Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, dilakukan identifikasi dan pemisahan senyawa aktif
kurkumin pada serbuk Curcuma domestica Rhizoma. Identifikasi ini terdiri dari tiga
tahap yakni maserasi, kromatografi kolom, dan KLT. Tahap pertama yakni dilakukan
maserasi. Maserasi adalah suatu proses ekstraksi padat-cair yang menggunakan suatu
pelarut dalam rentang waktu tertentu dengan sesekali diaduk pada suhu kamar dan
terlindung dari cahaya (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
Maserasi dilakukan dengan cara menimbang serbuk simplisia Curcuma
domestica Rhizoma sebanyak 10 gram lalu direndam pada toples kaca gelap dengan
menggunakan pelarut etanol 95% sebanyak 100mL. Prinsip dari metode maserasi ini
yakni isi sel pada simplisia kunyit akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan
terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan
di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi sesekali dilakukan pengadukan
(Sudjadi,1986).
Metode maserasi digunakan untuk memisahkan senyawa aktif kurkumin
dikarenakan kurkumin merupakan senyawa aktif yang tidak tahan panas dan akan
terdegradasi oleh cahaya, sehingga cocok untuk dipisahkan menggunakan metode
maserasi. Kurkumin akan terdegradasi oleh cahaya karena adanya gugus metilen aktif
pada strukturnya (Tonnesen dan Karlsen, 1985). Instabilitas kurkumin diperngaruhi
oleh adanya cahaya yang menyebabkan terjadinya degradasi fitokimia senyawa
tersebut (Van der Goot, 1997). Berdasarkan hal tersebut maka toples kaca yang
digunakan harus terlindung dari sinar matahari dengan cara dibungkus dengan lakban
hitam dan aluminium foil juga plastic ikan serta disimpan di tempat yang terlindung
dari cahaya.

Kurkumin juga memiliki sifat non polar, sehingga etanol dipilih sebagai
pelarut yang cocok dalam maserasi ini. Etanol memiliki beberapa kelebihan yakni,
bersifat semipolar, kemurniannya tinggi, inert, dan titik didihnya rendah yakni 78 oC.
Etanol memiliki rumus molekul C2H5OH dimana gugus C2H5 bersifat nonpolar dan
gugus OH bersifat polar. Gugus C2H5 pada etanol dapat melarutkan senyawa
kurkumin pada simplisia kunyit, karena keduanya bersifat nonpolar. Pada prinsipnya
senyawa nonpolar akan melarut pada pelarut nonpolar, sesuai dengan like dissolve
like. Pelarut yang digunakan harus memiliki sifat yang sama dengan analit yang
hendak dipisahkan untuk memudahkan pengikatan senyawa, oleh karena itu etanol
menjadi pilihan dalam maserasi ini.
Perendaman pada maserasi kali ini berlangsung selama tiga hari, dan setelah
tiga hari, dilakukan remaserasi pada ampas hasil maserasi pertama.Penyaringan
bertujuan untuk memisahkan ampas dengan ekstrak yang didapatkan. Ampas diperas
untuk memaksimalkan ekstrak yang diinginkan. Ekstrak yang didapat diletakkan pada
cawan porselin yang ditutup dengan aluminium foil dan plastic ikan untuk
menghindari kontak antara ekstrak dengan cahaya. Ampas yang diperoleh
ditambahkan dengan 25 mL etanol 96% kemudian diaduk dan didiamkan selama 2
hari lalu disaring. Proses ini dinamakan remaserasi. Remaserasi yakni pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya
(Anief, 2010). Proses remaserasi menggunakan pelarut yang selalu baru namun
dengan volume yang lebih sedikit dan waktu perendaman yang lebih singkat dari
proses maserasi pertama. Remaserasi bertujuan untuk memperoleh ekstrak yang lebih
banyak sehingga proses pemisahan senyawa menjadi lebih optimal. Selain itu
remaserasi dilakukan karena pelarut yang digunakan pada maserasi pertama dianggap
sudah jenuh ,sehingga kemampuan menlarutkan analitnya berkurang, karena
konsentrasinya sudah dalam keadaan setimbang. Hal ini sesuai dengan prinsip difusi
yang digunakan pada maserasi, yakni haruslah ada perbedaan konsentrasi, sehingga
terjadi perpindahan analit dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.

Dalam remaserasi digunakan pelarut sebanyak 25 mL. Jumlah pelarut yang


digunakan lebih sedikit daripada pelarut yang digunakan saat maserasi pertama.
Pelarut yang digunakan juga lebih sedikit karena senyawa yang diinginkan telah
banyak terekstraksi pada pelarut yang digunakan pada maserasi pertama sehingga
senyawa yang diinginkan hanya tersisa sedikit, maka hanya sedikit pelarut yang
dibutuhkan untuk menyari sisa-sisa senyawa yang diinginkan pada sampel.

Dapus
Kusmardiyani, Siti dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Pusat Antar
Universitas Bidang Ilmu Hayati.
Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Press.
Anief, Moh. 2010. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Tonnesen, H.H. dan Karlsen. 1985. Studies on Curcumin and Curcuminoid. VI.
Konetics of Curcumin Degradation in Aqueous Solution. Zeitschrift fur
Lebensmittel-Untersuchung und-Forschung A. 180 : 402-404.
Van der Goot H. 1997. The Chemistry and Qualitative Structure-activity
Relationships

of

Curcumin.

Recent

Development

in

Curcumin

Pharmacochemistry. Procedings of the International Symposium on


Curcumin Pharmacochemistry (ISCP). Yogyakarta : Aditya Media.

Anda mungkin juga menyukai