Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Laporan Pendahuluan Herniated Nucleus Pulposus (HNP)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2

Dosen Pengampu : Subandiyo, S.Pd. S.Kep Ns

Disusun oleh :

1. Rizki Amaliah (078) 13. Hasbun Abdurrahman Aziz (090)


2. Kenati Jati Arum (084) 14. Julieta Ingrahani (091)
3. Wulandari Dewi Kenanga (051) 15. Panji Tri Wibowo (048)
4. Titis Muslimah (052) 16. Almas Musyaffa (050)
5. Trivia Hanan Barokah (054) 17. Aida Rakhmah Nur S (050)
6. Sasa Nurhana (061) 18. Fergie Nugrahita (059)
7. Lely Tunjung Junaedi (067) 19. Aliifah Salsabiila (062)
8. Chofifah Indrawati (074) 20. Trias Nur Vatikasari (063)
9. Septiani Tri Wulandari (080) 21. Caca Maulud Hanafi (064)
10. Adinda Putri Saharani (082) 22. Mutiatul Istiqomah Yuliati (072)
11. Dea Oktavia (085) 23. Khoirun Nisa Febriati S (075)
12. Ajudi Ana Afrianti Marini (089) 24. Adi Saputro (076)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SEMARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rezeki yang berlimpah
berupa harta yang dititipkan kepada manusia sebagai amanah di muka bumi.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW manusia pilihan yang telah menyampaikan wahyu kepada
umatnya yang dapat menerangi kehidupan umat Islam hingga akhir zaman.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis menyampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca.

Purwokerto, Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
D. Manfaat penulisan.....................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
A. Konsep Dasar............................................................................................4
B. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................................12
BAB III..................................................................................................................25
A. KESIMPULAN.......................................................................................25
B. SARAN...................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan ruptur


anulus pulposus (cincin luar diskus) sehingga nucleus pulposus menonjol
(mengalami herniasi) dan menekan akar saraf spinal, menimbulkan nyeri dan
mungkin deficit neurologic. Sebagian besar terjadi antara L4 dan L5, menekan
akar saraf L5 atau antara L5 dan S1, menekan akar saraf S1 (Amin Huda
Nurarif & Hardih Kusuma, 2015).
HNP adalah keadaan dimana terjadi penonjolan atau perubahan tempat
bentuk pada nukleus pulposus dalam diskus intervertebralis. Tulang belakang
atau kolumna veterbralis tersusun atas ruas ruang tulang belakang (korpus
veterbralis) yang dihubungkan oleh diskus veterbralis. Diskus-diskus ini
membentuk sendi fibrokartilago sehingga meningkatkan tulang belakang
bergerak fleksibel. Diskus ini juga berfungsi sebagai penyangga dan peredam
kejut (Tarwoto, 2013).
Herniasi diskus interveterbralis atau disebut juga herniasi nukleus
pulposus (HNP) adalah keadaan yang diakibatkan oleh penonjolan nukleus
pulposus dari iskus kedalam anulus (cincin fibrosa disekitar diskus), yang
disertai dengan kompresi dari akar-akar saraf. Herniasi dapat terjadi dilumbal.
Lumbosakral, regio skapula, regio servikal, dan berbagai kolumna vertrbralis
(Fransisca B. Baticaca, 2012).
Menurut data World Health Organication (WHO) 2012, nyeri pinggang
bawah juga sering dikeluhkan oleh pegawai kantoran. Nyeri tersebut
merupakan ketidaknyamanan bagi mereka. Prevalensi nyeri pinggang bawah
pada populasi lebih kurang 16.500.000 per tahun di inggris. Pasien HNP yang
berobat jalan berkisar 1.600.000 orang dan yang dirawat di rumah sakit lebih
kurang 100.000 orang. Dari keseluruhan nyeri punggung bawah, yang
mendapat tindakan operasi berjumlah 24.000 orang pertahunnya. Penelitian
oleh Fernandez et al (2009) pada orang dewasa diperoleh pravelensi HNP

1
adalah 19,9% di Spanyol. HNP lebih banyak terjadi pada perempuan (67,5%)
daripada laki-laki (33%). Pasien HNP dari usia 31-50 tahun 1,5 kali lebih
banyak dibandingkan dengan usia 16-30 tahun. Angka kejadian pasien HNP
meningkat tajam pada remaja (lebih awal terjadi pada anak perempuan
daripada anak laki-laki) dengan usia 12-41 tahun yang dilakukan berdasarkan
studi cross sectional di Denmark. Angka kejadian HNP lebih sering pada usia
dewasa, dimana 20,7% dari populasi perempuan dan 21% dari populasi laki-
laki di benua Australia.Survei membuktikan menurut American Osteopathic
Associatio (AOA).Tahun 2013 di benua eropa, 62% pasien mengeluh nyeri di
daerah pinggang bawah. Nyeri pinggang bawah terhitung hampir mengurangi
produktivitas hingga 20 juta USG atau setara dengan 200 milyar rupiah rapuh
setiap tahunnya di amerika serikat nyeri pinggang bawah sering dijumpai
dalam praktik sehari-hari, terutama di negara-negara industri.Diperkirakan 70-
80% dari seluruh populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari HNP ( Hernia Nucleus Pulposus ) ?


2. Apa saja etiologi dari HNP ?
3. Bagaimana pathofisiologi dan pathway dari HNP ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari pasien HNP ?
5. Apa saja komplikasi yang perlu diwaspadai pada pasien HNP ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien HNP?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien HNP?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien HNP?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari HNP.


2. Untuk megertahui faktor-faktor penyebab HNP.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway HNP.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada pasien HNP.
5. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat disebabkan dari HNP.

2
6. Unutk mengerahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien HNP.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis yang dilakukan pada pasien
HNP.
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien HNP.

D. Manfaat penulisan

1. Bagi pembaca
Memberikan pengetahuan umum dan menambah wawasan tentang “HNP
(Hernia Nucleus Pulposus)” bagi para pembaca.
2. Bagi mahasiswa
Guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
yang diberikan dan mendapatkan informasi terkait “HNP (Hernia
Nucleus Pulposus)”.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar

1. Definisi

HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar melalui anulus fibrosus


untuk kemudianmenekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus
yang sobek. HNP merupakansuatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologis di kolumna vertebralis pada diskusintervetebralis/diskogenik.
(Muttaqin, 2008).

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah herniasi atau penonjolan


keluar dari nukleus pulposus yang terjadi karena adanya degenerasi atau
trauma pada anulus fibrosus. ( Rasjad, 2003).

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus


fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture
annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang
menyebabkan kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada
lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level
ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan
nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang
tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness
pada grup otot tertentu namun jarang terjadi pada banyak grup otot
(Lotke dkk, 2008).

Hernia Nukleus Pulposus adalah suatu keadaan dimana terjadi


pengeluaran isi nucleus dari dalam discus intervertebralis (rupture discus)
sehingga nucleus dari discus menonjol ke dalam cincin annulus (cincin
fibrosa sekitar discus) dan memberikan manifestasi kompresi saraf
(Helmi, 2014). Hernia Nukleus Pulposus banyak terjadi pada daerah

4
lumbal dan servikal yang akhirnya menimbulkan keluhan (Mahdi I.A.,
2016).

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah ganguan yang melibatkan


Rupture annulus pulposus (cincin luar diskus) sehingga nucleus pulposus
menonjol (mengalami herniasi) dan menekan akar saraf spinal,
menimbulkan nyeri dan mungkin deficit neurologic. Sebagian besar
terjadi antara L4 dan L5, menekan akar saraf L5 atau antara L5 dan S1,
menakan akar saraf S1 (Nurarif H Amin dan Kusuma Hardhi, 2015).

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadaan dimana terjadi


penonjolan atau perubahan tempat/bentuk pada nucleus pulposus dalam
diskus intervertebralis. Tulang belakang/kolumna vertebralis tersusun
atas ruas-ruang tulang belakang (corpus vertebralis) yang dihubungkan
oleh diskus intervertebralis. Diskus-diskus ini membentuk sendi
fibrokartilago sehingga memungkinkan tulang belakang bergerak
fleksibel. Diskus ini juga berfungsi sebagai penyangga dan peredam
kejut.

2. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan


meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan
kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami
perubahan karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus
biasanya di daerah lumbal dapat menyembul atau pecah (Moore dan
Agur, 2013).

Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh


karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai
discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus
fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan
gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada
generasi diskus kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau

5
mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap
sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal
(Helmi, 2012).

HNP biasanya disebabkan oleh kerusakan akibat penggunaan selama


bertahun-tahun dengan sedikit retakan di annulus yang melemahkan
cincin kartilago suportif. Kemudian pada suatu hari ketika indivdu
tersebut bersin, tiba-tiba terjadi herniasi. Trauma akut akibat jatuh atau
pukulan ke punggung atau leher juga dapat menyebabkan herniasi
mendadak.

Penyebab HNP antaralain karena trauma atau regangan (strain) yang


berat dan degenerasi sendi intervertebralis. Pada kebanyakan klien gejala
trauma bersifat singkat. Gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus
yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun. Kemudian pada
generasi diskus, kapsulnya terdorong ke arah medula spinalis, atau
mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap
sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari columna spinal.
(Arif Muttaqin, 2008, 349).

Faktor resiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP :

a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus
fibrosus lama kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi
kering dan keras, menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah
bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna
vertebralis, seperti jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan
cara mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya
HNP.
d. Gender

6
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal
ini terkait pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria
cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan columna vertebralis.
3. Klasifikasi
a. Hernia Lumbosacralis

Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh


kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya
pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses
penyusutan nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal
posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau
ditunjukkan/dimanifestasikan dengan ringan, penyakit lumbal yang
sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan
nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi,
nucleus menonjol keluar sampai anulus atau menjadi “extruded” dan
melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih
sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah
anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang
ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau
beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang besar dapat menekan
serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.

b. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis.
Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang
kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku
kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini
melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti
C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral
mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan
nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu
pada kerusakan kulit.
c. Hernia Thorakalis
7
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah
hernia. Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi
yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota
tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang
serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang
terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi
menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thoracal paling bawah
atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan
posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.

4. Pathofisiologi

Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum


ferensial. Karena adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah
terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya
saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan sebagai gaya traumatik
ketika hendak menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda
berat dan sebagainya.

Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus


tulang belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke
kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam
korpus vertebra dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai
nodus schmorl. Sobekan sirkum ferensial dan radial pada annulus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus
schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis
atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang
dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus pulposus ke
kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks yang
bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura.
Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP,

8
sisa discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra
bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, 2008).

5. Pathway

6. Tanda dan Gejala

9
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di
punggung bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP
terbagi atas HNP sentral dan lateral. HNP sentral akan menimbulkan
paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. Sedangkan HNP lateral
bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada
punggung bawah, di tengah-tengah area bokong dan betis, belakang
tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki berkurang dan
reflex achiller negative. Pada HNP lateral L5-S1 rasa nyeri dan nyeri
tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kelemahan m. gastrocnemius
(plantar fleksi pergelangan kaki), m. ekstensor halusis longus (ekstensi
ibu jari kaki). Gangguan reflex Achilles, defisit sensorik pada malleolus
lateralis dan bagian lateral pedis (Setyanegara dkk, 2014).

Gejala yang sering muncul adalahNyeri pinggang bawah (lumbal


atau servikal) yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa
tahun). Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik Sifat nyeri
khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus
menjalar ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah Nyeri
bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan gerakan pinggang saat
batuk atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama
dan nyeri berkurang klien beristirahat berbaring Penderita sering
mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal, kebas, atau sensasi terbakar
pada lengan dan tangan. Bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan
distribusi persarafan yang terlibat Nyeri bertambah bila daerah (garis
antara dua Krista iliaka) ditekan. (Arif Muttaqin, 2008, 351).

Menurut (Yusuf, 2017) gejala yang sering ditimbulkan akibat


HNP adalah nyeri punggung bawah, nyeri daerah bokong, rasa kaku atau
tertarik pada punggung bawah, nyeri yang menjalar atau seperti rasa
kesetrum dan dapat dis ertai baal, yang dirasakan dari bokong menjalar
ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki, tergantung bagian saraf mana
yang terjepit, rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas
yang berlebihan, kelemahan anggota badan bawah/tungkai bawah yang
10
disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan hilangnya
refleks tendon patella (KPR) dan archilles (APR), bils mengenai konus
atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi, dan fungsi
seksual. Bila stress vertical yang kuat mengenai kolumna vertebra maka
nucleus pulposus dapat menonjol keluar melalui annulus fibrosus.
Peregangan annulus fibrosus, yang berbentuk cincin dan kaya inervasi
nosiseptor, menyebabkan nyeri yang sangat hebat sebagai nyeri
punggung bawah yang terlokalisir. Sementara itu, karena perengangan
yang sangat kuat, annulus fibrosus bisa ruptur atau pecah sehingga
material diskus akan ekstrusi dan dapat menekan radiks saraf
menimbulkan nyeri dirasakan sebagai nyeri radikuler (Jennie, 2006).

Menurut Sri Wahyuni (2018) dalam artikel Lusia Kus Anna,


beberapa faktor risiko terjadinya saraf kejepit, antara lain olahraga berat
seperti angkat besi, aktivitas tertentu yang sering mengangkat beban
secara berulang, atau pun merokok. Dalam beberapa penelitian juga
dikatakan, orang yang sering mengendarai sepeda motor memiliki risiko
lebih besar untuk terjadinya HNP, mencapai 27 kali lipat.

7. Komplikasi
Komplikasi HNP yang perlu diwaspadai ialah :
a. Sindroma Cauda equina, yaitu hernia cakram yang menekan ekor
sumsum tulang belakang (cauda equina dan ditandai rasa baal di dubur
dan sekitarnya, gangguan buang air besar dan berkemih).
b. cedera saraf permanen.
c. Kelumpuhan.
d. Disfungsi ereksi.
e. Nyeri menahun.
f. Infeksi luka karena tindakan pembedahan HNP.
g. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.
h. Kelemahan dan atropi otot.
i. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain.
j. Kehilangan kontrol otot sphinter.
k. Paralis / ketidakmampuan pergerakan.
11
l. Perdarahan.
m. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. MRI : Untuk melokalisasi protusi diskus.
b. CT Scan.
c. Mielogram.
d. Pemeriksaan Neurologik : Untuk menentukan jika ada kerusakan
refleks, sensori, motorik karena kompresi radiks.
e. EMG (elektromiografi) : Untuk melokalisasi radiks saraf spinal
khusus yang terkena.

9. Penatalaksanaan
Pembedahan, Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk
mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari
diskus intervertebral.
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen
neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk
menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan
mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks.

E. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis
kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran
berat atau mendorong benda berat).

b. Keluahan Utama
12
Nyeri pada punggung bawah P, trauma (mengangkat atau
mendorong benda berat) Q, sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau
seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri tumpul atau
kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri apakah bersifat nyeri
radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi bersifat
menetap, atau hilang timbul, makin lama makin  nyeri . R, letak atau
lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya sehingga
letak nyeri dapat diketahui dengan cermat. S, Pengaruh posisi tubuh
atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi
yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan memperberat
nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri seperti
berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang mendesak. Obat-
oabata yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama
diminumkan. T Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap,
bersifat menetap, hilng timbul, makin lama makin nyeri.
c. Riwayat Keperawatan
1) Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis,
keganasan (mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis).
2) Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa
menimbulkan nyeri punggung bawa.
d. Status mental
Pada umumnya aklien menolak bila langsung menanyakan
tentang banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila
kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental
secara tidak langsung (faktor-faktor stres).
e. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum
Pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan
jantung, paru-paru, perut.
i. Inspeksi

13
• Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam
berbagai posisi dan gerakan untuk evalusi
neyurogenik.
• Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus
lumbal,adanya angulus, pelvis ya ng
miring/asimitris, muskulatur paravertebral atau 
pantat yang asimetris, postur tungkai yang
abnormal.
• Hambatan pada pegerakan punggung , pelvis dan
tungkai selama begerak.
• Klien dapat menegenakan pakaian secara
wajar/tidak
• Kemungkinan adanya atropi, faskulasi,
pembengkakan, perubahan warna kulit.
ii. Palpasi dan perkusi
• paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-
hati atau halus sehingga tidak membingungkan
klien.
• Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke
arah yang paling terasanyeri.
• Ketika meraba kolumnavertebralis dicari
kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-
posterior.
• Palpasi dan perkusi perut, distensi pewrut, kandung
kencing penuh dll.

b) Neuorologik
i. Pemeriksaan motorik
• Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai
bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan
menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan
ekstensi dengan menahan gerakan.

14
• atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan-kiri.
• fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus)
pada otot-otot tertentu.
ii. Pemeriksan sensorik
Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa
dalam dan rasa getar (vibrasi) untuk menentukan
dermatom mana yang terganggu sehingga dapat
ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
iii. pemeriksaan reflex
• Refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk
dengan tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-
5 refleks negatif.
• Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring ,
luutu posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai
yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi
dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles
dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
iv. Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif
untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau
untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus
intervertebralis, tekanan didaerah distribusi ujung saraf.
b. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas
fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan
punggung, pelvis, dan tungkai.
c. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular,menurunnya kekuatan dan kesadaran , kehilangan
kontrol atau koordinasi otot.

15
d. Risiko gangguan intergritas kulit yang berhubungan dengan
imobilitas,tidak adekuatnya sirkulasi perifer,tirah baring lama.
e. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan,
kehilangan/perubahan dalam pekerjaan.
f. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan
perubahan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus
interveterbalis, tekanan di daerah distribusi ujung saraf.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi oleh klien. Criteria hasil: secara subjektif melaporkan
nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi:

1) Kaji terhadap nyeri dengan skala0-4

R/Nyeri merupakan respons subjektif yang bias dikaji dengan


menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan skala nyeri
biasanya di atas tingkat cedera.
2) Bantu klien dalam identifikasi factor pencetus
R/Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih, dan berbaring lama.
3) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan non-invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
4) Ajarkan relaksasi: Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan

16
oksigen oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan
mengurangi nyerinya.
5) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian ke hal-hal yang menyenangkan.

6) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan


posisi yang nyaman misalnya saat klien tidur, sanggah
punggung klien dengan bantal kecil.

R/ istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan


meningkatkan kenyamanan.

7) Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan


menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

R/ Pengetahuan akan dirasakan membantu mengurangi


nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
8) Observasi tingkat nyeri dan respons motorik klien 30 menit
setelah pemberian obat analgesic untuk mengkaji efektivitasnya.
Setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data
yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
9) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesic.
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
berkurang.

b. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas


fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan
punggung, pelvis, dan tungkai.
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam prongram latihan, tidak
terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

17
Intervensi:

1) Kaji mobilitas yang ada observasi peningkatkan kerusakan.


Kaji secara teratur fungsi motorik.
R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan
aktivtas.

2) Ubah posisi klien tiap 2 jam.

R/ Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat


sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
3) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada
ekstrimitas yang sakit.
R/ Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot,
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
4) Lakukan gerakan pasif pada ekstrimitas yang sakit

R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila


tidak dilatih untuk digerakkan.
5) Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau adanya iritasi,
kemerahan, atau luka pada kulit dan membran mukosa.
R/ Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan
komplikasi imobilisasi.
6) Bantu klien melakukan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
R/ Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

R/ Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat


ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.
c. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
imobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam, klien mampu mempertahankan
keutuhan kulit. Kriteria hasil : Klien mampu berpartisipasi terhadap
pencegahan luka, mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka,
tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit kering.

18
Intervensi :

1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika


mungkin.

R/ Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.


2) Ubah posisi tiap 2 jam.

R/ Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.

3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah


daerah-daerah yang menonjol.
R/ Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.

4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru


mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
R/ Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.

5) Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah linen tetap kering.

R/ Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi risiko


kelembapan kulit.

6) Observasi adanya eritema dan kepucatan dan palpasi adanya


kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
R/ Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.

7) Jaga kebersihan kulit dan hindari trauma dan panas terhadap


kulit.

R/ Mempertahankan keutuhan kulit.

d. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan


neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan
kontrol/koordinasi otot.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku peningkatan
dalam perawatan diri.
Kriteria hasil: klien dapat menunjukan gaya hidup untuk kebutuhan
merawaat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri

19
sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi
personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :

1) Mandiri Kaji kemampuan dan penurunan klien dalam


melakukan ADL dalam skala 0-4.
R/ Membantu dalam mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan
individual.

2) Hindari hal yang dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.

R/ Klien dalam keadaan cemas dan bergantung. Hal ini untuk


mencegah frustasi dan harga diri klien.
3) Sadar kan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan
kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir, ijinkan klien
melakukan tugas, berisaran yang positif untuk usahanya.
R/ Klien memerlukan empati, tetapi peril mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menangani klien,
memandirikan klien, dan menganjurkan klien untuk terus
mandiri.
4) Merencanakan tindakan untuk mengatasi keterbatasan
perlihatan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam
suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
R/ Klien akan mampu melihat dan mampu memakan makanan,
akan mampu meliat keluar masuknya orang ke ruangan.
5) Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan.

R/ Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar tempat tidur


dan menurunkan resiko tertimpa perabotan.
6) Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan
kombinasi pisau dan garpu, sikat dengan pegangan yang
panjang, ekstensi untuk berpijakpada lantai atau ke toilet, kursi
untuk mandi.
R/ Mengurangi ketergantungan.

7) Kaji kemampuan komunikasi untuk buang air kencing,

20
kemampuan mengguanakan urinal, pispot, antarkan klien ke
kamar mandi bila kondisi memungkinkan.
R/ Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat
menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih oleh
karena maslah neurogenik.
8) Identifikasi kebiasaan buang air besar, anjurkan minum dan
aktivitas.
R/ Meningkatkan latihan dan menolong menncegah konstipasi.
9) Kolaborasi Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar.
R/ Pertolongan utama terhadap fungsi bowel atau buang air
besar.
10) Konsul ke dokter untuk terapi okupasi

R/ Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan


khusus.

e. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan


ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan,
kehilanga/perubahan dalam pekerjaan.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, koping individu menjadi efektif .

Kriteria hasil: mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan


orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi,
mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui, dan
menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang
akurat tampa harga diri yang negatif.

Intervensi :

1) Kaji perubahan akibat gangguan persepsi dan hubungan dengan


derajat ketidak mampuan.
R/ Menentukan bantuan yang diperlukan individu dalam
menyusun rencana perawatan atau pemiliharaan intervensi.
2) Anjurkan klien untuk menekspresikan perasaan termasuk
perasaan bersalah pada diri sendiri dan kemarahan.
R/ Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal

21
dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
3) Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
R/ Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan
negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang
menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan
emosional.

4) Peryataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan


kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang
sehat.
R/ Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima
kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan
klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima
situasi baru.
5) Bantu dan anjurkan perawatn yang baik dan memperbaiki
kebiasaan.

R/ Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan


mengontrol lebih dari satu area kehidupan
6) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien
melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
R/ Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu meningkatkan harga diri serta memengaruhi proses r
ehabilitas.
7) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitas.
R/ Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian
tentang peran individu masa mendatang.
8) Monitor gangguan tidur,peningkatan kesulitan konsentrasi,
letargi, dan penolakan.
R/ Dapat mengidentifikasi terjadinya depresi umumnya terjadi
sebagai pengaruh dari stroke yang memerlikan intervensi dan

22
evaluasi lebih lanjut.
9) Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila
ada indikasi.
R/ Dapat menfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan.
f. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit, dan
perubahan. Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, kecemasan klien hilang
atau berkurang.
Kriteria hasil: mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi
penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan
ansietas berkurang/hilang.
Intervensi :

1) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan


takut.

R/ Cemas yang berkelanjutan member dampak serangan


jantung selanjutnya.
2) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping klien
dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.

R/ Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi,


marah, dan gelisa.
3) Hindari konfrotasi.

R/ Konfrotasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan


kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
4) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan.beri
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
R/ Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

5) Tingkatkan kontrol sensasi klien.

R/ Kontrol sensasi klien(dan dalam menurunkan ketakutan)


dengan cara memberi informasi tentang keadaan klien,
menekankan penghargaan terhadpa sumber-sumber koping

23
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, dan memberi respon balok yang
positif.
6) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang di
harapakan.
R/ Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
7) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
ansietasnya.

R/ Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran


yang tidak diekspresikan.
8) Beri privasi untuk klien dan orang terdekat.

R/ Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,


menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.Adanya keluarga
dan teman-teman yang dipilih klien untuk melayani aktifitas
dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan
perasaan terisolasi.

4. Evaluasi

a. Nyeri teratasi, klien dapat berkativitas kembali.


b. Klien terhindar dari risiko tinggi trauma.
c. Defisit perawatan diri teratasi, klien mampu melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan
d. Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit sehingga terhindar
dari Risiko gangguan intergritas kulit.
e. Koping individu tidak efektif teratasi, koping individu menjadi
efektif.
f. Cemas berkurang/ hilang.

24
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut data yang telah dibahas di diatas dapat disimpulkan bahwa


Hernia Nukleus Pulposus adalah suatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologik dikolumna vertebralis pada disus intervertebralis atau diskogenik.
Hernia Nukleus Pulposus adalah keadaan dimana nukleus pulposuskeluar
menonjol dan menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang
robek. Diskus intervertebral dibuat oleh dua komponen yaitu; nukleus
pulposus yang terdiri dari serabut halus dan terkontrol, berisi sel-sel fibroblast
dan dibuat oleh anulus fibrosus yang menyusun nukleus pulposus yang terdiri
dari jaringan pengikat yang kuat.
Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada diskus intervertebralis pada
daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktik neurologi. Hal ini
biasa terkait dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan
yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban / beban
tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada
daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal
tetapi kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan
remaja, tetapi terjadi pada usia 20 tahun.

F. SARAN

Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari sempurna,oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
para pembina , Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita .

25
DAFTAR PUSTAKA

Cahyati, YI. 2015. Hernia Nucleus Pulposus (HNP). Dari www.eprints.ums.ac.id


diakses pada tanggal 17 Maret 2020.

Kuswaya, Fajar. 2011. Asuhan Keperawatan HNP (Hernia Nukleus Pulposus).


dari http://healthyroom.weebly.com/nurse/asuhan-keperawatan-hnp-hernia-
nukleus-pulposus diakses pada tanggal 17 Maret 2020.

Lestari, Cindy. 2017. “Hernia Nukleus Pulposus (HNP)”. Dari


www.tanyadok.com diakses pada tanggal 17 Maret 2020.

Primadito, Tino. 2016. Dari https://id.scribd.com/document/329615847/


Komplikasi-HNP diakses pada tanggal 17 Maret 2020

Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar: Bintang


Lamunpatue.

Saraswati, Adinda. dkk. 2018. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta. Dari


https://.slideshare.net/mobile/choirunisarumandani/hnp-hernia-nukleus-
pulposus-atau-saraf-kejepit diakses pada tanggal 17 Maret 2020

Satyanegara, 2014. Ilmu Bedah Saraf. V ed. Jakarta : Gramedia Pustaka Agama

Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Imunologi. Jakarta : Salemba Medika

Anna Lusia Kus. 2018. Kenali Gejala Nyeri Pinggang Yang Disebabkan Saraf
Terjepit. Dari http://www.google.com/lifestyle/read/2018/02/05/090000020/
kenali-gjala-nyeri-pinggang-yang-disebabkan-saraf-terjepit Diakses pada
tangga 17 Maret 2020

Jennie, M. (2006). Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis. In Nyeri Punggung bawah


(p.28-53). Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

26
Yusuf, A.W. 2017. Hubungan Antara Hernia Nukleus Pulposus (HNP) Dengan
Derajat Nyeri Punggung Bawah Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

27

Anda mungkin juga menyukai