Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

TREND DAN ISSUE DIKEPERAWATAN ANAK YANG BERHUBUNGAN DENGAN


ETIK DAN LEGAL DALAM KEPERAWATAN ANAK
BLOK KEPERAWATAN ANAK 1

DOSEN PENGAMPU : Ns.Fadliyana Ekawaty S.Kep.,M.Kep.,Sp.An

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1


Lian Sagita : G1B118001
Mona Sri Rahayu : G1B118002
Fitri Utami : G1B118003
Fitria Husni : G1B118004
Indah Tri Zaina Malini : G1B118005
Citra Julia Anggraini : G1B118006
Etia Zaria Amna : G1B118007

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Trend
dan issue dikeperawatan anak yang berhubungan dengan etik dan legal dalam keperawatan
anak” ini dengan baik meskipun masih ada kekurangan didalamnya. Kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen pemimbing yang telah membantu kami, sehingga kami
mengerjakan makalah ini dengan lebih mudah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang juga membantu kelompok kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Trend dan issue dikeperawatan anak yang berhubungan
dengan etik dan legal dalam keperawatan anak ” ini. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi anggota kelompok kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Kami juga mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Jambi, Maret 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................4
1.4 Manfaat...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian kriminalogi .....................................................................................5
2.2 Pengertian anak ................................................................................................6
2.3 Pandangan hukum tentang pemerkosaan pada anak.........................................8
BAB III Kasus kasus pemerkosaan pada anak
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan........................................................................................................28
4.2 Saran..............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kasus pemerkosaan banyak terjadi di masyarakat , khususnya pemerkosaan yang
terjadi terhadap anak. Kasus pemerkosaan terhadap anak sering terbaikan oleh lembaga
lembaga yang seharusnya memperjuangkan hak anak sebagi korban tindak pidana
pemerkosaan.Dimana seharusnya lembaga lembaga tersebut seharusnya memberikan
perhatian dan perlindungan . Tidak jarang pula pelaku dari tindak pidana pemerkosaan
itu adalah orang terdekat atau orang yang berada disekeliling anak itu berada.
Pemerkosaan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku di
masayarakat. Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki laki
untuk memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan. Pemerkosaan
merupakan satu hal yang paling menimbulkan traumatik bagi perempuan terlebih
seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan Anak adalah generasi penerus bangsa
yang seharusnya mereka harus dibina dan dibentuk potensi diri yang dimiliki oleh
seorang anak dan kepribadian anak. Dalam pembentukan potensi dan dan kepribadian
anak maka perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi anak.
Perkembangan tersebut dapat memberikan dampak positif dan negative terhadap
perkembangan anak tersebut.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi
perkembangan kesusilaan. Jika dahulu orang orang membicarakan seks dianggap
tabu,tetapi pada masa sekarang telah dibahas secara ilmiah dalam ilmu seksiologi.1
Dalam kasus-kasus pemerkosaan terhadap anak, para pelaku sering tidak tersentuh oleh
hukum,karena tidak dilaporkan oleh korban dan keluarga korban sendiri. Karena
didalam masyarakat sendiri menganut budaya jaga praja , menjaga ketat kerahasiaan
keluarga, membuka aib dalam keluarga berarti membuka aib sendiri. Setiap kejahatan
seksual merupakan hasil interaksi antara pelaku dan korban , Pada kejahatan tertentu
korban lah sebagai pemicu kejahatan terjadi kepadanya.
Misalnya pemerkosaan terjadi karena cara berpakaian korban mengundang nafsu
dari pelaku sehingga terjadi pemerkosaan. Dalam kedudukan nya anak sebagai korban
tindak pidana pemerkosaan , dapat dilihat jika korban itu adalah orang yang menderita
jasmani dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang bertentangan dengan
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri

1
sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita
Pada umum nya tindak pidana pemerkosaan terjadi karena pelaku, yang tidak mampu
pelaku dalam menahan nafsu seksual dan keinginan pelaku untuk balasandendam
terhadap sikap, ucapan korban,perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan
pelaku , namun faktor pelaku pun dipengaruhi oleh faktor lain yaitu gaya hidup , mode
pergaulan , Antara laki laki dan perempuan yang sudah tidak mengindahkan etika
ketimuran, rendah nya pengalaman dan penghayatan terhadap norma norma keagamaan
yang ada ditengah kehidupan nya karena nilai nilai agama sudah mulai terkikis di
masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung meniadakan peran agama adalah
sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan merugikan orang
lain.Tetapi kejahatan pemerkosaan pun tentu tidak akan timbul apabila adanya control
dari masyarakat.
Anak – anak menjadi korban pemerkosaan ( Child Rape ) adalah kelompok yang
paling sulit pulih . Mereka cenderung akan menderita trauma akut. Masa depan anak
tersebut akan hancur , dan bagi anak yang tidak kuat menanggung beban , maka pilihan
satu-satunya adalah bunuh diri. Perasaan merasa perempuan yang sudah tidak terhormat
lagu, malu karena cibiran masyarakat akan menghantui para korban tinndak pidana
pemerkosaan. Anak korban tindak pidana pemerkosaan mengalami penderitaan yang
lebih berat lagi karena akan menjadi trauma yang akan mengiringi perjalanan hidup anak
tersebut, anak yang mengalami traumatic korban pemerkosaan. Akan cenderung takut
bertemu dengan laki laki, menjadi takut untuk menjalin pertemanan dengan laki-
laki.Stres akibat pemerkosaan dapat dibagi menjadi dua yaitu stres langsung dan stres
jangka panjanng. Stres langsung yaitu reaksi yang terjadi setelah pemerkosaan yaitu
kesakitan secara fisik, rasa bersalah , takut , cemas , malu , marah , dan perasaan tidak
berdaya . stress jangka panjang yaitu gejala psikologis yang dirasakan oleh korban
pemerkosaan sebagai rasa trauma yang menjadikan korban kurang memiliki rasa percaya
diri , menutup diri dari pergaulan dan reaksi lainya yang dirasakan korban. Pada saat ini
hukum Indonesia sudah mengatur secara khusus mengenai perlindungan untuk mencegah
terjadinya kekerasan seksual terhadap anak – anak.
Diantara nya lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak lalu , Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga , Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.Meskipun sudah diatur secara khusus tetapi dari sudut
pandang hukum acara pidana , korban tetap memiliki kedudukan yang pasif ,karena

2
kepentingan korban diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Bahkan dalam prakteknnya
banyak aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila kejahatan itu
berlangsung didalam lingkup domestik. Pada praktek nya di Pengadilan terdapat cara
pandang hakim dan jaksa yang konvensional terhadap korban kejahatan seksual anak –
anak , seperti yang diunggkapkan oleh Jaringan Kerja Penanganan Kekerasan Terhadap
Perempuan :“ Dalam menangani kasus perkosaan anak sebagai kasus kejahatan terhadap
manusia yang berdampak serius terhadap masa depan korban , hakim sebaiknya
mengubah sikap dan cara pandang nya . Hakim sepatut nya menjatuhkan hukuman
seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku kepada pelaku , dengan memperhatikan
kepentingan korban “ Kekerasan seksual terhadap anak , menyebabkan anak sebagai
korban seharusnya mendapat perhatian khusus oleh lembaga hukum dan aparat aparat
hukum, seluruh lembaga hukum , aparat hukum , dan masyarakat seharusnya mencari
apa yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual seperti pemerkosaan yang
menjadikan anak sebagai korban nya. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
pemerkosaan memerlukan perhatian khusus dari lembaga hukum , aparat hukum dan
masyarakat , karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijaga dan
dilindungi.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini , maka permasalahan yang akan
menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab terjadinya
pemerkosaan terhadap anak ?
2. Bagaimana pengerian anak menurut pandangan hukum?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana
pemerkosaan ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab terjadinya
pemerkosaan terhadap anak.
2. Untuk mengetahui pengerian anak menurut pandangan hokum
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana
pemerkosaan.

3
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Menambah pengetahuan dan wawasan tentang trend dan issue dikeperawatan
anak yang berhubungan dengan etik dan legal dalam keperawatan anak 1
1.4.2 Sebagai bahan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan trend dan issue
dikeperawatan anak yang berhubungan dengan etik dan legal dalam
keperawatan anak 1
1.4.3 Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman langsung dalam melakukan
penelitian dan karya tulis ilmiah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kriminologi menurut beberapa ahli


Kriminologi berasal dari kata “Crimen “ yang berarti kejahatan
atau penjahat dan “ logos “ yang berarti ilmu pengetahuan.
Kriminologi khusus berusaha untuk menggali sebab musabab
kejahatan melalui berbagai penelitian dan argumentasi teori dan
disiplin ilmu. Kriminologi merupakan bagian dari hukum pidana yang
berusaha mencari sebab mengapa terjadi kejahatan di lingkungan
masyarakat. Kriminologi berusaha memperhatikan gejala-gejala yang
ada dan mencoba menyelidiki sebab-sebab dan gejala terjadi nya
kejahatan atau sering disebut dengan aetiologi.

Beberapa pendapat sarjana mengenai kriminologi , diantara nya :


1. Menurut Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey
Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan
yang mempelajari kejahahatan sebagai fenomena sosial dan
meliputi :
1) Sosiologi hukum sebagai analisa alamiah atas kondisi –
kondisi perkembangan hukum pidana .
2) Etiologi criminal yang mencoba melakukan analisa
ilmiah mengenai sebab-sebab kejahatan .
3) Penology yang menaruh perhatian atas perbaikan
narapidana .
2. Menurut Bonger
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan
menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya
3. Mr. Paul Moedikdo Moeliono
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu
yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia .
4. Michael dan Adler

5
Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang
perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka
diperlakukan oleh godaan – godaan masyarakat dan oleh
anggota masyarakat nya .
5. Wood
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang
didasarkan pada teori pengalaman yang berhubungan dengan
kejahatan dan penjahat , termasuk reaksi – reaksi masyarakat
atas kejahatan dan penjahat .
6. Prof . Vrij
Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala maupun sebagai
faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri .
7. Muljatno
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan –
kejahatan dan kelakuan jelek dan tentang orang nya yang
tersangkut pada kejahatan dan kelakuan jelek itu . Dengan
kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran artinya perbuatan
yang menurut undang – undang diancan dengan pidana , dan
kriminalitas meliputi kejahatan dan kelakuan jelek .
8. Ediwarman
Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu ,
kelompok ,atau masyarakat ) dan sebab musabab timbulnya
kejahatan serta upaya – upaya penanggulangan nya sehingga
orang tidak berbuat kejahatan lagi .

2.2. Pengertian Anak menurut pandangan hukum


Pengertian anak menurut hukum perdata . Didalam hukum
perdata khusus nya pasal 330 ayat 1 memberikan status hukum seorang
anak sebagai berikut . “ Belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21

6
tahun , maka mereka tidak kembali lagi kedalam kedudukan belum
dewasa”.
Pengertian anak menurut hokum pidana anak didalam lapangan
hokum pidana tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai pengertian
anak itu sendiri, tetapi dapat dilihat di dalam pasal 45 dan pasal 72 yang
memakai batasan usia 16 tahun. Dimana pasal 45 berbunyi “jika seorang
yang belum dewasa dituntut karena perbuatan nya yang dikerjakan
ketika umurny belum enam belas tahun, hakim boleh memerintahkan
supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua nya, walinya atau
pemeliharannya dengan tidak dikarenakan sesuatu hukuman atau pun
memerintahkan supaya si terslah diserahkan kepada pemerintah dan
dikarenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan iyu masuk bagian
kejahatan atau slah satu pelanggaran yang diterangkan pasal 489, 490,
492, 497, 503-505, 514, 517-519, 536 dan 540 dan perbuatan itu
dilakukan sebelum dua tahun lalu sesudah keputusan terdahuku yang
menyalahkan dia melakukan salah satu suatu kejahatan , menghukum si
tersalah “. Namun ketentuan pasal 45 KUHP tidak berlaku lagi dengan
dikeluarkanya UU No. 3 Tahun 1997 Sedangkan di dalam pasal 283
memberikan ukuran kedewasaan itu pada usia 17 tahun adapun didalam
pasal 283 ayat 1 berbunyi.
“ Dengan hukuman penjara selama – lamanya Sembilan bulan
dan denda sebanyak – banyak nya Rp 9000,- dihukum barangsiapa
menawarkan , menyerahkan buat selama – lamanya atau sementara
waktu , menyampaikan ditangan atau mempertunjukkan kepada orang
yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa
orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan , gambar atau sesuatu
barang yang menyinggung perasaaan kesopanan atau sesuatu cara
yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan , jika isi surat itu
diketahuinya atau jika gambar , barang , dan cara itu diketahui nya “.
Namun setelah disahkan nya UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
anak,maka pasal 283 KUHP tidak dipakai lagi “.
Pengertian anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, “ Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang

7
selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas)
tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga
melakukan tindak pidana”. “Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana
yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur
18 (delapan belas) tahun Jadi menurut UU No.11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah anak yang belum berumur 18
tahun.
Hukum pidana itu sendiri memberikan pengertian anak sebagai
penafsiran hukum secara negative tidak diketahui pasti berapa usia
kedewasaan seorang anak menurut hukum pidana karena tidak
dijelaskan secara langsung didalam pasal mengenai usia anak yang
dikatakan dewasa. Seorang anak yang berstatus hukum sebagai seorang
subjek hukum seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana
yang dilakukan anak tersebut , karena kedudukan anak tesebut sebagai
seorang yang belum dewasa maka diberikan hak hak khusus dan perlu
mendapatkan perlindungan hukum khusus menurut ketentuan hukum
yang berlaku. Kedudukan anak sendiri dalam bidang hukum pidana
dijelaskan secara lebih rinci di dalam peraturan perundang undangan .
Pengertian anak menurut Undang – Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia pengertian anak diatur di dalam pasal 1 huruf
5 yang mengatakan : “ Anak adalah setiap manusia yang berusia
dibawah delapan belas tahun dan belum menikah , termasuk anak yang
masih di dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingan nya.”
Undang – Undang No 39 Tahun 1999 ini memiliki makna yang
tidak jauh berbeda dengan makna yang ditetapkan oleh UUD 1945
dalam pengertian politik dan anak dalam pengertian perdata . anak wajib
untuk mendapat perlindungan dari hukum untuk dipelihara dan
direhabilitasi apabila anak tersebut melakukan perbuatan yang
melanggar hukum. Di dalam hukum kita , terdapat pluralisme mengenai
kriteria dari anak tersebut , karena setiap peraturan perundang –
undangan mengatur secara tersendiri mengenai kriteria anak . Batas
usia seorang anak memberikan pengelompokan tersendiri mengenai

8
batas dikatakan seorang anak dan usia seorang yang dikatakan dewasa.
Batas usia anak sendiri adalah pengelompokan usia maksimum sebagai
wujud dari kemampuan anak di dalam status hukum nya, sehingga dapat
diketahui anak tersebut telah beralih menjadi dewasa atau menjadi
seorang subjek hukum yang bertanggung jawab terhadap perbuatan –
perbuatan hukum serta tindakan – tindakan yang dilakukan anak
tersebut . Setiap ketentuan hukum yang ada memberikan batas usia
maksimum seseorang dikatakan seorang anak , dan ditemukan banyak
pendapat hukum yang beranekaragan mengenai kedudukan hukum
seorang anak. Berbagai keanekarangaman menganai peraturan
perundang – undangan mengenai usia kedewasaan seorang anak dapat
dilihat di dalam :
1. Batas usia seorang anak menurut Undang – Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang perkawinan dapat dilihat didalam pasal
sebagai berikut : Pasal 7 ayat 1 menyebutkan batas usia
seorang anak untuk dapat kawin bagi seorang anak laki – laki
yaitu Sembilan belas tahun , dan bagi seorang wanita yaitu
enam belas tahun.

2.3. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak


Menurut Wirjono Prodjodikoro Permerkosaan sebenarnya berasal
dari bahasa Belanda Vercrating, bahasa Inggris disingkat Rape,yang jika
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia adalah Perkosaan. Pengertian
Pemerkosaan itu sendiri menurut ahli hukum adalah sebagai berikut :
1. Seatandjo Wignojosoebroto mengemukakan bahwa :
“Pemerkosaaan adalah “suatu usaha melampiaskan
nafsu oleh seseorang lelaki terhadap sesorang perempuan
dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku
melanggar. Dalam pengertian seperti ini, apa yang disingkat
perkosaan, disatu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan
(ialah perbuatan seseorang yang secara paksa hendak
melampiaskan nafsu seksualnnya), dan di dalam pihak dapatlah

9
dilihat sebagai suatu peristiwa (ialah pelanggaran norma-norma
dan demikian juga tata tertib sosial)”.
2. Sedangkan R.Sugandi , mengemukakan bahwa :
“Perkosaaan adalah “seorang pria yang memaksa
seseorang yang bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan
dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan
kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang
wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.
3. Menurut Wirdjono Prodjodikoro , yang dimaksud dengan :
Perkosaaan adalah seorang laki-laki, yang memaksa
seorang perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh
dengan dia, sehingga sedemikian rupa tidak dapat melakukan,
maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu”.
4. Soesilo merumuskan tentang perkosaan yang lebih cenderung
pada aspek yuridis yang terfokus pada “pemaksaan
bersetubuh”, yang berbunyi sebagai berikut :
“Perkosaan adalah seorang lelaki yang memaksa
seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan
dia, sedemikian rupa, sehingga akhirnya si wanita tidak dapat
melawan lagi dengan terpaksa mengikuti kehendaknya
5. Darma Weda yang condong pada pengertian perkosaan secara
kriminilogis, menyatakan bahwa :
Lazimnya dipahami bahwa terjadinya perkosaan yaitu
dengan penetrasi secara paksa atau dimasukkan ke dalam
vagina bukan penis si pelaku, tetapi jari, kuku, botol atau apa
saja, baik ke dalam vagina maupun mulut atau anus.
6. Lamintang dan Samosir yang dimaksud dengan :
“Perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
untuk melakukan hubungan di luar ikatan perkawinan dengan
dirinya.Secara umum pemerkosaan dapat diartikan sebagai
pemaksaan kehendak dari suatu pihak kepada pihak lainnya,
tanpa memperdulikan hak, kepentingan serta kemauan pihak

10
lain yang dipaksa untuk maksud keuntungan atau kepentingan
pribadi bagi pihak pemaksa”

Di dalam KUHP , pemerkosaan terhadap anak lebih dikenal


dengan istilah perbuatan cabul , sehingga perbuatan cabul terhadap
anak tidak dikategorikan sebagai perbuatan pemerkosaan terhadap
perempuan dewasa. Pembatasan antara perbuatan mana pemerkosaan
dan pencabulan tidak jelas sehingga didalam prakteknya sering terjadi
istilah yang membingungkan.
Dalam Pasal 285 KUHPidana dijelaskan tentang pengertian
permerkosaan dan pencabulan , yang berbunyi sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum,
karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua
belas Tahun.”
Pasal lain yang mengatur yaitu pasal 286 KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa yang bersetubuh dengan seorang wanita diluar
perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita didalam keadaan pingsan
atau tidak berdaya , diancam dengan pidana penjara Sembilan tahun”.

Pasal lain di dalam KUHP yang mengatur yaitu pasal 287 yang berbunyi :
1. Ayat 1
“Barangsiapa yang bersetubuh dengan wanita diluar
perkawinan , padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas, belum waktunya untuk kawin, diancam
dengan pidana paling lama sembilan tahun ., diancam dengan
melakukan perbuatan menyerang kehormata kesusilaan dengan
pidana penjara Sembilan tahun”.
2. Ayat 2
“Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan , kecuali jika
umur wanitanya belum sampai 12 tahun atau jika salah satu hal
tersebut pasal 291 atau pasal 294”. Pasal lain nya yang

11
mengatur yaitu pasal 289 yang berbunyi : “Barangsiapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan perbuatan cabul” .

Pasal lainya yang mengatur yaitu pasal 290 yang


berbunyi,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :
1. Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan
seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak
percaya
2. Barangsiapa siapa melakukan perbuatan cabul dengan
seseorang padahal diketahui sepatutnya harus diduga bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau umurnya ternyata belum
mampu kawin

3. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau


sepatutnya harus diduga bahwa umumnya tidak ternyata , atau
belum mampu untuk dikawini untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan nya perbuatan cabul atau bersetubuh
diluar perkawinan dengan orang lain. Pasal lain nya yang
mengatur yaitu pasal 294 KUHP yang berbunyi : “Barangsiapa
melakukan perbuatan cabul dengan anaknnya , anak tirinya
atau anak angkat nya yang dibawah pengawasan yang belum
dewasa yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara , didik dan
dijaga atau dengan pembantunya atau bawahannya yang belum
dewasa maka diancam pidana paling lama 7 tahun”. Jadi dari
ketentuan pasal – pasal di dalam KUHP dapat ditarik kesimpulan
bahwa pemerkosaan unsur pokok dari pemerkosaan baik
pemerkosaan yang dilakukan bagi wanita dewasa ataupun bagi
wanita yang belum dewasa adalah kekerasan , dan pemaksaan
untuk melakukan persetubuhan di luar dari perkawinan, dan
dapat diancam pidana.

12
Dapatlah disimpulkan bahwa pengertian delik pemerkosaan adalah
delik yang dengan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
perempuan yang bukan istrinya ancaman sebagaimana yang dimaksud
agar perempuan tersebut tidak berdaya sehingga dapat disetubuhi.
Pada masa sekarang kasus-kasus pemerkosaan tidak hanya terjadi pada
orang dewasa saja tetapi juga terjadi pada anak-anak. Pemerkosaan
terhadap anak dapat dilakukan oleh orang-orang terdekatnya
keluarganya sendiri, anak yang diekspoitasi menjadi pekerja seks
komersil. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tidak mengenal adanya
kata “ Perkosaan” yang tertulis dengan tegas didalam Kuhp, tetapi
dikenal dengan perbuatan asusila ditulis didalam pasal 81 ayat 1 UU
Nomor 23 Tahun 2002 dapat dikatakan sebagai ketentuan yang
mengatur tentang pemaksaan untuk bersetubuh terhadap anak. Pasal 81
ayat 1 mengatakan “ setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan nya atau
orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp.
300.000.000”. Jadi pemerkosaan terhadap anak adalah perbuatan yang
memaksa seorang anak untuk melakukan persetubuhan dengan nya
atau dengan orang lain.

BAB III
PRAKTIK KASUS SISWI KORBAN PERKOSAAN YANG DIKELUARKAN DARI
SEKOLAH DAN PENYELESAIANNYA DALAM

3.1 Kasus perkosaan anak dibawah umur di indonesia berdasarkan laporan


komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah lembaga independen

13
Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak.
Keputusan Presiden Nomor 36/1990, 77/2003 dan 95/M/2004 merupakan dasar
hukum pembentukan lembaga ini. tugas pokok KPAI melakukan sosialisasi seluruh
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak, memberikan laporan, saran, masukan, dan
pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi
Nasional Perlindungan Anak Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014 tercatat
sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di 34 provinsi,
dan 179 kabupaten dan kota. Sebesar 42-58% dari pelanggaran hak anak
diantaranya merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Selebihnya adalah kasus
kekerasan fisik, dan penelantaran anak.

1. Situasi masalah anak korban perkosaan, januari - april 2014


a. Kasus korban kejahatan seksual dan perkosaan 2014 jumlah kasus
yang dilaporkan sebanyak 2.426 kasus.
b. Presentase kasus korban perkosaan tertinggi dilaporkan pada
kelompok umur 12-17 tahun (58,8%), diikuti kelompok umur 18-30
tahun (25,2%).
c. Presentasi kejahatan seksual pada anak yaitu perkosaan (42%), tindak
sodomi terhadap anak (61,8).

2. Menurut data yang dikumpulkan oleh Pusat Data dan Informasi Komisi
Nasional Perlindungan Anak Indonesia dari tahun 2010 hingga tahun 2014
tercatat sebanyak 21.869.797 kasus pelanggaran hak anak, yang tersebar di
34 provinsi, dan 179 kabupaten dan kota. Sebesar 42-58% dari pelanggaran
hak anak merupakan kejahatan seksual berupa kekerasan seksual.
Perkosaan dan pencabulan terhadap anak, selebihnya adalah kasus
kekerasan fisik, dan penelataran anak. Data dan korba kejahatan seksual
terhadap anak setiap tahun terjadi peningkatan.

14
a. Kasus perkosaan anak di indonesia
1) Sampai dengan tahun 2010 dilaporkan sebanyak 2.046, Pada 2011 terjadi
2.426 kasus, 2012 ada 2.637 kasus, 2013 terjadi peningkatan yang cukup
besar yaitu 3.339 kasus, Sedangkan pada 2014 (Januari-April), terjadi
sebanyak 600 kasus atau 876 korban, diantaranya 137 kasus adalah
pelaku anak.
2) Presentase kumulatif kasus korban perkosaan tertinggi pada kelompok
umur 12-17 tahun (42,3%), kemudian diikuti dengan kelompok umur 17-
23 tahun (33,1%).
3) Presentasi kasus korban kejahatan seksual berbentuk sodomi pada laki-
laki sebanyak 13,1% dan perkosaan pada perempuan sebanyak 66,8%
4) Jumlah kasus korban perkosaan tertinggi adalah anak SD, SMP dan
SMA (4.251 kasus), anak kuliahan (4.056 kasus).
5) Jumlah kasus terbanyak dilaporkan dari Aceh tahun 2014 (247), jawa
timur (218), jawa barat khususnya bandung barat tercatat (204 kasus),
DKI Jakarta (300) kasus sebagian perempuan usia 19-30 tahun, sumatera
selatan tercatat (111) kasus dari tahun 2012 jumlahnya tidak banyak
berubah sampai tahun 2014 ini.
b. Layanan, Kebijakan dan Program
Secara nasional, pemerintah telah memiliki berbagai undang- undang
terkait dengan perlindungan anak. Implementasi dari amanat undang-undang terkait
dengan perlindungan anak, diantaranya :
1. Kementerian Sosial melalui Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, yang
membina Tim Reaksi Cepat (TRC), Rumah Perlindungan Sosial Anak
(RPSA), Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Lembaga-lembaga 7
perlindungan anak lainnya seperti LPA, KPAI, Komnas Anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA) melalui Deputi Perlindungan Anak, beserta Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang berada di setiap provinsi,
memiliki unit pelayanan teknis berupa Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak. (P2TP2A) ditingkat provinsi
maupun kota/kabupaten. Pemerintah daerah juga merespons masalah
kekerasan anak dengan berbagai peraturan daerah dan peraturan
gubernur/walikota/bupati.

15
a. Program dan kegiatan
Program dan kegiatan perlindungan sosial bagi anak korban tindak
kekerasan dilaksanakan oleh pemerintah dan LSM, yakni:
a) Dinas Sosial
 Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) yang sumber
dananya dari Kementerian Sosial
 Melakukan koordinasi dengan SKPD terkait dan LSM anak
untuk program rehabilitasi
 Asistensi dan penguatan lembaga penerima manfaat dan
masyarakat
 Respon kasus melalui Tim Reaksi Cepat (TRC) dan sakti
peksos.
b) Badan/Biro Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak provinsi melimpahkan pada P2TP2A dalam upaya
perlindungan sosial bagi anak korban tindak kekerasan
sebagai pelaksana teknis melalui kegiatan:
 Sosialisasi kebijakan pengembangan Kabupaten/Kota layak
Anak
 Advokasi, sosialisasi, identifikasi dan fasilitasi permasalahan
pencegahan
 penanganan TPPO;
 Fasilitasi P2TP2A;
 Efektifitas Forum Anak;
 Pembentukan Pokja PUG (pengurus utamaan gender) dan
Focal Point gender
 Pembentukan Gugus Tugas TPPO; 9
 Koordinasi antara Satgas TPPO dan PJTKI

2. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak


(P2TP2A)
Dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur dalam upaya memberikan
kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan anak dalam rangka
terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dengan strategi pengarusutamaan

16
gender melalui ketersediaan wadah kegiatan pelayanan terpadu bagi
peningkatan peran, kondisi dan perlindungan serta pemberdayaan perempuan
dan anak. Secara umum kegiatan P2TP2A meliputi:

a. pelayanan fisik, psikhis;

b. pendampingan hukum;

c. rehabilitasi sosial;

d. reintegrasi;

e. fasilitasi pemberdayaan ekonomi;

f. rujukan;

g. konsultasi; dan

h. advokasi;

Dalam periode 2010 s.d april 2014 dilaporkan tambahan kasus perkosaan
sebagaimana berikut:

a. Kasus perkosaan anak berjumlah 331 (usia 12-18 tahun)

b. Kasus perkosaan dewasa berjumlah 211 (usia 20-30 tahun)

3.2 Gambaran Situasi Kekerasan Pada Anak di Indonesia


Merujuk pada Undang – Undang No.35 tahun 2014 Pasal 1 angka 2 Undang–
Undang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak – haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungandari kekerasan dan diskriminasi yang bertujuan untuk melindungi anak –
anak dari tindakan atau merampas hak asasi anak untuk hidup tenteram dan damai.
Kekerasan terhadap anak adalah setiap tindakan yang berakibat kesengsaraan atau
penderitaan – penderitaan pada anak secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-
wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Seringkali kekerasan pada anak terjadi karena kurangnya pengawasan orang tua.

Menurut erlinda M.Pd komisioner KPAI saat itu menyatakan bahwa

17
lingkup kekerasan seksual pada anak yaitu :
 Hubungan seksual, incest, perkosaan, sodomi
 Eksploitasi seksual dalam prostitusi atau pornografi
 Stimulasi seksual, perabaan (molestation, fondling)
 Memperlihatkan kemaluan kepada anak untuk tujuan kepuasan seksual
 Memaksa anak untuk memegang kemaluan orang lain
 Memaksa anak untuk melihat kegiatan seksual

Data pada tahun 2014 catatan pengaduan KPAI , Kekerasan Seksual yang terjadi
pada anak, dari jumlah kasus sebesar 321.752, maka kekerasan seksual pada anak
menempati peringkat dua, yaitu dalam bentuk perkosaan sebanyak 72% (2.399 kasus),
dalam bentuk pencabulan sebanyak 18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166
kasus). Dari data sebanyak 31% (5.002 kasus) maka jenis kekerasan terhadap anak
tertinggi adalah kekerasan seksual (61%).
Bagian 3.1 Gambaran situasi kekerasan

3.3 Hasil wawancara terhadap siswi SMA korban perkosaan yang dikeluarkan
dari sekolah karena hamil

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan


teknik wawancara, dimana sebelum dilakukan wawancara, peneliti telah
melakukan informed consent dengan menyatakan secara langsung kepada subjek
bahwa hasil penelitian ini bersifat sangat rahasia dan hasil wawancara ini hanya
akan digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Penulis akan merahasiakan

18
segala bentuk identitas dan segala hal yang subjek nyatakan bahwa hal tersebut
adalah rahasia tidak untuk dipublikasikan.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap seorang anak perempuan siswi


SMA kelas x (sepuluh) didapatkan bahwa anak dengan inisial S menjadi korban
perkosaan sejak 1 tahun yang lalu, ketika ditanya mengenai reaksi orang tuanya
terutama ibunya bahwa S telah hamil akibat korban perkosaan dan terancam
dikeluarkan dari sekolah, ibunya menyatakan kaget danbersedih. S menyatakan
bahwa dirinya sebelum menjadi korban perkosaan oleh gurunya sempat beberapa
kali mendapat pelecehan seperti meraba punggung dan paha, namun menurut S hal
tersebut biasa saja karena pertama kali dia mendapat pelecehan dari gurunya ketika
S sedang tidak enak badan dan hanya tiduran di kursi kelas kemudian ada guru
lewat kelas mendapati S sedang tidur lalu menghampiri dan bertanya kenapa S
tidak bergabung bersama teman temannya dikantin karena saat itu jam istirahat,
lalu S menjawab bahwa dirinya sedang tidak enak badan dan guru tersebut
langsung mengusap-usap bagian punggung S tepat di tali BH selama beberapa
menit sambil berkata bahwa S harus banyak istirahat dan setelah itu S diberi uang
50 ribu untuk ongkos pulang. S menganggap kejadian itu hal biasa sebagai bentuk
perhatian guru ke muridnya akan tetapi kejadian itu terus berulang sampai terjadi
perkosaan beberapa kali sampai S hamil.

Dan sebenarnya S tidak mau menceritakan kejadian tersebut kepada


orangtua nya takut mencoreng nama baik orangtua nya namun semenjak
mengetahui bahwa dirinya hamil S merasa jengkel dan kesal terhadap gurunya. Hal
ini disebabkan karena tahu bahwa penderitaan yang dialaminya harus
dipertanggungjawabkan dan S langsung memberitahukan hal tersebut kepada
ibunya dan ibunya langsung kaget bahkan hampir pingsan mengetahui anaknya
hamil dalam keadaan masih sekolah. S pernah mengalami diskriminasi dari

19
sekolahnya suatu ketika S mengadukan perkosaan yang dilakukan oleh gurunya
kepada salah satu guru lainnya disekolah S akn tetapi guru tersebut malah tidak
mempercayainya bahwa hal tersebut terjadi atas dasar suka sama suka bahkan guru
tersebut berkata bahwa kejadian ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan
sebaiknya tetap dirahasiakan karena akan mencoreng nama baik sekolah, dan hal
ini membuat S sangat sedih dan putus asa. Akan tetapi ibu S menceritakan kejadian
yang dialami putrinya kepada keluarganya dan mereka sangat mendukung agar
kasus tersebut diselesaikan sampai tuntas dan meminta pertanggung jawaban
kepada gurunya. Dan gurunya mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan
menikahi S meskipun harus mengorbankan masa depannya karena pihak sekolah
dengan terpaksa mengeluarkan S untuk menjaga nama baik sekolah. Saat ini yang
dilakukan S untuk mengurangi/menghilangkan segala diskriminasi adalah dengan
memandang positif apa yang terjadi dalam kehidupannya, walaupan kadang S
menyatakan bahwa Ia sering kali merasa sedih.

S menyatakan bahwa Ia sama sekali belum mengetahui sama sekali


mengenai undang-undang perlindungan anak, mendengar bahwa Indonesia
mempunyai undang undang perlindungan S merasa tertarik dan bersemangat serta
sempat membaca isi undang-undang tersebut. Setelah membaca isi undang-undang
tersebut S merasa ada yang melindungi dirinya. S mengatakan bahwa dia ingin
sekali menunjukan isi undang-undang tersebut kepada teman temannya baik yang
dikeluarkan dari sekolah maupun tidak karena Ia merasa hal ini sangat berguna
dalam melindungi setiap anak anak perenpuan terhadap segala bentuk diskriminasi.
S juga merasa takjub karena ternyata undang-undang perlindungan anak
melindungi hak-hak anak bukan hanya dari bidang pendidikan dan hokum, namun
juga meliputi aspek kehidupan lainnya.
Selain melakukan wawancara terhadap S,juga dilakukan wawancara
terhadap salah seorang keluarganya, yaitu D yang merupakan sepupunya yang
setahun diatas usia S. D mengatakan sangat sedih ketika menceritakan bahwa
saudaranya diketahui tengah hamil akibat perkosaan gurunya sendiri, D sangat
kecewa, kaget dan sangat sedih karena D mengatakan dirinya sangat mengetahui
dan mengenal betul sepupunya itu. Ia mengatakan kalau S merupakan orang yang
jujur, rajin dan pandai. D sama dengan S dia sangat tertarik dan membaca dengan
baik isi undang-undang perlindungan anak. D mengatakan bahwa Ia merasa sangat

18
setuju terhadap pendapat S betapa bergunanya isi undang-undang itu dan juga akan
menyebarkannya pada teman-teman serta kerabatnya agar hak-hak anak dapat
dipenuhi dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat terlihat bahwa baik istri maupun
keluarga penderita merasakan adanya diskriminasi, juga merasakan beratnya hidup
dengan merawat anak yang dikandungnya padahal dia sendiri masih anak-anak yang
harusnya duduk dibangku sekolah, untuk itulah diperlukan adanya perlindungan hokum
bagi siswi korban perkosaan yang dikeluarkan dari sekolah karena hamil.

3.4 Data P2TP2A mengenai beberapa kasus Anak Perempuan Dengan Pelecehan
Seksual dan Perkosaan
P2TP2A ( Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak),
merupakan pusat kegiatan terpadu yang didirikan Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dan menyediakan pelayanan bagi masyarakat
Indonesia terutama perempuan dan anak korban tindak kekerasan. Membantu
menangani sejumlah permasalahan perempuan dan anak korban kekerasan baik
dalam bidang hokum maupun kesehatannya juga permasalahan keluarga maupun
social yang mungkin dialami oleh sejumlah perempuan dan anak yang
ditanganinya.
Diantara beberapa kisah yang dialami anak korban perkosaan yang masih
duduk dibangku sekolah bahwa banyak diantaranya yang depresi ketika
memikirkan bagaimana sekolahnya setelah ada kejadian tersebut karena pihak
sekolah belum tentu mau menerima siswi hamil meskipun akibat korban perkosaan.
Didapatkan ada responden yang pernah mengalami diperkosa oleh 3 kakak
kelasnya sampai hamil dan pihak sekolah langsung mengeluarkannya akan tetapi
tidak mengeluarkan 3 kakak kelas yang memperkosanya.
Selain itu ada yang mengatakan bahwa responden pernah mengadu kepada
guru tentang yang dialaminya guru tersebut malah langsung menamparnya sambil
bicara bahwa responden mencemarkan nama baik sekolah dan menyuruhnya
pindah ke sekolah lain dengan mengancam bahwa jika tidak pindah maka
dikeluarkan dari sekolah dan tidak akan ada sekolah manapun yang mau
menerimanya.
Didapatkan pula ada responden yang pernah mengalami pelecehan dari

19
tukang bersih-bersih disekolah dengan mengajak temannya lalu responden disuruh
memegang kemaluannya sampai orgasme dan temannya memvideo adegan
tersebut, dan itu dilakukan bergantian bersama temannya.
Selain mendapatkan sejumlah kekerasan fisik dan seksual, beberapa
responden juga menyatakan pernah mengalami kekerasan verbal, beberapa pelaku
kekerasan terhadap responden pernah berkata kasar dan disumpahi “murahan”,
“pelacur” dan penyebabnya karena menolak ajakan untuk berhubungan intim.
Selain tindak kekerasan yang dilakukan oleh pelaku, responden juga
mengungkapkan bahwa sering kali mereka juga mengalami diskriminasi
dikarenakan statusnya yang sudah tidak perawan akibat perkosaan dan hamil,
mereka mengungkapkan pada saat keluar rumah terdapat beberapa tetangga yang
mengatakan “sedang hamil tidak pantas sekolah” diskriminasi lain yang dialami
adalah penolakan yang dilakukan oleh sejumlah teman-teman sekolahnya yang
tidak mau berteman lagi dengannya karena statusnya yang sedang hamil.

3.5 Beberapa Fakta Mengenai Masih Adanya Diskriminasi terhadap Anak


Korban Perkosaan
Terdapat beberapa fakta dari beberapa sumber yang mengungkapkan masih
adanya diskriminasi baik dari masyarakat maupun instansi terhadap anak korban
perkosaan. Anak dengan korban perkosaan, menilai pemerintah gagal melindungi
anak korban perkosaan dari diskriminatif oleh berbagai pihak
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait secara tegas menyatakan
jika Negara dan Pemerintah telah gagal menjalankan perannya dalam melindungi
anak-anak Indonesia dari kekerasan. Keyakinan ini diperkuat karena menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) yang bergerak pada
daerah terpencil, masih banyak masyarakat yang melakukan tindakan kekerasan
karena tidak mengetahui adanya UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak.
“Hal ini membuktikan jika Negara telah gagal menjalankan perannya
sebagai implementor UU Perlindungan Anak dan mensosialisasikan aturan ini
kepada masyarakat,” tekan Arist seraya mengakui jika Organisasi Sosial dan
masyarakat juga memberi kontribusi dalam kegagalan tersebut. “Olehnya, perlu
sebuah kerja konkrit yang lebih keras untuk melindungi anak-anak kita. Kami
Komnas Anak akan mengambil peran yang telah kami jalankan selama ini dengan

20
merumuskan program yang lebih sistemik, bukan hanya sebagai ‘pemadam
kebakaran’ tapi pada sosialisasi akan UU Perlindungan Anak dan kewajiban untuk
anak dilindungi 2014 mendatang”.

Fakta lain di dapat dari juru bicara Gerakan Perempuan Melawan


Ketimpangan Veronica Koman, Pengacara publik di LBH Jakarta itu memaparkan,
korban perkosaan harus bernyali tinggi untuk mencari keadilan di negeri ini. Sebab,
sering kali perempuan justru mengalami penyiksaan psikologis ketika berada
dalam proses hukum untuk mengadili pelaku. Bahkan, masih ada kesan pelaku
kekerasan seksual kebal hukum. Hal itu, menurut Veronica, sering terjadi sejak
kasus masih ditangani kepolisian. Dia menyayangkan, hingga kini belum ada
petunjuk teknis bagi penyidik untuk meminta keterangan dari korban pemerkosaan.
Sehingga, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan justru tak sensitif dan menyakiti
perasaan korban.

Ketidakberpihakan ini, menurut Veronica, masih dialami banyak korban


hingga ke tingkat pengadilan. "Sering kali korban itu menjadi korban untuk kedua
kalinya. Korban ketika menceritakan itu (kejadian pemerkosaan) lagi, berarti ia
mengalaminya lagi. Korbanlah yang malah dibikin harus malu. Korban yang
disalahkan. “Siapa suruh pulang malam dan sebagainya," Kutipan pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa perlakuan terhadap korban perkosaan masih
diskriminatif ucap Veronica.

Hal ini diungkapkan berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia


(KPAI) yang menyatakan, bahwa kekerasan pada anak selalu meningkat setiap
tahun. Hasil pemantauan KPAI dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang
signifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013
ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” kata Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti.
Dia memaparkan, 5 kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari 2011
hingga april 2015. Pertama, anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015
tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764
kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi dan cybercrime 1032
kasus.

Selain itu, sambungnya, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku


kekerasan dengan lokus kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan keluarga,

21
di lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan
evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen anak
menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan keluarga, 87.6 persen di
lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat.

Meningkatnya jumlah anak korban kekerasan seksual mendorong


pemerintah untuk merevisi berbagai kebijakannya. Perubahan kebijakan tersebut
perlu dilakukan karena ancaman terhadap anak-anak yang semakin merajalela.
Fakta sering terjadinya tindakan diskriminasi dan perlindungan hak anak korban
kekerasan pada kenyataan belum sepenuhnya memenuhi nilai-nilai hak asasi
kemanusiaan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh aparat pelaksana yang terkait
dengan perlindungan bagi anak korban kekerasan misalnya sekolah dan lembaga
pemasyarakatan.

Aparat pelaksana di dua lembaga tersebut cenderung bersifat diskriminatif.


Banyak terjadi kasus di sekolah anak korban perkosaan tidak mendapat perlakuan
yang baik malah diusir bahkan terancam dikeluarkan dari sekolah. Adanya
perlakuan diskriminatif tersebut, maka Negara perlu memberikan perlindungan dan
jaminan terhadap anak korban kekerasan terutama pada anak yang terancam
dikeluarkan dari sekolah akibat perkosaan. Salah satunya dengan merevisi atau
menerbitkan Peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban
kekerasan dari segala tindakan diskriminatif.

Meski sudah terdapat berbagai Undang-undang seperti UU No. 35 tahun


2014 tentang perlindungan anak dan UU No 20 tahun 2003 tentang pendidika, dan
undang-undang terkait laiinya namun potensi perlindungan masih bersifat umum
dan parsial. Sesestinya perlindungan HAM bersifat komprehensif, pastisipatif dan
non diskriminatif.

3.6 Upaya penanggulangan anak korban kekerasan seksual di Indonesia

Pada beberapa kota besar pencegahan dan penanganan dalam penanggulangan


anak korban kekerasan pada umumnya masih jauh dari harapan , sehingga berdampak
pada meningkatnya anak korban perkosaan dari tahun ke tahun, hal ini dapat kita ambil
contoh pada tahun 2014 Komnas Perlindungan Anak, mencatat ada 21.689.987 aduan
pelanggaran hak anak yang tersebar di 33 provinsi dan 202 kabupaten/kota,

22
selama lima tahun terakhir. Dari angka itu, 58 persen di antaranya
adalah kejahatan seksual.

Berdasarkan Laporan KPA 3.339 kasus kejahatan terhadap anak yang


terjadi pada 2014, pelecehan seksual mencapai 52 persen.Kasus anak korban
perkosaan di Indonesia sudah lebih dua decade akan tetapi jumlah anak yang menjadi
korban perkosaan terus meningkat. Kondisi tersebut disebabkan pencegahan dan
penanganan di Indonesia belum terintegrasi dengan baik. Upaya-upaya yang dilakukan
selama ini belum menyentuh akar permasalahannya, lebih terkesan respon reaktif karena
gencarnya berita media dan hujatan dari masyarakat.

Sebagai contoh, apalah artinya razia kaca rayban kalau pemicu rangsangan
seks seperi miras, tayangan dan tampilan porno tetap dibiarkan tanpa ada sanksi
yang tegas; akan tidak efektif anjuran untuk tidak pulang malam pada anak wanita.
Sanksi ringan yang diberikan pada pelaku juga turut berkontribusi pada
terulangnya kasus serupa karena tidak ada efek jera bagi pelaku dan orang lain bisa
mengikuti tanpa ada perasaan takut. Jadi, upaya-upaya yang dilakukan tidak
menghilangkan akar masalah perkosaan.

Melihat kondisi diatas dapt kita lihat beberapa hal yang harus
ditanggulangi bersama

1. status kualitas pencegahan dan penanganan,

2. status pengetahuan dan kesadaran masyarakat,

3. status penataan institusi dan peraturan yang berhubungan dengan


penanggulangan anak korban perkosaan.

Kondisi pertama yang perlu diperhatikan adalah status kualitas pencegahan


dan penanganan, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan sebab pencegahan dan
penanganan saling berhubungan pencegahan dampak buruk yang dialami anak
korban perkosaan yang membutuhkan perawatan baik dari segi kesehatan fisik
maupun psikologis. Kondisi kedua yaitu mengenai status pengetahuan dan
kesadaran masyarakat. Masyarakat adalah bagian penting dan stratgis dalam
penanggulangan anak korban perkosaan di Indonesia. Karena msyarakat dapat
menjadi objek sebagai dampak perkosaan sekaligus menjadi subjek sebagai pelaku

23
penanggulangan kekerasan pada anak. Sehubungan dengan peran masyarakat
sebagai subjek status penanggulangan dan kesadaran pada masyarakat perlu
ditingkatkan.

Kondisi ke empat, status penataan institusi dan peraturan. Pemerintah


provinsi dalam upaya penanggulangan kekerasan pada anak membentuk instansi
yang disebut Pusat Pelayanan Terpatu Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang
bertanggungjawab secara teknis terhadap penangggulangan kekerasan terhadap
anak pada masing-masing kota dan kabupaten.

Penataaan institusi pemerintah dalam penanggulangan kekerasan pada anak


masih ada kekurangan dalam implementasi dilapangan, dimana institusi sekolah
yang seharusnya sebagai tempat anak mendapatkan pendidikan dan ilmu
pengetahuan tentang berbagai hal dimulai ilmu social maupun kesehatan, dimana
pihak sekolah dapat memberikan perlindungan bagi anak-anak bukan malah
menjadi pelaku tindak kekerasan dan bersikap diskriminasi terhadap anak didiknya,
padahal dampak penanggulangan kekerasan pada anak berhubungan erat pada
pendidikan anak kedepannya.

Dalam upaya penanggulangan kasus perkosaan pada anak, berbagai


tindakan telah dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab, namun nampaknya
hal itu tidak dilakukan secara komprehensif melainkan lebih pada tindakan taktis
untuk periode jangka pendek.

Mengingat makin merebaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak


diberbagai daerah, maka diperlukan berbagai penanggulangan terhadap kekerasan
seksual anak tersebut. Untuk memecahkan masalah kejahatan seksual terhadap
anak dibutuhkan sebuah upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan dan penanggulangan kejahatan jelas harus menunjang tujuan.
Yaitu kesejahteraan masyarakat dan perlindungan masyarakat. Dimana kedua hal
tersebut sangatlah dibutuhkan bagi masyarakat khusunya pada korban kejahatan
seksual pada anak.

Pemerintah dirasakan masih belum mampu melaksanan tugas professional


dan proporsional sesuai tuntutan masyarakat madani era reformasi saat ini. Hal ini
dapat kita ketahui beberapa kasus dari berbagai bentuk kekerasan terhadap anak

24
terlebih lagi kasus yang tengah menjadi sorotan dunia sekarang adalah kasus
kekerasan seksual terhadap anak.

Penjelasan mengenai aksi pencegahan kekerasan seksual pada anak diatur


dalam pasal 4 peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Republik Indonesia nomor 02 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terhadap Anak 2010-2014.yang
berbunyi:

Pasal 4 pencegahan kekerasan terhadap anak meliputi kegiatan:


a. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap anak;
b. Penyusunan kebijakan pencehagan kekerasan terhadap anak;
c. Pasrtisipasi anak;
d. Pelatihan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.

Dalam konsep penanggulangan kasus kekerasan seksual pada anak maka


beberapa tindakan strategis perlu dilakukan dengan mempertimbangkan rumusan;

a. karakteristik pelaku kekerasan pada anak di daerah kota atau kabupaten;

b. mengkombinasikan

c. konsep yaitu konsep pencehagan dan konsep perawatan bagi anak korban
kekerasan seksual.

Terdapat 4 rumusan tindakan strategis yang dapat dilakukan guna


meningkatkan penanggulangan kasus anak korban kekerasan seksual dikota dan
kabupaten yaitu menyediakan dan meningkatkan Sistem penanggulangan
kekerasan seksual pada anak. Sistem penanggulangan sudah ada dibeberapa daerah
dimana pencegahan dan perawatan bagi anak korban kekerasan seksual dimana
pencegahan dan perawatan dilengkapi dengan sistem itu contoh rehabilitasi dan tes
HIV. Namun system yang ada belum terintergrasi dengan baik dan tidak memiliki
perawatan yang memadai. Bahkan ada beberapa daerah yang belum memiliki
sistem penanggulangan sama sekali. Oleh karena itu pencegahan dan perawatan
dalam penanggulangan kekerasan pada anak adalah prioritas utama yang harus
dilakukan karena sudah masuk bencana nasional. Secara teknis pemerintah harus
menyediakan dan meningkatkan system penanggulangan kekerasan pada anak

25
tersebut.

Oleh karena, secara substansial penyediaan dan peningkatan kekerasan pada


anak tidak dapat dipisahkan maka peran KPAI, P2TP2A, dll hendaknya
mempunyai komitmen yang kuat dalam penanggulangan kekerasan pada anak
dimasing-masing kota dan kabupaten. Disamping itu peraturan tingkat daerah perlu
diadakan sebagai instrument dalam penanggulangan kekerasasan pada anak.

Ketiga, meningkatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat


merupakan aspek yang potensial untuk menunjang penanggulangan kekerasan pada
anak, oleh karena itu sangat penting pemerintah melakukan tindakan guna
meningkatkan, memperbaiki dan pastisipasi kesadaran masyarakat. Tindakan yang
dilakukan berupa informasi, membuat program yang berhubungan dengan
penanggulangan kekerasan pada anak, peningkatan kapasitas bagi lembaga-
lembaga swadaya masyarakat (misalnya : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
yang ada ditingkat kelurahan) untuk memberikan informasi yang tepat tentang
kekerasan pada anak kepada warga. Kegiatan seperti ini perlu dilakukan guna
mencegah adanya korban baru pada anak dan masyarakat luas serta menurunkan
stigma dan diskriminasi pada anak korban kekerasan seksual.

Terakhir yaitu mencari dana penunjang dari masyarakat atau swasta. Secara
umum sumber keuangan penanggulangan kekerasan pada anak berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Daerah (APBD). Sumber
keuangan lain yang berpotensi sebagai penunjang dapat berasal dari pihak
masyarakat dan swasta. Hal ini dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa
kekerasan pada anak melibatkan semua pihak misalnya pihak yang menyediakan
tempat hiburan untuk anak seperti taman lalu lintas. Dana dapat diperoleh dengan
cara membayar retribusi atau pajak bagi pihak-pihak yang menyediakan tempat
hiburan untuk anak. Namun, semua tindakan tersebut harus dilakukan berdasarkan
peraturan resmi dari pemerintah.

Upaya penanggulangan kekerasan pada anak diperlukan pengintegrasian


gerakan kekerasan pada anak, gender dan HAM, karena perspektif gender akan
membantu banyak hal dalam melakukan gerakan penanggulangan kekerasan pada
anak. Kasus kekerasan pada anak lazimnya diakibatkan oleh ketimpangan gender.
Seperti tindakan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya mereka merasa

26
bahwa anaknya adalah hak dan miliknya dan bebas melakukan apa saja terhadap
mereka.

27
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Korban perkosaan perlu mendapat perlindungan karena korban mengalami
dampak yang sangat kompleks. Dampak yang dirasakan korban adalah penderitaan ganda
yang meliputi penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Kedudukan dan peran korban
perkosaan sebagai saksi di dalam persidangan turut menambah penderitaan korban.
Penderitaan korban perkosaan dialami korban pada saat sebelum persidangan, selama
persidangan dan sesudah persidangan oleh karenanya korban perkosaan memerlukan
perlindungan agar korban merasa aman dari segala bentuk ancaman dan untuk menjamin
korban dalam usaha pemulihannya.
Bentuk upaya perlindungan yang dapat diberikan kepada korban perkosaan
adalah perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban jo Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang
pemberian Kompensasi, Restitusi, serta BantuanKepada Saksi dan Korban melalui LPSK
(Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Bentuk-bentuk perlindungan tersebut
meliputi :
a. Restitusi adalah Korban perkosaan berhak mendapat restitusi karena perkosaan
merupakan tindak pidana khususnya kejahatan kesusilaan yang diatur di dalam Buku
II KUHP Pasal 285.
b. Bantuan Medis dan Bantuan Psiko-sosial ialah Korban perkosaan berhak
mendapatkan bantuan medis dan bantuanpsiko-sosial karena korban perkosaan adalah
korban tindak pidana yangberhak dipulihkan ke dalam keadaan semula.

28
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Penulis

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang


Trend dan issue dikeperawatan yang berhubungan dengan etik dan legal dalam
keperawatan anak yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
4.2.2 Bagi Pembaca
Sebaiknya lebih memahami makalah ini agar dapat meningkatkan
penanganan dan pengetahuan mengenai Trend dan issue dikeperawatan yang
berhubungan dengan etik dan legal dalam keperawatan anak.
4.2.3 Bagi Institusi

Sebaiknya makalah ini dapat dijadikan arsip untuk dikemudian hari dapat
digunakan menjadi pembuatan makalah dengan materi Trend dan issue
dikeperawatan yang berhubungan dengan etik dan legal dalam keperawatan anak.

29
DAFTAR PUSTAKA

30

Anda mungkin juga menyukai