Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Teori Katarak


1.1.1 Pengertian
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
sehingga menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin,2009).
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang
dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan,2009). Katarak adalah
nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata,
seperti melihat air terjun.
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa
menjadi keruh atau berwarna putih abu abu, dan ketajaman penglihatan
berkurang. Katarak terjadi apa bila protein pada lensa yang secara
normal transparan terurai dan mengalami koagulasi pada lensa (Corwin,
2009. Hal 38).
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak
senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif
(kemunduran ). Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi,
tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang
akan mengganggu pembiasan cahaya.Walaupun disebut katarak senilis
tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur
70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau
mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.

1.1.2 Etiologi
Menurut Gruendemann, (2005, hal 44) ada beberapa penyebab
terajadinya katarak yaitu : Infeksi, Kelainan perkembangan, Herediter,
Cedera mata traumatic, Ketidakseimbangan kimiawi misalnya
galaktosemia dan diabetes, Terpanjang sinar ultraviolet berkepanjangan,
Beberapa obat (misalnya obat-obatan yang digunakan untuk glaukoma),
Bagian dari proses penuaan normal. Penyebab utama katarak adalah
proses penuaan. Anak bisa mengalami katarak yang biasanya
merupakan penyakit yang diturun peradangan di dalam kehamilan,

1
keadaan ini disebut sebagai kata kongenital. Lensa mata mempunyai
bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa, korteks lensa
yang terletak antara nukleus lensa atau lensa dengan kapsul lensa. Pada
anak dan remaja nukleus bersifat lembab. sedang pada orang tua nukleus
ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari nukleus, korteks, dan
subkapsularis lensa.

1.1.3 Fisiologi Sistem

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk
penglihatan. Saraf ini timbul dari sel – sel ganglion dalam retina yang
bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini bergerak
kebelakang secara medial dan melintas kanalis optikus memasuki
rongga kranium lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf
penglihatan memiliki tiga pembungkus yang serupa dengan yang ada
pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung
dengan sclera, lapisan tengah halus seperti arakhoid. Sementara lapisan
dalam adalah vaskuler ( mengandung banyak pembuluh darah ). Pada
saat serabut - serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari
serabut – serabut itu akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya,
sementara separuh lagi menuju traktus optikus sisi yang sama. Dengan
perantara serabut – serabut ini, maka setiap serabut – serabut nervus
optikus di hubungkan dengan dua organ penglihatan. Bola mata terletak
dalam tulang orbita, serta di lindungi oleh sejumlah struktur seperti
kelopak mata, alis, konjunktiva dan alat – alat lakrimal ( apparatus
lakrimalis ).

1.1.4 Patofiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada
zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior
dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada

2
jendela.Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari
badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkaserabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.

3
Parthway
Lensa normal dengan struktur posterior iris yang jernih, transparan, dan memiliki kekuatan refraksi
besar

Nukleus Korteks Kapsul anterior dan posterior

Pertambahan usia,trauma, radiasi, penyakit

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa

Menyebabkan kepadatan
lensa

Koagulasi Ketidakseimbangan
penyerapan protein lensa
Kekeruhan pada lensa mata normal Terputusnya protein lensa
Kontinuitas jaringan normal

Menghambat jalannya cahaya keretina


Penurunan tajam Influx air ke dalam
Mengabutkan pandangan pandangan
Mematahkan serabut

Mengganggu transmisi
sinar
Gangguan penerimaan Gangguan sensori
Resiko sensori; kerusakan sensori
persepsi: penglihatan

Prosedur pembedahan

Post operasi
Pre operasi

Gangguan Perubahan status


Ganggua
status organ kesehatan, Keterbatasan
Ansietas

n Prosedur indera informasi


persepsi Invasif
Ansietas
sensori
Resiko Gangguan
Terputusnya
pengliha
kontinuitas cedera sensor
tan jaringan
persepsi:
Sumber:
penglihatan Doengoes,(2004)
Gangguan
Engram, (2003)
Resti rasa
Vaughan,(2004)
nyaman:nyeri
Smeltzer, (2003)

4
1.1.5 Klasifikasi dan kriteria
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
a. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada
saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi
lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
b. Katarak Senile.
Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang
tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang
sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi
penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens
pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur.
Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat
membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight). Katarak Senil
sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien)
kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak
terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada
penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai
dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa
dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi
kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang

5
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi
dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata
depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan
terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui
kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris
tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat
lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh
karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris
akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh,
ed. 2,)
d. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang
mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul.
Akibat pencairan korteks ini maka nukleus “tenggelam” kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput.
Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka
dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma
fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5. Katarak Juvenile.
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan
serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti
bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
6. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa
akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar
yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan
dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi
lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga
akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang

6
meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada
lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
7. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam
(katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak
pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan
lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada
orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya
katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
8. Katarak Komplikata.
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari
penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan okuler,
penyakit sistemik dan trauma (Sidarta, 2008, hal 107).

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya:

1) Katarak Inti ( Nuclear )


Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada
nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses
penuaan.
2) Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan
kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM
3) Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur
jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan
kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.

1.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan
silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan
penglihatan tadi.
2. menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam
hari.

7
Gejala objektif biasanya meliputi:

1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina


tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi
opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak
benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi
negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi:

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.


2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e. Kesulitan melihat pada malam hari
f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa
menyilaukan mata
g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )

Gejala lainya adalah :

a. Sering berganti kaca mata


b. Penglihatan sering pada salah satu mata.
Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan
peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa
menimbulkan rasa nyeri.

1.1.7 Komplikasi
Komplikasi tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan
katarak, yang sering menyebabkan uveitis berat, glaucoma, dan
kondensasi vitreosa. Apa bila dibiarkan, penglihatan dapat hilang

8
selamanya. Terapi untuk dislokasi lensa dan fragmen lensa telah
semakin baik akibat kemajuan dalam teknik vitrektomi. Lensa yang
lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi dengan
pemeriksaan vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep
mikrovitrektomi. Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap
merupakan tindakan yang berbahaya.( Barbara, 2005. hal, 46).

1.1.8 Faktor resiko


Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain
(Corwin,2003):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti
merokok atau bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik
(misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya
kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain,
seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera
pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata,
atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka
panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik
(Admin,2009).

1.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penujang pada klien katarak yang dikemukakan oleh
Doengoes (2004. Hal 412) antara lain ialah sebagai berikut:
a. Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan; mungkin
terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, lensa akueus atau
vitreus humor, kesalahan refrkasasi, atau penyakit saraf atau
penyakit sistem sararaf atau penglihatan keretina atau jalan optik.

9
b. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV,
masa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral
atau glaucoma.
c. Pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 –
25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut
tertutup glukoma.
e. Tes Provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/ tipe
gllukoma bila TIO normal atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler,
atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina dan
mikroaneurisme.
g. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnose
katarak.
h. Darah lengkap,laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi
sistemik / infeksi.
i. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis, PAK.
j. Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/control diabetes.

1.1.10 Penatalaksanaan Umum


Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan
dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan
pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur :
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal
sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi
lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung
otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.

10
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan
yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut
koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan
dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang
didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan
dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan
katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi
medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi dilakukannya operasi katarak :

1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan


penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari
4. dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)


yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya.
Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam
yakni
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan
mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul
lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga
penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang
terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk
menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek
dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau
menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput
bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang
keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum)
dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan
lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak

11
dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit
disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.

1.1.11 Penatalaksanaan Khusus


Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik
jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa
minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan
peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode
fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat
meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan
lensa intraokular multifokal.
Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam
tahap pengembangan. Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea,
retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari
operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus
komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata
orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi
keruh.Untuk itu perlu, terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh
tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

1.2 Tinjauan Asuhan keperawatan

1.2.1 Pengkajian pre operasi

Subyektif : keluhan penglihatan

1. Kabur secara total


2. Hanya melihat baik pada tempat yang redup
3. Hanya dapat melihat rangsangan cahaya saja
4. Ganda / majemuk pada satu mata.
Indikator verbal dan non verbal dari ansietas.

Pemahaman tentang pembedahan katarak termasuk :

1. Sifat prosedur
2. Resiko dan keuntungan
3. Obat anestesi

12
4. Pilihan untuk rehabilitasi visual setelah pembedahan, seperti implan
lensa intraokuler, kontak lensa dan kacamata katarak (kacamata afakia).
Jumlah informasi yang dicari klien.

Obyektif :

1. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan kecuali pada katarak komplikata


yang penyakit intra okulernya masih aktif.
2. Pada pemeriksaan penyinaran lensa tampak kelabu atau kekeruhan yang
memutih.
3. Pada pemeriksaan optalmoskop pada jarak tertentu didapatkan kekeruhan
yang berwarna hitam dengan latar belakang berwarna merah.
4. Pada pemeriksaan refraksi meningkat. Pada penderita yang tadinya
menderita presbiopia kemudian menderita katarak, pada stadium awal
dapat membaca tanpa menggunakan kacamata baca.
5. Observasi terjadinya tanda-tanda glaucoma karena komplikasi katarak,
tersering adalah glaucoma seperti adanya rasa nyeri karena peningkatan
TIO, kelainan lapang pandang.

1.2.2. Pengkajian post operasi


1.2.2.1 Data Subyektif
- Nyeri
- Mual
- Diaporesis
- Riwayat jatuh sebelumnya
- Sistem pendukung, lingkungan rumah.
1.2.2.2 Data Obyektif
- Perubahan tanda-tanda vital
- Respon yang lazim terhadap nyeri.
- Tanda-tanda infeksi
1) Kemerahan
2) Oedema
3) Infeksi kojunctiva (pembuluh darah konjunctiva menonjol).
4) Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
5) Zat purulen
6) Peningkatan suhu
7) Nilai lab; peningkatan leukosit, perubahan leukosit, hasil

13
pemeriksaan kultur sensitifitas abnormal.
- Ketajaman penglihatan masing-masing mata
- Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap
informasi

1.2.3 Rencana Diagnosa Keperawatan


1.2.3.1 Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.

Kriteria hasil :

o Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat


lingkungan semaksimal mungkin.
o Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif
o Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.

14
INTERVENSI RASIONAL
1. Orientasikan pasien terhadap  Memperkenalkan pada pasien
lingkungan aktifitas. tentang lingkungan dam
aktifitas sehingga dapat
meninggalkan stimulus
penglihatan.
2. Bedakan kemampuan lapang  Menentukan kemampuan lapang
pandang diantara kedua mata pandang tiap mata
3. Observasi tanda disorientasi
dengan tetap berada di sisi
 Mengurangi ketakutan pasien
pasien.
dan meningkatkan stimulus.
4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sederhana
seperti menonton TV, radio,  Meningkatkan input sensori,
dll dan mempertahankan perasaan
5. Anjurkan pasien normal, tanpa meningkatkan
menggunakan kacamata stress.
katarak, cegah lapang  Menurunkan penglihatan perifer
pandang perifer dan catat dan gerakan.
terjadinya bintik buta.
6. Posisi pintu harus tertutup
terbuka, jauhkan rintangan.

 Menurunkan penglihatan perifer


dan gerakan.

1.2.3.2 Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang


pembedahan
Tujuan : kecemasan teratasi

Kriteria hasil :

Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai pembedahan


yang akan dijalani.

Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan perawatan.

15
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan yang  Membantu mengidentifikasi
tenang dan relaks, berikan sumber ansietas.
dorongan untuk verbalisasi dan
mendengarkan dengan penuh
perhatian.
2. Yakinkan klien bahwa ansietas  Meningkatkan keyakinan klien
mempunyai respon normal dan
diperkirakan terjadi pada
pembedahan katarak yang akan
dijalani.
3. Tunjukkan kesalahpahaman
 Meningkatkan keyakinan klien
yang diekspresikan klien,
berikan informasi yang akurat.
4. Sajikan informasi
menggunakan metode dan
 Meningkatkan proses belajar
media instruksional.
dan informasi tertulis
mempunyai sumber rujukan
5. Jelaskan kepada klien aktivitas setelah pulang.
premedikasi yang diperlukan.  Pengetahuan yang meningkat
akan menambah kooperatif
klien dan menurunkan
6. Diskusikan tindakan
kecemasan.
keperawatan pra operatif yang
 Menjelaskan dan
diharapkan.
mendiskusikan tindakan yang
7. Berikan informasi tentang
dibutuhkan akan membuat
aktivitas penglihatan dan suara
pasien dan keluarga pasien
yang berkaitan dengan periode
menjadi kooperatif
intra operatif

 Menjelaskan pilihan
memungkinkan klien membuat
keputusan secara benar.

1.2.2.3 Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi


Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.
Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih,
ekspresi wajah rileks.

16
Rencana tindakan :
1. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri,
misalnya terus-menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang
intesitas pada skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan/ keefektifan intervensi.
2. Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi
keefektifan. Beri tahu dokter bila nyeri mata menetap atau
memburuk setelah pemberian pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan
mata berat menandakan perkembangan komplikasi dan
perlunya perhatian medis segera. Ketidaknyamanan
ringan diperkirakan
3. Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang
diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah
infeksi.
4. Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan
teknik aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres
dengan menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang.
Tekankan pentingnya mencuci tangan sebelum perawatan mata
dirumah.
Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan
jaringan mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.

1.2.2.4 Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan


perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada
manifestasi peningkatan intraokular atau perdarahan.
Rencana tindakan :
1) Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi,
dan bel pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang
pasien terhadap susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk
memberi tanda untuk bantuan bila turun dari tempat tidur sampai
mampu ambulasi tanpa bantuan.
Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila
mata ditutup, khususnya pada lansia.
2) Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan
intraokular :
a) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat

17
untuk 24 jam pertama.
b) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin,
membungkuk dengan kepala rendah dari panggul, dan
mengejan.
Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri
dan resiko terhadap kerusakan jahitan yang
digunakan pada pembedahan mata.
1.2.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan sumber informasi.
Tujuan : memenuhi kebutuhan informasi klien.
Kriteria hasil: Menyatakan pemahaman kondisi dan pengobatan,
melakukan prosedur dengan benar dan alasan tindakan.
Rencana tindakan :
1. Kaji informasi tentang kondisi individu dan prognosis.
Rasional: Meningkatkan kerjasama dengan program pascaoperasi.
2. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual
bebas.
Rasional: Dapat bereaksi silang/ campur dengan obat yang
diberikan.
3. Diskusikan kemungkinan efek/ interaksi obat mata dan masalah
medis pasien seperti hipertensi, PPOM. Ajarkan metode yang
tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
Rasional : Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam
sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah interaksi obat
dan efek sistemik yang tidak diinginkan.
4. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk
melaporkan penglihatan berawan.
Rasional: Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi
serius. Pada beberapa pasien, kapsula posterior dapat menebal
dalam 2 minggu/ beberapa tahun pasca operasi, memerlukan
terapi laser untuk mempeebaiki penglihatan.
1.2.2.6 Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.
Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun,
menggunakan sumber secara efektif
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi
saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap
ancaman diri, potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi
upaya medik.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan

18
bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan.
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan
ketidaktahuan/ harapan yang akan datang dan memberikan
dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang
pengobatan.
3. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan
perasaan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk menerima situasi nyata.
4. Mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah. Identifikasi
sumber/ orang yang menolong
Rasional : Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendirian
dalam menghadapi masalah.

1.2.3 Evaluasi
Yang akan dilakukan adalah
1. Pasien tidak mengalami gangguan persepsi sensori
2. Kecemasan pasien dapat teratasi
3. Pasien tidak akan merasa nyeri dimata
4. Wajah pasien rileks

DAFTAR PUSTAKA

19
Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, fourth
edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446.

Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo

Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes Mellitus.

Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran University
of Riau.

Majalah Farmacia Edisi April 2008 , Halaman: 66 (Vol.7 No.9)

Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto

Sidarta, Ilyas. Ihtisar ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI

Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press

Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. 2009.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI

Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250 Consecutive
Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal of
ophthalmology. Volume 149 No.3

20

Anda mungkin juga menyukai