadap
perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkohol di dalam darah.
Orang yang aktif mengkonsumsi alkohol beranggapan bahwa penampilan mereka
menjadi lebih baik, sehingga mereka mengabaikan efek buruknya.

Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah "mabuk" atau "teler", dimana
kondisi ini sebenarnya adalah karakteristik intoksikasi alkohol yang dapat
menyebabkan cedera, kecacatan dan kematian. Konsumsi alkohol yang berat dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, henti nafas dan kematian. Selain kematian, efek
jangka pendek alkohol menyebabkan hilangnya produktivitas kerja akibat disorientasi
dan kecelakaan akibat berkendara dalam keadaan disorientasi tersebut. Konsumsi
alkohol juga memiliki kaitan terhadap perilaku kekerasan dan tindak kriminal.
Sebanyak 70% narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan,
dan lebih dari 40% kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol.

Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan peningkatan


tekanan darah yang kemudian menetap menjadi hipertensi, kerusakan jantung, stroke,
kanker payudara, kerusakan hati, kanker saluran pencernaan dan gangguan pencernaan
lainnya. Selain itu alkohol juga dapat menyebabkan impotensi dan berkurangnya
kesuburan, kesulitan tidur, kerusakan otak dengan perubahan kepribadian dan suasana
perasaan, gangguan ingatan dan gangguan konsentrasi.
Penggunaan alkohol yang terus menerus dapat menimbulkan toleransi dan
ketergantungan. Toleransi adalah keadaan dimana seseorang yang mengkonsumsi
alkohol harus meningkatkan dosis penggunaan alkohol dari jumlah kecil menjadi jumlah
besar, untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Ketergantungan adalah keadaan
dimana alkohol menjadi bagian yang penting dalam kehidupan seseorang yang
mengkonsumsinya, dimana apabila konsumsi tersebut dihentikan, dapat menyebabkan
berbagai rentang gangguan kesehatan fisik dan psikis serta penurunan produktivitas
hidup pada orang dengan ketergantungan terhadap konsumsi alkohol tersebut.

Seseorang yang ketergantungan secara fisik terhadap alkohol, akan mengalami gejala
putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi jumlah penggunaannya. Gejala
biasanya terjadi mulai 6-24 jam setelah konsumsi yang terakhir. Gejala ini dapat
berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah gemetar, mual, cemas, depresi,
berkeringat, nyeri kepala dan sulit tidur.

Penggunaan alkohol selama kehamilan dapat menyebabkan Fetal Alcohol Syndrome


yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Jumlah minum alkohol
yang aman pada kehamilan belum diketahui, sehingga konsumsi alkohol tidak
dianjurkan dalam keadaan hamil.

Kejang
 Sindrom putus alkohol dimediasi oleh berbagai mekanisme. Otak mempertahankan
keseimbangan neurokimia melalui penghambatan
dan neurotransmiter rangsang. Utama neurotransmitter penghambat adalah -
aminobutyric acid (GABA), yang bekerja melalui neuroreceptor GABAalpha (GABA-A). Salah
satunya neurotransmitter rangsang utama adalah glutamat, yang bertindak melalui
neuroreseptor N-metil-Daspartat (NMDA). Alkohol meningkatkan efek GABA pada
neuroreseptor GABA-A, menghasilkan penurunan keseluruhan rangsangan otak. Paparan
kronis terhadap hasil alcohol dalam penurunan kompensasi neuroreceptor GABA-A respon
terhadap GABA, dibuktikan dengan meningkatnya toleransi efek alkohol. Alkohol
menghambat neuroreseptor NMDA, dan kronis paparan alkohol menghasilkan pengaturan-
atas reseptor ini. Penghentian paparan alkohol secara tiba-tiba menghasilkan otak
hyperexcitability, karena reseptor sebelumnya dihambat oleh alkohol tidak lagi terhambat.
Hyperexcitability otak bermanifestasi secara klinis sebagai kecemasan, lekas marah, agitasi,
dan tremor. Manifestasi yang parah termasuk kejang dan delirium tremens.
Konsep penting dalam ketagihan alkohol dan penarikan alkohol adalah fenomena “kindling”;
syarat mengacu pada perubahan jangka panjang yang terjadi pada neuron setelahnya
detoksifikasi berulang. Detoksifikasi berulang dipostulatkan untuk meningkatkan pikiran
obsesif atau kecanduan alcohol Kindling menjelaskan pengamatan episode-episode
selanjutnya penarikan alkohol cenderung semakin memburuk. Meskipun signifikansi kindling
dalam penarikan alkohol masih diperdebatkan, fenomena ini mungkin penting dalam
pemilihan obat untuk mengobati penarikan.
 Kindling adalah model yang umum digunakan untuk pengembangan kejang dan
epilepsidimana durasi dan keterlibatan perilaku dari kejang yang diinduksi meningkat setelah kejangdipicu
berulang kal

Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack Woodside, Jr., M.D., East
Tennessee State University, James H. Quillen College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.

7. Apa faktor resiko etiologi penyebab pasien kecanduan alkohol?


ETIOLOGI
Gangguan terkait alcohol, seperti hamper semua kondisi psikiatri lain, mungkin
menggambarkan suatu kelompok proses penyakit heterogen. Pada kasus individu maupun,
factor psikososial, genetic, atau perilaku mungkin lebih penting disbanding factor lain. Dalam
suatu set factor, misalnya factor biologis, satu elemen, seperti gen reseptor
neurotransmitter, mungkin lebih terlibat secara kritis daripada elemen lain, seperti pompa
ambilan neurotransmitter. Kecuali untuk kepentingan riset, tidak perlu mengidentifikasi
factor kausatif tunggal; pengobatan gangguan terkait alkohol memerlukan pendekatan
apapun yang efektif, tanpa menghiraukan teori.
 Riwayat Masa Kanak-Kanak
Peneliti telah mengidentifikasi sejumlah faktor dari riwayat masa kanak-kanak seseorang
yang kemudian mengalami gangguan terkait alkohol serta pada anakyang berisiko tinggi
mengalami gangguan tcrkait alkohol karena salah satu atau kedua orang tua nya
mengalami gangguan tersebut. Pada studi eksperimental. anak yang berisiko tinggi
untuk gangguan terkait alkohol, secara rata-rata ditemukan memiliki kisaran defisit pada
uji neurokog nitif, amplitudo gelombang P300 yang rendah pada uji evoked potential,
scrta bcrbagai abnormalitas rekaman elektroensefalogram (EEG). Temuan ini menduga
bahwa fungsi otak biologis yang diturunkan dapat menjadi predisposisi seseorang untuk
mengalami gangguan terkait alkohol. Riwayat masa kanak-kanak dengan gangguan
pemusatan perhatian/hiperaktivitas atau gangguan perilaku atau keduanya
meningkatkan risiko seorang anak mengalami gangguan terkait alkohol ketika dewasa.
Gangguan kepribadian, khususnya gangguan kepribadian antisosial, seperti tercantum di
atas, juga mempredisposisikan seseorang mengalami gangguan terkait alkohol.
 Teori Psikodinamik
Teori psikodinamik tentang gangguan terkait alkohol berpusat pada hipotesis mengenai
superego yang terlalu keras dan fiksasi pada fase oral perkembangan psikoseksual.
Menurut teori psikoanalitik, orang dengan superego keras yang menghukum diri
berpaling ke alkohol sebagai cara mengurangi stres di bawah sadar Ansietas pada orang
yang terfiksasi pada fase oral dapat diredakan dengan mengonsumsi zat, misalnya
alkohol, dengan mulut. Beberapa psikiater psikodinamik menggambarkan kepribadian
umum orang dengan gangguan terkait alkohol sebagai scorang permalu, penyendiri,
tidak sabaran, iritabel. cemas, hiperscnsitif, dan terepresi secara seksual. Menurut
aforisme psikoanalitik umum, superego terlarut dalam alkohol. Pada tingkat yang tidak
terlalu teoretis, alkohol mungkin disalahgunakan sebagian orang untuk mengurangi
ketegangan, ansictas, dan nyeri psikis. Konsumsi alcohol juga dapat menimbulkan
perasaan berkuasa darn peningkatan harga diri.
 Teori Sosiokultural
Beberapa situasi sosial biasanya mengarah ke minum berlebihan. Asrama perguruan
tinggi dan basis militer merupakan dua contoh; dalam situasi ini. minum secara sering
dan berlebihan sering dianggap normal dan diharapkan secara sosial. Perguruan tinggi
dan universitas akhir-akhir ini berusaha memberi edukasi kepada mahasiswa tentang
risiko kesehatan meminum alkohol dalam jumlah besar. Beberapa kelompok etnik dan
budaya lebih ketat dibanding yang lain terhadap konsumsi alkohol. Contohnya, bangsa
Asia dan Protestan konservatif lebih jarang mengonsumsi alkohol dibanding Protestan
liberal dan Katolik.
 Faktor Perilaku dan Pembelajaran
Seperti halnya faktor budaya dapat memengaruhi kebiasaan minum, begitu pula
kebiasaan dalam satu keluarga, khususnya, kebiasaan minum orang tua. Namun,
sejumlah bukti mengind- kasikan bahwa kebiasaan minum dalam keluarga yang
mempengaruhi kebiasaan minum anak-anaknya tidak terlalu berkaitan langsung dengan
timbulnya gangguan terkait alkohol dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Dari
sudut pandang perilaku. aspek penguatan positif dari alkohol dapat menginduksi
perasaan sehat dan euforia serta dapat mengurangi rasa takut dan ansietas, yang dapat
mendorong untuk minum lebih lanju'.
 Teori Genetik
Teori biologis dengan dukungan terbaik tentang alkoholisme berpusat pada genetika.
Salah satu temuan yang mendukung kesimpulan genetik adalah risiko mengalami
masalah alkohol serius tiga sampai empat kali lipat lebih tinggi pada kerabat dekat
seorang alkoholik. Angka masalah alkohol meningkat seiring dengan bertambah
banyaknya jumlah kerabat yang alkoholik, keparahan penyakit mereka, serta kedekatan
hubungan genetic dengan orang yang diteliti. Investigasi keluarga sedikit berperan untuk
memisahkan pentingnya genetik dan lingkungan, namun studi pada kembar bisa
memberi data selangkah lebih maju. Angka kesamaan, atau konkordansi, untuk masalah
terkait alcohol, berat meningkat pada keturunan dari orang tua alkoholik, bahkan bila
anak-anaknya dipisahkan dari orang fua biologis segera setelah lahir dan dibesarkan
tanpa mengetahui masalah dalam keluar biologis. Risiko mengalami kesulitan terkait
alkohol yang berat tidak meningkat bila diasuh oleh keluarga angkat yang alkoholik. Data
ini tidak hanya mendukung pentingnya faktor genetic pada alkoholisme, tapi juga
menyoroti kompleksitas fenomena tersebut. Tidak adanya bukti suatu lokus mayor
tunggal mengindikasikan kemungkinan bahwa sejumlah kecil gen bekerja dengan
penetrasi inkomplet atau bahwa diperlukan suatu kombinasi sebelum gangguan
tersebut diekspresikan (cara pewarisan poligenik). Hal yang membuat masalah menjadi
lebih kompleks adalah kecenderungan bahwa gangguan ini sepenuhnya merupakan
ekspresi peristiwa lingkungan pada beberapa keluarga dan bahwa faktor genetik yang
berbeda bekerja pada keluarga lain untuk menghasilkan gambaran heterogenisitas
genetika. Sejumlah bukti mengindikasikan bahwa otak anak dengan orang tua yang
mengalami gangguan terkait alkohot menunjukkan sifat tak lazim dalam pengukuran
elektrofisiologis-contohnya, evoked potential dan EEG-dan berespons terhadap infus
alkohol. Reseptor neurotransmiter seperti reseptar dopamin tipe 2 (D2) mungkin
menjadi faktor dalam pewarisan gangguan terkait alkohol. Sejumlah studi menemukan
konsentrasi abnormal neurotransmiter dan metabolit neurotransmiter pada cairan
serebrospinal pasien dengan gangguan terkait alkohol. Hasil dari sejumlah studi ini
menunjukkan konsentrasi neurotransmiter dan metabolit neurotransmiter yang rendah
pada cairan serebrospinal pasien dengan gangguan terkait alkohol. Hasil berbagai studi
ini menunjukkan konsentrasi rendah serotonin, dopamin, dan GABA atau metabolitnya.

8. Apa tanda dan gejala sindroma ketergantungan?

Pedoman Diagnostik
Diagnosis ketergantungan yg pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya:
a. Adanya keinginan yg kuat atau dorongan yg memaksa (kompulsi)
untuk menggunakan zat psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk
sejak mulainya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang
menggunakan
c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika
penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dg adanya
gejala putus zat yg khas atau orang tersebut menggunakan zat atau
golongan zat yg sejenis dg tujuan untuk menghilangkan atau
menghindari terjadinya gejala putus zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif
yg diperlukan guna memperoleh efek yg sama yg biasanya diperoleh dg
dosis lebih rendah (contoh yg jelas dapat ditemukan pada individu dg
ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai
taraf yg dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna
pemula
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat
lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu
yg diperlukan untuk mendapatkan atau mengggunakan zat atau untuk
pullih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yg
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yg berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dg
penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa
pengguna zat sungguhsungguh atau dapat diandalkan, sadar akan
hakekat dan besarnya bahaya
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dg
kode lima karakter berikut:
F1x.20 kini abstinen
F1x.21 kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yg terlindung
(seperti dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, LP dll)
F1x.22 kini dalam pengawasan klinis dg terapi pemeliharaan atau dg
pengobatan zat pengganti [ketergantungan terkendali] (misalnya dg
methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)
F1x.23 kini amstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau
penyekat (mislnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24 kini sedang menggunakan zat [ketergantungan aktif]
F1x.25 penggunaan berkelanjutan
F1x.26 penggunaan episodik [dipsomania]

KRITERIA DX
9. Bagaimana kriteria diagnosis, prognosis, dan komplikasi sindroma ketergantungan?

Pedoman Diagnostik
Diagnosis ketergantungan yg pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya:
a. Adanya keinginan yg kuat atau dorongan yg memaksa (kompulsi)
untuk menggunakan zat psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk
sejak mulainya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang
menggunakan
c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika
penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dg adanya
gejala putus zat yg khas atau orang tersebut menggunakan zat atau
golongan zat yg sejenis dg tujuan untuk menghilangkan atau
menghindari terjadinya gejala putus zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif
yg diperlukan guna memperoleh efek yg sama yg biasanya diperoleh dg
dosis lebih rendah (contoh yg jelas dapat ditemukan pada individu dg
ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai
taraf yg dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna
pemula
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat
lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu
yg diperlukan untuk mendapatkan atau mengggunakan zat atau untuk
pullih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yg
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yg berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dg
penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa
pengguna zat sungguhsungguh atau dapat diandalkan, sadar akan
hakekat dan besarnya bahaya
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dg
kode lima karakter berikut:
F1x.20 kini abstinen
F1x.21 kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yg terlindung
(seperti dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, LP dll)
F1x.22 kini dalam pengawasan klinis dg terapi pemeliharaan atau dg
pengobatan zat pengganti [ketergantungan terkendali] (misalnya dg
methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)
F1x.23 kini amstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau
penyekat (mislnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24 kini sedang menggunakan zat [ketergantungan aktif]
F1x.25 penggunaan berkelanjutan
F1x.26 penggunaan episodik [dipsomania]

KRITERIA DX
Komplikasi dan Prognosis?

Hati

Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah terjadinya kerusakan hati. Penggunaan alkohol
walaupun dalam jangka waktu yang pendek dapat menyebabkan akumulasi lemak dan protein
yang dapat menimbulkan perlemakan hati (fatty liver) yang pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hati.1

Sistem gastrointestinal

Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya esofagitis,
gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung. Perkembangan menjadi varises esofagus dapat
menyertai pada seseorang dengan penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises
esofagus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan perdarahan
bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan pada usus, pankreatitis,
insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak dapat mengganggu
proses pencernaan dan absorbsi makanan yang normal. Sebagai akibatnya makanan yang
dikonsumsi dalam penyerapannya menjadi tidak adekuat. 1

Sistem tubuh lain

Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya tekanan darah, disregulasi
lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan terjadinya infark miokardium dan penyakit
serebrovaskular. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan sistem
hemopoetik dan dapat meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher, esofagus,
lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat menyebabkan hipoglikemia,
yang jika tidak cepat terdeteksi akan menyebabkan kematian mendadak pada orang yang
terintoksikasi.

10. Bagaimana terapi dan edukasi pada sindroma ketergantungan?Apa perbedaan


intoksikasi akut, sindrom ketergantungan dan keadaan putus zat?
 ERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)

Terapi ini antara lain ditujukan untuk :

a) TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI


o Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat pula diulang setelah 2-3
menit sampai 2-3 kali
o Intoksikasi kanabis (ganja):
Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.
Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10 mg.
o Intoksikasi kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg
oral atau Clobazam 3x10 mg.
Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi palpitasi
beri propanolol 3x10-40 mg oral
o Intoksikasi alkohol :
Mandi air dingin bergantian air hangat
Minum kopi kental
Aktivitas fisik (sit-up,push-up)
Bila belum lama diminum bisa disuruh muntahkan
o Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):
Melonggarkan pakaian
Membersihkan lendir pada saluran napas
Beri oksigen dan infus garam fisiologis

b) TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS


 Usahakan agar pernapasan berjalan lancar, yaitu :
o Lurus dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jika diperlukan
dapat memberikan bantalan dibawah bahu)
o Kendurkan pakaian yang terlalu ketat
o Hilangkan obstruksi pada saluran napas
o Bila perlu berikan oksigen

 Usahakan agar peredaran darah berjalan lancar


o Bila jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin 0.1-
0.2 cc I.M
o Bila timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi) karena
sirkulasi darah yang tidak memadai, beri infus 50 ml sodium bikarbonas

 Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan
kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi
untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika
didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.

 Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya


perdarahan atau trauma yang membahayakan
 Observasi terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam
10 mg melalui IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang
belum teratasi.

 Bila ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV

c) TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT


 Terapi putus zat opioida

Terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi.

Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun


rawat inap.

Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda :

o 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional


o 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate
Detoxification Treatment)

Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses


penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA

Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :

o Tanpa diberi terapi apapun, putus obat seketika (abrupt withdrawal atau
cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja :
 Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgetik non-
narkotik,asam mefenamat dan sebagainya
 Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin  Untuk mual beri
metopropamid
 Untuk kolik beri spasmolitik
 Untuk gelisah beri antiansietas
 Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepin
o Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
 Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit
demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS
Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya
dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya.
 Disamping itu diberi terapi simptomatik
o Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda
 Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4
kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari
 Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg),
terapi harus dihentikan.
o Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi
(Rapid Opioid Detoxification).

Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,dilakukan di RS dengan
fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi
menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.

 Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alkohol

Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test
toleransi dengan cara :

Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi


gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari
sampai gejala putus zat hilang.

 Terapi putus Kokain atau Amfetamin


Rawat inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan
bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
 Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA
o Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Inj.
Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari.
o Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM
o Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti
pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol
 Terapi putus opioida pada neonatus
Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami
ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir.
Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah,sulit
tidur,diare,tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam,
berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya
berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai
dalam 10 hari.

Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Aditif. Fakultas Kedokteran


Umum Universitas Indonesia: Jakarta.

11. Apa saja efek dari minuman beralkohol terhadap tubuh?


Menurut Joyce (1999) Efek minuman beralkohol adalah sebagai berikut :
a. Mengkonsumsi minuman beralkohol secara terus menerus dalam
jangka panjang dapat merusak system di tubuh.
b. Alcohol akan merusak fungsi otak dan system saraf secara permanen.
Hati merupakan organ yang berfungsi memecahkan dan mengeluarkan
alcohol dari darah. Organ vital ini akan mengalami radang hati (hepatitis),
sirosis dan kanker hati.
c. Konsumsi alcohol secara terus menerus dapat menyebabkan penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, gagal jantung dan stroke.
d. Jumlah alcohol yang berlebihan akan mengiritasi lambung sehingga
timbul gastritis.
e. Alcohol mengandung efek diuretic (meningkatkan julah urin), sehingga
jika berlebihan akan menimbulkan kerusakan ginjal.
f. Alcohol dapay meningkatkan gairah seksual, namun bila berlebihan
malah dapat menimbulkan impotensi.

ALKOHOLISME

a. Manifestasi sosial
Mungkin merupakan manifestasi yang paling sering, meliputi;
- Permintaan surat keterangan medis
- Masalah perkawinan, perceraian, dan kekerasan domestik
- Masalah keuangan, terkucilkan, kecelakaan kerja
- Penyerangan publik atau mabuk dimuka publik
- Penuntutan untuk prilaku kekerasan atau pelanggaran mengemudi, pelecehan dan
penganiayaan seksual atau pengangguran
b. Manifestasi klinis
Sekitar 80% pasien yang dirujuk akibat ketergantungan alkohol memiliki masalah medis yang
serius. Gejala putus obat umumnya timbul saat pasien sadar. Gambaran komplikasi spesifik
sangat bervariasi;
- Gastrointestinal : hepatitis, sirosis, gastritis, perdarahan gastrointestinal, pankreatitis
- Kardiovaskuler : hipertensi ( menyebabkan meningkatkan kejadian penyakit kanker
mulut, esophagus, hati bahkan payudara)
- Obstetri :sindrom alkohol fetus
- Neurologis : sinkope, kejang, neuropati, status konfusional akut, perdarahan subdural,
ensefalopati
- Muskuloskeletal : gout
c. Manifestasi psikiatrik
- Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Depresi sendiri dapat
menyebabkan alkoholisme dengan memacu orang untuk minum sebagai usaha untuk
mengurangi gejala-gejala depresi.
- Ansietas : gejala sering muncul pada saat putus obat parsial. Seperti halnya depresi,
ansietas atau gangguan panik merupakan predisposisi konsumsi alkohol secara
berlebihan sebagai usaha mengurangi gejala
- Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan diri sendiri
- Disfungsi seksual : impotensi, ejakulasi lama
- Halusinasi : baik auditorik maupun visual biasanya selama putus obat tetapi dapat pula
terjadi tanpa gambaran delirium lainnya
- Halusinasi alkoholik : halusinasi auditorik yang mengganggu tapi jarang dan terjadi saat
sadar.2

ABC of Mental Health by Teifion Davies and TKJ Craig : alih bahasa, Alifa Dimanti, Editor Edisi
bahasa Indonesia Husny Muttaqin, Jakarta: EGC, 2009.

Menurut Jellinek membagi progresifitas alkoholisme dalam 3 fase;

1. Fase pertama atau fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol,
amnesia, secara diam-diam menggak sekaligus meminum alkohol, merasa bersalah karena
meminum minuman beralkohol dan terhadap prilaku yang diakibatkannya.
2. Fase kedua atau fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan minum-
minuman keras, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan pekerjaan, dan preokupasi
untuk menjamin tersedianya minuman beralkohol.
3. Fase ketiga atau fase kronis ditandai dengan minum minuman beralkohol pada pagi hari,
pelanggaran terhadap standar etika, tremor atau gemetar dan halusinasi. 5

Anda mungkin juga menyukai