Anda di halaman 1dari 39

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan


2.2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Institute of Medicine (1994) mutu layanan kesehatan adalah
sebagai derajat layanan bagi individu dan populasi yang meningkatkan
kecenderungan hasil akhir yang diinginkan dan konsisten dengan
pengetahuan profesional terkini (Marquis & Huston, 2010).

Memenuhi mutu pelayanan kesehatan maka dasar yang dipergunakan


untuk mengukur mutu pelayanan kesehatan adalah memenuhi
kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang
apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas kepada
klien (customer satisfaction) terhadap pelayanan jasa kesehatan. Jadi
yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan
rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan, maka
makin baik mutu pelayanan kesehatan (Herlambang, 2016).

Jadi mutu pelayanan kesehatan adalah memberikan pelayanan sesuai


dengan harapan dari klien sehingga menimbulkan rasa puas terhadap
pelayanan yang diberikan, semakin puas klien maka akan berdampak
terhadap mutu pelayanan.

Mutu pelayanan kesehatan menjadi hal yang penting dalam rumah


sakit, peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan
pelayanan kesehatan mendorong setiap rumah sakit untuk sadar mutu
dalam memberikan pelayanan kepada klien. Setiap permasalahan yang

11
12

muncul dalam rumah sakit khususnya berkaitan dengan mutu layanan


kesehatan, menurut Herlambang (2016) terdapat tiga konsep utama
yang selalu muncul. Konsep tersebut adalah akses, biaya, dan mutu.

Berdasarkan penelitian Diab (2014) yang menyatakan untuk dapat


berkompetensi harus mempunyai keunggulan dalam hal biaya,
fleksibilitas, dan pelayanan. Dalam mutu pelayanan kesehatan elemen
kepuasan klien merupakan yang terpenting. Jika klien tidak puas
dengan pelayanan yang diberikan, maka kemungkinan besar klien akan
komplain ke manajemen rumah sakit terkait dengan pelayanan jasa
yang diberikan.

Berdasarkan penelitian Sari & Wulandari (2014) bahwa jumlah pasien


di rumah sakit H.S Samsoeri Mertojoso Surabaya mengalami penurunan
lebih dari 10% tahun 2014 menunjukkan bahwa ada masalah dengan
kualitas layanannya. Dimensi kualitas pelayanan kesehatan berkorelasi
dengan aspek penghormatan dan kepedulian, kewajaran pelayanan,
informasi, efisiensi, kesan pertama, dan keragaman staf rumah.
Kepuasan pada aspek kewajaran pasien kurang puas untuk 38,1%
responden. Itu adalah aspek dengan tingkat kepuasan terendah. Hal itu
menunjukkan hal itu aspek keadilan rumah sakit perlu ditingkatkan.

2.2.3 Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan


Adalah variabel ukuran atau tolak ukur untuk mengetahui adanya
perubahan penyimpangan yang dikaitkan dengan target atau standar yang
telah ditentukan, indikator biasanya digunakan dalam mengukur
keberhasilan kinerja seseorang, kelompok atau rumah sakit tertentu,
berikut salah satu jenis pelayanan, indikator, dan standar dalam penilaian
standar dalam penilain standar pelayanan minimal (Putra, 2014).
13

Menurut Woodruff dan Gardial (2002) kepuasan sebagai model kesenjangan


antara harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual yang
diterima klien. Kepuasan klien merupakan perasaan senang atau puas bahwa
pelayanan atau jasa telah sesuai atau melebihi harapan pasien. Kepuasan
klien terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, harapan klien
dapat dipenuhi, maka klien akan puas (Nursalam, 2015).

Kepuasan klien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang


diberikan dan merupakan modal untuk mendapatkan pasien yang loyal.
Pasien yang loyal akan menggunakan kembali pelayanan kesehatan yang
sama bila mereka membutuhkan lagi. Pasien yang loyal adalah sarana
promosi yang murah, karena diketahui bahwa pasien loyal akan mengajak
orang lain untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama.

Indikator kepuasan pasien di rumah sakit merupakan indikator mutu


pelayanan di rumah sakit, adalah sebagai berikut (Susatyo, 2016):

2.2.3.1 Pelayanan dokter, yaitu; (1) sikap dan perilaku dokter saat
melakukan pemeriksaan rutin; (2) penjelasan dokter terhadap
pengobatan yang akan dilakukannya; (3) ketelitian dokter memeriksa
pasien; (4) kesungguhan dokter dalam menangani penyakit pasien;
(5) penjelasan dokter tentang obat yang harus diminum; (6)
penjelasan dokter tentang makanan yang harus dipantang; (7)
kemanjuran obat yang diberikan dokter; (8) tanggapan dan jawaban
dokter atas komplain pasien dan (9) pengalaman dan senioritas
dokter.
2.2.3.2 Pelayanan perawat, yaitu: (1) keteraturan pelayanan perawat setiap
hari (pemeriksaan nadi, suhu tubuh dan sejenisnya); (2) tanggapan
perawat terhadap komplain pasien; (3) kesungguhan perawat dalam
melayani kebutuhan pasien; (4) keterampilan perawat dalam
14

melayani (menyuntik, mengukur tensi dan lain-lain); (5) pertolongan


sifatnya pribadi (mandi, menyuapi makanan dan sebagainya); (6)
sikap perawat terhadap keluarga pasien dan pengunjung/tamu pasien;
(7) pemberian obat dan penjelasan cara meminumnya; (8) penjelasan
perawat atas tindakan yang akan dilakukannya dan (9) pertolongan
perawat untuk duduk, berdiri dan berjalan.
2.2.3.3 Sarana medis dan obat-obatan, yaitu: (1) ketersediaan obat-obatan di
apotek rumah sakit; (2) pelayanan petugas di apotek rumah sakit; (3)
lama waktu pelayanan apotek di rumah sakit; (4) kelengkapan
peralatan medis sehingga tak perlu dikirim ke rumah sakit lain untuk
pemakaian suatu alat; (5) kelengkapan pelayanan laboratorium
rumah sakit; (6) sikap dan perilaku petugas pada fasilitas penunjang
medis; dan (7) lama waktu mendapatkan kepastian hasil dari
penunjang medis.
2.2.3.4 Pelayanan administrasi keluar rumah sakit yaitu: (1) pelayanan
administrasi tidak berbelit-belit dan menyulitkan; (2) peraturan
keuangan sebelum masuk ruang perawatan; (3) cara pembayaran
biaya perawatan selama dirawat; (4) penyelesaian administrasi
menjelang pulang; dan (5) sikap dan perilaku petugas administrasi
menjelang pulang.

Berdasarkan penelitian Trisnawati (2015) bahwa terdapat pengaruh yang


signifikan antara penanganan komplain terhadap kepuasan pasien. Tetapi
hanya satu faktor yang paling dominan yaitu kecepatan dengan nilai t
sebesar ( 2,415 ). Adapun persamaan regresi yang dihasilkan adalah Y =
4.087 + 146 X1 +147 X2 + 380 X3 + 278 X4 + 080 X5. Maka dengan itu
rumah sakit harus peka terhadap apa yang disampaikan klien terhadap
pengelola rumah sakit, karena akan berdampak terhadap rumah sakit apabila
komplain lambat atau bahkan tidak dihiraukan. Berdasarkan penelitian
Berlianty et al (2013) Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
hubungan yang bermakna dari semua variabel dengan loyalitas pasien,
15

penelitian ini menyarankan kepada pihak Rumah Sakit untuk


memperhatikan hal-hal yang menjadi kepuasan pasien dan
mempertahankannya sehingga sikap loyal pasien dalam menggunakan
pelayanan jasa kesehatan di RS. Bhayangkara dapat tetap terjaga. Penelitian
lain Juhana et al (2015) dan Amin et al (2013) kepuasan pasien
mempengaruhi loyalitas pasien.

Kepuasan klien salah satu indikator kualitas pelayanan dan tolak ukur mutu
pelayanan yang diberikan, sehingga apabila terjadi komplain terhadap
pelayanan yang diberikan petugas kesehatan ini mengindikasikan adanya
ketidakpuasan klien terhadap pelayanan. Makanya rumah sakit harus betul-
betul menjaga kepuasan klien, karena kepuasan klien merupakan modal
untuk mendapatkan pasien yang loyal.

2.2 Akredetasi Rumah Sakit


2.3.1 Pengertian Akredetasi Rumah Sakit
Akreditasi rumah sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga
independen baik dari dalam atau luar negeri, biasanya non pemerintah,
melakukan asesmen terhadap rumah sakit berdasarkan standar
akreditasi yang berlaku. Rumah sakit yang telah terakreditasi akan
mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi
standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Akreditasi rumah
sakit di Indonesia telah dilaksanakan sejak Tahun 1995, yang dimulai
hanya 5 pelayanan, pada Tahun 1998 berkembang menjadi 12
pelayanan, dan pada Tahun 2002 menjadi 16 pelayanan. Namun rumah
sakit dapat memilih akreditasi untuk 5, 12, atau 16 pelayanan, sehingga
standar mutu rumah sakit dapat berbeda tergantung berapa pelayanan
akreditasi yang diikuti (Kemenkes RI dan KARS, 2011).
16

Jadi akredetasi rumah sakit adalah suatu pengakuan terhadap rumah


sakit oleh pemerintah, dimana prosesnya dilaksanakan lembaga
independen, melakukan asessmen terhadap rumah sakit berdasarkan
standar akreditasi yang berlaku, untuk penilaian akredetasi instrumen
penilaian akredetasi rumah sakit menggunakan versi KARS 2012.

Instrumen penilaian akreditasi rumah sakit saat ini menggunakan versi


KARS 2012. Standar akreditasi baru tersebut terdiri dari 4 kelompok
standar yang terdiri dari 1.048 elemen yang akan dinilai, termaasuk
dalam Gambar 1 sebagai berikut (Kemenkes RI dan KARS, 2011):

Gambar 2.1
Standar Akreditasi KARS versi 2012

I. KELOMPOK STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PADA PASIEN


BAB 1. Akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan (APK)
BAB 2. Hak pasien dan keluarga (HPK)
BAB. 3 Asesmen pasien (AP)
BAB. 4 Pelayanan pasien (PP)
BAB. 5 Pelayanan anestesi dan bedah (PAB)
BAB. 6 Manajemen dan penggunaan obat (MPO)
BAB. 7 Pendidikan pasien dan keluarga (PPK)
II. KELOMPOK STANDAR MANAJEMEN RUMAH SAKIT
BAB 1. Peningkatan mutu dan keselematan pasien (PMKP)
BAB 2. Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
BAB 3. Tata kelola, kepemimpinan, dan pengarahan (TKP)
BAB 4. Manajemen fasilitas dan keselematan (MFK)
BAB 5. Kualifikasi dan pendidikan staf (KPS)
BAB 6. Manajemen komunikasi dan informasi (MKI)
III. SASARAN KESELEMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Sasaran I. Ketepatan identifikasi pasien
Sasaran II. Peningkatan komunikasi yang efektif
Sasaran III. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
Sasaran IV. Kepastian tepat lokasi, tepat prosuder, tepat pasien operasi
17

Sasaran V. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Sasaran VI. Pengurangan risiko pasien jatuh
IV. SASARAN MILENIUM DEVELOPMENT GOALS
Sasaran I. Penurunan angka kematian bayi dan peningkatan kesehatan ibu
Sasaran II. Penurunan angka kesakitan HIV/AIDS Sasaran III. Penurunan
angka kesakitan TB
(Kemenkes RI dan KARS, 2011)

Adanya akredetasi agar mendorong rumah sakit untuk menjaga mutu,


keamanan, dan keselamatan klien sehingga apabila rumah sakit sudah
menjaga mutu, keamanan, dan keselamatan klien maka secara otomatis
kepuasan klien akan terpenuhi dan apabila klien sudah puas maka klien
tidak akan komplain terhadap rumah sakit Sehingga dapat berdampak
terhadap peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

2.3 Komite Keperawatan


Peraturan Menteri Kesehatan No. 1045 tentang pedoman organisasi rumah
sakit di lingkungan Departemen Kesehatan menyatakan bahwa komite
merupakan wadah non struktural tenaga ahli atau profesi dibentuk untuk
memberikan pertimbangan strategi kepada pimpinan rumah sakit untuk
meningkatkan dan pengembangan pelayanan rumah sakit. Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 1 Tahun 2002 menyatakan bahwa komite keperawatan
merupakan kelompok profesi perawat yang anggotanya terdiri dari perawat.
Komite Keperawatan ini mempunyai fungsi utama mempertahankan dan
meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme
kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin
profesi dan dalam melaksanakan fungsinya (Peraturan Menteri Kesehatan No.
49 Tahun 2013). Peran dan fungsi dari komite keperawatan tersebut adalah
untuk menjaga profesional perawat.

Kompetensi untuk praktisi di rumah sakit ini telah diamanahkan oleh


PERMENKES No. 49 Tahun 2013 tentang komite keperawatan rumah sakit
18

bahwa untuk menjamin profesionalisme dan kompetensi perawat harus


dievaluasi melalui sistem kredensial, peningkatan mutu dengan CPD dan etik
disiplin perawat. Kompetensi menunjukan pengetahuan, ketrampilan dan
sikap tertentu dari suatu profesi dalam ciri keahlian tertentu, yang menjadi
ciri dari seorang profesional (Wibowo, 2013). Kompetensi seseorang
ditunjukkan dari pekerjaan yang dilakukannya dan kemampuan bekerjasama
dengan pekerjaan lainnya. Dalam penelitian Husna dan Fitriani (2016)
Kompetensi seorang perawat adalah sesuatu yang ditampilkan secara
menyeluruh oleh seorang perawat dalam memberikan pelayanan profesional
kepada klien yang aman dan etis, mencakup pengetahuan, ketrampilan dan
sikap yang dipersyaratkan dalam situasi praktek.

Menurut Conesa Hernandez et al. (2012) menyatakan bahwa dengan


kredensial perawat, salah satu upaya untuk menjaga profesional seorang
perawat dan pendapat Raeun et al. (2016) menyatakan bahwa kompetensi
merupakan kemampuan, kesanggupan, kepandaian, keahlian, keterampilan,
bakat, tahu dan bagaimana dalam bertindak. Dari penelitian perawat di
Taiwan menurut Lin et al. (2016) menyatakan bahwa kompetensi perawat
klinis dapat diukur melalui skala untuk menilai kompetensi yang dimiliki
oleh perawat di Taiwan.

Adanya komite keperawatan di rumah sakit dapat mempertahankan dan


meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme
kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin
profesi. Komite keperawatan dapat membina perawat-perawat baik dalam
segi kompetensi, mutu, dan terkait dengan etik dan disiplin dalam
pekerjaannya sebagai profesi perawat.

2.4 Komunikasi dalam Organisasi


2.4.1 Pengertian Komunikasi
19

Komunikasi diartikan sebagai proses pemindahan dalam gagasan atau


informasi seseorang ke orang lain. Komunikasi mempunyai pengertian
tidak hanya berupa kata-kata yang disampaikan seseorang tapi
mempunyai pengertian yang lebih luas seperti ekpresi wajah, intonasi
dan sebagainya (Putra, 2014). Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia
Moss; komunikasi merupakan proses pembentukan makna diantara dua
orang atau lebih (Mulyana, 2012). Agar komunikasi berjalan lebih
komunikatif, komunikator harus mampu menempatkan diri sebagai
pengirim pesan yang baik dengan segala ide dan gayanya dalam
berkomunikasi verbal maupun non verbal (Barata, 2006). Jadi
komunikasi adalah penyampaian informasi antara dua orang atau lebih,
komunikasi tidak hanya kata-kata tetapi juga berupa bahasa tubuh,
intonasi dan sebagainya. Dalam artian komunikasi harus
memperhatikan bahasa verbal maupun non verbal.

2.4.2 Komunikasi yang efektif


The American Management Association (AMA) dalam Putra (2014)
menyusun sepuluh pedoman efektifitas komunikasi organisasi yaitu:
2.4.2.1 Cobalah menjemihkan gagasan anda sebelum berkomunikasi
2.4.2.2 Telitilah kegunaan sebenarnya dari setiap komunikasi
2.4.2.3 Pertimbangkan situasi manusia dan fisik secara keseluruhan
bilamana anda berkomunikasi
2.4.2.4 Berkonsultasi dengan orang lain, bila perlu dalam
merencanakan komunikasi.
2.4.2.5 Berhati-hatilah ketika anda berkomunikasi, mengenai nada
maupun isi pokok dari pesan anda.
2.4.2.6 Ambilah kesempatan bila muncul untuk menyampaikan
sesuatu yang dapat membantu atau bermilai bagi penerima.
2.4.2.7 Lakukan tindak lanjut komunikasi anda.
2.4.2.8 Berkomunikasi untuk hari esok sebaik hari ini.
2.4.2.9 Pastikan bahwa tindakan anda mendukung komunikasi anda.
20

2.4.2.10 Berusahalah bukan saja untuk dimengerti tetapi juga untuk


mengerti serta jadilah pendengar yang baik.

Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan


dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai
dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang
islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi
yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber dari Al
Qur’an dan As Sunah. Hendaknya kita berkomunikasi yaitu dengan:

Qaulan Sadida (perkataan yang benar, jujur)


QS. An Nisa ayat 9

“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka


meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang mereka
khawatirkan terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar (qaulan sadida)”.

Qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)


QS. Thaha ayat 43-44

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun karena benar-benar dia telah


melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”.
21

Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina
berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar,
dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak
mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak
suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Dengan demikian, dalam
komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara
(intonasi) yang bernada keras dan tinggi (Dahlan & Syihabuddin, 2001).

Berkomunikasi merupakan seni dari setiap masing-masing individu sehingga


terbentuk samanya persepsi antara pengirim dan penerima pesan tersebut.
dalam islam juga sudah diajarkan bagaimana kita harus berkomunikasi yaitu
dengan berkata jujur, lemah lembut, komunikatif dan sebagainya. Kita
usahakan apabila kita berhadapan dengan orang yang komplain maka kita
menjadi pendengar yang baik dan menanggapi komplain harus lemah lembut
sehingga dapat menyentuh hati yang komplain.

2.5 Manajamen Komplain


2.5.1 Pengertian Manajemen
Menurut Fayol manajemen adalah memperkenalkan dan merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, mengkoordinasikan dan
mengendalikan (Swansburg, 2000)

Manajemen adalah suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam


menjalankan suatu kegiatan di organisasi (Putra, 2014)

Menurut George R. Terry Manajemen adalah proses khas yang terdiri


dari dari tindakan planning, organizing, actuating dan controling yang
penggunannya secara ilmu dan seni untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Herlambang, 2016)
22

Jadi manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan


sumber daya secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan rumah
sakit melalui proses planning, organizing, actuating dan controling.

2.5.2 Unsur-unsur manajemen


Agar manajemen dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
dibutuhkan unsur-unsur manajemen. Unsur-unsur manajemen lebih
dikenal dengan 5 M.
Menurut Emerson dalam John. F dan Robert. V (1960) dalam Herujito
(2001) manajemen mempunyai lima unsur (5M) yaitu:
2.5.2.1 Man
Keterlibatan manusia sebagai penggerak yang memiliki
peranan, pikiran, harapan serta gagasan.
2.5.2.2 Money
Ketersedian dana yang mamadai.
2.5.2.3 Materials
Benda atau bahan mentah yang dibutuhkan dalam membuat
sesuatu.
2.5.2.4 Machines
Mesin kerja yang digunakan dalam proses produksi.
2.5.2.5 Methods
Prosuder, cara kerja yang ditetapkan oleh sebagai organisasi.

2.5.3 Definisi Komplain


Menurut Kaihatu et al (2015) komplain atau komplain klien adalah
umpan balik dari klien yang ditujukkan kepada rumah sakit yang
cenderung bersifat negatif. Komplain tersebut terjadi bila klien merasa
tidak senang atau tidak puas dengan standar pelayanan yang dilakukan
oleh rumah sakit.
23

Menurut Queensland Ombudsman (2008) menyebutkan bahwa


manajemen komplain merupakan kompenen penting setiap kerangka
kerja pengambilan keputusan dan sangat relevan bagi lembaga yang
memiliki layanan yang berorientasi peran di sektor publik. Dengan
meningkatkannya harapan dari masyarakat, lembaga pelru menanggapi
komplain dengan cara yang efektif dan tepat waktu.

Menurut Kadampully manajemen komplain suatu proses yang terdiri


dari pengaduan akuisisi, transmisi, analisis, penanganan dan
penggunaan infromasi komplain dalam pengambilan keputusan
(Hammani, 2011).

Jadi manajemen komplain adalah mekanisme mengantisipasi,


mencegah dan penyelesaian komplain dengan berbagai pendekatan
dengan secara adil, efektif dan efisien, dan output yang di harapkan
klien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit.

Komplain merupakan reaksi awal yang ditunjukkan klien sebelum


tuntutan diajukan pada rumah sakit. Dalam hal ini, klien memberikan
kesempatan pada rumah sakit untuk memperbaiki barang ataupun jasa
yang diberikan, dimana klien masih bisa merasa puas atas respon yang
diberikan rumah sakit atas komplain tersebut.

Dalam era media sosial sekarang, satu komplain yang ditunjukkan klien
dapat dilihat ratusan bahkan ribuan orang sehingga langkah rumah sakit
untuk menyelesaikan komplain tersebut akan menjadi sangat berat,
karena ketidakpuasan klien sudah tereskpresikan di media yang bisa
dibaca siapa saja. Sebaliknya. Terdapat sisi positif dari hal ini.
Penanganan komplain yang mengakibatkan kepuasan juga bisa
dimunculkan dalam media sosial sehingga rumah sakit mampu
menanamkan image sebagai rumah sakit yang memperhatikan klien.
24

Komplain yang disampaikan pada rumah sakit pada umumnya memiliki


tiga bentuk yaitu:

2.5.3.1 Voice Response


Penyampaian komplain dengan Voice Response, adalah upaya
penyampaian komplain klien yang langsung dilakukan dengan
cara meminta ganti rugi kepada rumah sakit yang
bersangkutan.
2.5.3.2 Private Response
Pada Private Response, tindakan yang dilakukan oleh klien
antara lain memperingatkan atau memberi tahu rekan kerja
atau keluarga mengenai pengalaman pribadinya ketika
menggunakan pelayanan rumah sakit yang bersangkutan.
2.5.3.3 Third Party Response
Pada kategori ini, komplain atas ketidakpuasan klien sudah
berkembang menjadi tuntutan ganti rugi secara hukum dengan
melaporkan kepada lembaga-lembaga yang berada pada jalur
hukum, seperti lembaga klien, instansi hukum, dan lain
sebagainya (Kaihatu et al, 2015, Healt Services Review
Council, 2005, dan Rangkuti, 2003).

2.5.4 Empat Macam Cara Penyampaian Komplain


Proses penyampain komplain, terdapat banyak pilihan bagi klien.
Rumah sakit wajib untuk menyediakan media komplain yang mudah
diakses oleh klien. Berikut adalah cara-cara penyampaian komplain
klien:
2.5.4.1 Melalui surat
Sarana ini sering dipilih sebagai alat menyampaikan komplain.
Oleh karena itu, banyak rumah sakit yang menyediakan kotak
surat.
25

2.5.4.2 Disampaikan langsung


Komplain biasanya akan disampaikan langsung kepada front
line staff atau customers service.

2.5.4.3 Melalui telpon


Penyampain komplain melalui telepon merupakan pilihan bagi
klien yang ingin berbicara to the point. Bentuk ini juga biasa
dipakai bila klien enggan untuk menuliskan komplainnya, atau
tidak terlalu ingin menggunakan bahasa yang formal tanpa
melakukan tatap muka.
2.5.4.4 Melalui email
Komplain yang disampaikan melalui email sebenarnya hampir
sama dengan surat biasa, namun karena sifatnya yang real time,
maka email bisa memiliki gabungan antara surat dan telepon
(Kaihatu et al, 2015).

Menurut Focus (2010) berikut ini dua jenis komplain


diantaranya sebagai berikut:
1. Komplain langsung yaitu memberikan reakasi agresif sekita
kepada kinerja
2. Komplain tidak langsung, merupakan berupa ungkapan yang
diapresiasikan ke dalam bentuk tulisan (surat pembaca,
email, wordof mounth dan lain-lain).

Berdasarkan penelitian Jeddi et al (2015) menyatakan bahwa 8


(29,6%) dari 27 peserta menyatakan bahwa pasien memiliki
akses terhadap informasi yang berkaitan dengan proses
pendaftaran komplain. Sebanyak 27 (100%) peserta mengklaim
bahwa tidak ada unit di rumah sakit yang bertanggung jawab
untuk menyelidiki komplain klien. Berarti dalam rumah sakit
26

sangat penting adanya unit pengaduan sehingga klien mudah


dalam akses penyampaian komplain.

Menurut undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang


pelayanan publik, dimana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b
menyatakan bahwa penyelenggara pelayanan publik harus
memiliki pengelolaan pengaduan masyarakat. Dalam Pasal 36
dan 37 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang
mengamanatkan penyelenggara wajib menyediakan sarana
pengaduan, menugaskan pelaksana yang berkompeten dalam
pengelolaan pengaduan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang pengelolaan pengaduan
pelayanan publik.

2.5.5 Penyebab komplain


Komplain adalah sebagai akibat kebalikan dari kepuasan klien.
Komplain klien adalah salah satu indikator, gejala, dan tanda adanya
ketidakpuasan atas pelayanan atau layanan rumah sakit.

Rumah sakit harus memperhatikan tiap elemen yang berpotensi


mengakibatkan ketidakpuasan klien. Komplain pada jasa atau
pelayanan. Jika berbasis pelayanan atau jasa, maka klasifikasi komplain
terhadap pelayanan itu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
2.5.4.5 People-Bassed Complaint, dimana objek komplain bersumber
seperti misalnya ketidakmampuan pihak penyedia jasa untuk
menyediakan sumber daya yang berkompeten.
2.5.4.6 Equipment-Bassed Complaint, dimana objek komplain
bersumber dari peralatan pendukung layanan yang diberikan
pada klien. Seorang klien menginginkan kenyaman saat
melakukan proses konsumsi sehingga peralatan pendukung
27

sangat vital dalam proses konsumsi tersebut. Dalam hal ini,


sumber komplain juga bisa berasal dari banyak hal.
2.5.4.7 Programme-based Complaint, dimana komplain klien timbul
dari program atau sistem yang diberlakukan pihak penyedia
layanan, dan klien merasa dirugikan atas program tersebut.
Dalam hal ini, rumah sakit biasanya menyediakan terms and
conditions dalam program yang diberlakukan untuk
menghindari terjadinya komplain. Akan tetapi, seringkali
rumah sakit tidak menyampaikan informasi tersebut secara
gamblang kepada klien sehingga klien memahami program
tersebut secara tidak benar (Kaihatu et al, 2015).

Berdasarkan penelitian Hsieh (2012) dan Okyere et al (2015)


menemukan bahwa ketidakpuasan pasien disebabkan ketidakramahan
atau perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan baik
perawatan atau pengobatan terhadap pasien sehingga menyebabkan
pasien mengeluh terhadap manajemen rumah sakit. Untuk petugas
kesehatan perlu mengenal yang namanya caring. Menurut Fry (1988)
menyatakan beberapa petunjuk tentang caring: caring harus dilihat
sebagai nilai puncak atau nilai tertinggi untuk membimbing tindakan
seseorang, caring harus dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bernilai
universal, caring harus dipertimbangkan secara jelas karena perilaku
tertentu (empati, dukungan, simpati, perlindungan, dan lain-lain)
diutamakan, caring harus berkenaan dengan orang lain harus berpikir
untuk menyejahterakan orang lain dan bukan menyejahterakan diri
sendiri (Morrison & Burnard, 2002)

Berdasarkan penelitian Agustin (2002), Palese (2011), Tiara dan Lestari


(2013) menunjukkan hasil adanya hubungan yang positif antara
perilaku perawat dengan kepuasan pasien. Penelitian lain dari Siswati
(2014) diperlukan perilaku caring bagi perawat dalam memberikan
28

pelayanan keperawatan. Hal ini akan berdampak pada mutu pelayanan


kesehatan disuatu rumah sakit, yang akhirnya akan meningkatkan
kepuasa pasien. Perilaku caring sebagai tenaga kesehatan sangat
penting khususnya perawat yang 24 jam ketemu dengan pasien terus.
Sikap peduli, empati, simpati, dan sebagainya salah satu faktor yang
membuat pasien puas dalam pelayanan di rumah sakit.

Seorang dokter dikatakan telah melakukan praktik yang buruk


manakala dia tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah
ditentukan dalam kode etik kedokteran, standar profesi, standar
pelayanan medik. Demikian pula dipenuhinya persyaratan administrasi
sebelum dokter melakukan praktik kedokterannya serta adanya
persetujuan atau kesepakatan antara dokter dengan pasiennya (informed
consent) sebelum melakukan tindakan medik (Riyadi, 2015).

Menurut penelitian David et al (2014) Secara keseluruhan pasien yang


puas hanya 14% dan cukup puas 60%. Ketidakpuasan tertinggi (>50%)
didapatkan pada aspek keterlambatan dokter dan permintaan maaf dari
dokter ketika terlambat. Hasil menunjukkan hubungan yang kuat antara
kepuasan pasien dengan ketepatan jam kedatangan dokter di instalasi
rawat jalan rumah sakit (p<0,001).

Biaya layanan kesehatan jika ditinjau dari sudut pandang pasien sebagai
pembeli layanan kesehatan, biaya mencakup besaran nilai rupiah yang
dibutuhkan sebagai nilai ganti ekonomis atas layanan kesehatan yang
telah diberikan rumah sakit, baik yang dibayar oleh pasien langsung
(out of pocket), penjamin (insurance), maupun subsidi. Jika terminologi
ini ditinjau dari sudut pandang rumah sakit sebagai penyedia layanan
kesehatan, maka biaya kesehatan yang dimaksud di sini tidak lain
adalah tarif (charge) yang dikenakan rumah sakit atas layanan
kesehatan yang diberikannya (Heru, 2007).
29

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara


ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan manusia (Sinambela, 2010). Penelitian Mukti et al
(2013) yang menyatakan layanan kesehatan yang bermutu harus
mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan,
dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan atau telah
dilaksanakan. Dijelaskan dalam Undang-undang No. 44 tahun 2009
pasal 32 dipoint 8 dijelaskan bahwa meninggalkan barang-barang
berharga di rumah dan membawa hanya barang-barang yang penting
selama tinggal di rumah sakit.

2.5.5 Sisi Positif Komplain


Komplain tidak sepenuhnya bersifat negatif. Sebaliknya, komplain
memiliki sisi positif yang kuat daripada sisi negatifnya, tergantung dari
jenis komplain yang diajukan. Komplain yang tidak memiliki dasar
tentu saja memberikan hal negatif pada rumah sakit, terutama pada
pekerja fornt line rumah sakit tersebut. Namun, komplain akibat
ketidakpuasan baik atas barang maupun jasa memiliki banyak sisi
positif, menurut Kaihatu et al (2015) antara lain:
2.5.5.1 Membuat rumah sakit menyadari apa yang terlewatkan dari
prosuder yang dilakukan.
2.5.5.2 Menjadikan masukan yang berharga untuk pengembangan
pelayanan atau jasa
2.5.5.3 Menunjukkan bahwa klien masih memberi kesempatan rumah
sakit untuk memperbaiki diri.
2.5.5.4 Memberikan kesempatan untuk memperlihatkan pada klien
bahwa rumah sakit peduli pada mereka.

Adanya komplain bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan pada


jasa pelayanan dirumah sakit. Melalui komplain kita bisa mengetahui
kelemehan-kelemahan jasa kita sehingga bisa dilakukan perbaikan-
30

perbaikan di masa mendatang (Kaihatu, et al; 2014). Sejalan dengan


penelitian yang di tulis Filip (2013), Hsieh (2012), Jabbari et al (2014)
Irawan et al (2016), Pratiwi et al (2016) menyatakan bahwa komplain
dapat sebagai media informasi, dijadikan pengalaman untuk
memodifikasi, mengubah kinerja rumah sakit di masa depan dan
membantu manajer rumah sakit meningkatkan pelayanan.

Penelitian Wiranta dan Supriyadi (2014), Setiyowati et al (2013),


Widadi dan Wadji (2015), Yunida (2016), Zhou et al (2017) semakin
baik brand image rumah sakit, maka tingkat loyalitas pasien akan
semakin tinggi dan semakin positif brand image rumah sakit dalam
pikiran klien, maka akan meningkatkan dan mempengaruhi minat klien
untuk kembali memanfaatkan pelayanan di rumah sakit tersebut.

Makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya


karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in
a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character
so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral
feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991). Menurut Lickona
karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang
kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan
akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides),
dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan
(skills).. Menurut Griek mengemukakan bahwa karakter dapat
didefinisikan sebagai panduan dari pada segala tabiat yang bersifat
tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang
yang satu dengan yang lain (Zubaedi, 2012). Jadi, karakter adalah tabiat
atau watak yang bersifat tetap, yang kan menimbulkan serangkaian
sikap, perilaku, pengetahuan, motivasi dan keterampilan.
31

2.5.6 Faktor yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian komplain


Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian
komplain. Salah satu faktornya yaitu memprioritaskan penanganan dan
penyelesaian komplain. Prioritas (prioritization) yaitu suatu konsep
bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat
yang bersamaan, mengingat sumber daya yang ada (Tjiptono &
Anastasia, 2003). Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengertian prioritas adalah sesuatu yang didahulukan dan diutamakan
dari pada hal yang lain. Penetapan prioritas masalah menjadi bagian
penting dalam proses pemecahan masalah dikarenakan dua alasan.
Pertama, karena terbatasnya sumber daya tersedia, dan karena itu tidak
mungkin menyelesaikan semua masalah. Kedua, karena adanya
hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan karena itu
tidak perlu semua masalah diselesaikan (Azwar, 1996). Jadi, prioritas
adalah penanganan dan penyelesaian komplain sesuai yang mendesak
sehingga perlu didahulukan dan diutamakan untuk pemecahan masalah
dan akhirnya memberikan solusi bagi pasien yang komplain.

Melihat dari prioritas penanganan dan penyelesaian komplain, kita


lihat juga tingkat urgensi komplain tersebut apakah mengancam jiwa
atau tidak. Urgensi yaitu kata dasar dari “urgen” mendapat akhiran “i”
yang berarti sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan
yang terutama atau unsur yang penting (Saleh & Wahab, 2004). Fakor
yang lain yang juga mempengaruhi penyelesaian komplain adalah
waktu penanganan dan penyelesaian yang sudah ditetapkan rumah
sakit. Pengguna jasa yang komplain tidak bisa menunggu lama tentang
kepastian penyelesaian komplainnya. Rumah sakit harus membuat
standar berapa lama waktu yang diperlukan untuk menangani suatu
komplain (Kaihatu, et al; 2015).
32

Faktor lain yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian


komplain adalah pengorganisasiaan. Pengorganisasian adalah
pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai objektif,
penugasan suatu kelompok manajer dengan autoritas pengawasan setiap
kelompok, dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas yang
tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horizontal, yang
bertanggung jawab untuk mencapai objektif organisasi (Swansburg,
2000). Dalam pengorganisasian terdapat yang nama birokrasi dalam
sebuah organisasi atau rumah sakit. Menurut Swansburg (2000)
Birokrasi dimulai dari prinsip-prinsip awal administrasi termasuk
pengorganisasian. Menurut Rourke birokrasi adalah sistem administrasi
dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur, dalam sistem hirarki
yang jelas, dilakukan dengan tertulis, oleh bagian tertentu yang terpisah
dengan bagian lainnya, oleh orang yang dipilih karena kemampuan dan
keahlian di bidangnya (Martini, 2012). Jadi, birokrasi adalah melakukan
pekerjaan yang terstruktur sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi
sehingga tidak fleksibelitas dalam melakukan suatu pekerjaan.

Rumah sakit perlu pemimpin yang mempunyai power atau kekuasaan


sehingga memudahkan untuk mengarahkan atau mempengaruhi
bawahannya untuk bertindak sesuai dengan peraturan yang sudah
ditetapkan rumah sakit. Rendahnya power manajemen merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi penanganan dan penyelesaian
komplain. Power diidentifikasikan sebagai kemampuan seseorang/
bagian dalam organisasi untuk mempengaruhi orang/ bagian lain (agar
menjalankan perintah atau mengerjakan sesuatu yang sebelumnya tidak
mereka inginkan) untuk mencapai tujuan, sesuai keinginan pemilik
power (Achmad, 2000). Kekuasaan merupakan sarana bagi pemimpin
untuk mempengaruhi perilaku pengikutnya (Thoha, 2009).
33

Topuksi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


penanganan dan penyelesaian komplain. Topuksi itu adalah tugas
pokok dan fungsinya. Dalam menjalankan pekerjaan seseorang pasti
akan melihat topuksinya atau tanggung jawabnya sampai mana dia
harus menjalankan tugas. Tugas pokok yaitu sebagai sasaran utama
yang dibebankan kepada organisasi atau jabatan untuk dicapai,
sedangkan fungsi artinya adalah pekerjaan yang dilakukan
(Ayuningtyas, 2011). Menurut Fitria (2013) menyebutkan bahwa tugas
pokok dan fungsi (topuksi) merupakan kesatuan pekerjaan atau
kegiatan yang dilaksanakan oleh para pegawai yang memiliki aspek
khusus serta saling berkaitan satu sama lain menurut sifat atau
pelaksanaannya untuk mencapai tujuan tertentu dalam sebuah
organisasi.

2.5.7 Upaya-upaya perbaikan komplain di pelayanan rumah sakit.


Berbagai hal yang perlu dilakukan oleh rumah sakit dalam menghadapi
dan memperbaiki komplain. Secara lebih luas, hal-hal yang perlu
dilakukan rumah sakit adalah sebagai berikut Kaihatu et al (2015):
2.5.7.1 Kembangkan budaya rumah sakit yang tidak memandang
komplain secara negatif.
Banyak yang menganggap komplain adalah sesuatu yang
menakutkan dan merepotkan rumah sakit. Pendapat tersebut
jelas kurang tepat. Komplain sangat bermanfaat bagi rumah
sakit yaitu sebagai informasi balik dari pasien.
2.5.7.2 Beri jalan bagi pelanggan untuk menyampaikan komplain dan
ketidakpuasannya.
Rumah sakit tidak perlu bersikap tertutup terhadap komplain.
Rumah sakit harus membuat mudah bagi pasien untuk
melakukan komplain.
2.5.7.3 Mencari akar permasalahan komplain dan mengadakan
perbaikan sehingga kejadian yang serupa tidak terjadi lagi.
34

Tujuan utama penanganan dan penyelesaian komplain selain


untuk mengobati kekecawaan pelanggan, juga untuk mencari
akar permasalahan kenapa komplain tersebut bisa terjadi. Harus
dipelajari secara mendetail permasalahan yang meyebabkan
timbulnya komplain tersebut dan melakukan perbaikan-
perbaikan agar kejadian seperti itu tidak terulang lagi.

Menurut penelitian Norouzinia et al (2016) agar perawat dilatih secara


efektif dalam keterampilan berkomunikasi dan didorong oleh
pemantauan terus menerus terhadap keterampilan yang diperoleh.
Penelitian lain dari Rarasati (2016) hasil pengujian dan analisis yang
dilakukan menyatakan bahwa variabel pelatihan dan pengembangan,
serta lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja perawat rawat inap di Rumah Sakit Semen Gresik.. Penelitian
lain dari Majid (2016) bahwa ada pengaruh pelatihan terhadap kinerja.
Adapun penelitian dari Hasanah (2015) hasil penelitian didapatkan nilai
P value 0,008 (P<0,05) sehingga terdapat hubungan antara pendidikan
dan pelatihan dengan kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan di
RSUD Muntilan Kabupaten Magelang.

Menurut Ardana, et al (2012) penempatan adalah proses mencocokkan


atau membandingkan kualifikasi yang dimiliki dengan persyaratan
pekerjaan dan sekaligus memberikan tugas, pekerjaan kepada calon
pegawai untuk dilaksanakan. Transfer akan bermanfaat bagi pegawai
karena akan menambah pengalaman kerja mereka dan mempunyai
keahlian baru. Penelitian Meigantari & Netra (2016) hasil analisis dapat
diketahui bahwa penempatan, keadilan organisasi dan kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja
pegawai, sehingga pihak manajemen harus melihat jenjang pendidikan,
pengetahuan, pegalaman seseorang, sehingga memiliki keterampilan
dan kepribadiannya yang baik dalam melakukan pelayanan kepada
35

pasien. Penelitian lain dari Anggraini (2016) hasil metode analisis


penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kompetensi,
penempatan kerja, dan pengembangan karir berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Islam Malahayati
Medan.

Menurut Sulaksana (2003) bedah kasus menyediakan informasi rinci


tentang kondisi dan masalah di pelayanan medik, latihan dalam
menganalisis pelayanan medik demi pelayanan medik dan demi situasi
akan dapat memberikan manfaat ganda. Knowledge transfer
didefinisikan sebagai sebuah pertukaran pengetahuan antar dua
individu; satu orang yang mengkomunikasikan pengetahuan, sedangkan
seorang lainnya mengasimilasi pengetahuan tersebut (Jacobson, 2006).
Fokus utama dari knowledge transfer dari masing-masing individu yaitu
mampu menjelaskan, mengkodekan dan mengkomunikasikan
pengetahuan kepada orang lain, kelompok, dan khususnya kepada
organisasi. Knowledge transfer dapat terjadi diantara individu, di dalam
dan diantara tim, antara unit organisasi, dan antara organisasi (Glassop,
2002). Penelitian Firdaus dan Suryadi (2007) Proses knowledge sharing
ini lebih ditujukan kepada para perawat baru yang masih minim
pengalaman di lapangan. Dengan mengganti metode knowledge sharing
ini, dihasilkan beberapa perubahan yang mengarah kepada kondisi yang
lebih baik.

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 53


Tahun 2010 pasal 7 bahwa ada tingkat dan jenis hukuman disiplin yaitu
tingkatan hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin sedang dan
hukuman disiplin berat. Untuk jenis hukuman disiplin ringan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari: teguran lisan,
teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Untuk jenis
hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
36

terdiri dari: penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun,


penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, dan runan pangkat
setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Untuk jenis hukuman
disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun,
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai PNS.

2.5.8 Tahapan dalam penanganan dan penyelesaian komplain klien


Saat sebuah komplain muncul, penangan terhadap komplain tersebut
bervariasi. Biasanya, sebuah rumah sakit memiliki standar operasional
prosuder (SOP) dalam menangani komplain, dan SOP ini berbeda satu
dengan yang lainnya. Namun demikian, pelaksanaan dari SOP ini sering
kali efektif, terutama karena gambaran besar langkah penanganan
komplain tidak dipahami, baik di customer service atau unit pengaduan
sebuah rumah sakit. Garis besar dari penanganan komplain dapat dibagi
5 tahap yaitu Kaihatu et al (2015):
2.5.8.1 Mendengarkan dan memahami
Kunci utama dalam menangani klien adalah mendengarkan.
Mendengarkan menjadi sikap dasar untuk menangkap apa yang
menjadi kegelisahan dan kebutuhan klien. Dalam hal ini,
mendengarkan bisa berupa banyak hal, tergantung pada media
dimana komplain disampaikan.
2.5.8.2 Klarifikasi dan penyamaan persepsi
Proses klarifikasi merupakan kelanjutan dari proses
mendengarkan dan memahami. Saat pihak rumah sakit, baik itu
petugas kesehatan/administrasi atau unit pengaduan telah
memiliki persepsi tentang komplain yang dilayangkan, persepsi
ini harus diklarifikasikan sekali lagi pada pihak klien yang
37

melayangkan komplain. Hal ini untuk mencegah kesalahan


rumah sakit dalam penanganan komplain.
2.5.8.3 Penjelesan dan permohonan maaf
Pihak rumah sakit melakukan penjelasan terhadap penyebab
ketidakpuasan klien tersebut dari perspektif rumah sakit. Perlu
diperhatikan bahwa sekali lagi, proses ini memerlukan
pembahasan yang diplomatis. Dalam menjelaskan sumber
maupun penyebab ketidakpuasan klien sehingga dilayangkannya
komplain.
2.5.8.4 Solusi dan taking action
Seringkali solusi dalam penanganan komplain berhubungan
dengan SOP yang ada. Saat komplain disampaikan, dipahami,
serta klarifikasi dengan klien bersangkutan, biasanya komplain
tersebut akan dikategorikan. Kategori komplain bervariasi,
tergantung dari kebijakan dari rumah sakit. Salah satu contoh
proses pengkategorian komplain adalah dari komplain ringan,
menengah, hingga komplain fatal. Solusi yang ditawarkan pada
klien biasanya bersifat menguntungkan klien tersebut. Namun,
tidak semua solusi akan langsung disepakati oleh pihak klien.
2.5.8.5 Follow up
Tahap ini merupakan tahap yang sering dilupakan ataupun
sengaja dilupakan oleh pihak rumah sakit. Hal ini terutama
karena pihak rumah sakit harus sekali lagi berurusan dengan
klien yang mengajukan komplain, walaupun komplain tersebut
ditangani. Namun, tahapan follow up adalah tahap yang sangat
penting karena tahap ini mencakup pembangunan hubungan
baik dengan klien yang telah melayangkan komplain. Adapun
tahap ini sebaiknya dilakukan level manajerial, hal ini akan
membuat klien merasa bahwa dirinya adalah sosok penting bagi
perusahaan sehingga meningkatkan kesempatan untuk membuat
klien tersebut tidak hanya puas, namun juga loyal.
38

Menurut Rangkuti (2003) langkah penting untuk mengatasi komplain


klien yaitu :
2.5.8.6 Mendengarkan keluhan yang datang dari klien.
2.5.8.7 Mengerti masalah dan mengkroscek dengan pihak
bersangkutan.
2.5.8.8 Meminta maaf atas nama rumah sakit dan berterima kasih atas
komplain yang disampaikan.
2.5.8.9 Menjelaskan proses yang akan dilakukan oleh rumah sakit
untuk memecahkan masalah tersebut.
2.5.8.10 Berikan informasi secara detail kapan kompalin tersebut dapat
terselesaikan dan dengan siapa klien dapat menghubungi.

Menurut Barlow & Moller (1996) langkah yang harus dilakukan oleh
pelaksana untuk mengatasi komplain klien yaitu :
2.5.8.11 Mengucapkan terima kasih, tidak ada cara yang lebih baik
untuk membuat orang lain merasa diterima selain dengan
mengucapkan terima kasih yang tulus.
2.5.8.12 Menjelaskan betapa kita menghargai komplainya.
2.5.8.13 Meminta maaf untuk kesalahan yang kita buat.
2.5.8.14 Berjanji untuk melakukan sesuatu terhadap komplain tersebut
secepatnya.
2.5.8.15 Menanyakan mengenai informasi yang diperlukan.
2.5.8.16 Mengoreksi kesalahan dengan benar.
2.5.8.17 Memeriksa kepuasa pasien.
2.5.8.18 Mencegah kesalahan yang akan datang.

Menurut Australian Council For Safety And Quality In Health Care


(2005), bahwa ada guidelines yang dilakukan untuk menangani
komplain klien, yaitu:
39

2.5.8.19 Komitmen terhadap klien dan peningkatan kualitas


(commitmen to Consumer and quality improvement) Pemimpin
dalam pelayanan kesehatan mempromosikan pendekatan yang
berfokus pada klien komplain sebagai bagian dari program
peningkatan mutu berkelanjutan.

2.5.8.20 Akses (Accesible)


Layanan ini mendorong klien untuk memberikan umpan balik
tentang layanan, termasuk permasalahan dan keluhan, dan
membuatnya mudah untuk melakukannya seperti sarana dan
prasarana.
2.5.8.21 Respon (Responsive)
Layanan ini menerima semua komplain dan keprihatinan dan
merespon segera dan sensitif tanpa membedakan dalam
melayani klien.
2.5.8.22 Penilaian yang efektif (effective Assesment)
Layanan ini menilai keluhan untuk menentukan respon yang
tepat dengan mempertimbangkan faktor resiko, keinginan
pengadu dan akuntabilitas.
2.5.8.23 Resolusi yang sesuai (Appropriate Resolution)
Penawaran layanan dengan komplain dengan cara lengkap,
adil untuk semua pihak dan hanya menyediakan hasil.
2.5.8.24 Privasi dan pengungkapan terbuka (Privacy and Open
Disclosure)

Layanan ini mengelola informasi secara adil, sehingga fakta


yang relevan dan keputusan untuk dikomunikasikan secara
terbuka sekaligus melindungi kerahasiaan dan privasi pribadi.
Dalam penganan keluhan seperti pencatatan komplain dan
dokumentasi komplain.
40

2.5.8.25 Mengumpulkan dan menggunakan informasi (Gathering and


Using Information)
Layanan ini menyimpan semua komplain untuk
memungkinkan meninjau kasus-kasus individu, untuk
mengidentifikasi tren dan resiko, serta melaporkan tentang
bagaimana komplain telah menyebabkan perbaikan.

2.5.8.26 Membuat perbaikan (Making Improvements)


Layanan ini menggunakan komplain untuk meningkatkan
layanan, dan secara teratur mengevaluasi kebijakan
pengelolaan pengaduan dan praktik.

Berdasarkan penelitin Lyon & Powers (2001) Proses pengelolaan


komplain melibatkan enam langkah yang dapat digunakan rumah sakit
untuk mempengaruhi perbaikan layanan yang efektif: (1) mendorong
keluhan sebagai alat peningkatan kualitas; (2) membentuk tim untuk
menangani keluhan; (3) mengatasi masalah klien dengan cepat dan
efektif; (4) mengembangkan database komplain; (5) berkomitmen untuk
mengidentifikasi titik kegagalan dalam sistem pelayanan; dan (6)
melacak tren dan menggunakan informasi untuk memperbaiki proses
layanan.

Berdasarkan penelitian Friele & Sluijs (2006) Alasan utama klien


mengajukan komplain adalah untuk mencegah kejadian berulang
dengan komplain yang sama. (1) Klien mengharapkan prosedur yang
adil dari manajemen rumah sakit, hal ini paling penting bagi 87% klien
dan klien juga berharap untuk diperlakukan dengan hormat. (2) Klien
mengharapkan rumah sakit profesional dalam menanggapi komplain.
Karena perubahan dalam kinerja di rumah sakit paling diinginkan
menurut 79% komplain. (3) Klien komplain menganggap paling
41

penting mendapatkan penjelasan sebanyak 65% dari pada permintaan


maaf sebanyak 41%. Hanya 32% klien yang mengharapkan profesional
untuk melakukan upaya pemulihan hubungan dokter-pasien. Sebagian
kecil klien menginginkan kompensasi finansial sebanyak 7%.

Berdasarkan Al Qur’an beberapa hal yang diperhatikan untuk


menyelesaikan komplain. Dengan itu penulis mengambil beberapa
surah Al-Qur’an yang menggambarkan bagaimana pengananan dan
penyelesaian komplain berdasarkan Al Qur’an.

Menurut Al-Quran dalam surah Al Baqarah ayat 263:

Artinya: perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari
pada sedekah yang di iringi oleh sesuatu yang menyakitkan. Dan allah
maha kaya lagi maha penyayang (Qs: Al Baqarah: 263) Dengan itu
meminta maaf merupakan hal mutlak yang dilakukan bila memang
rumah sakit melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga menyebabkan
klien komplain.

Komplain yang sudah masuk ranah hukum dan komplain yang sudah
fatal atau berat maka biasanya dilakukan mediasi. Pengertian mediasi
secara yuridis di Indonesia dapat kita temukan dalam pasal 1 butir 7
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosuder
mediasi di pengadilan menyebutkan mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh mediator. Proses penyelesaian
permasalahan dapat digunakan dua jalur yaitu litigasi (peradilan) dan
non litigasi (Riyadi, 2015). Untuk menyelesaikan komplain bisa
digunakan dengan cara mediasi sehingga mencapai kesepakatan dan
42

pihak yang bersengketa dapat menghasilkan win-win solution yaitu


suatu metode penyelesaian dimana masing-masing pihak akan
mendapatkan kemanfaatan secara berimbang sesuai kehendak yang
disepakati. Jika penyelesaian di peradilan maka akan ada pihak yang
menang dan kalah, pada proses mediasi tidak ada kata menang dan
kalah. Kondisi ini akan menguntungkan kedua belah pihak, baik rumah
sakit atau yang komplain. Berdasarkan penelitian Widihastuti et al
(2017) dan Riyadi (2016) maka mediasi merupakan salah satu alternatif
untuk menyelesaikan sengketa kesehatan.

Menurut surah Al-Hujurat ayat 9:

Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau
yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS. Al-Hujurat : 9).
Berdasarkan surah di atas, maka klien dan pihak rumah sakit yang
sedang bermasalah di tuntut untuk islah atau mediasi sebagai salah satu
alternatif penyelesaian masalah di luar pengadilan.

Mediasi merupakan suatu langkah terakhir yang digunakan orang-orang


apabila ada permasalahan atau sengketa. Maka dengan adanya mediasi
ini harapannya adalah mencapai kesepakatan dan pihak yang
bersengketa dapat menghasilkan win-win solution. Apabila ada
43

komplain salah satu alternatif penyelesaian komplain adalah dengan


mediasi, yang harapannya adalah adanya kesepatan yang saling
menguntungkan.

2.6 Alur Komplain Berdasarkan beberapa rumah sakit

Pasien/keluarga Unit terkait


menyampaikan keluhan

Unit pengaduan masyarakat

Diselesaikan

Gambar 2.2 Skema Alur Komplain Rumah Sakit Islam Banjarmasin


(Sumber: Rumah sakit Islam Banjarmasin)

Berdasarkan gambar 2.2 bahwa alur komplain di rumah sakit Islam


Banjarmasin dimulai dari penyampaian komplain oleh klien atau
keluarga yang merasa tidak puas dengan pelayanan rumah sakit kepada
unit pengaduan, komplain disampaikan ke unit terkait yang dikomplain
dan diselsaikan oleh pengelola rumah sakit dan unit terkait, hasilnya
disampaikan lagi lewat unit pengaduan kepada klien atau keluarga.

Pasien komplain
(langsung & tak langsung (SMS, kotak, saran, email dan
Website))

Hari kerja Di luar hari kerja

Supervisor
keperawatan

Care solutions Unit terkait Pasien tidak puas Pasien puas

Pasien tidak puas Pasien puas Care solution

Pasien tidak puas Pasien puas


44

Manajemen

Gambar 2.3 Alur proses komplain RSUD Kelet Jawa Tengah


(Sumber: http://rsudkelet.co.id/wp-content/uploads/.../PANDUAN-
PENANGANAN-KOMPLAIN)

Berdasarkan gambar 2.3 bahwa alur komplain di RSUD Kelet Jawa


Tengah dimulai dari penyampaian komplain oleh klien baik secara
langsung atau tidak langsung (SMS, kotak saran, email dan website).
Untuk komplain di hari kerja melapor ke care solution disampiakn ke
unit terkait, ditangani dan diselesaikan. Apabila tidak bisa diselsaikan
maka dilaporkan kepihak manajemen. Untuk di luar jam kerja di
laporkan ke supervisor keperawatan, apabila tidak puas langsung
disampaikan ke care solution dan masih tidak puas maka disampaikan
kepihak manajemen.

Pemohon informasi Meja pelayanan informasi 10 menanggapi


datang ke desk layanan
informasi dengan
melampirk fotokopi publik di instalasi PKRS dan permohonan informasi,
KTP/identitas diri/akta Subbag Humas & informasi oleh PPID RSUD dr.H
pendidikan, surat RSUD dr.H Moch Ansari Saleh Moch Ansari Saleh
keterangan domisili Banjarmasin Banjarmasin
ormas/lembaga, dll

Tidak puas, 30 H Puas


mengejakukan

Atasan langsung PPID RSUD


dr.H Moch Ansari Saleh Keberatan Meja layanan informasi Selesai
Banjarmasin

30 H menanggapi keberatan

Puas Tidak puas

Selesai Komisi informasi


45

Gambar 2.4 Diagram alur layanan informasi publik RSUD dr. H. Moch.
Anasari Saleh Banjarmasin
(Sumber: RSUD dr. H. Moch. Anasari Saleh Banjarmasin)

Berdasarkan gambar 2.4 bahwa layanan informasi di RSUD dr. H. Moch.


Ansari Saleh Banjarmasin dimulai dari pemohon informasi datang ke
unit pengaduan dan mengisi data terkait identitas diri 10 hari menanggapi
komplain, apabila tidak puas di berikan 30 hari mengajukan keberatan ke
meja informasi, apabila masih tidak puas langsung diselesaikan
manajerial rumah sakit dan apabila masih keberatan diberi waktu 30 hari
untuk menanggapi dan disampaikan ke meja informasi.

Klien/Keluarga Komplain

Langsung Tidak Langsung

Unit Pengaduan Media Penyampaian:


Telepon, SMS, Kotan Saran,
Email

Pemohon mengisi data:


identitas diri dan terkait
komplain

Tim Unit pengaduan:


Mendengarkan,
mengklarifikasi, dan
menyamakan persepsi terkait
komplain yang disampaikan

Tim unit Pengaduan

Unit Bagian di Komplain


oleh Klien/Keluarga

Ditangani langsung Proses Follow up:


- Direktur dan
jajaran
- Unit terkait
Hasil komplain Hasil komplain
disampikan kepada disampikan kepada
klien/keluarga klien/keluarga

Komplain Selesai Klien/keluarg Klien/keluarga Mediasi


Tidak keberatan
keberatan
46

Klien/keluarga puas
atau tidak keberatan Klien/keluarga Sepakat Tidak Sepakat
puas

Selesai
Selesai Klien/keluarga Menempuh
puas Jalur Hukum

Unit Pengaduan Selesai

Hasil Komplain di sampaikan langsung,telepon, SMS, Email

Gambar 2.5 Modifikasi mekanisme komplain di rumah sakit


Berdasarkan gambar 2.5 modifikasi mekanisme komplain yang dimulai
dari klien merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan dan
melapor baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk yang
langsung, datang ke unit pengaduan dan yang tidak langsung bisa melalui
telepon, sms, kotak saran, dan email. Selanjutnya, klien yang komplain
mengisi data dan langsung ditindaklanjuti unit pengaduan. Unit
pengaduan menyampaikan ke unit terkait, ditangani langsung dan perlu
proses. Dalam proses bisa diselesaikan oleh pihak manajerial rumah sakit
dan unit terkait, apabila sudah selesaikan dalam proses dan hasilnya
disampaikan ke klien atau keluarga yang komplain. Apabila belum
selesai dilakukan mediasi oleh pihak mediator rumah sakit, apabila
belum selesai juga maka bisa masuk kejalur hukum.

2.7 Kerangka Teori


Pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit dituntut untuk melayani
klien dengan pelayanan berkualitas, dikatakan berkualitas dilihat dari
mutu pelayanan yang salah indikatornya adalah kepuasan klien, apabila
klien merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan maka akan
berakibat komplain oleh klien kepihak pengelola rumah sakit.

Berdasarkan teori yang telah ada, peneliti dapat menyimpulkan bahwa


terdapat beberapa tahap kegiatan yang dapat digunakan dalam proses
47

penanganan keluhan klien. Menurut Kaihatu et al (2015) menyebutkan


bahwa terdapat 5 tahap proses dalam melakukan penanganan keluhan
diantaranya mendengarkan dan memahami, klarifikasi dan penyamaan
persepsi, penjelasan dan permohon maaf, solusi dan taking action, dan
follow up. Menurut Rangkuti (2003) mendengarkan keluhan, mengerti
masalah dan mengkroscek, meminta maaf dan berterima kasih,
menjelaskan proses yang akan dilakukan, berikan informasi secara detail
kapan komplain tersebut dapat terselesaikan dan dengan siapa klien dapat
menghubungi. Menurut Australian Council For Safety And Quality In
Health Care (2005) menerima semua komplain & merespon segera,
penilaian efektif, aksesbilitas, menangani pengadu dan memberikan
solusi, mencatat dan mendokumentasikan keluhan, mengumpulkan data
dan menggunakan informasi komplain, perbaikan terus-menerus menurut
Barlow & Moller (1996) Mengucapkan terima kasih, menjelaskan betapa
kita menghargai komplainya, meminta maaf untuk kesalahan yang kita
buat, berjanji untuk melakukan sesuatu terhadap komplain tersebut
secepatnya, menanyakan mengenai informasi yang diperlukan,
mengoreksi kesalahan dengan benar, memeriksa kepuasa pasien, dan
mencegah kesalahan yang akan datang.

Penanganan dan penyelesaian komplain akan ada berbeda karena


berbagai unit akan memakai berbagai macam pendekatan dalam
penanganan dan penyelesaian komplain. Terutama dalam penanganan,
penyelesaian, solusi, follow up dan perbaikan terus-menerus, beberapa
diantaranya bidang keperawatan dalam perbaikanya yaitu dengan
memberikan pelatihan, workshop, kredensial, pendampingan. Untuk
bidang yang lain bisa saja dengan surat peringatan, mengajukan anggaran
terkait sarana pra sarana, keuangan.

Adapun penyusunan kerangka teori penelitian, peneliti mengadopsi teori


yang dikemukan Kaihatu et al, 2015, Rangkuti, 2003, Australian Council
48

For Safety And Quality In Health Care, 2005, Barlow & Moller ,1996,
Depkes, 2008, Nursalam, 2015 dan Emerson, 1960. Pada penelitian ini
peneliti menggunakan teori tersebut untuk dapat mengetahui manajemen
komplain dalam penanganan dan penyelesaian komplain di RSUD Dr. H.
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.

Untuk mengetahui manajemen komplain tidak dapat hanya berfokus pada


satu komponen saja melainkan harus melibatkan beberapa kompenen
yang harus diketahui. Sehingga pada penelitian ini peneliti menggunakan
pedekatan sistem untuk mengetahui hubungan antara kompenen dari
sistem tersebut dalam mengetahui manajemen komplain di RSUD Dr. H.
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Donabedian (1980) dalam Nursalam
(2015) dapat diukur dengan menggunakan tiga variabel, yaitu input,
proses, dan output/outcome.

Input Proses Ouput

Men - Mendengarkan dan


- Tenaga
Kesehatan memahami
- Tenaga non - Klarifikasi dan Mutu:
kesehatan c Penyampain penyamaan persepsi Komplain - Keselamatan
Komplain: - Berterima kasih dan di pasien
- Secara permohonan maaf selsaikan - Kepuasan pasien
Money langsung oleh pihak (Nursalam,
- Surat - Menjelaskan proses 2015;Depkes RI,
Bagian keuangan manajeme
- Telepon yang akan dilakukan n rumah 2008)
- Email - Mencatat dan sakit
(Kaihatu et mendokumentasikan
Material al, 2015) komplain
Sarana Prasarana
- Mengumpulkan data &
menggunakan
Method informasi komplain
- SOP - Berikan informasi
- Kebijakan secara detail kapan
- Alur komplain komplain tersebut
- Pelayanan dapat terselesaikan &
(Emerson (1960)) dengan siapa klien
dapat menghubungi
- Solusi dan
Taking Action
- Follow up
(Kaihatu et al, 2015;
Australian Council For
Safety And Quality In
Health Care,
2005;Rangkuti, 2003;
Barlow & Moller, 1996
49

Gambar 2.7 kerangka teori modifikasi Kaihatu et al (2015), Rangkuti


(2003), Australian Council For Safety And Quality In Health Care
(2005), Barlow & Moller (1996), Nursalam (2015), Depkes RI
(2008), Emerson (1960)

Anda mungkin juga menyukai