Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA KLINIK URINALISIS 2

UJI KUALITATIF PROTEIN DALAM URINE : TES REBUS, UJI


KUANTITATIF PROTEIN DALAM URINE : TES ESBACH, DAN
PEMERIKSAAN PROTEIN LOSS

OLEH :
KELOMPOK 4
GOLONGAN I

KADEK DIAN ADNYANI 1508505022


GUSTI AYU KRISTI AMARAWATI 1508505024
PUTU VERA PHINASTIKA PUTRI 1508505025
PUTU DESSY WILANTARI 1508505026
I GEDE AGUS JANUARTA 1508505027
NI MD. RIZA ANGELITA M.S. 1508505028

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA

2018
I. TUJUAN
1.1 Untuk mengetahui kadar protein dalam urine secara kualitatif
menggunakan metode tes rebus.
1.2 Untuk menguji kadar protein dalam urine secara kuantitatif dengan
metode Esbach.
1.3 Untuk melakukan pemeriksaan protein loss pada sampel urine dengan
metode Esbach.

II. METODE
2.1 Uji Kualitatif Protein dalam Urine dengan Metode Tes Rebus
Untuk menguji secara kualitatif protein dalam urine dilakukan dengan
merebus urine dalam suasana asam menggunakan asam asetat 6 %, positif
jika muncul endapan atau kekeruhan pada larutan uji.
2.2 Uji Kuantitatif Protein dalam Urine dengan Metode Esbach
Uji Esbach merupakan pemeriksaan untuk menilai kadar protein
dalam urine (proteinuria). Pada uji ini, pemeriksaan urine dengan cara
mencampurkan larutan asam pikrat 1% dalam air dan larutan asam sitrat 2 %
dalam air dengan urine. Asam sitrat ini hanya untuk menjaga keasamaan
cairan. Hasil positif dilihat dengan adanya kekeruhan dan tingkat kekeruhan
sesuai dengan jumlah protein.

2.3 Pemeriksaan Protein Loss


Pemeriksaan ini dilakukan melalui metode Esbach yang hasilnya dapat
dihitung dengan rumus a g/L x V L/24 jam.

III. PRINSIP
3.1 Uji Kualitatif Protein dalam Urine Dengan Metode Tes Rebus
Protein dalam susunan asam lemah bila dipanaskan akan mengalami
denaturasi dan akan terjadi endapan. Adanya sedikit protein dalam urine
tidaklah menunjukkan keadaan patologis.

2
3.2 Uji Kuantitatif Protein dalam Urine Metode Esbah dan
Pemeriksaan protein Loss
Asam pikrat dapat mengendapkan protein dan endapan ini dapat diukur
secara kuantitatif. Hasil kali dari tinggi endapan yang diperoleh dengan
volume urine akan memberikan hasil protein loss.

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat
a. Tabung reaksi
b. Tabung Esbach
c. Spuite
d. Kertas lakmus
e. Api bunsen
f. Korek api
g. Penjepit buaya
h. Tisu
4.2 Bahan
a. Sampel urine 24 jam
b. Asam asetat 6%
c. Reagen Esbach
d. Bubuk BaSO4

V. CARA KERJA
5.1 Uji Kualitatif Protein (Tes Rebus)

Dipipet sampel urine 24 jam sebanyak 5 cc dengan menggunakan spuite


dan dimasukan dalam tabung reaksi

Dipanaskan di atas api bunsen hingga mendidih dalam keadaan tabung


reaksi miring (untuk mencegah letupan) hingga mendidih

3
Bila terbentuk endapan, maka disebabkan oleh fosfat

Ditambahkan 3 tetes asam asetat 6% dan dipanaskan kembali hingga


mendidih

Dibiarkan hingga dingin dan dibaca hasilnya berdasarkan tabel nilai


normal dan interpretasi

5.2 Uji Kuantitatif (Tes Esbach)

Dilakukan pengukuran pH urine dengan menggunakan kertas lakmus


merah pada urine

Jika diketahui urine sudah bersifat asam (kertas lakmus merah tidak
berubah warna) maka tidak perlu penambahan asam asetat 6 %

Diisi tabung esbach diuji dengan urine hingga tanda U dan ditambahkan
reagen esbach hingga tanda R

Ditambahkan sedikit serbuk Barium Sulfat ke dalam tabung esbach

Tabung ditutup dengan gabus, dibolak-balik beberapa kali, diusahakan


agar BaSO4 terdispersi merata tanpa tertinggal di dasar tabung.
Didiamkan dalam suhu ruang selama 30 menit

Terbentuk endapan mengindikasikan adanya protein dalam sampel.

4
5.3 Uji Kuantitatif Protein Loss

Urine 24 jam dikumpulkan dan diukur volumenya (A 1/24 jam)

Jika diketahui urine sudah bersifat asam (kertas lakmus merah tidak
berubah warna) maka tidak perlu penambahan asam asetat 6 %

Tabung diisi urine hingga tanda U dan ditambah reagen esbach hingga
tanda R

Tabung ditutup dengan gabus dan dibolak-balik beberapa kali.


Diusahakan BaSO4 terdispersi merata. Didiamkan pada suhu kamar
selama 30 menit

Volume urine dan diukur tinggi endapan, dicatat kemudian dihitung


protein loss yang dihasilkan dengan mengalikan volume urine dan
tinggi endapan

VI. INTERPRETASI NILAI NORMAL


Tabel 1. Interpretasi Nilai Normal Pemeriksaan Protein Urin
- Tetap jernih dibandingkan urine control
+1 Tampak kekeruhan minimal, dimana huruf cetak pada kertas masih
dapat terbaca, menembus kekeruhan ini
(kuantitatif~ 0,01 – 0,059 %)
+2 Kekeruhan nyata dengan butir-butir halus, garis tebal dibaliknya
masih dapat terlihat
(kuantitatif~ 0,05 – 0,209 %)
+3 Tampak gumpalan-gumpalan nyata
(kuantitatif~ 0,2 – 0,509 %)
+4 Tampak gumpalan-gumpalan besar dan membeku
(kuantitatif~ > 0,509 %)

5
Proteinuria merupakan suatu keadaan dimana urine manusia yang mengandung
protein melebihi nilai normalnya, yaitu lebih dari 150 mg/ 24 jam pada orang
dewasa atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.

VII. HASIL
7.1 Uji Kualitatif Protein dalam Urine : Tes Rebus
Tabel 2. Perbedaan Warna Urin Sebelum dan Setelah Pemanasan
Sampel Warna Urin Sebelum Warna Urin Setelah
Pemanasan Pemanasan
3 Kuning jernih Kuning keruh
2 Kuning jernih Kuning keruh
5 Kuning jernih Kuning keruh

Hasil uji kualitatif protein dalam urin dengan tes rebus :


a) Sampel 3 = +2
b) Sampel 4 = +3
c) Sampel 5 = +2
Keterangan :
+2 : Kekeruhan nyata dengan dengan butur-butir halus, garis tebal
dibaliknya masih dapat terlihat (kuantitatif setara dengan 0,05-0,20 g%)
+3 : Tampak gumpalan-gumpalan nyata (kuantitatif setara dengan 0,2-0,5 g%)

7.2 Perhitungan Protein Loss


Diketahui : Volume urin = 2,5 L/24 jam
Tinggi endapan = 0,35 g/L
Ditanya : Jumlah protein Loss = ….?
Jawab :
Protein Loss = Volume urin × tinggi endapan
= 2,5 L/24 jam × 0,35 g/L
= 0,875 g/24 jam
Kesimpulan :
Pada sampel urin yang diuji ( sampel 3, 4, dan 5), masing-masing menunjukkan
hasil positif mengandung protein, dimana sampel 4 menunjukkan nilai positif 3
dengan jumlah protein loss sebesar 0,875 g/24 jam
6
VIII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan protein urin kualitatif da kuantitatif.
Pemeriksaan urin secara kualitatif dilakukan dengan ui tes rebus, yang mana sampel urin
diberikan pemanasan diatas nyala api bunsen hingga mendidih. Pemanasan ini dilakukan
dengan tujuan untuk dapat mendenaturasi protein yang terkandung dalam sampel urin,
sehingga dapat memungkinkan terbentuknya endapan yang berasal dari fosfat yang
terdapat dalam urin (Dewi dkk., 2014). Sampel yang diperiksa adalah sampel urin nomor
3, 4, dan 5. Sebelum dilakukan pemanasan, semua sampel berwarna kuning jernih.
Sedangkan setelah dilakukan pemanasan semua sampel (sampel nomor 3, 4, dan 5) berubah
menjadi kuning keruh dengan interpretasi yang berbeda-beda. Berdasarkan literatur bahwa
pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan hasil pada sampel nomor dua dan lima yaitu
positif dua (+2) yang ditunjukkan dengan adanya kekeruhan nyata dengan butir-butir halus,
yag mana garis tebal dibelakangnya masih terlihat. Jika secara kuantitatif positif dua ini
setara dengan 0,05 – 0,209% kandungan protein pada sampel urin. Sedangkan sampel urin
nomor empat menunjukkan adanya gumpalan-gumpalan nyata setelah dilakukan
pemanasan. Berdasarkan literatur bahwa sampel nomor empat ini positif tiga (+3)
mengandung protein, yang mana secara kuantitatif setara dengan 0,2 – 0,509% kandungan
protein didalam sampel tersebut ( Santhi, 2018). Sehingga berdasarkan pemeriksaan yang
telah dilakukan yaitu dengan tes rebus menunjukkan bahwa ketiga sampel urin secara
kualitatif positif mengandung protein.
Urin yang mengandung protein disebut sebagai proteinuria. Beberapa keadaan yang
dapat menyebabkan proteinuria adalah penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefropati karena
diabetes, pielonefritis, nefrosis lipoid), demam, hipertensi, multiple myeloma, keracunan
kehamilan (pre-eklampsia, eklampsia), dan infeksi saluran kemih (urinary tract infection).
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis.
Selama olahraga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan
protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air
panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi (Wirawan, dkk., 1983).
Tes Esbach merupakan metode kuantitatif pemeriksaan protein dalam urin. Prinsip
tes Esbach yaitu protein (albumin) dalam urin direaksikan dengan asam pikrat dalam
medium atau suasana asam akan membentuk albumin pikrat yang mengendap (Chakravarti
dan Bhattacharya, 2005). Hasil positif ditunjukkan dengan adanya kekeruhan akibat
terbentuknya endapan dan endapan yang terbentuk sesuai dengan jumlah protein yang
terdapat dalam urin. Tes Esbach dapat digunakan untuk menunjukkan adanya kelainan atau
7
penyakit pada saluran kemih terutama ginjal yang tidak mampu memfiltrasi protein,
sehingga terdapat protein yang lolos dan keluar bersama urin. Jenis sampel urin yang
digunakan dalam pemeriksaan protein urin menggunakan tes Esbach adalah urin 24 jam.
Cara pengumpulan urin 24 jam yaitu pada hari pengumpulan, pasien harus membuang
urine pagi pertama. Kemudian semua urine yang dikeluarkan selama 24 jam terus-menerus
dikumpulkan dalam satu wadah (Djojodibroto, 2001).
Sampel urin 24 jam yang telah terkumpul diukur volumenya yaitu 1,5 liter. Pada
tahap awal, pH sampel urin diukur dengan menggunakan kertas lakmus. Hasil
menunjukkan bahwa urin sudah bersifat asam yang ditandai dengan tidak adanya
perubahan warna pada kertas lakmus. Pemeriksaan urin dengan menggunakan tes Esbach
diharapkan dilakukan pada suasana asam pH <6. Apabila pH awal urin masih bersifat basa,
maka dilakukan penambahan asam asetat 6% untuk membuat pH urin menjadi asam
(pH<6). Pengujian menggunakan tes Esbach memerlukan medium atau pH yang asam
dalam membentuk albumin pikrat, karena apabila medium atau pH dalam keadaan basa
maka reagen Esbach yang bersifat asam akan mengalami netralisasi oleh urin yang bersifat
basa dan albumin pikrat yang terbentuk menjadi berkurang (Chakravarti dan Bhattacharya,
2005). Selanjutnya tabung Esbach ditambahkan dengan urin sampai tanda U, dan reagen
Esbach sampai tanda R kemudian ditambahkan serbuk BaSO4. Tabung Esbach ditutup
dengan gabus penutup dan bolak balik beberapa kali agar urin dan reagen Esbach tercampur
dengan baik. Campuran tersebut dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit. Reagen
Esbach dapat dibuat dengan cara melarutkan 5 gram asam pikrat dan 10 gram asam sitrat
dalam 500 mL air (Chakravarti dan Bhattacharya, 2005). Penambahan BaSO4 pada
pemeriksaan protein urin merupakan modifikasi dari tes Esbach, Penambahan serbuk
BaSO4 dapat meningkatkan kecepatan sedimentasi atau pengendapan sebagai fungsi dari
efisiensi waktu, sehingga tinggi endapan dibaca dalam 30 menit. Hasilnya lebih akurat
karena densitas dari endapan fosfotungstat yang dihasilkan lebih besar (Rosenfeld, 1982).
Penggojogan BaSO4 perlu diperhatikan agar BaSO4 dapat terdispersi merata dalam sistem
pengujian, sehingga hasil endapan yang diperoleh lebih optimal. Pada uji Esbach hasil
positif palsu dapat terjadi bila urin sampel sifatnya terlalu basa atau terlalu encer. Setelah
30 menit, tinggi endapan yang terbentuk diukur. Berdasarkan hasil pengamatan, tinggi
endapan yang terbentuk adalah 0,35 gram/L.
Data volume urin 24 jam dan tinggi endapan yang terbentuk kemudian digunakan
untuk menghitung jumlah protein loss. Berdasarkan perhitungan, protein loss yang
diperoleh sebesar 0,875 gram/24 jam atau 875 mg/24 jam. Proteinuria atau albuminuria
8
terjadi ketika protein yang terdapat dalam urin lebih dari batas normal, yaitu lebih dari 0,15
gram/24 jam. Umumnya seseorang dikatakan mengalami proteinuria secara patologis
apabila kadarnya diatas 200 mg/hari (Tjiptaningrum dan Hartanto, 2016). Dengan
demikian, menurut hasil pengujian menggunakan tes Esbach terhadap sampel urin
menunjukkan bahwa nilai tersebut berada diatas 200 mg/hari, sehingga dapat diindikasikan
mengalami kelainan pada ginjal terutama pada glomerulus atau menderita proteinuria.
Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat
keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari 500 mg/24 jam). Keadaan proteinuria
rendah dapat dipengaruhi oleh beberapa penggunaan obat seperti penisilin, gentamisin,
sulfonamide, sefalosporin, media kontras, tolbutamid, asetazolamid, natrium bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan glomerulonefritis akut
atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat aminoglikosida, toksisitas bahan kimia),
myeloma multiple, penyakit jantung, penyakit infeksius akut, preeklampsia. Proteinuria
tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan sindrom nefrotik,
glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus, penyakit amiloid. Sejumlah kecil protein
dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga,
stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria transien.
Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi baru lahir
dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari pertama (Kemenkes RI, 2011;
Prodjosudjadi, 2006).

IX. KESIMPULAN
1. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan metode tes rebus, dua sampel urin
menunjukkan +2 dan satu sampel +3.
2. Pada uji secara kuantitatif menggunakan metode Esbach, diperoleh bahwa sampel
urin 24 jam menunjukkan adanya endapan dengan tinggi endapan 0,35 g/L
3. Perhitungan kadar protein loss dari sampel urin 24 jam adalah 0,875 g/24 jam. Hal
ini menunjukkan bahwa kadar protein dalam urin melebihi batas normal yaitu 0,15
g/24 jam (proteinuria).

9
DAFTAR PUSTAKA

Chakravarti, K dan G. K. Bhattacharya. 2005. A Handbook of Clinical Pathology. India:


Academic Publisher

Dewi, D.A.P; Dharma Santhi; Santa AP. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Klinik.
Denpasar: bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Djojodibroto, D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Populer


Obor.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Prodjosudjadi, W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen
ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Rosenfeld, L. 1982. Origins of Clinical Chemistry: The Evolution of Protein Analysis. New
York: Academic Press.

Santhi, D.G.D.D. 2018. Diktat Praktikum Kimia Klinik Farmasi. Denpasar: Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Tjiptaningrum, A. dan B. A. Hartanto. 2016. Dampak Proteinuria pada Anak. Majority.


Vol. 5 (2): 22-26.

Wirawan, R., S. Immanuel, R. Dharma. 1983. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin 1983.
Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM.

10
LAMPIRAN
Pra Perlakuan

Gambar 1. Sampel urin Gambar 2. 3 sampel urin


untuk uji kualitatif protein

Uji Kualitatif Protein dalam Urin (Metode Rebus)

Gambar 3. Hasil sampel urin Gambar 4. Hasil sampel urin


setelah pemanasan pertama setelah pemanasan kedua

Uji Kuantitatif Protein dalam Urin (Metode Esbach)

Gambar 5. Hasil pengujian


kuantitatif protein dalam urin

11

Anda mungkin juga menyukai