Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RINGKASAN MATERI KULIAH

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK

Dosen Pengampu: Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, S.E., M.Si., Ak. CA.

Diusulkan oleh:

Kelompok 9

Sylvia Okta Miranatha 1707532086

Kadek Dwi Putra Arimbawa 1707532095

Ni Made Suryani 1707532098

PROGRAM STUDI S1 NON REGULER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2018
Salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public services).
Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber yaitu: (1) pajak,
dan (2) pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for
services). Jika pelayanan publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar
tanpa memperdulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau tidak. Hal
tersebut karena pajak merupakan iuran masyarakat kepada Negara yang tidak memiliki jasa
timbal individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan
public dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang
memanfaatkan jasa pelayanan publik, sedangkan yang tidak menggunakan tidak diwajibkan
untuk membayar.

A. Pelayanan Publik yang Dapat Dijual

Dalam memberikan memberikan pelayanan publik, pemerintahan dapat dibenarkan menarik


tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik
pemerintah. Beberapa pelayanan publik yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya:

1. Penyediaan air bersih.


2. Transportasi publik.
3. Jasa pos dan telekomunikasi.
4. Energi dan listrik.
5. Perumahan rakyat.
6. Fasilitas pariwisata.
7. Pendidikan.
8. Jalan tol.
9. Irigasi.
10. Jasa pemadaman kebakaran.
11. Pelayanan kesehatan.
12. Pengolahan sampah/limbah

Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa alasan,
yaitu:

1. Adanya Barang Privat vs Barang Publik


Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :

a. Barang privat

Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut hanya
dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi
tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut.

Contoh: makanan, listrik dan telepon.

b. Barang publik

Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh seluruh


masyarakat secara bersama-sama.

Contoh: pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.

c. Campuran antara barang privat dan publik

Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang privat dan
barang publik. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat secara
umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut. Contoh: pendidikan, pelayanan
kesehatan, transportasi publik, dan air bersih. Barang–barang tersebut sering disebut dengan
merit good karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang bisa
mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang tersebut
pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public privision), memberikan
subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh pendidikan, meskipun
pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang
tersebut sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan
dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan
pelayanan pendidikan tersebut.

Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan barang barang
privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang publik dengan barang privat tersebut
antara lain:
1) Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2) Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa publik, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan
langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tarif obat-obatan, dan air.
Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut memaksa orang untuk berhati-hati
dalam mengkonsumsi sumber-sumber yang mahal atau langka.
3) Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada membebankan
pajak karena pembebanan tarif lebih mudah pengumpulkannya. Jika digunakan pajak,
maka akan terdapat kesulitan dalam menentukan besar pajak yang pantas dan cukup.
Sedangkan jika digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk
memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk membayar lebih
tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argumen yang menyatakan bahwa
pembebanan pada dasarnya demokratis karena orang dapat memilih barang apa yang
ingin mereka bayar dan apa yang tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran
publik dapat diarahkan menurut pilihan mereka.

Biasanya terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed
economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang
publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang
publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.

Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik, telepon, dan air bersih, maka
untuk memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan tarif untuk
penyediaan kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena spillover
effects (eksternalitas positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan
dan pengendalian kesehatan, maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai
lewat pajak.

Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu diperhatikan adalah:

1. Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang publik


atau privat)
2. Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan publik
tersebut (pemerintah atau swasta)
3. Dapatkah penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan
sektor ketiga
4. Pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat
ditangani oleh swasta.
2. Efisiensi Ekonomi

Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka ingin
konsumsi, mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan sumber daya
melalui:

a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak harus


membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya padasupplier untuk mempertahankan dan meningkatkan
persediaan jasa (supply of servise).

Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah harga normalnya (full
price) atau bahkan tanpa dipungut biaya. Mekanisme pembebanan tarif pelayanan merupakan
satu cara menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik.

3. Prinsip Keuntungan

Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang
tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan kepada
masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut. Pemerintah tidak boleh
melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full price,
subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang
diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi dan pengaawasan,
yang didasarkan pada:

a. Kategori perijinan yang dilakukan.


b. Ada tidaknya keuntungan yang diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang
dimiliki.
B. Argumen Terhadap Pembebanan Tarif Pelayanan

Dalam praktik, pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan
sebagai berikut:

1) Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak dapat
diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan kepada
semua masyarakat melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa tersebut.
2) Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka sehingga
konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan terhadap
penggunaan air dan obat-obatan medis.
3) Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan pilihan
daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.
4) Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan untuk
memenuhi kebutuhan domestik secara individual maupun industrial, misalnya air, listrik,
jasa pos dan telepon.
5) Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas
suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara tegas.

Terlepas dari kasus yang merupakan barang publik murni, terdapat argument yang menentang
pembebanan tarif pelayanan, yaitu:

1) Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan.


2) Yang miskin tidak mampu untuk membayar.

Adanya eksternalitas, merit good dan persyaratan legal

Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan


Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan pengukuran yang
handal (seperti: tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat meningkatkan biaya
penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat penafsiran tarif pelayanan lebih mudah
dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya untuk air dan listrik
lebih mudah dibandingakan dengan menghitung pajak penghasilan).

Yang miskin tidak mampu untuk membayar

Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin tidak
mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti pendidikan,
kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.

Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan dasar
secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain, sehingga skala
prioritas dan pilihan individu berbeda-beda. Pilihan yang berbeda-beda tesebut membutuhkan
perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga pembebanan tarif pelayanan dipandang sesuai
dengan pilihan kebutuhan seseorang. Pelayanan publik dapat juga diberikan secara gratis oleh
pemerintah, akan tetapi penyediaan gratis tersebut akan mempengaruhi pilihan individu.
Pemberian beras gratis mungkin tidak pas untuk orang tertentu karena mungkin ia lebih suka
diberi uang untuk membeli pakaian. Keputusan untuk membebankan biaya pelayanan kepada
pelanggan harus dikompensasi dengan pemberian subsidi atau pemberian pelayanan gratis.

Adanya eksternalitas, merit goods, dan persyaratan legal

Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi membuat
masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang dianggap
sebagai merit good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa beban biaya, seperti
pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang–undangan yang mensyaratkan pemerintah
untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9 tahun, sehingga kebutuhsan
barabg tersebut biasanya dianggap bebas dari beban masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif
pelayanan.

Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga
pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode kupon
tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi sistem kupon
tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan mudah untuk disalahgunakan.

C. Prinsip dan Praktik Pembebanan

Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan pemerintah lebih
sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan terkait dengan barang
privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif. Namun batasan identifikasi barang privat
dan publik kadang sulit dan harus dilakukan dengan dasar tiap pelayanan. Dalam praktiknya,
pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan
insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya
pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan. Kesalahan
penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara
berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah sehingga
kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.

D. Kegunaan Pembebanan dalam Praktik

Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara jasa yang disediakan
langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara, dan antar
pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan alah satu sumber penerimaan
bagi pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari beberapa sumber,
antara lain:

1) Pajak
2) Pembebanan langsung pada masyarakat (charging for services)
3) Laba BUMN/BUMD
4) Penjualan aset milik pemerintah
5) Hutang
6) Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak Uang)

Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara. Pada
kasus perusahaan negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul dalam rekening pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti pertahanan, kesehatan
publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis, dalam arti dibiayai dari pajak.
Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk kepentingan individu seperti listrik,
telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya totalnya (full cost recovery
price). Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan menengah, penyembuhan
kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari tarif.

E. Penetapan Harga Pelayanan: Berapa Harga yang Harus Dibebankan

Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka


pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar atau dengan kata lain berapa
harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (charge)
dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (full cost recovery). Akan
tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan, karena:

1) Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu
pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat
mengindentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Amun tidak boleh
terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada
prinsipdifferent costs for different purposes. Biaya overhead harus dibebankan secara
proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus diidentifikasi adanya
biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden
costs juga terkait dengan biaya birokrasi (costs of bureaucracy).
2) Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi. Karena jumlah biaya untuk melayani sau
orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif
pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari
lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika hal ini dilakukan
maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal tertentu. Misalnya: bus kota, jarak jauh
maupun dekat dikenai tarif sama. Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus
merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3) Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika
orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka
mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi
produk untuk menghindari subsidi.
4) Biaya apa saja yang harus diperhitungkan: apakah hanya biaya operasi langsung (current
operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs). Aturan
umumnya adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan
pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang
(kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs
pricing.

Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing, yaitu
tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen tambahan (costs of
serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga berlaku dalam pasar
persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu pada harga pasar yang
paling efisien (economically efficient price), karena pada tingkat harga tersebut (ceteris paribus)
akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang terbaik. Masyarakat
akan memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa sampai titik dimana marginal costs
sama dengan harga.

Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing, setidaknya harus
memperhitungkan:

1) Operasi biaya variabel (variable operating cost)


2) Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk
memberikan pelayanan.
3) Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan
4) Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.

Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost atau
pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh kasus klasik
dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost pricing menganjurkan
tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal cost yang ada nol.
Memungut biaya penyebrangan sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan
tersebut, ini akan mengurangi total economic benefit.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena sejak
ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya sama dengan
biaya untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.

Contoh: penyediaan air, marginal cost-nya misalnya:

1) Tambahan air yang dikonsumsi


2) Tambahan jarak yang diambil
3) Pemasangan pipa besar untuk industri
F. Permasalahan Marginal Cost Pricing

Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain :

1) Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu, dalam
praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau hal ini
menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan
pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2) Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run MC)
atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus penyediaan
air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru. Tidak
mungkin mengharapkan konsumen menanggung full cost sendirian.
3) Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak
mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang
terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang
dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternative sumber daya tersebut.
Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang
berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
4) Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
a. Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
b. Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam
menyediakan pelayanan tersebut.
5) Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan
mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal
cost.
6) Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa
seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif
progesif) yang mungkin digunakan.
G. Kompleksitas Strategi Harga
1) Two-part tariffs: banyak kepentingan publik (seperti listrik) dipungut dengan two-part
tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan
variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
2) Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya
adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi
untuk periode puncak yang harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon
dan transportasi umum).
3) Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan
pertimbangan keadilan melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan
pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda,
pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut
tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan pelayanan yang
dimaksudkan untuk orang miskin.
4) Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk
menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik
perlu mempertimbangkan keadilan dan kemampuan publik untuk membayar.
5) Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas
marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.
H. Taksiran Biaya

Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah mendasarkan pada
usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1) Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.


2) Opportunity cost of capital
3) Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to society
(opportunity cost)
4) Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
5) Cadangan inflasi

Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat
mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip
biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik. Marginal cost
pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik.
Digunakan marginal cost pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai
harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi
skala subsidi publik.
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2017. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Anda mungkin juga menyukai