Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

SKILL 3
GMP Akibat intoksikasi Zat (stimulant)

OLEH :
THETA KUSUMA
201710330311059

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Ada kekhawatiran yang berkembang di banyak bagian dunia untuk penggunaan skala
besar psikostimulan untuk tujuan non-medis dan tingginya insiden gangguan penggunaan
psikostimulan (PSUD), juga dikenal sebagai penyalahgunaan stimulan, ketergantungan atau
kecanduan. Jumlah individu yang secara teratur menggunakan zat psikoaktif seperti kokain,
amfetamin, metamfetamin dan psikostimulan lainnya lebih besar daripada jumlah individu
yang menggunakan opioid dan opiat. Terlepas dari prevalensi yang tinggi ini, individu
dengan gangguan penggunaan psikostimulan di seluruh dunia disediakan kontak minimal
atau tidak ada dengan lembaga kesehatan dan sosial dan program pengobatan yang sangat
buruk. Di banyak negara, layanan perawatan untuk gangguan penggunaan narkoba telah
dirancang untuk perawatan opioid dan ketergantungan alkohol dan tidak dirancang untuk
ketergantungan stimulan. Secara khusus, model termasuk intervensi medis dan perlindungan
sosial jarang diterapkan untuk individu-individu ini, membuat layanan tidak menarik dan
menarik bagi klien.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang penyakit GMP Akibat
intoksikasi Zat (stimulant) yang meliputi definisi, klasifikasi epidemologi, eiologi, gejala
klinis, diagnosis, differential diagnosis, tatalaksana, komplikasi.

1.3. Manfaat
Dengan ditulisnya referat tentang GMP Akibat intoksikasi Zat (stimulant) penuslis
mengharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan penulis ataupun
pembaca mengenai penyakit ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan penggunaan zat juga dikenal sebagai Gangguan penggunaan narkoba,
adalah penggunaan obat-obatan secara terus menerus meskipun ada konsekuensi
merugikan yang substansial. Gangguan penggunaan zat ditandai oleh serangkaian gejala
mental, fisik dan perilaku yang dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan
kehilangan kendali. Penyalahgunaan zat termasuk dalam kategori gangguan penggunaan
narkoba yang tingkat keparahannya sangat bervariasi, yaitu ringan, sedang atau berat
(Volkow ND, 2016)
2.2. Klasifikasi
Ada banyak kategori gangguan mental yang berbeda, dan banyak aspek perilaku dan
kepribadian manusia yang berbeda yang dapat menjadi tidak spesifik. Yaitu :
2.2.1. Depresi
Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan penderitanya terus-
menerus merasa sedih. Berbeda dengan kesedihan biasa yang berlangsung selama
beberapa hari, perasaan sedih pada depresi bisa berlangsung hingga berminggu-minggu
atau berbulan-bulan.
2.2.2. Skizofrenia 
Skizofrenia adalah gangguan mental yang menimbulkan keluhan halusinasi, delusi,
serta kekacauan berpikir dan berperilaku. Skizofrenia membuat penderitanya tidak bisa
membedakan antara kenyataan dengan pikirannya sendiri.
2.2.3. Gangguan kecemasan
Gangguan kecemasan adalah gangguan mental yang membuat penderitanya merasa
cemas dan takut secara berlebihan dan terus menerus dalam menjalani aktivitas sehari-
hari. Penderita gangguan kecemasan dapat mengalami serangan panik yang berlangsung
lama dan sulit dikendalikan.
2.2.4. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah jenis gangguan mental yang ditandai dengan perubahan
suasana hati. Penderita gangguan bipolar dapat merasa sangat sedih dan putus asa dalam
periode tertentu, kemudian menjadi sangat senang dalam periode yang lain.
2.2.5. Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan perubahan pada pola tidur yang sampai mengganggu
kesehatan dan kualitas hidup penderitanya. Beberapa contoh gangguan tidur adalah sulit
tidur (insomnia) dan sangat mudah tertidur (narkolepsi).
2.2.6. Gangguan kognitif
Ini mempengaruhi kemampuan kognitif, termasuk belajar dan memori. Kategori ini
termasuk delirium dan gangguan neurokognitif ringan dan utama (sebelumnya disebut
demensia).
2.2.7. Gangguan penggunaan zat
Gangguan ini mengacu pada penggunaan obat-obatan (legal atau ilegal, termasuk
alkohol ) yang tetap ada meskipun ada masalah signifikan atau bahaya yang terkait
dengan penggunaannya. Gangguan penggunaan zat mungkin karena pola penggunaan
obat yang kompulsif dan berulang yang menghasilkan toleransi terhadap efeknya dan
gejala saat penggunaan dikurangi atau dihentikan.
2.2.8. Gangguan Makan
Gangguan makan : Gangguan ini melibatkan perhatian yang tidak proporsional dalam
hal makanan dan berat badan. Kategori gangguan di area ini termasuk anoreksia nervosa,
bulimia nervosa, bulimia olahraga, atau gangguan makan berlebihan (Lahey, BB. Et al.
2017).

2.3. Epidemiologi
Pada 2017 secara global 271 juta orang (5,5% orang dewasa) diperkirakan telah
menggunakan satu atau lebih obat-obatan terlarang. Dari jumlah tersebut 35 juta
mengalami gangguan narkoba. Tahun 2017 gangguan penggunaan narkoba
menghasilkan 585.000 kematian (World Drug Report 2019). Dari jumlah tersebut,
jumlah tertinggi adalah dari gangguan penggunaan alkohol di 137.500, gangguan
penggunaan opioid di 122.100 kematian, gangguan penggunaan amfetamin pada 12.200
kematian, dan penggunaan kokain pada 11.100 (Wang, Haidong. et al. 2016). Jumlah
kematian yang secara langsung disebabkan oleh penggunaan narkoba telah meningkat
lebih dari 60% dari tahun 2000-2016.

2.4. Etiologi
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu
yang tinggi. Di sisi lain, kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita gangguan mental,
misalnya gangguan bipolar atau skizofrenia. Seseorang yang menderita gangguan mental
dapat lebih mudah menyalahgunakan NAPZA yang awalnya bertujuan untuk meredakan
gejala yang dirasa. Selain rasa ingin tahu yang tinggi dan menderita gangguan mental
ada beberapa faktor lain dari penyalahgunaan narkoba ini seperti berteman dengan
seorang pecandu, mengalami masalah ekonomi, trauma, dan memiliki masalah hubungan
dengan pasangan, kerabat atau keluarga. Anak-anak yang lahir dari orang tua dengan
Gangguan Penggunaan Zat memiliki kira-kira dua kali lipat risiko, dibandingkan dengan
anak-anak yang lahir dari orang tua tanpa Gangguan Penggunaan Zat (Fehrman E, 2019)

2.5. Gejala Klinis


Gejala dan tanda gangguan mental tergantung pada jenis gangguan yang dialami.
Penderita bisa mengalami gangguan pada emosi, pola pikir, dan perilaku. Beberapa
contoh gejala gangguan mental yaitu :

 Waham atau delusi, yaitu meyakini sesuatu yang tidak nyata atau tidak sesuai dengan
fakta yang sebenarnya.
 Halusinasi, yaitu sensasi ketika seseorang melihat, mendengar, atau merasakan
sesuatu yang sebenarnya tidak nyata.
 Suasana hati yang berubah-ubah dalam periode-periode tertentu.
 Perasaan sedih yang berlangsung hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
 Perasaan cemas dan takut yang berlebihan dan terus menerus, sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari.
 Gangguan makan misalnya merasa takut berat badan bertambah, cenderung
memuntahkan makanan, atau makan dalam jumlah banyak.
 Perubahan pada pola tidur, seperti mudah mengantuk dan tertidur, sulit tidur, serta
gangguan pernapasan dan kaki gelisah saat tidur.
 Kecanduan nikotin dan alkohol, serta penyalahgunaan NAPZA.
 Marah berlebihan sampai mengamuk dan melakukan tindak kekerasan.
 Perilaku yang tidak wajar, seperti teriak-teriak tidak jelas, berbicara dan tertawa
sendiri, serta keluar rumah dalam kondisi telanjang. (American Psychiatric
Association. 2018)

2.6. Diagnosis
Untuk menentukan jenis gangguan mental yang diderita pasien, psikiater akan
melakukan pemeriksaan medis kejiwaan dengan mewawancarai pasien atau keluarganya.
Pertanyaan yang akan diajukan meliputi:
- Gejala yang dialami, termasuk sejak kapan gejala muncul dan dampaknya
pada aktivitas sehari-hari.
- Riwayat penyakit mental pada pasien dan keluarganya.
- Peristiwa yang dialami pasien di masa lalu yang memicu trauma.
- Obat-obatan dan suplemen yang pernah atau sedang dikonsumsi.

Guna menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain, dokter akan melakukan


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Salah satu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah tes darah. Melalui tes darah, dokter dapat mengetahui apakah gejala
pada pasien disebabkan oleh gangguan tiroid, kecanduan alkohol, atau penyalahgunaan
NAPZA (Nainggolan, N. 2015)

2.7. Differential Diagnosis


Perbedaan klinis deferensial diagnosis antara GMP dan skizofrenia paranoid :

GMP Skizofrenia Paranoid


Agitasi yang ditandai dengan gerakan Halusinasi pendengaran atau penderita
yang tidak disengaja, tanpa tujuan dan mendengar suara yang tidak benar-
gelisah yang disertai tekanan benar nyata
emosional
Kecemasan atau perasaan takut yang Delusi paranoid atau khayalan yang
tidak menyenangkan memicu pikiran untuk memikirkan
sesuatu hal yang tidak nyata
Depresi
Mania atau manic syndrome dalam
keadaan gairah yang meningkat secara
abnormal
Psikosis atau kondisi pikiran yang
tidak normal

2.8. Tatalaksana
Ada 3 (tiga) cara yang sederhana dalam menanggulangi
bencana narkoba, yaitu :
1) Pencegahan
Mencegah jauh lebih bermanfaat daripada mengobati, untuk ini dapat dilakukan :
 Pencegahan Umum
Narkoba merupakan satu wabah International yang akan menjalar ke setiap
negara, apakah negara itu sedang maju atau berkembang. Semua jadi sasaran dari
sindikat-sindikat narkoba, menghadapi kenyataan seperti ini Pemerintah telah
berupaya dengan mengeluarkan :
- Inpres No. 6 tahun 1971
Dalam Inpres ini masalah penyalahgunaan narkotika sudah dimasukkan ke
dalam (6) enam permasalahan nasional yang perlu segera ditanggulangi.
- Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976
Di sini lebih dipertegas lagi dan kepada pengedar dan sindikat-sindikat
narkotika serta yang menyalahgunakan narkotika diancam dengan hukuman
yang cukup berat, baik hukuman penjara, kurungan maupun denda.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 65/Menkes.SK/IV/1997 Penetapan
bahan-bahan yang dilarang digunakan untuk kepentingan pengobatan.
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 28/Menkes/Per/I/1978 Penyimpangan
Narkotika
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tindak pidana Narkotika
 Dalam Lingkungan Rumah Tangga
- Jadikanlah rumah untuk berteduh seluruh keluarga dalam arti yang seluas-
luasnya
- Antar komunikasi yang harmonis antar sekuruh anggota keluarga. Hubungan
antara ayah, ibu, dan anak harus terjalin cukup harmonis dalam arti saling
menghormati pupuk rasa kasih saying yang sedalam-dalamnya.
- Keterbukaan orang tua dalam batas tertentu kepada anak akan member
kesempatan kepada anak untuk mengambil tanggungjawab terbatas dalam
rumah tangga meskipun dalam arti yang sangat kecil. Keikutsertaan anak
dalam tanggungjawab bagaimanapun kecilnya akan menjadi kebanggaan anak
itu sendiri sebagai anggota keluarga yang diperhitungkan.
 Di Luar Lingkungan Rumah Tangga
Lingkungan di luar rumah tangga adalah merupakan masyarakat tersendiri yang
merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari yang tak dapat dipisahkan. Dalam
lingkungan ini akan tercipta suatu masyarakat sendiri dengan latar belakang
social ekonomi yang berbeda-beda, budaya yang berbeda, agama yang berbeda
dan banyak lagi perbedaan-perbedaan yang kemudian berkumpul jadi satu
kelompok. Ke dalam lingkungan ini pengaruh narkoba mudah masuk dan
berkembang. Untuk itu, kelompok ini harus cepat diarahkan kepada kegiatan-
kegiatan dimana perbedaan-perbedaan tadi tidak menjadi penghalang, seperti :
kegiatan oleh raga, kesenian, kegiatan pengamanan lingkungan, kegiatan sosial,
membantu kegiatan-kegiatan lainnya yang positif.
 Seluruh Masyarakat Berperan Serta Dengan Pemerintah
Meskipun sudah diancam hukuman yang berat kepada pengedar dan sindikat
narkoba namun pelanggaran tidak pernah berhenti, mungkin karena perdagangan
ini sangat menguntungkan atau subversi yang sangat berat. Penghancuran
tanaman ganja terjadi di mana-mana namun masih dijimpai tanaman baru. Hal ini
harus dihadapi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat dengan aparat-aparat
pemerintah dalam penumpasannya. Masyarakat harus cepat tanggap terhadap
hal-hal yang sekiranya menjurus kea rah kejahatan narkoba. Komunikasi harus
dijalin sebaik-baiknya antara masyarakat dengan aparat-aparat pemerintah dalam
mengadakan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

2) Pengobatan

Merupakan upaya yang harus segera dilakukan bila individu secara positif sudah
memberikan tanda-tanda kecanduan narkotika/obat keras. Disadari bahwa “penyakit” yang
ditimbulkan karena kecanduan narkotika ini mempunyai permasalahan sendiri dan berbeda
dengan penyakit lainnya. Karena rumit dan kompleksnya masalah ini, yang menyangkut
aspek organobiologi, sosial cultural, pengibatan terhadap ketergantungan narkotika dan obat
keras ini sangat sulit. Meskipun demikian upaya kearah pengobatan korban ketergantungan
narkotika/psikotropika harus dengan cepat dilaksanakan.

Dalam pengobatan tidak hanya persoalan deteksifikasi serta pengawasan saja, perlu
pula disertai evaluasi serta bimbingan psikiatrik yang kontinyu, walaupun penderita sudah
kembali ke masyarakat, serta diperlukan juga partisipasi serta pengertian maupun penerimaan
masyarakat untuk membantu penderita menjalani kehidupan yang wajar. Untuk penderita
yang akut perlu diadakan di tempat-tempat pengobatan yang mempunyai sarana-sarana
perawatan (intensive unit cart). Dalam keadaan kritis tindakan-tindakan harus segera
diberikan sebelum penderita mendapat perawatan dokter yang intensif.

3) Rehabilitasi

Rehabilitasi/pengembalian korban ke tengah-tengah masyarakat merupakan upaya yang


paling akhir, akan tetapi cukup rumit disebabkan oleh karena :

a. Adanya “post addiction syndrome” keadaan sudah mengalami pengobatan penderita


masih menunjukkan gejala-gejala anxietas, depresi, keinginan untuk memakai obat,
keadaan emosional yang masih sangat labil.
b. Penderita masih sangat mudah terpengaruh pada lingkungan, sebabnya karena adanya
gangguan struktur kepribadian dasar, sehingga adanya penyesuaian-penyesuaian dan
pengendalian diri sangat labil. Di sinilah perlunya partisispasi serta pengawasan
professional.
c. Mengingat kompleksnya masalah ini di mana menyangkut banyak segi-segi
kehidupan di masyarakata, maka diperlukan kerjasama dengan instansi-instansi lain
(prinsip pendekatan multi disipliner)
d. Terbatasnya fasilitas pengobatan dan rehabilitasi serta tenaga professional yang
terdidik. Dalam keadaan seperti ini penderita yang dilandasi cinta kasih kepada si
korban betul-betul diperlukan, baik dari orang tua maupun keluarga lainnya.
Partisispasi masyarakat di mana korban biasa bergaul diperlukan sekali untuk
memberikan semangat baru kepada si korban dan diberikan harapan bahwa masa
depan akan lebih berhasil.Peranan agama dalam keadaan seperti ini mutlak
diperlukan. Mendekatkan korban kepada ajaran agama dan menambah keimanan dan
ketaqwaan si korban kepada Tuhan yang Maha esa merupakan bagian yang ikut
menentukan kebrthasilan si korban kembali ke masyarakat dan berdiri sendiri dengan
suatu kepastian dan keyakinan yang kokoh, hingga kebal akan segala godaan yang
menjurus kembali ke lembah dosa narkotika (Novita. Fransiska. 2015)

2.9. Prognosis
Pengguna atau pecandu dalam jangka panjang dapat mengalami overdosis. Overdosis
merupakan suatu keadaan emergensi yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat
menyebabkan Kerusakan permanen pada pembuluh darah di jantung dan di otak,
tekanan darah tinggi yang berakibat serangan jantung, stroke, rabdomiolisis, gagal
ginjal, hingga kematian (Triswara, Regina. 2017)

2.10. Komplikasi
Gangguan mental dapat menyebabkan komplikasi serius, baik pada fisik, emosi,
maupun perilaku. Bahkan, satu gangguan mental yang tidak diatasi bisa memicu
gangguan mental lainnya. Beberapa komplikasi yang bisa muncul adalah:

 Perasaan tidak bahagia dalam hidup.


 Konflik dengan anggota keluarga.
 Kesulitan menjalin hubungan dengan orang lain.
 Terasing dari kehidupan sosial.
 Kecanduan rokok, alkohol, atau NAPZA.
 Keinginan untuk bunuh diri dan mencelakai orang lain.
 Terjerat masalah hukum dan keuangan.
 Rentan sakit akibat sistem kekebalan tubuh menurun.
BAB 3
KESIMPULAN

Gangguan penggunaan zat juga dikenal sebagai Gangguan penggunaan narkoba, adalah
penggunaan obat-obatan secara terus menerus meskipun ada konsekuensi merugikan yang
substansial. Jumlah individu yang secara teratur menggunakan zat psikoaktif seperti kokain,
amfetamin, metamfetamin dan psikostimulan. gangguan psikotik yang disebabkan oleh stimulant,
dapat didiagnosis. Psikosis yang diinduksi oleh stimulan terlihat lebih sering pada orang dengan
penggunaan amfetamin kronis dibandingkan dengan mereka yang menggunakan kokain.
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2018). Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders, Fifth Edition (DSM-5), American Psychiatric Association, Arlington.
Fehrman E, Egan V, Gorban AN, Levesley J, Mirkes EM, Muhammad AK (2019). Ciri-ciri
Kepribadian dan Konsumsi Narkoba. Sebuah Cerita Diceritakan oleh Data . Springer,
Cham. arXiv : 2001.06520.
Lahey, BB; Krueger, RF; Rathouz, PJ; Waldman, ID; Zald, DH. 2017. "Taksonomi hirarkis
kausal dari psikopatologi di seluruh rentang hidup" . Buletin Psikologis . 143 (2): 142-
86.
Nainggolan, N., & Hidajat, L. (2015). Profil Kepribadian dan Psychological Well-Being
Caregiver Skizofrenia. Soul, 6(1), pp. 21-42.
Novita. Fransiska. 2015. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta, vol XXV. 446-450.
Triswara, Regina. Carolia, Novita. 2017. Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Penyalahgunaan
Amfetamin. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 7(1): 52.
Volkow ND, Koob GF, McLellan AT. 2016. "Kemajuan Neurobiologis dari Kecanduan
Model Penyakit Otak" . Jurnal Kedokteran New England . 374 (4): 363–371.
Wang, Haidong; Naghavi, Mohsen; Allen, Christine; Barber, Ryan M.; Bhutta, Zulfiqar A.;
Carter, Austin. et al. 2016. "Harapan hidup global, regional, dan nasional, semua
penyebab kematian, dan kematian spesifik penyebab untuk 249 penyebab kematian,
1980-2015: analisis sistematis untuk Global Burden of Disease Study 2015" . Lancet .
388 (10053): 1459–1544.
World Drug Report 2019: 35 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan penggunaan
narkoba sementara hanya 1 dari 7 orang yang menerima pengobatan" .
www.unodc.org. Diakses pada 28 maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai