Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penghimpunan Dana

Untuk mengembangkan usaha Koperasi Syariah atau BMT, maka para pengurus
harusmemiliki strategi pencarian dana, sumber dana dapat diperoleh dari anggota,
pinjaman atau dana-dana yang bersifat hibah atau sumbangan. Semua jenis sumber dana
tersebut dapat di klasifikasikan sifatnya saja yang komersial, hibah atau sumbangan
sekedar titipan saja. Secara umum, sumber dana koperasi diklasifikasikan sebgai berikut:

1. Dana Pihak Pertama (DP I)

Dana pihak pertama sangat diperlukan BMT terutama pada saat pendirian. Tetapi
dana ini dapat terus dikembangkan, seiring dengan perkembangan BMT. Sumber dana
pihak pertama dapat dikelompokkan ke dalam ;

a Simpanan Pokok husus (Modal Penyertaan)

Simpanan pokok khusus merupakan simpanan modal penyertaan, yang dapat


dimiliki oleh individu maupun lembaga dengan jumlah setiap penyimpanan tidak
harus sama, dan jumlah dana tidak mempengaruhi suara dalam rapat. Untuk
memperbanyak jumlah simpanan pokok khusus ini, BMT dapat menghubungi para
aghniya maupun lembaga-lembaga Islam. Simpanan hanya dapat ditarik setelah
jangka waktu satu tahun melalui musyawarah tahunan. Atas simpanan ini, penyimpan
akan mendapatkan porsi laba pada setiap akhir tahun secara proporsional dengan
jumlah modalnya.

b Simpanan Pokok

Simpanan pokok merupakan simpanan pokok yang harus dibayar saat menjadi
anggota BMT. Besarnya simpanan pokok harus sama. Pembayarannya dapat saja
dicicil, supaya dapat menjaring jumlah anggota yang lebih banyak. Sebagai bukti
keanggotaan, simpanan pokok tidak boleh ditarik selama menjadi anggota. Jika
simpanan ini ditarik, maka dengan sendirinya keanggotaannya dinyatakan berhenti.
1
c Simpanan Wajib

Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir terus setiap waktu. Besar
kecilnya sangat tergantung pada kebutuhan permodalan dan anggotanya. Besarnya
simpanan wajib setiap anggota sama. Baik simpanan pokok maupun wajib akan turut
diperhitungkan dalam pembagian Simpanan Hasil Usaha. Berbagai sumber
permodalan BMT tersebut semuanya sangat penting. Namun untuk mendapatkan
jumlah dana yang besar, maka pengembangan produk modal penyertaan perlu
diperhatikan. Produk ini dapat digunakan untuk menjaring para aghniya baik individu
maupun lembaga. Dengan pendekatan agama dan ekonomi sekaligus, nilai produk ini
akan sangat kompetitif dibanding dengan produk lembaga ini.1

2. Dana Pihak Kedua (DP II)

Dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar. Nilai dana ini memang sangat
tidak terbatas. Artinya tergantung pada kemampuan BMT masing-masing, dalam
menanamkan kepercayaan kepada calon investor. Pihak luar yang dimaksud ialah
mereka yang memiliki kesamaan sistem yakni bagi hasil, baik bank maupun non
bank. Oleh sebab itu, sedapat mungkin BMT hanya mengakses sumber dana yang
dikelola secara Syariah. Berbagai lembaga yang mungkin dijadikan mitra untuk
meraih pembiayaan misalnya, Bank Muamalat Indonesia, BNI Syariah, Bank Syariah
Mandiri, BRI Syariah dll serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

3. Dana Pihak Ketiga (DP III)

Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para anggota BMT.
Jumlah dan Sumber dana ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara
pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua, yakni simpanan lancar
(Tabungan), dan simpanan tidak lancar (deposito).

a. Tabungan adalah simpanan anggota kepada BMT yang dapat diambil sewaktu-
waktu (setiap saat). BMT tidak dapat menolak permohonan pengambilan
tabungan ini.

1
Muh. Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil BMT (Yogyakarta: UII Press, 2004), 148.
2
b. Deposito adalah simpanan anggota kepada BMT, yang pengambilannya hanya
dapat dilakukan pada saat jatuh tempo. Jangka waktu yang dimaksud meliputi
satu, dua, tiga, enam dan dua belas bulan.2

B. Penyaluran Dana BMT

Penggunaan dana BMT merupakan upaya menggunakan dana BMT untuk


keperluan operasional yang dapat mengakibatkan berkembangnya BMT atau
sebaliknya, jika penggunaannya salah (Ridwan, 2004: 159). Setelah dana pihak
ketiga (DPK) dikumpulkan, maka sesuai dengan fungsi intermediary-nya maka
lembaga keuangan berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan.
Dalam hal ini, BMT harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang
dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah
digariskan. Alokasi dana ini mempunyai tujuan yang salah satunya adalah
mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas
tetap aman.3 Salah satu penggunaan dana BMT adalah dengan pembiayaan.

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan atau yang di persamakan


dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu di tambah dengan imbalan atau bagi hasil4
Pengalokasian dana BMT ini harus selalu berorientasi untuk meningkatkan
kesejahteraa anggota. Manajemen dan akan selalu dihadapkan pada dua persoalan
yakni bagaimana semaksimal mungkin mengalokasikan dana yang dapat
memberikan pendapatan maksimal dan tetap menjaga kondisi keuangan sehingga
dapat dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya setiap saat.

2
Muh. Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil BMT (Yogyakarta: UII Press, 2004), 153.

3
Muhammad, Konsep Syariah dalam Operasional BMT (Yogyakarta: LOS DIY, 2011), 273.

4
Muh. Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil BMT (Yogyakarta: UII Press, 2004), 163.
3
Pengertian pembiayaan kemudian diperjelas dalam ketentuan pasal 1 angka
3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 yang menyatakan sebagai berikut
;

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan atau piutang yang dapat
dipersamakan dengan itu dalam :

a. Transaksi investasi yang didasarkan, antara lain atas akad mudharabah dan
atau atau musyarakah

b. Transaksi sewa yang didasarkan antara lain atas akad Ijarah atau akad Ijarah
dengan opsi perpindahan hak milik (Ijarah muntahiyah bittamlik)

c. Transaksi jual beli yang didasarkan antara lain atas akad murabahah, salam
dan istishna’

d. Transaksi pinjaman yang didasarkan antara lain atas akad qard

e. Transaksi multijasa yang didasarkan antara lain atas akad Ijarah atau kafalah. 5

Pengertian yang sama juga dirumuskan dalam ketentuan pasal 1 angka 25


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yaitu: Pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk
Ijarah muntahiyah bittamlik

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahhah, salam, dan istishna’

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qard

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi multijasa


bedasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau UUS
dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas

5
. Muhammad, Konsep Syariah dalam Operasional BMT (Yogyakarta: LOS DIY, 2011), 284.
4
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.

Adapaun jenis-jenis pembiayaan dapat di dibedakan sebagai berikut ;

1. Pembiayaan Modal Kerja

Penyediaan modal kerja diterapkan dalam berbagai kondisi dan kebutuhan,


karena memang produk BMT sangat banyak sehingga memungkinkan dapat
memenuhi kebutuhan modal tersebut. Berbagai unsur yang termasuk dalam modal
kerja meliputi: kebutuhan kas, pemenuhan bahan baku, bahan setengah jadi (dalam
proses) maupun kebutuhan bahan jadi atau bahan perdagangan. Dalam sistem LKS,
pemenuhan modal kerja harus mempertimbangkan jenis kebutuhan dan rencana
pemanfatannya. karena hal ini akan menentukan jenis akad.

2. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli

Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli merupakan penyediaan barang


modal maupun investasi untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun investasi.
Atas transaksi jual beli ini, BMT akan memperoleh sejumlah keuntungan, karena
sifatnya jual beli, maka transaksi ini harus memenuhi syarat dan rukun jual beli.
Dilihat dari pemanfaatannya, sistem jual beli dapat di bagi menjadi ;

a. Pembiayaan Murabahah.

Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli antara pihak


lembaga keuangan dan nasabah dimana lembaga keuangan syari’ah membeli
barang yang diperlukan olehnasabah dan kemudian menjualnya kepada
nasabah tersebut sebesar harga perolehan di tambah dengan margin atau
keuntungan yang telah disepakati oleh akad.

b. Pembiayaan Salam.

Pembiayaan salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara


pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga terlebih
dahulu.
5
c. Pembiayaan Istishna’

Pembiayaan istishna’ adalah perjanjian jual beli dalam bentuk


pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan dan penjual.

3. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa

a. Pembiayaan Ijarah.

Pembiayaan ijarah adalah pembiayaan sewa menyewa barang dalam


waktu tertentu melalui pembayaran sewa.

b. Pembiayaan Ijarah muntahiyah bittamlik.

Pembiayaan ijarah muntahiyah bittamlik adalah perjanjian sewa


menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan barang
yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.

4. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil

a. Pembiayaan Mudharabah.

Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara pemilik dana


(shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dimana modalnya 100%
berasal dari shahibul maal dan keuntungan dibagi menurut nisbah yang telah
disepakati kedua belah pihak.

b. Pembiayaan Musyarakah.

Pembiayaan musyarakah adalah perjanjian kerja sama antara dua


orang atau lebih dimana modalnya berasal dari kedua belah pihak dan
keduannya bersepakat dalam keuntungan dan resiko.6Sebagai upaya
memperoleh pendapatan yang semaksimal mungkin, aktifitas pembiayaan
BMT juga menganut azas syari’ah, yakni dapat berupa bagi hasil, keuntungan
maupun jasa manajemen. supaya dapat memaksimalkan pengelolaan dana,
6
Muh. Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil BMT (Yogyakarta: UII Press, 2004), 167.
6
maka manajemen harus memperhatikan tiga aspek penting dalam pembiayaan,
yaitu ;

1. Aman, merupakan keyakinan bahwa dana yang di lempar dapat ditarik


kembali sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Untuk menciptakan
kondisi tersebut, sebelum dilakukan pencairan pembiayaan, BMT terlebih
dahulu harus melakukan survey usaha untuk memastikan bahwa usaha
yang di biayai layak.

2. Lancar, merupakan keyakinan bahwa dana BMT dapat berputar dengan


lancar dan cepat. Semakin cepat dan lancar perputaran dananya, maka
pengembangan BMTsemakin cepat.

3. Menguntungkan, merupakan perhitungan dan proyeksi yang tepat, untuk


memastikan bahwa dana yang dilempar akan menghasilkan pendapatan.
Semakin tepat dalam memproyeksi usaha, kemungkinan besar gagal dapat
diminimalisasi.7

Untuk mencapai keinginan tersebut maka alokasi dana-dana bank harus diarahkan
sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi,
yaitu ;

a. Aktiva yang dapat menghasilkan atau Earning Assets adalah aset bank yang
digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Aset ini disalurkan dalam bentuk
investasi yang terdiri atas ;

1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah)

2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah)

3. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al-Bai’)

4. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah wa Iqtina atau Ijarah
muntahiyah bittamlik)

7
Ibid., 164.
7
5. Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.

b. Aktiva yang tidak menghasilkan atau Non Earning Assets, terdiri dari ;

1. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets). Aktiva dalam bentuk tunai atau cash
assets terdiri dari uang tunai dalam vault, cadangan likuiditas (primary reserve),
giro pada bank dan item-item tunai lain yang masih dalam proses penagihan
(collections).

2. Pinjaman (qard). Pinjaman qard al hasan merupakan salah satu kegiatan dalam
mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran Islam. untuk
kegiatan ini bank tidak memperoleh penghasilan karena bank dilarang untuk
meminta imbalan apapun dari para penerima qard.

Penanaman Dana dalam Aktiva Tetap dan Inventaris. Penanaman dana dalam bentuk ini juga
tidak menghasilkan pendapatan bagi lembaga keuangan manapun, tetapi merupakan kebutuhan
untuk menfasilitasi pelaksanaan fungsi kegiatannya. Fasilitas itu terdiri dari bangunan gedung,
kendaraan dan peralatan lainnya yang dipakai dalam rangka penyediaan layanan kepada
nasabahnya.8 Sedangkan jenis-jenis penggunaan dana BMT dapat dikelompokkan sebagai
berikut ;

a. Penggunaan yang bersifat produktif untuk pembiayaan kepada anggota,


masyarakat, dan BMT lain dan untuk investasi pada Bank Syariah,
PusKopsyah maupun InKopsyah

b. Penggunaan yang bersifat tidak produktif seperti biaya-biaya operasional


BMT dan pembeliaan atau pengadaan inventaris

c. Penggunaan dana pembinaan kelompok dan lingkungan yaitu dana


pelatihan dan pendampingan anggota Pokusma dan dana sosial kematian,
kesehatan, dan lain-lain

8
Muhammad, Konsep Syariah dalam Operasional BMT (Yogyakarta: LOS DIY 2011), 273-275.
8
d. Penggunaan dana untuk menanggulangi resiko seperti penyisihan
penghapusan pembiayaan macet, penambahan dana cadangan umum dan
penyisihan laba ditahan.9

C. Produk-Produk Koperasi Syariah Atau BMT

1. Produk Pembiayaan:

a. Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana


pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itubukan akibat kelalaian si pengelola.
Seandinya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si
pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.10

b. Ba’i al- murabahah

Ba’i al- murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam ba’i al- murabahah,penjual
harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.11

c. Ba’i as- salam

Ba’i as- salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara
tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Namun dalam transaksi ini

9
Muh. Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tanwil BMT (Yogyakarta: UII Press, 2004), 159.

10
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001), 95.

11
M. Syafi’i Antonio, Op. Cit., 110
9
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan
dengan pasti.12

d. Ba’i al- istishna

Ba’i al- istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan


pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat
atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan
menjualnya kepada pembeli akhir.

e. Al- Ijarah (sewa)

Al- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri. Dan pengertian Al Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atau manfaat barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa tanpa pemindahan hak milik atas barang itu sendiri, contoh: penyewaan
tenda, Sound sistem dan lain-lain.

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun


penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang
ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan”. (Qs. Al-Baqarah :2. 233)

12
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 99.
10
D. Jasa-Jasa Koperasi Syariah atau BMT

1. Al- Wakalah

Al- Wakalah merupakan penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.


Atau, pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang
diwakilkan. Dan jasa ini adalah mewakilkan urusan yang dibutuhkan anggota kepada
pihak Koperasi seperti pengurusan SIM, STNK, pembelian barang tertentu disuatu
tempat, dan lain-lain. Wakalah berarti juga penyerahan pendelegasian atau
pemberian mandat.

“Bahwasannya Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafie dan Anshor untuk


mewakilkannya mengawini maimunah binti Al harits.” (Al-Hadist)

2. Al- Hawalah

Al- Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan
muhal alaih, atau orang yang berkewajiban membayar hutang.

3. Al- Kafalah

Al- Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada


pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang di tanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang di
jamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.

4. Ar- Rahn

Ar- Rahn merupakan salah satu harta miik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang di tahantersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil

11
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa
rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.

5. Al- Qardhul Hasan

Al- Qardhul Hasan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar
kewajiban sosial semata, dimana peminjam tidak berkewajiban untuk mengembalikan
apapun kecuali modal pinjaman dan biaya administrasi. Dalam Islam, transaksi ini
tidak boleh dikenakan tambahan atas pokok pinjaman, atau umum dikenal sebagai
bunga pinjaman, hukum pengenaan bunga pinjaman adalah riba. Suatu hal yang harus
dihindari karena haram. Qardhul Hasan merupakan pembiayaan bagi pemberdaya
usaha mikro.13

6. Jasa Wadiah (Titipan)

Jasa Wadiah dapat dilakukan pula dalam bentuk barang seperti jasa penitipan
barang dalam Locker Karyawan atau penitipan sepeda motor, mobil, pesawat dan
lain-lain. Dengan dasar :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat”. (Qs. An-Nisa’ 58.)

D. Distribusi Bagi Hasil

Distribusi pendapatan yang dimaksud di sini adalah pembagian pendapatan


atas pengelolaan dana yang diterima Koperasi Syariah dibagi kepada para anggota
yang memiliki jenis simpanan atau kepada para pemilik modal yang telah
memberikan kepada Koperasi dalam Bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan (periode khusus) makan distribusi
pendapatan tersebut termasuk katagori SHU (sisa hasil usaha) dalam aturan koperasi.

13
Yusa Laksana, Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009), 10.
12
Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan
atau pemberi pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha yang riil yang diterima
Koperasi pada saat bulan berjalan. Umumnya ditentukan berdasarkan nisbah yaitu
rasio keuntungan antara koperasi Syariah dan anggota atau pemberi pinjaman
terhadap hasil riil usahanya. Misalnya nisbah 30:70, yaitu jenis simpanan Qurban
anggota adalah 30 sedangkan untuk Koperasi 70 terhadap keuntungan bersih
Koperasi (laba bulan berjalan). Lain halnya dengan Konvensional pendapatan dari
jasa pinjaman koperasi disebut jasa pinjaman (bunga) tanpa melihat hasil keuntungan
riil melainkan dari saldo jenis simpanan. Maka dengan demikian pendapatan bagi
hasil dari Koperasi syariah bisa bisa naik turun sedangkan untuk konvensional
bersifat stabil alias tetap dari saldo tanpa melihat jenis payah usaha Koperasi Syariah.
Selanjutnya apabila Koperasi syariah menerima pinjaman khusus (restricted
Investment atau Mudharabah Muqayyadah), maka pendapatan bagi hasil usaha
tersebut hanya dibagikan kepada pemberi pinjaman dan Koperasi syariah. Bagi
Koperasi pendapatan tersebut dianggap pendapatan jasa atas Mudharabah
Muqayyadah.

Begitu pula selanjutnya untuk pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa


seperti wakalah. Hawalah, Kafalah disebut Fee Koperasi Syariah dan pendapatan
sewa (ijarah). Pendapatan yang bersumber dari jual beli (piutang dagang)
Mudharabah, Salam dan Istishna disebut Margin sedangkan pendapatan hasil
investasi ataupun kerjasama (Mudharabah dan Musyarakah) disebut pendapatan Bagi
Hasil.

Dalam rangka untuk menjaga Liquiditas, Koperasi diperbolehkan menempatkan


dananya kepada lembaga keuangan Syariah diantaranya Bank Syaria, BPRS maupun
Koperasi Syariah lainnhya. Dalam penempatan dana tersebut umumnya mendapatkan
bagi hasil juga.

Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan Koperasi yaitu


diputuskan oleh Rapat Anggota. Pembagian SHU tersebut setelah dikurangi dana
cadangan yang dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan.

13
Jadi dapat disimpulkan pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang
diterima kopeasi syariah dibagi kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau
kepada pemilik modal yang telah memberikan kepada koperasi dalam bentuk
Mudharabah dan Musyarakah.sedangkan pembagian yang bersifat tahunan maka
distribusi tersebut termasuk kategori SHU dalam aturan koperasi.
Untuk pembagian bagi hasil kepada anggota yang memiliki jenis simpanan ataau
pemberi pinjaman adalah didasarkan kepada hasil usaha yang riil yang diterima koperasi
pada saat bulan berjalan.umumnya ditentukan berdasarkan nisbah yaitu rasio keuntungan
antara koperaasi syariah dan anggota atau pemberi pinaman terhadap hasil riil
usahannya.lain halnya dengan konvensional pendapatan dari jasa pijamann koperasi
disebut jsa pinjaman(bunga)tanpa melihat hasil keuntungan riil melainkan dari saldo jenis
simpanan.maka dengan demikian pendapatan bagi hasil dari koperasi syariah bisa niak
turun sedangkan untuk konvensional bersifat stabil.apabila koperasi syariah menerima
pinjaman khusus(restricted investment atau Mudharabaah Muqayyadah),maka
pendapatan bagi hasil usaha tersebut hanya dibagikaan kepada pemberi pinjamann dan
koperasi syariah.bagi koperasi pendapatan tersebut dianggap pendapatan jasa atas
Mudharabah Muqqayyadah.
Begitu pula dengan pendapatan yang bersumber dari jasa-jasa seperti
wakalah,hawalah,Kaafalah disebut Fee koperasi syariah dan pendapatan sewa(ijarah)
diebut margin,sedangkan pendapatan hasil investasi ataupun kerjasama(Mudharaabah dan
Musyarakah) disebut pendapatan bagi hasil. Dalam rangka untuk menjaga liquiditas,
koperasi diperbolehkan menempatkan dananya kepada lembaga keuangan syariah
diantaranya Bank Syariah,BPRS maupun koperasi syariah lainnya. Dalam penempatan
dana tersebut umumnya mendapatkan bagi hasil juga.
Koperasi syariah dijalankan berpedoman pada hukum-hukum syariah,sehingga
menjamin kemaslahatan dalam kegiatannya. Koperasi syariah harus dijalankan oleh
oranng orang yang mengerti ekonomi syariah dan dapat menyampaikan ilmu-ilmunya
kepada masyarakat sebagai anggota koperasi, sehingga masyarakat mengerti keunggulan
bertransaksi di koperaasi syariah, dan memilih koperasi syariah dari pada di lembaga
ekonomi yang bersistim kapitalis untuk melakukan kegiatan ekonomi. Ketika koperasi
dijalankan sesuai jati dirinya ia akan tumbuh dan mencapai tujuannya, seperti jika kita
14
analogikan ketika kita ingin memasak makanan yang kita sukai, kita perlu bumbu dan
cara khusus untuk mendapatkan hasil yang sesuai selera, sesuai dengan apa yang kita
inginkan, begitu pun koperasi. Untuk pembagian SHU tetap mengacu kepada peraturan
koperasi yaitu disputuskan oleh  rapat anggota.Pembagian SHU tersebut telah dikurangi
dana cadangan yang dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.14
Sistem bagi hasil dijalankan berdasarkan kaidah islam salah satunya adalah
mengharamkan riba. Tetapi dalam pelaksanaannya BMT menentukan nisbah pada awal
kesepaatan. Apabila menentukan presentase nisbah pada awal kesepaatan ini dalam
kategori riba meskipun BMT ini mengharapkan agar antara pemilik dana dan pengelola
dana mengetahui keuntungan yang akan mereka peroleh. Konsep bunga dan konsep bagi
hasil keduanya mempunyai perbedaan yang nyata yaitu bunga berdasrkan presentase
berdasarkan pada jumlah uang atau modal yang dipindahkan sedangkan bagi hasil
besarnya rasio hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Untuk
menghindari timbulnya kerugian terhadap pihak-pihak yang bekerja sama dengan BMT
dalam menjalankan lembaga keuangan mikro secara transparan dan adil.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari keempat pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam usaha usaha
yang ada BMT terdapat penghimpunan dana baik dari dana pihak pertama, dana pihak
kedua dan dana pihak ketiga dan penyaluran dana BMT Setelah dana pihak ketiga (DPK)
dikumpulkan, maka sesuai dengan fungsi intermediary-nya maka lembaga keuangan
berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan. Dalam hal ini, BMT harus
mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana
alokasi berdasarkan kebijakan yang telah digariskan. Alokasi dana ini mempunyai tujuan
yang salah satunya adalah mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga
agar posisi likuiditas tetap aman. Salah satu penggunaan dana BMT adalah dengan
pembiayaan.

14
Muhammad, Konsep Syariah dalam Operasional BMT (Yogyakarta: LOS DIY, 2011), 296.
15
Produk produk koperassi syariah meliputi produk pembiayaan seperti murabahah,
mudarabah, ba’i as salam, istisna’, ijarah dan lain lain. Begitupun dengan distribusi bagi
hasilnya pembagian pendapatan atas pengelolaan dana yang diterima kopeasi syariah
dibagi kepada para anggota yang memiliki jenis simpanan atau kepada pemilik modal
yang telah memberikan kepada koperasi dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
Sedangkan pembagian yang bersifat tahunan maka distribusi tersebut termasuk kategori
SHU dalam aturan koperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Syafi'i. 2001. Bank Syariah dan Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani.

Karim, Adiwarman. 2011. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanga. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Laksana, Yusa. 2009. Panduan Praktis Account Officer Bank Syariah. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.

Ridwan, Muh.2004. Manajemen Baitul Maal wa Tanwil BMT. Yogyakarta: UII Press.
Muhammad. 2011. Konsep Syariah dalam Operasional BMT. Yogyakarta: LOS DIY.

16

Anda mungkin juga menyukai