Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN HALUSINASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Blok Keperawatan Jiwa I

Disusun oleh :

Shanti Dewi Susanti

NIM : CKR0160233

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2018
1. Definisi
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
penghidung. Pasien seakan stimulus yang sebernarnya tidak ada. (Keliat, 2006)

Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal terjadi pada keadaan
kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya kemampuan menilai realitas. (Sunaryo, 2004)

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya
tidak terjadi, suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998).

Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
terjadi pada system penginderaan dimana pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik (Wilson 1983).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007)

2. Etiologi
1. Faktor predisposisi halusinasi menurut stuart (2007)

a. Faktor perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah prustasi dan hilang percaya
diri.
b. Faktor sosial kultural
Seseorag yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan membekas diingatannya
sampai dewasa dan ia akan merasakan disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka didalam tuibuhnya akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia buffofenon dan dimetytranforuse
sehingga terjadi ketidak seimbangan acetylcolin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif, klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil study menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.

2. Faktor presipitasi
Menurut stuart, (2007) faktor presipitasi terjadinya gangguan sensori persepsi halusinansi adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
obnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang menyebabkan ketidak mampuan untuk
secara selektif menaggapi stimulasi yang diterima oleh otak untuk di interpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress terhadap stress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor.

3. Klasifikasi Halusinasi
Menurut  Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti: darah,
urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
4. Tanda dan Gejala

Menurut direja (2011) :


1. Halusinasi pendengaran
Ds : Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengasahkan telinga
kearah tertentu, menutup telinga
Do : Mendengar suara atau kegaduhan , mendengarkan suara yang bercakap-
cakap, suara yang menyuruh melakukan hal yang berbahaya.
2. Halusinasi penglihatan
Ds : Menunjuk-Nunjuk kearah tertentu ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas
Do : Melihat bayangan hantu atau monster
3. Halusinasi penghidungan
Ds : Menghidung seperti sedang membaui bau-bau tertentu, menutup hidung
Do : Membaui bau-bauan seperti bau darah urine, feses (kadang kadang bau itu
menyenangkan)
4. Halusinasi mengecap
Ds : Sering meludah dan muntah
Do : Merasa rasa seperti darah, urine, feses
5. Halusinasi perabaan
Ds : Menggaruk-garuk permukaan kulit
Do : Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa tersengat listrik.

5. Rentang Respon

Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda rentang respon
neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika
klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,
pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut
sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak
sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang proses pikir  Waham


 Persepsi akurat terganggu  Halusinasi
 Emosi konsisten  Ilusi  Sulit berespons
dengan pengalaman  Emosi tidak stabil  Perilaku disorganisasi
 Perilaku sesuai  Perilaku tidak biasa  Isolasi sosial
 Hubungan sosial  Menarik diri
harmonis

6. Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart &
Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan
tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat
fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan emosi Menyeringai atau tertawa


ansietas tingkat sedang, seperti ansietas, kesepian, rasa yang tidak sesuai,
secara umum, halusinasi bersalah, dan takut serta mencoba menggerakkan bibir tanpa
bersifat menyenangkan untuk berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
pikiran untuk mengurangi ansietas. pergerakan mata yang
Individu mengetahui bahwa pikiran cepat, respon verbal yang
dan pengalaman sensori yang lambat, diam dan dipenuhi
dialaminya tersebut dapat oleh sesuatu yang
dikendalikan jika ansietasnya bias mengasyikkan.
diatasi

(Non psikotik)

Fase II: Condemning- Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem syaraf


ansietas tingkat berat, menjijikkan dan menakutkan, klien otonom yang menunjukkan
secara umum, halusinasi mulai lepas kendali dan mungkin ansietas, seperti
menjadi menjijikkan mencoba untuk menjauhkan dirinya peningkatan nadi,
dengan sumber yang pernafasan, dan tekanan
dipersepsikan. Klien mungkin darah; penyempitan
merasa malu karena pengalaman kemampuan konsentrasi,
sensorinya dan menarik diri dari dipenuhi dengan
orang lain. pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan
(Psikotik ringan) membedakan antara
halusinasi dengan realita.

Fase III: Controlling- Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


ansietas tingkat berat, perlawanan terhadap halusinasi dan petunjuk yang diberikan
pengalaman sensori menyerah pada halusinasi tersebut. halusinasinya daripada
menjadi berkuasa Isi halusinasi menjadi menarik, menolaknya, kesukaran
dapat berupa permohonan. Klien berhubungan dengan orang
mungkin mengalarni kesepian jika lain, rentang perhatian hanya
pengalaman sensori tersebut beberapa detik atau menit,
berakhir. (Psikotik) adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-teror


mengancam dan menakutkan jika seperti panik, berpotensi
Panik, umumnya klien tidak mengikuti perintah. kuat melakukan bunuh diri
halusinasi menjadi lebih Halusinasi bisa berlangsung dalam atau membunuh orang lain,
rumit, melebur dalam beberapa jam atau hari jika tidak Aktivitas fisik yang
halusinasinya ada intervensi terapeutik. merefleksikan isi halusinasi
seperti amuk, agitasi,
(Psikotik Berat) menarik diri, atau katatonia,
tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih dari
satu orang.

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk membantu klien
mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan
saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus
difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang
halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-
betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif
mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau
menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi
perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien
mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien
menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien
perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini
dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien
lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara
tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat
membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien
untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha
melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak
mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat.
Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana
kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan
dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan
pengobatan secara tuntas dan teratur. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan,
insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita
skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan
adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau
dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara
perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat,
atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung
tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala
ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada
penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak – anak dan
dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat.
Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap
haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau
pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi,
hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik
dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi
pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2
minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian
diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada
riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai
dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi
simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine
ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan
intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga
mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan
mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih
pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi muncul
akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik
dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun
pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu
memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan
aktivitas terjadwal.

8. Pathway

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain,


dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi social : Menarik diri

9. Asuhan Keperawatan pada Klien Halusinasi

1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama
dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah:
Jenis halusinasi:
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data obyektif dan subyektifnya. Data objektif
dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapatdikaji
dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi
halusinasi pasien.
Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
Dengar/suara Marah-marah tanpa sebab Mendengar suara yang mengajak
Menyedengkan telinga ke arah tertentu bercakap-cakap.
Menutup telinga Mendengar suara menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.

Halusinasi Penglihatan Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu Melihat bayangan, sinar, bentuk


Ketakutan pada sesuatu yang tidakgeometris, bentuk kartoon, melihat hantu
jelas. atau monster
Halusinasi Penghidu Menghidu seperti sedang membauiMembaui bau-bauan seperti bau darah,
bau-bauan tertentu. urin, feses, kadang-kadang bau itu
Menutup hidung. menyenangkan.
Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urin atau
Pengecapan Muntah feses
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk permukaan kulit Mengatakan ada serangga di permukaan
kulit
     Merasa seperti tersengat listrik

Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir
pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara
lain:
a.) Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat.
b.) Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
c.) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah abnormalitas otak yang menyebabkan respon neuro biologik yang
maladatif yaitu: lesi pada area frontal, temporal dan umbik serta stres yang menumpuk (Stuart
dan Sunden, 1998:305)
d.) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
e.) Faktor Psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
f.) Faktor Biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan
bentuk sel korteks dan limbik.
g.) Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai
sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor
enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
h.) Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum dibawah ini: Faktor pemicu gejala respon
neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).
 Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-
obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
 Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja
(kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan
ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
 Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri
(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
 Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang
tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
1. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan.
2. Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
3. Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain
itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
4. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
i.) Pemeriksaan Fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,
tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien
j.) Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1. Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2. Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3. Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4. Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6. Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi.
8. Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9. Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10. Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11. Memori
 Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
 Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada
saat dikaji.
12. Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan
berhitung sederhana.
13. Kemampuan penilaian: apakah terdapat masalah ringan sampai berat
14. Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan
minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.

k) Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :


a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c. Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
Ketahui tentang halusinasi klien meliputi :

 Isi halusinasi yang dialami klien


 Waktu dan frekuensi halusinasi
 Situasi pencetus halusinasi
 Respon klien tentang halusinasinya

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien halusinasi :
1. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan sesnsori persepsi halusinasi berhubungan menarik diri
3. isolasi sosial menarik diri berhubungan diri rendah.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Perencanaan
Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasiona
Gangguan TUM: 1.1 Setelah 1x interaksi klien 1.1 Bina hubungan saling Membina hubun
sensori persepsi: menunjukkan tanda – percaya dengan saling percaya
Klien dapat mengontrol
halusinasi tanda percaya kepada menggunakan prinsip
halusinasi yang
perawat : komunikasi terapeutik :
dialaminya
a. Sapa klien dengan
1. Ekspresi wajah
TUK 1 :
ramah baik verbal
bersahabat.
Klien dapat membina maupun non verbal
2. Menunjukkan rasa
hubungan saling b. Perkenalkan nama,
senang.
percaya nama panggilan dan
3. Ada kontak mata.
tujuan perawat
4. Mau berjabat tangan.
berkenalan
5. Mau menyebutkan
c. Tanyakan nama
nama.
lengkap dan nama
6. Mau menjawab
panggilan yang disukai
salam.
klien
7. Mau duduk
d. Buat kontrak yang
berdampingan
jelas
dengan perawat.
e. Tunjukkan sikap jujur
8. Bersedia
dan menepati janji
mengungkapkan
setiap kali interaksi
masalah yang
f. Tunjukan sikap empati
dihadapi.
dan menerima apa
adanya
g. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan
penuh perhatian
ekspresi perasaan
klien
TUK 2 : 2.1 Setelah 1x interaksi klien 2.1 Adakan kontak sering Klien mengenal
menyebutkan : dan singkat secara halusinasi yang
Klien dapat mengenal
1. Isi bertahap. dialaminya
halusinasinya
2. Waktu 2.2 Observasi tingkah
3. Frekunsi laku klien terkait dengan
4. Situasi dan kondisi halusinasinya jika
yang menimbulkan menemukan klien yang
halusinasi sedang halusinasi:
a. Tanyakan apakah
klien mengalami
sesuatu (halusinasi
dengar/ lihat/
penghidu /raba/
kecap )
b. Jika klien menjawab
ya, tanyakan apa
yang sedang
dialaminya
c. Katakan bahwa
perawat percaya
klien mengalami hal
tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalaminya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa ada
klien lain yang
mengalami hal yang
sama.
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
2.3 Jika klien tidak
sedang berhalusinasi
klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :
1. Isi, waktu dan
frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi,
siang, sore, malam
atau sering dan
kadang –kadang)
2. Situasi dan
kondisi yang
menimbulkan atau
tidak menimbulkan
halusinasi
2.1 Setelah 1x 2.4 Diskusikan dengan klien
interaksi klien apa yang dirasakan jika
menyatakan perasaan terjadi halusinasi dan beri
dan responnya saat kesempatan untuk
mengalami halusinasi : mengungkapkan
 Marah perasaannya.
 Takut 2.5 Diskusikan dengan klien
 Sedih apa yang dilakukan untuk
 Senang mengatasi perasaan
 Cemas tersebut.
 Jengkel 2.6 Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati halusinasinya.

TUK 3 : 3.1 Setelah 1x interaksi klien 3.1 Identifikasi bersama klien Klien dapat
mengendalikan
menyebutkan tindakan cara atau tindakan yang
Klien dapat mengontrol halusinansi yang
yang biasanya dilakukan dilakukan jika terjadi dialaminya
halusinasinya
untuk mengendalikan halusinasi (tidur, marah,
halusinasinya menyibukan diri dll)
3.2 Setelah 1x interaksi klien 3.2 Diskusikan cara yang
menyebutkan cara baru digunakan klien,
mengontrol halusinasi  Jika cara yang
3.3 Setelah 1x interaksi klien digunakan adaptif beri
dapat memilih dan pujian.
memperagakan cara  Jika cara yang
mengatasi halusinasi digunakan maladaptif
(dengar/lihat/penghidu/rab diskusikan kerugian
a/kecap) cara tersebut
3.4 Setelah 1x interaksi klien 3.3. Diskusikan cara baru
melaksanakan cara yang untuk memutus/
telah dipilih untuk mengontrol timbulnya
mengendalikan halusinasi :
halusinasinya a. Katakan pada diri
3.5 Setelah 1x pertemuan sendiri bahwa ini tidak
klien mengikuti terapi nyata (“saya tidak mau
aktivitas kelompok dengar/ lihat/
penghidu/ raba /kecap
pada saat halusinasi
terjadi)
b. Menemui orang lain
(perawat/teman/anggot
a keluarga) untuk
menceritakan tentang
halusinasinya.
c. Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari
yang telah di susun.
d. Meminta
keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih
cara yang sudah
dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
3.5 Beri kesempatan
untuk melakukan cara
yang dipilih dan dilatih.
3.6 Pantau pelaksanaan
yang telah dipilih dan
dilatih , jika berhasil beri
pujian
3.7 Anjurkan klien
mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi

TUK 4 : 4.1. Setelah 1x pertemuan 4.1 Buat kontrak dengan Perhatian keluar
keluarga, keluarga keluarga untuk pertemuan pengertian kelua
Klien dapat dukungan
menyatakan setuju untuk ( waktu, tempat dan topik ) akan dapat mem
dari keluarga dalam
mengikuti pertemuan 4.2 Diskusikan dengan klien dalam men
mengontrol
dengan perawat keluarga ( pada saat halusinasinya.
halusinasinya
4.2. Setelah 1x interaksi pertemuan keluarga/
keluarga menyebutkan kunjungan rumah)
pengertian, tanda dan a. Pengertian
gejala, proses terjadinya halusinasi
halusinasi dan tindakan b. Tanda dan gejala
untuk mengendali kan halusinasi
halusinasi c. Proses terjadinya
halusinasi
d. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
e. Obat- obatan
halusinasi
f. Cara merawat
anggota keluarga yang
halusinasi di rumah
( beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian
bersama, memantau
obat – obatan dan cara
pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi )
g. Beri informasi
waktu kontrol ke rumah
sakit dan bagaimana
cara mencari bantuan
jika halusinasi tidak
tidak dapat diatasi di
rumah
TUK 5 : 5.1 Setelah 1x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien Klien dapat
memanfaatkan o
menyebutkan; tentang manfaat dan
Klien memanfaatkan dengan baik
1. Manfaat minum obat kerugian tidak minum
obat dengan baik
2. Kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis,
obat cara , efek terapi dan efek
3. Nama, warna, dosis, samping penggunan obat.
efek terapi dan efek 5.2 Pantau klien saat
samping obat penggunaan obat.
5.2 Setelah 1x interaksi klien 5.3 Beri pujian jika klien
mendemontrasikan menggunakan obat
penggunaan obat dgn dengan benar.
benar 5.4 Diskusikan akibat berhenti
5.3 Setelah 1x interaksi klien minum obat tanpa
menyebutkan akibat konsultasi dengan dokter
berhenti minum obat 5.5 Anjurkan klien untuk
tanpa konsultasi dokter konsultasi kepada
dokter/perawat jika terjadi
hal – hal yang tidak di
inginkan .

4. Implementasi

Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam
integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan
sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan
klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
5. Evaluasi

Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau
formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai
berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan
menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak
sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan
mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak
lanjut klien dan tindak lanjut perawat.

Rencana tindak lanjut dapat berupa:


a. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum
memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada
serta diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:
a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c. Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.
d. Mampu berhubungan dengan orang lain.
e. Menggunakan obat dengan benar.
f. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
g. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta
dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
Daftar Pustaka

Dhani Indrawan. 2014. Asuhan Keperawatan pada Klien Halusinasi (http://repository.ump.ac.id/1963/3/DHANI


%20INDRAWAN%20BAB%20II.pdf)

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Jogjakarta : Media Action
Ritria, Nita.2009. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan. Jakarta:Salemba Medika.

Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai