Wound Healing Kris
Wound Healing Kris
Pembimbing:
Penyusun:
ANAMNESIS:
Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhan hidung tersumbat pada kedua hidung dan
suara bindeng,
sejak 3 bulan yang lalu pasien mengaku kedua hidung tersumbat hilang timbul. Hidung
tersumbat terkadang berpindah dari hidung kanan ke hidung kiri dan kadang tersumbat
pada kedua hidung. Pasien mengaku sejak 1 bulan yang lalu, keluhan dirasakan lebih
sering dan hampir setiap hari dirasakan, keluhan hidung tersumbat lebih sering terjadi
pada malam hari. Pasien mengatakan keluhan berkurang ketika tidur menggunakan bantal
yang tinggi. Pasien juga mengeluhkan sesak saat hidung tersumbat. Tidak ada keluar
cairan atau darah dari hidung, bau busuk (-), bersin (+). Keluhan demam, nyeri
tenggorokan, telinga berdenging, gsnggusn pendengaran disangkal, riwayat darah tinggi,
kencing manis, alergi ataupun asthma di sangkal.
STATUS GENERALIS
2
•Kepala : normocephali, tidak tampak lesi di kulit kepala, tidak tampak memar atau
cedera cervical, rambut tidak mudah rontok, tidak ada benjolan pada kepala
•Mata : pupil bulat, terletak di tengah, isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya
langsung tidak langsung +/+, hiperemis -, CA -/-, SI -/-, sekret -/-
•Hidung : bentuk hidung normal, simetris, septum deviasi -/-, secret -/-, hiperemis-/-,
benda asing -/-, tumor -/-,
•Tenggorok : Uvula ditengah, mukosa hiperemis -, tonsil T1/T1, granulasi -, kripta tonsil
tidak melebar, detritus -/-
•Telinga : nyeri tekan traggus -/-, nyeri tarik auricula -/-, nyeri ketok mastoid -/- CAE
Serumen -/-, Sekret -/-, MT intak/intak, refleks cahaya +/+, KGB pre/retroaurikuler tidak
teraba membesar
•Hidung :
Nyeri tekan sinus –, nyeri ketok sinus –, Deviasi septum –
Kanan Kiri
Cavum Nasi Hiperemis (-) clot darah (-) Hiperemis (-) clot darah (-)
corpus alienum (-) corpus alienum (-)
Septum Nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Conchae Hipertrofi konka (-) Merah Hipertrofi konka (-)
membesar +
•Mulut : Gigi geligi lengkap, tidak ada protese atau kawat gigi, bibir kering -, sianosis
-, stomatitis -, karies -
•Tenggorokan : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tonsil tidak melebar, detritus -/-,
uvula ditengah, faring tidak hiperemis
•Leher :
o Inspeksi : deviasi trakea tidak tampak, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada tumor, tidak ada bekas luka
o Palpasi : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak
pembesaran KGB, tidak tampak cedera cervical
•Jantung :
o Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : pulsasi ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : batas jantung tidak melebar
o Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur -, gallop –
3
•Paru-paru :
o Inspeksi : gerakan dada simetris saat inspirasi maupun ekspirasi, retraksi -,
o Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri sama kuat
o Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
o Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
•Abdomen
o Inspeksi : datar, organomegali -
o Auskultasi : bising usus normal, bruit -
o Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, CVA -/-, meteorismus -
o Palpasi : nyeri tekan suprapubis (-), bimanual palpasi (-)
•Kulit : turgor kulit baik, tidak ada kelainan kulit, ikterus -
•Anus dan genitalia : tidak tampak kelainan
•Ekstremitas : akral hangat, edema -/- tidak tampak sianosis, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Satuan
Hemoglobin 15.00 g/dL
Hematokrit 43.40 %
Trombosit 374 10^3
Leukosit 9.2 10^3
GDS 96 Mg/dL
Masa Pembekuan 07’’40’ Menit
Masa Pendarahan 02’’30’ Menit
MCH 27.2 Pg
MCV 78.6 fL
MCHC 35.6 %
Na 133.0 Mmol/L
K 4.0 Mmol/L
Cl
Ureum 24.1 Mg/dL
Creatinin 0.6 Mg/dL
HBsAg - S/ICO
DIAGNOSIS:
Rhinosinusitis frontalis dengan Hipertrofi konka
TATALAKSANA :
4
FESS dengan konka reduksi
Pre op : Cefotaxime 2 x 1gr IV
Ketorolac 2 x 30mg IV
Kalnex 3 x 500mg IV
Post op : Asam mefeenamat 500mg 3 x 1
Cefixime 2 x 1
Methyl prednisolon 4 mg 3 x 1
Rhinofed tab 3 x 1
PROGNOSIS :
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam
PEMBAHASAN :
Sinusitis inflamasi mukosa sinus paranasal, dan sering dipicu oleh rinitis
Pada pasien : terdapat tanda2 inflamasi sinus berupa nyeri kepala dan hidung tersumbat
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi ialah : ISPA (rinitis, alergi dsb) polip hidung,
kelainan anatomi, hipertrofi konka, sumbatan KOM, infeksi dan diskinesia silia
Pada pasien : terdapat faktor risiko adanya hipertrofi konka, dan pasien mengeluh adanya
sumbatan hidung
Klasifikasi : akut sampai 4 minggu ; subakut 4 minggu – 3 bulan ; kronik >3bulan
5
Pada pasien : Keluhan terjadi selama 3 bulan, da memberat 1 bulan terakhir Sinusitis
Subakut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sinusitis
Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia .. Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan
di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan
oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data
penyakit hidung dari 7 propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-
Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435
pasien, 69% nya adalah sinusitis.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering
juga disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering
ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau
dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan
metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.
Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi bakteri.
Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinusetmoid dan maksila. Yang
berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya keorbita dan intrakranial. Komplikasi ini
terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tak dapat dihindari.
Komplikasi akibat sinus paranasal sangat bervariasi, baik lokal, intra orbital maupun
intrakranial. Sinusitis dengan komplikasi intra orbita adalah penyakit yang berpotensi fatal
yang telah dikenal sejak zaman Hippocrates.3,4 Diperkirakan bahwa 1 dari 5 pasien
mengalami komplikasi sinusitis sebelum era antibiotik. Pada era antibiotik saat ini 17% dari
penderita dengan selulitis orbita meninggal karena meningitis dan 20% mengalami
kebutaaan. Komplikasi intrakranial sinusitis jarang terjadi pada era antibiotik dimana angka
kejadiannya sekitar 4% pada pasien yang dirawat dengan sinusitis akut atau kronik.
Meskipun jarang, komplikasi ini dapat mengancam jiwa akibat komplikasi dari meningitis,
epidural empiema serta abses, trombosis sinus kavernosus, dan abses serebri.5,6
6
Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi penting karena hal
diatas. Terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika telah terjadi hipertrofi, mukosa
polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.
2.2 Indikasi
Indikasi umunya adalah untuk rinosinusitis kronik atau rinosinusitis akut yang
berulang dan polip hidung yang telah diberi terapi medikamentosa yang optimal.
7
Indikasi lain BSEF termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi dan
perluasannya, mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang invasif
dan neoplasma.4
Bedah sinus endoskopi sudah meluas indikasinya antara lain untuk mengangkat tumor
hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran liquor serebrospinal, tumor hipofisa, tumor
dasar otak sebelah anterior, media bahkan posterior, dakriosistorinostomi, dekompresi orbita,
dekompresi nervus optikus, kelainan kongenital (atresia koana) dan lainnya.
2.3 Kontraindikasi
8
beserta kompleks osteomeatal dan variasi anatomi seperti kedalaman fossa olfaktorius,
adanya sel Onodi, sel Haller dan lainnya perlu diketahui dan diidentifikasi, demikian pula
lokasi a. Etmoid anterior, n. Optikus dan a. Karotis interna penting diketahui.
Gambar CT Scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk panduan operator saat
melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT Scan tersebut operator dapat mengetahui daerah-
daerah rawan tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati sehingga
tidak terjadi komplikasi operasi.
2.4.3 Instrumen bedah dan operasi
Diperlukan peralatan endoskopi berupa teleskop dan instrumen operasi yang sesuai.
Peralatan endoskopi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Teleskop 4mm 00
2. Teleskop 4 mm 300
3. Light source (sumber cahaya)
4. Cable light
5. Sistem kamera plus CCTV
6. Monitor
7. Teleskop 4 mm 700 (tambahan untuk melihat lebih luas ke arah frontal dan maksila)
8. Teleskop 2,7 mm 300 (tambahan untuk pasien anak)
Sementara itu instrumen operasi pada operasi BSEF adalah sebagai berikut:
1. Jarum panjang (FESS/septum neddle, angular 0,8mm, Luer-lock)
2. Pisau sabit (sickle Knife 19 cm)
3. Respatorium (MASING elevator, dbl-end, graduated, sharp/blunt, 21.5 cm)
4. Suction lurus
5. Suction bengkok
6. Cunam Blakesley lurus (Blakesley Nasal Forceps)
7. Cunam Blakesley upturned (Blakesley-Wilde Nasal Forceps)
8. Cunam Cutting-through lurus (Blakesley Nasal Forceps Cutting Straight)
9. Cunam Cutting-through upturned (Blakesley Nasal Forceps Cutting Upturned)
10. Cunam Backbiting (Backbiter Antrum Punch)
11. Ostium seeker
12. Trokar sinus maksila
13. J Curette (antrum curette oval)
9
14. Kuhn Curette (sinus frontal curette oblong)
15. Cunam Jerapah (Girrafe Forceps dbl. Act, jaws 3mm)
16. Cunam Jamur 9Stammberger Punch)
2.7 Komplikasi2
10
Semenjak diperkenalkannya teknik BSEF sangat populer dan diadopsi dengan cepat
oleh para ahli bedah THT di seluruh dunia. Seiring dengan kemajuannya, muncul berbagai
komplikasi akibat operasi bahkan komplikasi yang berbahaya. Karenannya para ahli segera
melakukan penelitian tentang komplikasi yang mungkin terjadi akibat BSEF dan mencari
cara untuk mencegah dan menghindarinya serta mengobatinya. Pemahaman yang mendalam
tentang anatomi bedah sinus, persiapan operasi yang baik dan tentunya pengalaman ahli
dalam melakukan bedah sinus akan mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi BSEF dapat dikategorikan menjadi komplikasi intranasal, preorbital/orbital,
intrakranial, vaskular dan sistemik.8
11
dakriosistisis atau epifora. Rekomendasi untuk mencegah hal ini adalah melakukan pelebaran
ostium sinus maksila terutama dari arah posterior dan atau posterior.
12
2.7.3 Komplikasi Intrakranial
Komplikasi intrakranial merupakan komplikasi yang seringf terjadi pada pemula.
Cara diseksi etmoidektomi retrograde dan membaca daerah rawan tembus di CT Scan
preoperasi (tipe Keros) akan menghindarkan komplikasi ini. Kebocoran cairan cerebrospinal
selama prosedur bedah merupakan komplikasi yang jarang terjadi, insidensi komplikasi ini
dilaporkan sebanyak 0,05-0,9%. Jika terjadi saat operasi harus segera dilakukan penambalan
menggunakan jaringan sekitarnya misalnya konka media dan septum. Jika terjadi pasca
operasi dapat diobservasi karena 90% diharapkan dapat menutup sendiri.
13