LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.2 Etiologi
Menurut Gruendemann, (2005, hal 44) ada beberapa penyebab
terajadinya katarak yaitu : Infeksi, Kelainan perkembangan, Herediter,
Cedera mata traumatic, Ketidakseimbangan kimiawi misalnya
galaktosemia dan diabetes, Terpanjang sinar ultraviolet berkepanjangan,
Beberapa obat (misalnya obat-obatan yang digunakan untuk glaukoma),
Bagian dari proses penuaan normal. Penyebab utama katarak adalah
proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak yang biasanya
merupakan penyakit yang diturun peradangan di dalam kehamilan,
1
keadaan ini disebut sebagai kata kongenital. Lensa mata mempunyai
bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa
yang terletak antara nukleus lensa atau lensa dengan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja nukleus bersifat lembab. sedang pada orang tua nukleus
ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan
subkapsularis lensa.
Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel – sel ganglion dalam retina yang
bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak
kebelakang secara medial dan melintas kanalis optikus memasuki
rongga kranium lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf
penglihatan memiliki tiga pembungkus yang serupa dengan yang ada
pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung
dengan sclera, lapisan tengah halus seperti arakhoid. Sementara lapisan
dalam adalah vaskuler ( mengandung banyak pembuluh darah ). Pada
saat serabut - serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari
serabut – serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya,
sementara separuh lagi menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan
perantara serabut – serabut ini, maka setiap serabut – serabut nervus
optikus di hubungkan dengan dua organ penglihatan. Bola mata terletak
dalam tulang orbita, serta di lindungi oleh sejumlah struktur seperti
kelopak mata, alis, konjunktiva dan alat – alat lakrimal ( apparatus
lakrimalis ).
1.1.4 Patofiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada
2
jendela.Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkaserabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
3
Parthway
Lensa normal dengan struktur posterior iris yang jernih, transparan, dan memiliki kekuatan refraksi
besar
Menyebabkan kepadatan
lensa
Koagulasi Ketidakseimbangan
penyerapan protein lensa
Kekeruhan pada lensa mata normal Terputusnya protein lensa
Kontinuitas jaringan normal
Mengganggu transmisi
sinar
Gangguan penerimaan Gangguan sensori
Resiko sensori; kerusakan sensori
persepsi: penglihatan
Prosedur pembedahan
Post operasi
Pre operasi
4
1.1.5 Klasifikasi dan kriteria
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
a. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada
saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi
lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
b. Katarak Senile.
Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang
tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang
sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi
penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens
pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur.
Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat
membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight). Katarak Senil
sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien)
kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak
terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai
dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa
dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi
kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang
5
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi
dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata
depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan
terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui
kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris
tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat
lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh
karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris
akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh,
ed. 2,)
d. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang
mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul.
Akibat pencairan korteks ini maka nukleus “tenggelam” kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput.
Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka
dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma
fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5. Katarak Juvenile.
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan
serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti
bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
6. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga
akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
6
meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada
lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
7. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam
(katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak
pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan
lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
8. Katarak Komplikata.
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari
penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan okuler,
penyakit sistemik dan trauma (Sidarta, 2008, hal 107).
7
Gejala objektif biasanya meliputi:
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan
katarak, yang sering menyebabkan uveitis berat, glaucoma, dan
kondensasi vitreosa. Apa bila dibiarkan, penglihatan dapat hilang
8
selamanya. Terapi untuk dislokasi lensa dan fragmen lensa telah
semakin baik akibat kemajuan dalam teknik vitrektomi. Lensa yang
lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi dengan
pemeriksaan vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep
mikrovitrektomi. Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap
merupakan tindakan yang berbahaya.( Barbara, 2005. hal, 46).
9
b. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV,
masa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral
atau glaucoma.
c. Pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 –
25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma.
e. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe
gllukoma bila TIO normal atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler,
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan
mikroaneurisme.
g. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose
katarak.
h. Darah lengkap,laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi
sistemik / infeksi.
i. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis, PAK.
j. Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.
10
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan
yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut
koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan
dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang
didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan
dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan
katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi
medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
11
dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit
disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
1. Sifat prosedur
2. Resiko dan keuntungan
3. Obat anestesi
12
4. Pilihan untuk rehabilitasi visual setelah pembedahan, seperti implan
lensa intraokuler, kontak lensa dan kacamata katarak (kacamata afakia).
Jumlah informasi yang dicari klien.
Obyektif :
13
pemeriksaan kultur sensitifitas abnormal.
- Ketajaman penglihatan masing-masing mata
- Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap
informasi
Kriteria hasil :
14
INTERVENSI RASIONAL
1. Orientasikan pasien terhadap Memperkenalkan pada pasien
lingkungan aktifitas. tentang lingkungan dam
aktifitas sehingga dapat
meninggalkan stimulus
penglihatan.
2. Bedakan kemampuan lapang Menentukan kemampuan lapang
pandang diantara kedua mata pandang tiap mata
3. Observasi tanda disorientasi
dengan tetap berada di sisi
Mengurangi ketakutan pasien
pasien.
dan meningkatkan stimulus.
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sederhana
seperti menonton TV, radio, Meningkatkan input sensori,
dll dan mempertahankan perasaan
5. Anjurkan pasien normal, tanpa meningkatkan
menggunakan kacamata stress.
katarak, cegah lapang Menurunkan penglihatan perifer
pandang perifer dan catat dan gerakan.
terjadinya bintik buta.
6. Posisi pintu harus tertutup
terbuka, jauhkan rintangan.
Kriteria hasil :
15
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan yang Membantu mengidentifikasi
tenang dan relaks, berikan sumber ansietas.
dorongan untuk verbalisasi dan
mendengarkan dengan penuh
perhatian.
2. Yakinkan klien bahwa ansietas Meningkatkan keyakinan klien
mempunyai respon normal dan
diperkirakan terjadi pada
pembedahan katarak yang akan
dijalani.
3. Tunjukkan kesalahpahaman
Meningkatkan keyakinan klien
yang diekspresikan klien,
berikan informasi yang akurat.
4. Sajikan informasi
menggunakan metode dan
Meningkatkan proses belajar
media instruksional.
dan informasi tertulis
mempunyai sumber rujukan
5. Jelaskan kepada klien aktivitas setelah pulang.
premedikasi yang diperlukan. Pengetahuan yang meningkat
akan menambah kooperatif
klien dan menurunkan
6. Diskusikan tindakan
kecemasan.
keperawatan pra operatif yang
Menjelaskan dan
diharapkan.
mendiskusikan tindakan yang
7. Berikan informasi tentang
dibutuhkan akan membuat
aktivitas penglihatan dan suara
pasien dan keluarga pasien
yang berkaitan dengan periode
menjadi kooperatif
intra operatif
Menjelaskan pilihan
memungkinkan klien membuat
keputusan secara benar.
16
Rencana tindakan :
1. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri,
misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang
intesitas pada skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2. Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi
keefektifan. Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau
memburuk setelah pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan
mata berat menandakan perkembangan komplikasi dan
perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan
ringan diperkirakan
3. Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang
diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah
infeksi.
4. Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan
teknik aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres
dengan menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang.
Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata
dirumah.
Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan
jaringan mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.
17
untuk 24 jam pertama.
b) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin,
membungkuk dengan kepala rendah dari panggul, dan
mengejan.
Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri
dan resiko terhadap kerusakan jahitan yang
digunakan pada pembedahan mata.
1.2.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi.
Tujuan : memenuhi kebutuhan informasi klien.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan,
melakukan prosedur dengan benar dan alasan tindakan.
Rencana tindakan :
1. Kaji informasi tentang kondisi individu dan prognosis.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual
bebas.
Rasional: Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat yang
diberikan.
3. Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi obat mata dan masalah
medis pasien seperti hipertensi, PPOM. Ajarkan metode yang
tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
Rasional : Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam
sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah interaksi obat
dan efek sistemik yang tidak diinginkan.
4. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.
Rasional: Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi
serius. Pada beberapa pasien, kapsula posterior dapat menebal
dalam 2 minggu/ beberapa tahun pasca operasi, memerlukan
terapi laser untuk mempeebaiki penglihatan.
1.2.2.6 Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.
Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun,
menggunakan sumber secara efektif
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi
saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi
upaya medik.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan
18
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan.
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan/ harapan yang akan datang dan memberikan
dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang
pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk menerima situasi nyata.
4. Mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah. Identifikasi
sumber/ orang yang menolong
Rasional : Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendirian
dalam menghadapi masalah.
1.2.3 Evaluasi
Yang akan dilakukan adalah
1. Pasien tidak mengalami gangguan persepsi sensori
2. Kecemasan pasien dapat teratasi
3. Pasien tidak akan merasa nyeri dimata
4. Wajah pasien rileks
DAFTAR PUSTAKA
19
Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, fourth
edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.
Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo
Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes Mellitus.
Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran University
of Riau.
Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto
Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI
Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press
Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. 2009.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI
Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250 Consecutive
Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal of
ophthalmology. Volume 149 No.3
20