Anda di halaman 1dari 7

NAMA : NUR KHADIJAH

NIM : B011191332

TUGAS PEKAN IX (HUKUM NIKAH DAN HUKUM WARIS)

1. Uraikanlah golongan wanita yang haram dinikahi beserta dalilnya!


2. Uraikanlah pembagian warisan beserta dalilnya!

JAWABAN:

1. Golongan wanita yang haram dinikahi

Dalam Islam, tidak semua wanita boleh diperistri. Ada larangan-larangan tertentu
yang harus diperhatikan. Islam juga mengatur bahwa ada wanita-wanita yang terlarang
untuk dinikahi karena banyak sebab dan faktornya. Kita dapat membagi klasifikasi
tentang wanita yang haram dinikahi berdasarkan agama, hubungan kemahramam, dan
juga mantan pezina.

a. Haram Dinikahi Karena Hubungan Nazab


ُ َ َ ُ
ِ ‫ات ۡٱلأ ۡخ‬
‫ت‬ ُ َ ‫ات ۡٱلأ ِخ َوبَن‬
ُ َ ‫خٰلَٰتُك ُ مۡ َوبَن‬
َ ‫متُك ُ مۡ َو‬ َّ ‫م ۡتعَل َ ۡيك ُ مۡ أ‬
َّٰ َ‫مهَٰتُك ُ مۡ وَبَنَاتُك ُ مۡ َوأخَوَٰتُك ُ مۡ وَع‬ َ ‫ح ِّر‬
ُ
)Q.S. An-Nisa’ Ayat 23(
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan.

Berdasar ayat di atas, dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi karena
hubungan nasab itu sebagai berikut :

- Ibu. Yang dimaksud adalah wanita yang melahirkannya. Termasuk juga nenek,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan seterusnya ke atas.
- Anak perempuan. Yang dimaksud adalah wanita yang lahir karenanya, termasuk
cucu perempuan dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan dan
seterusnya ke bawah.
- Saudara perempuan, seayah seibu, seayah saja atau seibu saja.
- ‘Ammah, yaitu saudara perempuan ayah, baik saudara kandung, saudara seayah
saja atau saudara seibu saja.
- Khaalah, yaitu saudara perempuan ibu, baik saudara kandung, saudara seayah
saja atau saudara seibu saja.
- Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan), dan seterusnya ke bawah.
- Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan), dan seterusnya ke
bawah.
b. Haram Dinikahi Karena Ada Hubungan Sepersusuan
َ َ ِ ‫وأُمهتكُم ٱلَّٰت‬
ِ‫ضعَة‬
َٰ ‫لر‬
َّ ‫ن ٱ‬ ِّ ‫ض ۡنعَك ُ مۡ وَأخَوَٰتُكُم‬
َ ‫م‬ َ ‫ي أ ۡر‬
ٓ ُ ُ َٰ َّ َ
(Q.S. An-Nisa’ Ayat 23)

Artinya: Diharamkan atas kamu ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara
perempuan sepesusuan.

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa haramnya wanita untuk dinikahi
karena hubungan pesusuan ini sabagai berikut :

- Ibu susu, yakni ibu yang menyusuinya. Maksudnya ialah wanita yang pernah
menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang disusui itu,
sehingga haram keduanya melakukan perkawinan.
- Nenek susu, yakni ibu dari wanita yang pernah menyusui atau ibu dari suami
wanita yang pernah menyusuinya.
- Anak susu, yakni wanita yang pernah disusui istrinya. Termasuk juga cucu dari
anak susu tersebut.
- Bibi susu. Yakni saudara perempuan dari wanita yang menyusuinya atau saudara
perempuan suaminya wanita yang menyusuinya.
- Keponakan susu, yakni anak perempuan dari saudara sepesusuan.
- Saudara sepesusuan.
c. Haram Dinikahi Karena Hubungan Perkawinan
ۡ‫ن فَ))إِن ل َّ م‬ ۡ َ َ ‫م ٱ لَّٰتِي د‬ ُ
َّ ِ‫خ لتُم بِه‬ ُ ُ ‫س))ٓائِك‬
َ ِّ ‫من ن‬ ِّ ‫ج))ورِكُم‬ ُ ‫ح‬ ُ ‫م ٱلَّٰتِي فِي‬ ُ ُ ‫س))ٓائِك ُ مۡ وَ َربَٰٓئِبُك‬
َ ِ‫ت ن‬ ُ َٰ‫مه‬ َّ ‫وَأ‬
َ ‫م ۡنأ َ ۡل‬ َ ُ ِ ‫خ ۡلتم بهن فَاَل جناح عَل َ ۡيك ُ مۡ وحلَٰٓئ‬
َ ‫م ۡجعُ))وا ْ ب َ ۡي‬
‫ن‬ َ َ ‫صَٰبِك ُ مۡ وَأن ت‬ ِ ‫ين‬َ ِ‫م ٱلَّذ‬ ُ ُ ‫ل أ ۡبنَٓائِك‬ َ َ َ َ ُ َّ ِ ِ ُ َ َ ‫تَكُونُوا ْ د‬
ٗ ‫ن غَف‬ َ ‫ه كَا‬ َ َّ ‫ن ٱلل‬ َ ۗ َ ‫سل‬ َ ‫ما قَ ۡد‬ َ ‫ن إِاَّل‬ ۡ ُۡ
)Q.S. An-Nisa Ayat 23(٢٣ ‫ما‬ ٗ ‫حي‬
ِ ‫ُورا َّر‬ َّ ِ ‫ف إ‬ ِ ‫ٱلأ تخ َ ۡي‬
Artinya: ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan
sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi karena
hubungan mushaharah adalah sebagai berikut :

- Mertua perempuan dan seterusnya ke atas.


- Anak tiri, dengan syarath kalau telah terjadi hubungan kelamin dengan ibu dari
anak tiri tersebut.
- Menantu, yakni istri anaknya, istri cucunya dan seterusnya ke bawah.
- Ibu tiri, yakni bekas istri ayah (Untuk ini tidak disyarathkan harus telah ada
hubungan kelamin antara ayah dan ibu tiri tersebut).

2. Pembagian Warisan
ۡ ُ ۡ ِّ ‫ل ح‬ َ
‫ن ثُلُثَا‬ َّ ُ‫ن فَلَه‬ ِ ‫سٓاءٗ فَ ۡوقَ ٱثنَت َ ۡي‬ َ ِ‫ن ن‬ َّ ُ ‫ظ ٱلأنثَي َ ۡي ۚ ِن فَإِن ك‬ َ ُ ‫م ۡث‬ِ ِ‫ي أ ۡل َٰودِك ُ ۡۖم لِلذ َّكَر‬
ٓ ِ‫ه ف‬ ُ َّ ‫م ٱلل‬ُ ُ ‫صيك‬ ِ ‫يُو‬
‫ك إِن‬ َ ‫)ر‬ َ )َ ‫م ا ت‬
َّ ‫م‬ِ ‫س‬ ُ ُ ‫لس )د‬ ُّ ‫م))ا ٱ‬َ ُ‫م ۡنه‬
ِّ ٖ‫ح د‬
ِ َٰ‫ل و‬ ِّ ُ ‫فُ وَأِل َبَوَ ۡيهِ لِك‬
ۚ ‫ص‬
ۡ ِّ ‫حدَةٗ فَلَهَا ٱلن‬ ِ َٰ‫ك َوإِن كَان َ ۡت و‬ َ ۖ ‫ما ت َ َر‬َ
ُ ۚ ُ َ َ ‫د وورث‬ٞ َ ‫ۚدفَ))إن ل َّ مۡ يكُن لَّهۥ ول‬ٞ َ ‫كَان لَهۥ ول‬
ِ‫مه‬ ِّ ‫ة فَأِل‬ٞ َ‫هۥٓ إ ِ ۡخو‬ ُ َ‫ن ل‬ َ ‫ث فَ))إِن ك َ))ا‬ُ ُ ‫مهِ ٱلثُّل‬ ِّ ‫هۥٓ أب َ))وَاهُ فَأِل‬ ُ ِ َ َ َ ُ َ ِ َ ُ َ
َ َ ‫سُ م ۢنب ۡعد وصي ةٖ يوصي بهٓا أ َ ۡود ۡي ۗنءَاب )ٓاؤُك ُ مۡ وأ َ ۡنب )ٓاؤُك ُ مۡ اَل ت ۡدرو‬
‫ب لَك ُ مۡ ن َ ۡفعٗ ۚا‬ ُ ‫ن أيُّهُ مۡ أ ۡق َر‬ َ ُ َ َ َ َ ٍ َ َِ ِ ُ َّ ِ َ ِ َ ِ ۚ ُ ‫سد‬ ُّ ‫ٱل‬
)Q.S. An-Nisa’ ayat 11(١١ ‫ما‬
ٗ ‫حكِي‬
َ ‫ما‬
ً ‫ن عَلِي‬ َ َّ ‫ن ٱلل‬
َ ‫ه كَا‬ َّ ِ ‫ن ٱلل َّ ۗ ِه إ‬
َ ‫م‬
ِّ ‫ة‬ َ ‫فَرِي‬
ٗ ‫ض‬
Artinya: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan;
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 
Ayat diatas menjelaskan mengenai pembagian harta warisan, berikut penjabarannya:

- Harta warisan untuk anak laki-laki 2 kali bagian dari anak perempuan
- Apabila si mayyit tidak ada  anak laki-laki dan hanya punya anak perempuan,
apabila anak perempuannya seorang maka bagiannya 1/2, sedangkan apabila
anak perempuannya lebih dari seorang maka bagian harta warisannya adalah
2/3
- bagian warisan bapak dan ibu apabila si mayyit memiliki anak maka keduanya
sama-sama mendapat 1/6
- Bagain harta warisan ibu apabila si mayyit tidak ada anak adalah 1/3
- Harta warisan di bagi setelah membayar hutang si mayyit

Selain itu, pembagian harta waris dalam Islam disesuakan dengan kedudukan
pewaris tersebut dari yang mewaris. Ada 11 cara pembagian waris dalam Islam
berdasarkan status pewaris, yaitu:

a. Bagian Anak Laki-laki


- Memperoleh semua harta warisan bilamana ia sendirian (tidak ada ahli waris
yang lain).
- Harta warisan dibagi sama rata, bila jumlah anak laki-laki lebih dari 1.
- Memperoleh sisa bila ada ahli waris lainnya.
- Bila anak si pewaris terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka anak laki-laki
mendapat dua bagian, sementara anak perempuan mendapatkan satu bagian.
b. Bagian Ayah
- Mendapatkan 1/6 bagian jika si pewaris mempunyai anak laki-laki atau cucu
laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan anak laki-laki dan ayah,
maka harta dibagi menjadi 6; ayah mendapatkan 1/6 dari seluruh harta
waris, sementara anak laki-laki mendapatkan sisanya yaitu 5/6.
- Memperoleh ashabah, jika tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki. Misal, si
pewaris meninggal meninggalkan ayah dan suami, maka si suami
mendapatkan bagian ½ sementara ayahnya mendapatkan ashabah (sisa).
- Memperoleh 1/6 ditambah sisa, jika ada hanya ada anak perempuan atau
cucu perempuan dari anak laki-laki.
c. Bagian Kakek
- Memperoleh 1/6 bagian jika pewaris meninggal meninggalkan anak laki-laki
atau cucu laki-laki (dengan tidak ada ayah). Misal, si pewaris meninggalkan
anak laki-laki dan kakek, maka kakek memperoleh 1/6 bagian, sementara
anak laki-laki mendapat sisanya yakni 5/6 bagian.
- Memperoleh ashabah jika tidak ada yang berhak menerima harta warisan
selain dia.
- Memperoleh ashabah sebakda dibagikan kepada ahli waris yang lain jika
tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, dan tidak ada ahli waris wanita.
Misal, si pewaris meninggal meninggalkan kakek dan suami, maka suami
memperoleh ½ dan sisanya untuk kakek, yang itu berarti ½ bagian juga.
- Kakek memperoleh 1/6 dan sisa, jika ada anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki. Misal, si pewaris meninggal meninggalkan
kakek dan anak perempuan, maka anak perempuan mendapatkan ½,
sementara kakek mendapatkan 1/6 ditambah sisa (ashabah).
d. Bagian Suami
- Suami mendapatkan ½ bagian jika istri (pewaris) tidak meninggalkan anak
atau cucu dari anak laki-laki.
- Suami mendapatkan ¼ bagian, jika istri (pewaris) meninggal meninggalkan
anak atau cucu. Misal, istri meninggal meninggalkan 1 anak laki-laki, 1 anak
perempuan, dan suami, maka suami memperoleh ¼ bagian dari warisan,
sisanya untuk dua anak yakni anak laki-laki mendapatkan dua kali bagian
anak perempuan.
e. Bagian Anak Perempuan
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia seorang diri (tidak ada anak
laki-laki).
- Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak perempuan atau lebih dengan
tidak ada anak laki-laki.
- Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama anak laki-laki. Anak
perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.
f. Bagian Cucu Perempuan dari Anak Laki-laki
- Cucu perempuan dari anak laki-laki memperoleh ½ bagian dari warisan jika
dia sendirian (tidak ada saudara, tidak ada anak laki-laki, dan tidak ada anak
perempuan).
- Memperoleh 2/3 bagian dari warisan jika jumlahnya dua atau lebih (dengan
tidak ada cucu laki-laki, tidak ada anak laki-laki, dan anak perempuan).
- Memperoleh 1/6 bagian dari warisan, jika ada satu orang anak perempuan
(tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki).
- Memperoleh ashabah bersama dengan cucu laki-laki, bila tidak ada anak laki-
laki. Cucu yang laki-laki memperoleh 2 bagian, sementara cucu yang
perempuan mendapatkan 1 bagian.
g. Bagian Istri
- Memperoleh ½ bagian dari harta waris jika tidak anak atau cucu.
- Memperoleh 1/8 bagian jika ada anak atau cucu.
- Memperoleh ¼ atau 1/8 bagian dibagi rata jika mempunyai istri lebih dari 1.
h. Bagian Ibu
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia seorang diri (tidak ada anak
laki-laki).
- Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak perempuan atau lebih dengan
tidak ada anak laki-laki.
- Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama anak laki-laki. Anak
perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.
i. Bagian Saudari Kandung
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia seorang diri (tidak ada anak
laki-laki).
- Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak perempuan atau lebih dengan
tidak ada anak laki-laki.
- Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama anak laki-laki. Anak
perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.
j. Bagian Saudari Se Ayah
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia seorang diri (tidak ada anak
laki-laki).
- Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak perempuan atau lebih dengan
tidak ada anak laki-laki.
- Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama anak laki-laki. Anak
perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.
k. Bagian Saudari Se Ibu
- Memperoleh ½ bagian dari warisan apabila dia seorang diri (tidak ada anak
laki-laki).
- Memperoleh 2/3 bagian jika jumlahnya 2 anak perempuan atau lebih dengan
tidak ada anak laki-laki.
- Memperoleh sisa, jika anak perempuan ini bersama anak laki-laki. Anak
perempuan 1 bagian, anak laki-laki 2 bagian.

Anda mungkin juga menyukai