Anoreksia : gangguan makan (menghindari makan) ditandai dengan rasa takut jika berat
badan bertambah. Anoreksia adalah menghindari makan dan terobsesi memiliki badan yang
kurus. Ditandai dengan keengganan untuk menetapkan BB normal, ketakutan ekstrem
menjadi gemuk, perilaku makan terganggu, menghindari makanan karena takut gemuk.
Untuk mengurangi BB dengan merangsang muntah dg menyentuh langit-langit mulut, obat
pencahar, olahraga berlebihan, dan obat penekan nafsu makan. Yang merangsang untah
disebut gangguan Bulimia Nervosa.
Insomnia : gangguan tidur yg mneyebabkakn penderita sulit tidur atau tidak cukup tidur
meski terdapat cukup waktu untuk melakukannya shg penderita tidak prima dalam
melakukan aktivitas di keesokan harinya
Sindroma ketergantungan fisik dan psikis :
STEP 2
- komplikasi lain yaitu penyakit liver, penyakit jantung (hipertensi, stroke, dan gangguan
irama jantung), dan pembuluh darah.
- alkohol mengandung etanol etanol di otak akan meningkatkan inhibtor GABA. Jika
sudah kronis maka respon GABA berkurang aktivitas glutamat/ eksitatorik meningkat
kejang
- secara ionik : pada awal konsumsi alkohol ion Cl influks nya tinggi efek relaksasi
(ngelfy, relax)
- Tapi jikakronis influks Cl berkurang kecemasan, kejang karena eksitatorik
meningkat
Orang tidak disuhu dingin suka minum alkohol untuk menghangatkan tubuh
Anoreksia: minum alkohol lambung kerusakan mukosa lambung
pertahanan mukosa lambung menurun difusi kembali asam dan pepsin dalam
lambung lagi asam lambung meningkat
Alkohol juga dapat mengganggu sistem otonom untuk respon makan
anoreksia
Insomnia : konsumsi alkohol mempengaruhi fase tidur (penurunan fase tidur)
fase terbangun lebih lama
Disregulasi HPA axis (berperan dlm pengeluaran kortisol untuk hormon berjaga/
agar tdk tidur) perubahan metabolisme glukosa. Pada alkohol hormon
kortisol tinggi melatonin rendah susah tidur
Alkohol tdk mengganggu pada REM tapi akan mengganggu NERM sering
bangun kualitas tidur kurang baik
Alkohol Insomnia Due to drug or substance
3. Mengapa didapatkan TD 135/85 mmHg, temperatur 37,5, RR 26x/menit?
Suhu 37,5 derajat : karena kortisol yang dihasilkan oleh alkohol
mempengaruhi ketersediaan energi dapat memecah lemak, dan
penyimpanan glukosa karena dimetabolisme terus menerus suhu
meningkat
TD meningkat : alkohol mempengaruhi ion channel (nikotinik Ach, serotonin,
gaba A) reeptor ts akan tersensitasi oleh alkohol vasokontriksi TD naik
jantung berdebar-debar
Sensitivtas GABA menurun hiper eksitabilitii efek ke saraf otonom
mengatur CO meningkat takikardi TD meningkat
Pengeluaran kelenjar keringat berlebihan cemas, takikardi, keringat
berlebihan
4. Apa hubungan riwayat keluarga sering bertengkar dan sering membolos dengan
kesulitan berhenti minum alkohol?
Ada permasalahan keluarga bolos pasien merasa kesal memicu konsumsi alkohol
tetapi tidak menyelesaikan masalah justru menambah masalah
Konsumsi alkohol terus menerus karena :
Masalah keluarga
Alkohol mempengaruhi neurotransmitter yaitu antagonis gluatmat inhibitor neuron
eksitatorik
Amygdala bila dihambat fungsinya kesenangan euforia minum alkohol kembali
Akohol efek sedatif/ tenang. Pada skenario ini, dicurigai alkohol sebagai pelarian karena
adanya faktor lingkungan (maslaah keluarga).
Penyalahgunaan alkohol dapat terjadi pada siapa saja/ semua sosioekonomi. Anak sma
karena adanya masalah keluarga kesulitan di sekolah sering membolos bahkan di drop
out dari sekolah
Alkohol mengandung etanol efek di amygdala sebagai reward center shg etanol
memproduksi perasaan bahagia/ euforia minum alkohol terus . selain itu etanol akan
menghambat behaviour inhibit center lebih relax dan tdk terlalu cemas
Riw keluarga bertengkar : adanya pelampiasan agar dia bahagia.
Alkohol -> 90% dimetabolisme di hepar dan 10% dikeluarkan lewat ginjal, paru-paru
Etiologi
a. teori psikologi
penggunaan alkohol karena dpat menurunkan tekanan, meningkatkan perasaan
memilki kekuatan dan memilki kemampuan utk menurunkan rasa sakit psikologis
b. teori psikodinamik
alkohol dianggap mampu menginhibisi dari perasaan anxiety
c. teori behavioural
orang merasa alkohol intake menyenangkan
d. sosio cultural theory
bergantung dg social grupnya
e. childhood theory
anak-anak dg ADHD memilki kemungkinan lbh besar mengalami alkohol disrder
f. genetik theory
- kerabat dekat semakin meningkatn insiden alkohol meningkat
- kembar identik
- anak adopsi : org tua adopsi minum alkohol minum alkohol jg
- gen yg mempengaruhi alcoholism
10. Bagaimana terapi dan edukasi pada sindroma ketergantungan?Apa perbedaan intoksikasi
akut, sindrom ketergantungan dan keadaan putus zat?
Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan level toleransi peminum alkohol
melalui proses yang disebut neuroadaptations : secara bertahap reseptor di otak
beradaptasi dengan efek dari alkohol untuk mengimbangi rangsangan dan sedasi yang
terjadi sehingga efek dari alkohol dalam jumlah yang sama menjadi berkurang dari waktu ke
waktu. Hal ini menyebabkan seseorang yang mengonsumsi alkohol akan menambah jumlah
alkohol yang diminumnya untuk mendapatkan sensasi yang dia inginkan karena jumlah yang
sama tidak lagi memberikan efek atau sensasi yang sama baginya. Proses toleransi ini sangat
dipengaruhi oleh reseptor GABA dan glutamat. Konsumsi alkohol akan menyebabkan
ketidakseimbangan aktivitas antara GABA dan NMDA. Ketidakseimbangan fungsi ini semakin
menjadi tak terkendali (overactive) di otak apabila seseorang memutuskan untuk berhenti
minum alkohol. Menurut[ CITATION SLo09 \l 1033 ], selanjutnya gejala-gejala withdrawal
akan muncul berupa kecemasan, tubuh berkeringat, kejang, halusinasi dan timbul keinginan
yang tak tertahankan untuk mengonsumi alkohol. Hal ini harus segera ditangani secara
medis karena dapat membahayakan nyawa pecandu alkohol. Fase withdrawl yang berulang-
ulang ini dianggap membawa efek toksik (racun) pada neuron dan menyebabkan gangguan
kognitif serta kerusakan otak.
S. Loeber, T. D. (2009). Alcohol & Alcoholism. Impairment of cognitive abilities anddecision making
after chronic use of alcohol: the impact of multipledetoxifications. , 372–381.
Menurut [ CITATION LMO04 \l 1033 ] alkohol mempengaruhi sistem opioid endogen di otak.
Opioid endogen bertanggung jawab atas munculnya sensasi menyenangkan (pleasure) dan
memperkuat efek yang ditimbulkan dari alkohol. Selanjutnya, opioid akan merangsang
sistem dopamin yang ada di otak. Dopamin sendiri bertugas mengatur berbagai perilaku
apetitif manusia. Kemudian, pengaruh alkohol akan memunculkan berbegai keinginan
seperti makan, minum, hubungan seksual dan keinginan mengonsumsi zat psikoaktif.
Konsumsi alkohol akan menganggu regulasi sistem dopamin dan dapat menimbulkan
keinginan yang tidak terkendali.
Wand, L. M. (2004). Physiology & Behaviour. Opioids and alcoholism.
Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack Woodside, Jr., M.D., East
Tennessee State University, James H. Quillen College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan, tekanan darah 135/85 mmHg :hipertensi
Konsumsi minuman alkohol secara berlebihan akan berdampak buruk pada kesehatan jangka
panjang. Salah satu akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan tersebut adalah terjadinya
peningkatan tekanan darah yang disebut hipertensi. Alkohol merupakan salah satu penyebab
hipertensi karena alkohol memiliki efek yang sama dengan karbondioksida yang dapat
meningkatkan keasaman darah, sehingga dalah menjadi kental dan jantung dipaksa untuk
memompa, selain itu konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka panjang akan
berpengaruh pada peningkatan kadar kortisol dalam darah sehingga aktifitas rennin-
angiotensin aldosteron system (RAAS) meningkat dan mengakibatkan tekanan darah
meningkat
Mukhibbin, A. Dampak kebiasaan merokok, minuman alkohol dan obesitas terhadap kenaikan
tekanan darah pada masyarakat di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta; 2013.
4. Apa hubungan riwayat keluarga sering bertengkar dan sering membolos dengan
kesulitan berhenti minum alkohol?
Penyalahgunaan zat, merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat
patologik, paling sedikit satu bulan lamanya, sehngga menimbulkan gangguan
fungsi sosial atau okupasional. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik
dapat berupa intoksikasi sepanjang hari, terus menggunakan zat tersebut
walaupun penderita mengetahui dirinya sedang menderita sakit fisik berat
akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia tidak dapat berfungsi
dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan yang dapat terjadi
adalah gangguaan fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan memenuhi
kewajiban terhadap keluarga atau kawan-kawannya karena perilakunya yang
tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar.
Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas akibat
intoksikasi, serta perbuatan kriminal lainnya karena motivasi memperoleh
uang. masalah emosional yg terjadi bisa disebabkan oleh penyalahgunaan zat
secara patologik dan bisa akibat dari intoksikasi
Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang disebut
sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan
Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat
lain.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit,
cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat primer
seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai
otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak
sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.
Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang diduga
ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik tubuh atau
gangguan pada otak sendiri).
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan
sistemik atau otak yang adapt didiagnosis tersendiri. Termasuk, gangguan mental
simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/gangguan sistemik di luar otak (ekstracerebral).
Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)
-
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi
Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
6. Bagaimana mekanisme kerja alkohol yg dpt menyebabkan intoksikasi?
Alkohol mengganggu pengaturan eksitasi atau inhibisi di otak, sehingga mengkonsumsi
alkohol dapat mengakibatkan terjadinya disinhibisi, ataksia dan sedasi. Efek
farmakologis etanol meliputi pengaruhnya pada proses timbulnya penyakit,
perkembangan prenatal, sistem gastrointestinal, kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
Etanol mengganggu keseimbangan eksitasi dan inhibisi transmisi listrik di otak, yang
menyebabkan disinhibisi, ataksia dan sedasi. Toleransi terhadap etanol mulai timbul
setelah penggunaan kronis yang ditunjukkan antara lain dengan gangguan psikis dan
aktivitas bila konsumsi alkohol dihentikan secara tiba-tiba.
Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat pada saluran
pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat dicapai dalam waktu 30
menit setelah ingesti etanol dalam keadaan lambung kosong. Volume distribusi untuk
etanol mendekati total air dalam tubuh (0,5-0,7 l/kg). Karena absorpsi dari usus halus
lebih cepat dibandingkan dari lambung seperti penundaan pengosongan lambung,
misalnya, karena adanya makanan dalam lambung, dapat memperlambat absorpsi
etanol. Dengan dosis alkohol secara oral yang setara, wanita memiliki konsentrasi
puncak yang lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita memiliki total
kadar air tubuh yang lebih rendah dari pria dan karena perbedaan dalam first-pass
metabolism.
Sebagian besar acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di hepar dengan
reaksi yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent aldehyde dehydrogenase
(ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang akan dimetabolisme lebih lanjut
menjadi CO2 dan air atau digunakan untuk membentuk asetil KoA.
Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA yang lebih tinggi mendukung sintesis
asam lemak serta penyimpanan dan akumulasi triasilgliserida. Jumlah badan keton
dalam tubuh yang meningkat kemudian memperparah kondisi asidosis laktat pada
tubuh. Metabolisme etanol melalui jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal
ini membatasi ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang tereduksi
sehingga meningkatkan stres oksidatif.
Alkohol merangsang peningkatan aksis hypothalamic pituitary adrenocortical (HPA).
Aktivasi aksis HPA merupakan komponen utama dari respon stres. Peningkatan aksis
HPA dipengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis kelamin, dan
parameter dosis. Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi fungsi aksis HPA
berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas sistem stres ekstrahipothalamik di
otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi motivasi untuk perilaku alcohol self-
administration.
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah "mabuk" atau "teler", dimana
kondisi ini sebenarnya adalah karakteristik intoksikasi alkohol yang dapat
menyebabkan cedera, kecacatan dan kematian. Konsumsi alkohol yang berat dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, henti nafas dan kematian. Selain kematian, efek
jangka pendek alkohol menyebabkan hilangnya produktivitas kerja akibat disorientasi
dan kecelakaan akibat berkendara dalam keadaan disorientasi tersebut. Konsumsi
alkohol juga memiliki kaitan terhadap perilaku kekerasan dan tindak kriminal.
Sebanyak 70% narapidana menggunakan alkohol sebelum melakukan tindak kekerasan,
dan lebih dari 40% kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi oleh alkohol.
Seseorang yang ketergantungan secara fisik terhadap alkohol, akan mengalami gejala
putus alkohol apabila menghentikan atau mengurangi jumlah penggunaannya. Gejala
biasanya terjadi mulai 6-24 jam setelah konsumsi yang terakhir. Gejala ini dapat
berlangsung selama 5 hari, diantaranya adalah gemetar, mual, cemas, depresi,
berkeringat, nyeri kepala dan sulit tidur.
Kejang
Sindrom putus alkohol dimediasi oleh berbagai mekanisme. Otak mempertahankan
keseimbangan neurokimia melalui penghambatan
dan neurotransmiter rangsang. Utama neurotransmitter penghambat adalah -
aminobutyric acid (GABA), yang bekerja melalui neuroreceptor GABAalpha (GABA-A). Salah
satunya neurotransmitter rangsang utama adalah glutamat, yang bertindak melalui
neuroreseptor N-metil-Daspartat (NMDA). Alkohol meningkatkan efek GABA pada
neuroreseptor GABA-A, menghasilkan penurunan keseluruhan rangsangan otak. Paparan
kronis terhadap hasil alcohol dalam penurunan kompensasi neuroreceptor GABA-A respon
terhadap GABA, dibuktikan dengan meningkatnya toleransi efek alkohol. Alkohol
menghambat neuroreseptor NMDA, dan kronis paparan alkohol menghasilkan pengaturan-
atas reseptor ini. Penghentian paparan alkohol secara tiba-tiba menghasilkan otak
hyperexcitability, karena reseptor sebelumnya dihambat oleh alkohol tidak lagi terhambat.
Hyperexcitability otak bermanifestasi secara klinis sebagai kecemasan, lekas marah, agitasi,
dan tremor. Manifestasi yang parah termasuk kejang dan delirium tremens.
Konsep penting dalam ketagihan alkohol dan penarikan alkohol adalah fenomena “kindling”;
syarat mengacu pada perubahan jangka panjang yang terjadi pada neuron setelahnya
detoksifikasi berulang. Detoksifikasi berulang dipostulatkan untuk meningkatkan pikiran
obsesif atau kecanduan alcohol Kindling menjelaskan pengamatan episode-episode
selanjutnya penarikan alkohol cenderung semakin memburuk. Meskipun signifikansi kindling
dalam penarikan alkohol masih diperdebatkan, fenomena ini mungkin penting dalam
pemilihan obat untuk mengobati penarikan.
Kindling adalah model yang umum digunakan untuk pengembangan kejang dan
epilepsidimana durasi dan keterlibatan perilaku dari kejang yang diinduksi meningkat setelah kejangdipicu
berulang kal
Max Bayard, M.D., Jonah Mcintyre, M.D., Keith R. Hill, M.D., and Jack Woodside, Jr., M.D., East
Tennessee State University, James H. Quillen College of Medicine, Johnson City, Tennessee
Am Fam Physician. 2004 Mar 15;69(6):1443-1450.
Pedoman Diagnostik
Diagnosis ketergantungan yg pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya:
a. Adanya keinginan yg kuat atau dorongan yg memaksa (kompulsi)
untuk menggunakan zat psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk
sejak mulainya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang
menggunakan
c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika
penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dg adanya
gejala putus zat yg khas atau orang tersebut menggunakan zat atau
golongan zat yg sejenis dg tujuan untuk menghilangkan atau
menghindari terjadinya gejala putus zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif
yg diperlukan guna memperoleh efek yg sama yg biasanya diperoleh dg
dosis lebih rendah (contoh yg jelas dapat ditemukan pada individu dg
ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai
taraf yg dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna
pemula
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat
lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu
yg diperlukan untuk mendapatkan atau mengggunakan zat atau untuk
pullih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yg
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yg berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dg
penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa
pengguna zat sungguhsungguh atau dapat diandalkan, sadar akan
hakekat dan besarnya bahaya
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dg
kode lima karakter berikut:
F1x.20 kini abstinen
F1x.21 kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yg terlindung
(seperti dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, LP dll)
F1x.22 kini dalam pengawasan klinis dg terapi pemeliharaan atau dg
pengobatan zat pengganti [ketergantungan terkendali] (misalnya dg
methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)
F1x.23 kini amstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau
penyekat (mislnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24 kini sedang menggunakan zat [ketergantungan aktif]
F1x.25 penggunaan berkelanjutan
F1x.26 penggunaan episodik [dipsomania]
KRITERIA DX
9. Bagaimana kriteria diagnosis, prognosis, dan komplikasi sindroma ketergantungan?
Pedoman Diagnostik
Diagnosis ketergantungan yg pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau
lebih gejala dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya:
a. Adanya keinginan yg kuat atau dorongan yg memaksa (kompulsi)
untuk menggunakan zat psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk
sejak mulainya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang
menggunakan
c. Keadaan putus zat secara fisiologis (lihat F1x.3 atau F1x.4) ketika
penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dg adanya
gejala putus zat yg khas atau orang tersebut menggunakan zat atau
golongan zat yg sejenis dg tujuan untuk menghilangkan atau
menghindari terjadinya gejala putus zat.
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif
yg diperlukan guna memperoleh efek yg sama yg biasanya diperoleh dg
dosis lebih rendah (contoh yg jelas dapat ditemukan pada individu dg
ketergantungan alkohol dan opiat yang dosis hariannya dapat mencapai
taraf yg dapat membuat tak berdaya atau mematikan bagi pengguna
pemula
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat
lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu
yg diperlukan untuk mendapatkan atau mengggunakan zat atau untuk
pullih dari akibatnya.
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yg
merugikan kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum
alkohol berlebihan, keadaan depresi sebagai akibat dari suatu periode
penggunaan zat yg berat atau hendaya fungsi kognitif berkaitan dg
penggunaan zat; upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa
pengguna zat sungguhsungguh atau dapat diandalkan, sadar akan
hakekat dan besarnya bahaya
Diagnosis sindrom ketergantungan dapat ditentukan lebih lanjut dg
kode lima karakter berikut:
F1x.20 kini abstinen
F1x.21 kini abstinen, tetapi dalam suatu lingkungan yg terlindung
(seperti dalam rumah sakit, komuniti terapeutik, LP dll)
F1x.22 kini dalam pengawasan klinis dg terapi pemeliharaan atau dg
pengobatan zat pengganti [ketergantungan terkendali] (misalnya dg
methadone, penggunaan “nicotine gum” atau “nicotine patch”)
F1x.23 kini amstinen, tetapi sedang dalam terapi obat aversif atau
penyekat (mislnya naltrexone atau disulfiram)
F1x.24 kini sedang menggunakan zat [ketergantungan aktif]
F1x.25 penggunaan berkelanjutan
F1x.26 penggunaan episodik [dipsomania]
KRITERIA DX
Komplikasi dan Prognosis?
Hati
Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah terjadinya kerusakan hati. Penggunaan alkohol
walaupun dalam jangka waktu yang pendek dapat menyebabkan akumulasi lemak dan protein
yang dapat menimbulkan perlemakan hati (fatty liver) yang pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hati.1
Sistem gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya esofagitis,
gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung. Perkembangan menjadi varises esofagus dapat
menyertai pada seseorang dengan penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises
esofagus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan perdarahan
bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan pada usus, pankreatitis,
insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak dapat mengganggu
proses pencernaan dan absorbsi makanan yang normal. Sebagai akibatnya makanan yang
dikonsumsi dalam penyerapannya menjadi tidak adekuat. 1
Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya tekanan darah, disregulasi
lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan terjadinya infark miokardium dan penyakit
serebrovaskular. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan sistem
hemopoetik dan dapat meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher, esofagus,
lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat menyebabkan hipoglikemia,
yang jika tidak cepat terdeteksi akan menyebabkan kematian mendadak pada orang yang
terintoksikasi.
Pasang infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan
kecepatan rendah (10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi
untuk memberikan cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika
didapatkan tanda-tanda kemungkinan dehidrasi.
o Tanpa diberi terapi apapun, putus obat seketika (abrupt withdrawal atau
cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja :
Untuk nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgetik non-
narkotik,asam mefenamat dan sebagainya
Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin Untuk mual beri
metopropamid
Untuk kolik beri spasmolitik
Untuk gelisah beri antiansietas
Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepin
o Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
Dapat diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit
demi sedikit. Misalnya yang digunakan di RS
Ketergantungan Obat Jakarta, diberi kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya
dikurangi 10 mg setiap hari dan seterusnya.
Disamping itu diberi terapi simptomatik
o Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda
Dipakai Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4
kali pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari
Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg),
terapi harus dihentikan.
o Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi
(Rapid Opioid Detoxification).
Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,dilakukan di RS dengan
fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi
menggunakan anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
Harus secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test
toleransi dengan cara :
ALKOHOLISME
a. Manifestasi sosial
Mungkin merupakan manifestasi yang paling sering, meliputi;
- Permintaan surat keterangan medis
- Masalah perkawinan, perceraian, dan kekerasan domestik
- Masalah keuangan, terkucilkan, kecelakaan kerja
- Penyerangan publik atau mabuk dimuka publik
- Penuntutan untuk prilaku kekerasan atau pelanggaran mengemudi, pelecehan dan
penganiayaan seksual atau pengangguran
b. Manifestasi klinis
Sekitar 80% pasien yang dirujuk akibat ketergantungan alkohol memiliki masalah medis yang
serius. Gejala putus obat umumnya timbul saat pasien sadar. Gambaran komplikasi spesifik
sangat bervariasi;
- Gastrointestinal : hepatitis, sirosis, gastritis, perdarahan gastrointestinal, pankreatitis
- Kardiovaskuler : hipertensi ( menyebabkan meningkatkan kejadian penyakit kanker
mulut, esophagus, hati bahkan payudara)
- Obstetri :sindrom alkohol fetus
- Neurologis : sinkope, kejang, neuropati, status konfusional akut, perdarahan subdural,
ensefalopati
- Muskuloskeletal : gout
c. Manifestasi psikiatrik
- Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Depresi sendiri dapat
menyebabkan alkoholisme dengan memacu orang untuk minum sebagai usaha untuk
mengurangi gejala-gejala depresi.
- Ansietas : gejala sering muncul pada saat putus obat parsial. Seperti halnya depresi,
ansietas atau gangguan panik merupakan predisposisi konsumsi alkohol secara
berlebihan sebagai usaha mengurangi gejala
- Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan diri sendiri
- Disfungsi seksual : impotensi, ejakulasi lama
- Halusinasi : baik auditorik maupun visual biasanya selama putus obat tetapi dapat pula
terjadi tanpa gambaran delirium lainnya
- Halusinasi alkoholik : halusinasi auditorik yang mengganggu tapi jarang dan terjadi saat
sadar.2
ABC of Mental Health by Teifion Davies and TKJ Craig : alih bahasa, Alifa Dimanti, Editor Edisi
bahasa Indonesia Husny Muttaqin, Jakarta: EGC, 2009.
1. Fase pertama atau fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol,
amnesia, secara diam-diam menggak sekaligus meminum alkohol, merasa bersalah karena
meminum minuman beralkohol dan terhadap prilaku yang diakibatkannya.
2. Fase kedua atau fase krusial ditandai dengan hilangnya kendali terhadap kebiasaan minum-
minuman keras, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan pekerjaan, dan preokupasi
untuk menjamin tersedianya minuman beralkohol.
3. Fase ketiga atau fase kronis ditandai dengan minum minuman beralkohol pada pagi hari,
pelanggaran terhadap standar etika, tremor atau gemetar dan halusinasi. 5