Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Campak dan Rubella merupakan penyakit infeksi menular melalui saluran
nafas yang disebabkan oleh virus Campak dan Rubella (IDAI, 2017). Sedangkan,
polio merupakan penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen
pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Batuk dan bersin dapat menjadi
jalur masuknya virus campak maupun rubella (WHO, 2017). Campak merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Morbillivirus (Kutty, et al.,
2013).
Gejala campak muncul sekitar 10 hari setelah infeksi, dan ruam coklat
kemerahan muncul sekitar 14 hari setelah infeksi (McGee, 2013). Gejala penyakit
campak diantaranya demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) dapat
disertai batuk dan atau pilek maupun konjungtivitis serta dapat mengakibatkan
kematian apabila terdapat komplikasi penyerta seperti pneumonia, diare, dan
meningitis (Ditjen P2P, 2016). Rubella merupakan masalah kesehatan yang
mempunyai berbagai dampak klinis dan dapat memberikan dampak buruk baik
berupa mortalitas dan morbiditas (Nazme, et al., 2014). Penyakit polio dapat
menyerang semua kelompok umur, namun kelompok umur yang paling rentan
adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio (Surya, 2007).Rubella termasuk dalam
penyakit ringan pada anak, tetapi dapat memberikan dampak buruk apabila terjadi
pada ibu hamil trimester pertama yaitu keguguran ataupun kecacatan pada bayi
sering disebut Congenital Rubella Syndrom (CRS) seperti kelainan jantung dan
mata, ketulian dan keterlambatan perkembangan (Depkes RI, 2017).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit Campak pada anak?
2. Bagaimana konsep penyakit Rubella pada anak?
3. Bagaimana konsep penyakit Polio pada anak?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep penyakit Campak pada anak.
2. Untuk mengetahui konsep penyakit Rubella pada anak.
3. Untuk mengetahui konsep penyakit Polio pada anak.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Untuk memenuhi nilai salah satu tugas Ilmu Penyakit.
2. Agar lebih mendalami konsep penyakit Campak pada anak.
3. Agar lebih mendalami konsep penyakit Rubella pada anak.
4. Agar lebih mendalami konsep penyakit Polio pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Campak
2.1.1 Pengertian Campak
Campak merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada
anak,sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum
muncul ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Campak
timbul karena terpapar droplet yang mengandung virus campak. Sejak program
imunisasi campak dicanangkan, jumlah kasus menurun, namun akhir-akhir ini
kembali meningkat. 4,6 Di Amerika Serikat, timbul KLB (Kejadian Luar Biasa)
dengan 147 kasus sejak awal Januari hingga awal Februari 2015.3 Di Indonesia,
kasus campak masih banyak terjadi dan tercatat peningkatan jumlah kasus yang
dilaporkan pada tahun 2014.
2.1.2 Etiologi Campak
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.1,5,6 Virus ini dari family yang sama
dengan virus gondongan (mumps), virus parain_uenza, virus human
metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus). Virus campak
berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai RNA tunggal yang diselubungi
dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak memiliki 6 struktur protein utama.
Protein H (Hemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke sel
penderita. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel.
Protein M (Matrix) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan penting
dalam penyatuan virus.
Di bagian dalam virus terdapat protein L (Large), NP (Nucleoprotein), dan P
(Polymerase phosphoprotein). Protein L dan P berperan dalam aktivitas
polymerase RNA virus, sedangkan protein NP berperan sebagai struktur protein
nucleocapsid. Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka
mudah diinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan
kloroform.Selain itu, virus juga dapat diinaktivasi dengan suhu panas (>370C),
suhu dingin (<200C), sinar ultraviolet, serta kadar (pH) ekstrim (pH <5 dan >10).
Virus ini jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam.
2.1.3 Patofisiologi Campak
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari
penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel
epitel saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan
penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia
primer disusul multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan
kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya virus.
Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh
terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke- 14,
virus ada di darah, saluran pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari
kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-sel
endotelial, sel-sel epitel,monosit, dan makrofag.
2.1.4 Gejala Klinis
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari). Gejala klinis terjadi setelah
masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium :
A. Stadium prodromal : berlangsung kirakira 3 hari (kisaran 2-4 hari), ditandai
dengan demam yang dapat mencapai 39,50C. Selain demam, dapat timbul
gejala berupa malaise, coryza (peradangan akut membran mukosa rongga
hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran
pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan
oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif
terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema
mukosabuccal yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-
3 demam. Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang,
di tengahnya didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini
hanya sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya
luput saat pemeriksaan klinis.
B. Stadium eksantem : timbul ruam makulopapular dengan penyebaran
sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam umumnya
memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam.Jika
demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya mengindikasikan
adanya komplikasi.
C. Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3-4 hari umumnya ruam
berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam kulit menghilang
dan berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam 7-10 hari.
2.1.5 Penatalaksanaan
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai
setiap 4 jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A.
Vitamin A dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan
respons antibodi terhadap virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan
angka kejadian komplikasi seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu
kali per hari selama 2 hari dengan dosis sebagai berikut:
1. 200.000 IU pada anak umur 12 bulan ataulebih
2. 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
3. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan.
4. Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan
gejala defisiensi vitamin A.
Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau pneumonia bacterial
dapat diberi antibiotik. Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai dengan
derajat dehidrasinya
2.2 Rubella
2.2.1 Pengertian Rubella
Rubella adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella dikenal
juga sebagai campak Jerman, yang biasanya menyerang anak-anak dan remaja.
Rubella sendiri merupakan penyakit yang berbeda dari campak, tetapi memiliki
kesamaan karena sama-sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit. Virus
Rubella cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam dan
pemanasan. Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala demam ringan
atau bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan, sedangkan Rubella
pada wanita dewasa sering menimbulkan sakit sendi (arthritis atau arthralgia).
Untuk wanita hamil yang usia kehamilannya belum 5 bulan, jika terserang
rubella harus di waspadai. Rubella menjadi penting karena penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan pada janin. Sindroma rubella congenital (Congenital
Rubella Syndrome, CRS) terjadi pada 90% bayi yang di lahirkan oleh wanita yang
terinfeksi rubella selama trimester pertama kehamilan, resiko kecacatan congenital
ini menurun hingga kira-kira 10-20% pada minggu ke 16 dan lebih jarang terjadi
bila ibu terkena infeksi pada usia kehamilan 20 minggu. Infeksi janin pada usia
lebih muda mempunyai resiko kehamilan di dalam rahim, abortus spontan dan
kecacatan congenital dari sistem organ tubuh utama. Cacat yang terjadi bisa satu
atau kombinasi dari jenis cacat berikut sperti tuli, katarak, mikroftalmia, glaucoma
congenital, mikrosefali, meningoensefalitis, keterbelakangan mental, patentductus
arteriosus, defek septum atrium atau ventrikel jantung, purpura.
2.2.2 Patofisiologi
A. Infeksi Rubella Postnatal
Patogenesis infeksi rubella berawal ketika virus ditularkan secara kontak
langsung atau aerosol dari sekresi saluran napas atas individu yang infeksius.
Tingkat infeksi ditentukan oleh jumlah virus yang terkandung dalam sekresi yang
berasal dari nasofaring dan dapat berlangsung sejak 1 minggu sebelum hingga 2
minggu setelah munculnya ruam. Masa paling menular adalah antara 5 hari
sebelum hingga 6 hari setelah awitan ruam.
Setelah paparan virus terjadi, virus melekat pada sel epitel saluran napas dan
menginvasi sel serta menyebar secara hematogen.  Manifestasi klinis viremia
dapat terjadi selama 5-7 hari setelah infeksi. Kemudian, virus mengalami replikasi
di sistem retikuloendotelial yang diikuti oleh viremia sekunder hingga akhir
minggu kedua pasca infeksi. Bukti infeksi virus dalam sel dapat dilihat hingga 4
minggu sejak infeksi bermula pada limfosit dan monosit dari sampel darah perifer.
Dalam kurun waktu 8-14 hari sejak paparan, replikasi virus secara aktif terjadi
di dalam tubuh dan virus dapat ditemukan pada berbagai lokasi anatomi seperti
saluran napas, kulit, nodus limfa, urin, cairan serebrospinal, dan air susu. Pada
periode inilah gejala klinis, pembentukan imunitas humoral, dan keluaran virus
yang berasal dari nasofaring secara maksimal terjadi.
Respons imunitas humoral yang mengikuti infeksi alamiah dan vaksinasi
rubella ditandai oleh pembentukan berbagai golongan antibodi reaktif terhadap
antigen virus yang berbeda, termasuk hemaglutinin, antibodi pengikat
komplemen, dan antigen presipitin. Jumlah antibodi penghambat hemaglutinin
mulai meningkat sejak awitan ruam sedangkan antibodi pengikat komplemen baru
muncul satu minggu setelah timbulnya ruam. Di sisi lain, titer puncak inhibisi
hemaglutinin dan antibodi penetral virus terjadi 2 minggu setelah awitan ruam.
Antibodi inhibitor hemaglutinin dan antibodi penetral virus tersebut masih dapat
terdeteksi hingga jangka waktu yang lama. Sementara itu, peran imunitas
seluler dalam respons terhadap infeksi rubella masih belum dipelajari secara
mendalam. Terdapat bukti bahwa kekebalan seluler terhadap virus rubella mulai
terjadi sejak 1 minggu sebelum pembentukan imunitas humoral dan diduga
bertahan seumur hidup. Di sisi lain, supresi temporer terhadap imunitas seluler
dan penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pasca infeksi alamiah dan vaksinasi.
Namun, supresi imunitas seluler tersebut belum pernah dilaporkan hingga
menyebabkan imunosupresi yang bermakna secara klinis pada individu
imunokompeten yang mengalami infeksi rubella.
B. Infeksi Rubella Kongenital
Berbeda dengan infeksi rubella postnatal, patogenesis infeksi rubella
kongenital dapat bersifat persisten dan berlangsung secara progresif. Janin yang
mengalami sindrom rubella kongenital (SRK) dapat mengeluarkan virus melalui
sekresi nasofaring dan urin hingga usia 1 tahun dan dapat menularkan virus
tersebut pada individu yang rentan terhadap infeksi.
Infeksi janin dan plasenta oleh virus rubella terjadi setelah adanya infeksi
rubella maternal pada trimester pertama kehamilan. Masuknya virus rubella ke
tubuh janin pada tahap organogenesis tersebut berkaitan erat dengan peningkatan
risiko kematian janin dan teratogenisitas. Proporsi kelainan janin pada trimester
pertama kehamilan yang mengikuti infeksi rubella maternal mencapai 85%-90%
kasus dan berkurang hingga 50% apabila infeksi terjadi saat usia kehamilan 13-16
minggu dan 25% saat infeksi terjadi pada usia kehamilan 15-16 minggu.
Sementara itu, kelainan janin sangat langka terjadi ketika usia kehamilan di atas
16 minggu walaupun tuli sensorineural pada bayi masih dapat terjadi pada infeksi
maternal usia kehamilan 20 minggu.
Hingga kini masih belum diketahui faktor yang berkaitan dengan kerentanan
plasenta dan janin terhadap infeksi virus rubella pada trimester pertama. Efek
patologi dari infeksi rubella kongenital terjadi akibat vaskulitis nekrotikans
progresif imbas virus. Pemeriksaan histopatologi janin pasca infeksi rubella
kongenital menunjukkan kerusakan endotel non inflamatorik pada pembuluh
darah kecil yang menyebabkan trombosis dan nekrosis jaringan di sekelilingnya.
Kelainan patologi lainnya mencakup peradangan fokal, edema, dan perubahan
granulomatosa.  Terdapat bukti adanya gangguan mitosis akibat kerusakan
sitoskeleton, apoptosis, dan defek kromosom pada janin yang terinfeksi
kongenital dan sel embrional yang terinfeksi secara kronik. Spektrum infeksi virus
rubella pada janin dapat bervariasi mulai dari kelainan ekstensif multiorgan
apabila infeksi terjadi sejak awal trimester pertama hingga keterlibatan fokal pada
beberapa organ, khususnya mata dan telinga, jika infeksi terjadi setelah usia
kehamilan 11-12 minggu.
2.2.3 Diagnosis Rubella
Diagnosis yang dilakukan oleh dokter bisa melalui pemeriksaan sampel liur
(saliva sample) dan juga memeriksa sampel darah (blood sample) yang bertujuan
untuk memeriksa keberadaan antobodi rubella. Jika setelah dilakukan
pemeriksaan tersebut ditemukan antibodi rubella, menunjukan bahwa orang
tersebut pernah terinfeksi rubella, atau sedang terinfeksi penyakit tersebut. Selain
itu, adanya keberadaan akan antibodi rubella dalam tubuh seseorang bisa saja
menunjukan bahwa orang tersebut sudah melakukan vaksinisasi rubella.
2.2.4 Tanda dan Gejala Rubella
Anak-anak yang terinfeksi rubella mungkin saja tidak menunjukkan gejala.
Umumnya, gejala muncul 2-3 minggu setelah terpapar virus.
Gejala rubella yang sering terjadi yaitu:
a. Ruam kulit pada kepala menyebar ke tubuh, selama 2-3 hari
b. Sakit kepala, demam ringan
c. Hidung tersumbat atau ingusan
d. Kelenjar getah bening leher dan belakang telinga membengkak.
Rubella pada dewasa dan remaja dapat ditambah dengan gejala berikut ini:
a. Hilang napsu makan
b. Konjungtivitis (infeksi kelopak mata dan bola mata)
c. Sendi bengkak dan nyeri, pada wanita usia muda
Gejala ini biasanya hilang dalam beberapa hari namun dapat lebih lama.
2.2.5 Pencegahan
A. Jaga kebersihan pribadi yang baik
1) Bersihkan tangan sesering mungkin, terutama sebelum menyentuh mulut,
hidung atau mata, setelah menyentuh instalasi umum seperti pegangan tangan
atau kenop pintu atau ketika tangan terkontaminasi oleh cairan sekresi
pernapasan setelah batuk atau bersin. Cuci tangan dengan sabun cair dan air
setidaknya selama 20 detik, dan gosok-gosok selama setidaknya 20 detik. Lalu
bilas dengan air dan keringkan tangan dengan tisu sekali pakai atau pengering
tangan. Jika tangan tidak terlihat kotor, bersihkan dengan 70 -80% handrub
berbasis alkohol sebagai alternatif yang efektif.
2) Tutup mulut dan hidung Anda dengan tisu saat bersin atau batuk. Buang tisu
yang kotor ke tempat sampah berpenutup, lalu cuci tangan sampai bersih.
3) Ketika mengalami gejala pernapasan, kenakan masker medis, jangan bekerja
atau sekolah, hindari pergi ke tempat yang ramai dan segera minta saran
dokter.
4) Orang yang terinfeksi campak harus disarankan untuk tinggal di rumah selama
7 hari sejak munculnya ruam dan menghindari kontak dengan orang yang
rentan, terutama wanita hamil dan wanita yang berencana untuk hamil. Hal ini
karena wanita hamil yang tidak imun terhadap rubella dapat tertular penyakit
dan janinnya juga dapat terpengaruh. Karena itu, kontak dekat dengan wanita
hamil perlu dilacak dan status imunitas mereka juga perlu diperiksa.
B. Jaga kebersihan lingkungan yang baik
1) Secara teratur bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh
seperti perabotan, mainan dan barang-barang yang biasa digunakan bersama
dengan pemutih yang sudah diencerkan 1:99 (campurkan 1 bagian 5,25%
pemutih dengan 99 bagian air), biarkan selama 15 - 30 menit, dan kemudian
bilas dengan air dan keringkan. Untuk permukaan logam, desinfektasi dengan
alkohol 70%.
2) Gunakan handuk sekali pakai penyerap untuk menyeka kontaminan yang
tampak jelas seperti cairan sekresi pernapasan, dan kemudian desinfektasi
permukaan dan daerah sekitarnya dengan pemutih yang diencerkan 1:45
(campurkan 1 bagian pemutih 5,25% dengan 49 bagian air), biarkan selama 15
- 30 menit dan kemudian bilas dengan air dan keringkan. Untuk permukaan
logam, desinfektasi dengan alkohol 70%.
3) Jaga agar ventilasi dalam ruangan tetap baik. Hindari pergi ke tempat-tempat
umum yang ramai atau berventilasi buruk; individu yang berisiko tinggi dapat
mempertimbangkan untuk memakai masker medis saat berada di tempat
seperti itu.
C. Imunisasi
1) Imunisasi dengan vaksin rubella adalah cara efektif untuk mencegah penyakit
ini. Di bawah Program Imunisasi Masa Kanak-kanak Hong Kong, anak-anak
akan menerima dua dosis vaksin Rubella (Silahkan mengacu pada Program
Imunisasi Masa Kanak-kanak Hong Kong).
2) Wanita berusia subur yang belum diimunisasi perlu memeriksakan status
imunitasnya sebelum merencanakan kehamilan dan mendapatkan vaksin
rubella jika perlu.
3) Tempat yang berbeda akan mengembangkan program imunisasi yang berbeda
sesuai profil epidemiologinya. Orang tua harus mengatur agar anakanak
mereka menerima vaksin sesuai dengan program imunisasi lokal di tempat
tinggal mereka. Misalnya, anak-anak berusia di bawah satu tahun yang sering
bepergian ke atau tinggal di Daratan harus mengikuti jadwal imunisasi rubella
Daratan dengan dosis pertama vaksin rubella pada usia 8 bulan, diikuti dengan
dosis berikutnya pada usia 18 bulan.
4) Semua pekerja rumah tangga asing (PRTA) yang tidak imun terhadap rubella
harus mendapatkan vakin Measles, Mumps and Rubella (MMR), lebih baik
sebelum tiba di Hong Kong. Jika tidak mungkin, mereka dapat berkonsultasi
dengan dokter setelah tiba di Hong Kong. Agen tenaga kerja dapat
mempertimbangkan untuk menambahkan asesmen status imun terkait rubella
atau vaksinasi MMR untuk PRTA sebagai hal tambahan dalam paket
pemeriksaan medis pra-kerja.
2.3. Polio
2.3.1 Pengertian Polio
Penyakit polio adalah penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus.
Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV),
masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Infeksi virus polio terjadi di dalam
saluran pencernaan yang menyebar ke kelenjar limfe regional sebagian kecil
menyebar ke sistem syaraf (Chin, 2006 : 482)
Penyakit polio dapat menyerang semua kelompok umur, namun kelompok
umur yang paling rentan adalah 1-15 tahun dari semua kasus polio (Surya, 2007).
Penelitian Soemiatno dalam Apriyantmoko (1999) menyebutkan bahwa 33,3%
dari kasus polio adalah anak-anak di bawah 5 tahun. WHO memperkirakan
adanya 140.000 kasus baru dari kelumpuhan yang diakibatkan oleh poliomyelitis
sejak tahun 1992 dengan jumlah keseluruhan penderita anak yang menderita
lumpuh akibat polio diperkirakan 10 sampai 20 juta orang (Biofarma, 2007).
2.3.2 Etiologi Polio
Viruspoliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus enterovirus dan
famili picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2
(Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe
virus tersebut. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1.
Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur
hidup dari spesifik untuk satu tipe.
2.3.3 Patogenesis Polio
Bila tertelan virus yang virulen, maka akan terjadi multiplikasi di orofaring
dan mukosa usus (Peyer's patches). lnvasi sistemik terjadi melalui sistem limfatik
dan kemudian darah.
Kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi penyebaran,
termasuk ke susunan syaraf pusat. Penyebaran virus polio melalui syaraf belum
jelas diketahui. Penyakit yang ringan ("minor illness”) terjadi pada saat viremia,
yaitu kira- kira hari ketujuh, sedangan major illness ditemukan bila konsentrasi
virus di susunan syaraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada hari ke-12 sampai
14.
2.3.4 Gambaran Klinis Polio
Masa inkubasi penyakit ini berkisar anatara 9 - 12 hari, tetapi kadang-kadang
3 - 35 hari. Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling
ringan sampai dengan yang paling berat, yaitu :
a. Infeksi tanpa gejala (asymptomatic, silent, anapparent)
Kejadian infeksi yang asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya
cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang standar higine-nya jelek. Pada
suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan
menyebabkan imunitas terhadap penyakit tersebut. Bayi baru lahir mula-mula
terlindungi karena adanya antibodi maternal yang kemudian akan menghilang
setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di
tinja atau meningginya titer antibodi.
b. Infeksi abortif
Kejadiannya di perkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada suatu
epidemi. Tidak dijumpai gejala khas Poliomielitis. Timbul mendadak dan
berlangsung 1-3 hari dengan gejala "minor illnesss" seperti demam bisa
sampai 39.5 C, malaise, nyeri kepala, sakit tenggorok, anoreksia, filial,
muntah, nyeri otot dan perut serta kadang-kadang diare .Penyakit ini sukar
dibedakan dengan penyakit virus lainnya, hanya dapat diduga bila terjadi
epidemi. Diagnosa pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan
jaringan. Diagnosa banding adalah influenzae atau infeksi tenggorokan
lainnya.
c. Poliomielitis non Paralitik
Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinik sama dengan
infeksi abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal,
tetapi kemudian naik kembali (dromedary chart), disertai dengan gejala nyeri
kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot
belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kemig dan Brudzinsky
yang positip. Tanda- tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk
dari sikap tidur, maka akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua
lengan menunjang kebelakang pada tempat tidur. Head drop yaitu bila tubuh
penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak, akan menyebabkan
kepala terjatuh kebelakang. Refleks tendon biasanya normal. Bila refleks
tendon berubah maka kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik.
Diagnosa banding adalah Meningitis serosa, Meningismus
d. Poliomielitis Daralitik
Gambaran klinis sama dengan Poliomielitis non paralitik disertai dengan
kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini
bisa menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai
dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flaccid paralysis yang biasanya
unilateral dan simetris. Yang paling sering terkena adalah tungkai. Keadaan
ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria, atonia usus dan kadang- kadang
ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot
pernafasan.
2.3.5 Pengobatan Polio
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap Poliomielitis. Antibiotika, Y-globulin
dan vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis daft
suportif. lnfeksi tanpa gejala
a. Infeksi abortif : Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal.
Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas
selama 2 minggu. 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-
muskuloskletal untuk mengetahui adanya kelainan.
b. Non Paralitik : Sama dengan tipe abortif Pemberian analgetik sangat efektip
bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setiap
2-4 jam dan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya
diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak
pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah
demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai
akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang
terjadi.
c. Paralitik : Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila
rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasip dengan menggerakkan
kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan
parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2.5-5 mg/
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpilkan bahwa campak merupakan salah satu
penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak,sangat infeksius, dapat menular sejak
awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah
munculnya ruam. Rubella adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Rubella
dikenal juga sebagai campak Jerman, yang biasanya menyerang anak-anak dan remaja.
Rubella sendiri merupakan penyakit yang berbeda dari campak, tetapi memiliki kesamaan
karena sama-sama menyebabkan ruam kemerahan pada kulit. Penyakit polio adalah
penyakit infeksi paralisis yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini,
sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus.
3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan harus mampu mengetahui tanda dan gejala dari campak,
rubella dan polio agar dapat melakukan penanganan segera sehingga tidak terjadi dampak
yang lebih buruk bagi kesehatan. Kita juga harus dapat melakukan sosialisasi mengenai
penyebaran dari campak, rubella dan polio, sehingga masyarakat mampu melakukan
pencegahan terhadap penyakit-penyakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai