Rangkuman PKN Bab V (HAM)
Rangkuman PKN Bab V (HAM)
Pertama, pengakuan HAM dimulai dari Inggris dengan dikeluarkanya Magna Charta pada tahun 1215,
yaitu suatu dokumen yang mencatat tentang beberapa hak yang diberikan Raja John kepada para
bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan raja. Pada
tahun 1689 keluarlah Bill of rights (Undang-Undang Hak), yaitu suatu undang-undang yang diterima oleh
Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja
James II dalam suatu revolusi tak berdarah (The Glorius Revolution of 1988). Kedua, di Prancis pada
tahun 1789 terjadi revolusi untuk menurunkan kekuasaan Raja Louis XVI yang sewenang-wenang.
Revolusi ini menghasilkan UUD Prancis yang memuat tentang La Declaration des droits de l‟homme et
du citoyen (pernyataan hak manusia dan warga negara). Ketiga, di Amerika Serikat, pada 4 Juli 1776,
lahirlah The Declaration of American Independence atau naskah pernyataan kemerdekaan rakyat
Amerika Serikat dari koloni Inggris. Keempat, di Rusia pada tahun 1937 mulai mencantumkan hak untuk
mendapat pekerjaan, hak untuk beristirahat, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran
bagi warga negara
kategori-kategori pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dianggap kejam, yaitu sebagai
berikut.
(1) pembunuhan besar-besaran (genocide)
(2) rasialisme
(3) terorisme
(4) pemerintahan totaliter
(5) penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar manusia
(6) perusakan kualitas lingkungan (esocide)
(7) kejahatan perang
Pertama, kasus Marsinah. Kasus ini berawal dari unjuk rasa dan pemogokan yang dilakukan buruh PT
CPS pada tanggal 3 – 4 Mei 1993. Aksi ini berbuntut dengan di PHK-nya 13 buruh.
Kedua, Kasus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ujung Pandang, 26 April 1996. Awal dari kerusuhan
tersebut bermula pada aksi unjuk rasa mahasiswa UMI terhadap kenaikan tarif angkutan kota yang
memberatkan kalangan pelajar dan mahasiswa yang dikenai aturan lebih dari yang ditetapkan Menteri
Perhubungan sebesar Rp100,00.
Ketiga, kasus pembunuhan Tengku Bantaqiah, 23 Juli 1999. Tengku Bantaqiah adalah seorang tokoh
ulama terkemuka di Aceh. Kasus ini bermula dari informasi adanya sejumlah senjata di salah seorang
tokoh Dayah Bale. Operasi ini ternyata mengakibatkan pengikut Tengku Bantaqiah ditembaki oleh
aparat setempat.
Keempat, Kasus Trisakti (12 Mei 1998) yang menewaskan empat orang mahasiswa. Kemudian Kasus
Pasca Jejak Pendapat di Timor Timur yang ditandai dengan praktik bumi hangus, pembunuhan massal di
Gereja Suai, pembunuhan di Los Palos, Maliana, Liquisa, dan Dili. Kasus Pasca Jejak Pendapat di Timtim
telah disidangkan lewat Peradilan HAM ad hoc. Kemudian contoh-contoh pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh masyarakat terutama tampak pada berbagai kasus konflik di berbagai daerah, seperti
kasus Sanggauledo, Tasikmalaya, Maluku, dan Ambon.
1) Mengutuk, misalnya dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan lewat majalah sekolah, surat
kabar, dan dikirim ke lembaga pemerintah atau pihak-pihak yang terkait dengan pelanggaran
HAM. Bisa juga kecaman atau kutukan itu dalam bentuk poster dan demonstrasi secara tertib.
(2) Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku
pelanggaran HAM dengan menggelar peradilan HAM dan atau mendukung upaya
penyelesaian melalui lembaga peradilan HAM internasional apabila peradilan HAM yang
dilakukan suatu negara mengalami jalan buntu.
(3) Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan
masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud
makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis. Partisipasi masyarakat bisa berwujud usaha
menggalang pengumpulan dan penyaluran berbagai bantuan kemanusiaan.
(4) Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para
korban. Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban
maupun keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, harus diberikan kompensasi,
yaitu kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi pada korban atau keluarganya. Di
samping restitusi dan kompensasi, korban juga berhak mendapat rehabilitasi. Rehabilitasi bisa
bersifat psikologis, medis, dan fisik. Rehabilitasi psikologis itu di antaranya berupa pembinaan
kesehatan mental agar terbebas dari trauma, stres, dan gangguan mental yang lain. Rehabilitasi
medis di antaranya berupa jaminan pelayanan kesehatan. Rehabilitasi fisik di antaranya dapat
berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana seperti perumahan, air minum, perbaikan
jalan, dan lain-lain.
Hal ini diatur di dalam beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut.
a. Pasal 27 : Hak jaminan dalam bidang hukum dan ekonomi
b. Pasal 28 : Pasal ini memberikan jaminan dalam bidang politik berupa hak untuk mengadakan
perserikatan, berkumpul dan menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan.
Pasal 28 A : Pasal ini memberikan jaminan akan hak hidup dan mempertahankan kehidupan.
Pasal 28 B : Pasal ini memberikan jaminan untuk membentuk keluarga, melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah, jaminan atas hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang
serta perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 F : Pasal ini mengakui hak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan melalui segala jenis saluran yang ada.
Pasal 28 G : Pasal ini mengakui hak perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat dan
harta benda, rasa aman serta perlindungan dari ancaman. Juga mengakui hak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia, serta suaka politik dari
negara lain.
Pasal 28 H : Pasal ini mengakui hak hidup sejahtera lahir batin, hak bertempat tinggal dan hak
akan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak pelayanan kesehatan, hak jaminan sosial, hak
milik pribadi.
Pasal 28 I : Pasal ini mengakui hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun yaitu;
hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak beragama, hak tidak diperbudak, hak diakui sebagai
pribadi di depan hukum, hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Pasal ini
juga mengkaui hak masyarakat tradisional dan identitas budaya.
Perlindungan, pemajuan dan penegakan hak asasi adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah.
Pasal 28 J : Pasal ini menegaskan perlunya setiap orang menghormati hak asasi orang lain. Juga
penegasan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia harus tunduk pada pembatasan-
pembatasanya sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum dalam negara demokratis.
c). Pasal 29 : Pasal ini mengakui kebebasan dalam menjalankan perintah agama sesuai
kepercayaan masing-masing.
d). Pasal 31 : Pasal ini mengakui hak setiap warga negara akan pengajaran.
e). Pasal 32 : Pasal ini mengakui adanya jaminan dan perlindungan budaya.
f). Pasal 33 : Pasal ini mengandung pengakuan hak-hak ekonomi berupa hak memiliki dan
menikmati hasil kekayaan alam Indonesia.
g). Pasal 34 : Pasal ini mengatur hak-hak asasi di bidang kesejahteraan sosial. negara
berkewajiban menjamin dan melindungi fakir miskin, anak-anak yatim, orang telantar dan
jompo untuk dapat hidup secara manusiawi.
Pasal 28 C : Pasal ini memberikan jaminan setiap orang untuk mengembangkan diri, mendapat
pendidikan, memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, hak kolektif dalam
bermasyarakat.
Pasal 28 D : Pasal ini mengakui jaminan, perlindungan, perlakuan dan kepastian hukum yang
adil, hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan yang layak, kesempatan dalam
pemerintahan dan hak atas kewarganegaraan.
Pasal 28 E : Pasal ini mengakui kebebasan memeluk agama, memilih pendidikan, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaran, memilih tempat tinggal. Juga mengakui kebebasan untuk
berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan UDHR, yang memungkinkan HAM
bersifat universal, yang tidak lagi lokal atau merupakan kepentingan suatu negara melainkan hak asasi
untuk seluruh umat manusia di dunia.
Di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada pasal 19 disebutkan bahwa setiap
orang berhak atau memiliki kebebasan untuk mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 secara garis besar meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Hak untuk hidup (misalnya hak mempertahankan hidup, memperoleh kesejahteraan lahir
batin, dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat).
(2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
(3) Hak mengembangkan diri (misalnya hak pemenuhan kebutuhan dasar, meningkatkan
kualitas hidup, memperoleh manfaat dari Iptek, memperoleh informasi, dan melakukan
pekerjaan sosial).
(4) Hak memperoleh keadilan (misalnya hak kepastian hukum dan persamaan di depan
hukum).
(5) Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak memeluk agama, keyakinan politik, memilih
status kewarganegaraan, berpendapat dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan
organisasi lain, bebas bergerak, dan bertempat tinggal).
(6) Hak atas rasa aman (misalnya hak memperoleh suaka politik, perlindungan terhadap
ancaman ketakutan, melakukan hubungan komunikasi, perlin-dungan terhadap penyiksaan,
dan penghilangan nyawa).
(7) Hak atas kesejahteraan (misalnya hak milik pribadi dan kolektif, memperoleh pekerjaan
yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan
jaminan sosial).
(8) Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak memilih dan dipilih dalam pemilu,
partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, dan mengajukan
usulan kepada pemerintah).
(9) Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria dalam bidang
politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, dan keluarga atau perkawinan).
(10) Hak anak (misalnya hak perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara,
beribadah menurut agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan
dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan seksual, perdagangan anak, penyalahgunaan
narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya).
6. Perlindungan HAM dalam Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-
hak Anak
Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke-44 pada bulan Desember 1989 telah berhasil menyepakati
sebuah resolusi, yaitu Resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the
Rights of the Child
7. Perlindungan HAM dalam UU No. 8 Tahun 1998 (Tentang Pengesahan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam)
Ketentuan pokok konvensi ini mengatur tentang pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia
yang dilakukan atau atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan
orang lain yang bertindak dalam jabatannya
b. Proses penegakan HAM melalui Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan HAM)
1. penangkapan
2. penahanan
3. penyelidikan.
4. penyidikan.
5. Penuntutan