Anda di halaman 1dari 13

RESUME HUKUM PERIKATAN

“Minggu Ke-1 dan Minggu Ke-2”

DISUSUN OLEH :
Rivan Dani M
NIM : 1874201046

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


PERSADA BUNDA
2020

RESUME MINGGU KE-1


Penyalahgunaan Keadaan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449, bahwa cacat kesepakatan atau
cacat kehendak itu terjadi jika terjadi karena kekhilafan/ kesesatan, penipuan, dan paksaan. Kitab
Undang-undang Hukum Acara Perdata (BW) tidak mengatur mengenai “Penyalahgunaan
Kehendak” atau yang sering disebut dengan Misbruik Van Omstadigheden. Penyalahgunaan
keadaan sebagai salah satu syarat cacat kehendak berkembang, oleh karena perkembangan
beberapa peristiwa hokum dalam hukum perjanjian.
Penyalahgunaan kedaan terjadi apabila orang mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa
pihak lain karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat, ketergantungan, tidak dapat
berpikir panjang, kedaan jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak untuk
melakukan suatu perbuatan hukum meskipun ia tahu atau seharusnya mengerti sebenarnya ia
harus mencegahnya.
Secara garis besar penyalahgunaan kedaan dibagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan ekonomi (economische overwicht) dari satu


pihak terhadap pihak lain;
2. Penyalahgunaan kedaan karena keunggulan psikologis    (geestelijke overwicht) dari satu
pihak terhadap pihak lain.
3. Disamping itu, Lebens De Mug, masih menambahkan kelompok penyalahgunaan ketiga
yaitu kedaan darurat (noodtoestand), namun pendapat ini biasanya dimasukkkan dalam
kelompok penyalahgunaan karena adanya keunggulan ekonomi.

Penyalahgunaan yang paling banyak sering terjadi adalah penyalahagunaan karena


keunggulan ekonomi, dan banyak menghasilkan putusan hakim. Prasyarat sehingga
penyalahgunaan karena keunggulan ekonomi harus  memenuhi beberapa unsur diantaranya:
1. Satu pihak dalam perjanjian lebih unggul dalam bidang ekonomi dari pada pihak lainnya.
2. Pihak lain terdesak melakukan perjanjian yang bersangkutan.

Sementara penyalahgunaan karena  keunggulan psikologis, syaratnya antara lain:


1. Adanya ketergantungan dari pihak lemah yang  disalahgunakan  oleh pihak yang
mempunyai keunggulan psikologis.
2. Adanya keunggulan psikologis luar biasa antara pihak yang satu dengan pihak yang lain.

Pemahaman makna azas keseimbangan, seacara umum memberi makna azas keseimbangan
sebagai keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak. Oleh karena itu, dalam hal terjadi
ketidakseimbangan posisi yang menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak diperlukan
intervensi oleh pemerintah.
Pada proses prakontrak, para pihak saling bertukar kepentingan untuk membuat suatu
perjanjian yang sering disebut dengan tawar – menawar atau negosiasi. Tidak seimbangnya
kedudukan posisi tawar – menawar antar pihak dalam perjanjian tersebut membuat salah satu
pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pihak lainya dan dapat
menyalahgunakan keadaan pada saat terbentuknya perjanjian. Pihak yang lemah terpaksa
mengikuti cara atau jalan pikiran pihak yang kuat. Pengertian tidak seimbang nya posisi tawar
tersebut tidak hanya pada segi keunggulan ekonomis saja tetapi juga pada segi kejiwaan/
Bentuk ciri- ciri kedudukan posisi tawar para pihak tidak seimbang, yaitu :
1. Perjanjian yang klausulnya sudah ditentukan oleh satu pihak
Pada proses prakontrak, para pihak melangsungkan kegiatan tawar – menawar atau
negosiasi pada pihak lain untuk menentukan isi perjanjian yang nantinya akan disepakati
bersama oleh para pihak. Dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak,
dimana para pihak bebas menentukan bentuk dan isi perjanjian yang akan di disepakati.
Dengan demikian penerapan asas kebebasan berkontrak ini para pihak mempunyai pilihan
bebas dalam mengadakan suatu perjanjian

2. Pihak yang lemah tergantung pada pihak yang kuat.


Pihak yang memiliki posisi tawar yang kuat tentu akan mempunyai peranan besar dalam
mengendalikan perjanjian tersebut, karena pihak yang kuat tersebut mengetahui bahwa
pihak yang lemah tidak bisa lepas bergantung pada pihak yang mempunyai posisi tawar
yang lemah

3. Pihak yang kuat mempunyai keunggulan ekonomi atau psikologis..


1) Keungulan Ekonomi
Faktor terpenting dari terjadinya keunggulan ekonomi ini adalah karena adanya in
equality of bargaining power yang tidak dapat dihindari oleh para pihak yang lemah dan
pihak lain yang ekonominya lebih kuat berusaha menyalahgunakan dan dengan
demikian memaksakan isi tertentu dari perjanjian yang akan memberikan keuntungan
yang tidak seimbang dari hal ini maka dapat dirumuskan adanya dua unsure bagi
terjadinya penyalahgunaan keunggulan ekonomi, yaitu :
a. Satu pihak harus mempunyai keunggulan ekonomi terhadap pihak yang lain
b. Pihak lain terpaksa mengadakan perjanjian.

Faktor – faktor yang dapat memberikan indikasi tentang adanya penyalahgunaan


kekuasaan ekonomi :
a. Adanya syarat – syarat yang diperjanjikan yang sebenarnya tidak masuk akal atau
yang tidak patut atau yang bertentangan dengan perikemanusiaan ( Onredelijke
contractsvoorwaarden atau unfair contrac-terms);
b. Napak atau ternyata pihak debitor berada dalam keadaan tertekan (dwang positie)
c. Apabila terdapat keadaan di mana bagi debitor tidak ada pilihan – pilihan lain
kecuali mengadakan perjanjian aquodengan syarat-syarat yang memberatkan ;
d. Nilai dari hasil perjanjian tersebut sangat tidak seimbang kalau dibandingka dengan
prestasi timbal balik dari para pihak.

2) Keunggulan Psikologi
Merupakan kondisi dimana terjadi pemanfaatan keadaan atau kondisi ketergantungan
kerjiwaan seseorang oleh orang lain untuk mendapatkan persetujuan atas suatu perbatan
hukum yang akan menimbulkan kerugian baginya. Tidak seimbangnya posisi tawar juga
dapat terjadi jika ada pihak yang mempunyai keunggulan psikologis dan Ekonomi.
Keunggulan Psikologis disini dapat berupa mental atau pengetahuan. jika pihak yang
kuat meperdayai pihak yang lemah dalam perjanjian karena keunggulan psikologis,
maka pihak yang kuat tersebut dianggap telah melakukan penyalahgunaan keadaan
terhadap pihak yang lemah.
A. Tolak Ukur Penyalahgunaan Keadaan:
1. Posisi Tawar pihak tidak seimbang
2. Salah satu pihak memiliki posisi tawar yang lemah
3. Pihak yang memiliki posisi tawar yang lemah
4. tidak memiliki kemampuan untuk mengambil
5. keputusan yang independent
6. Pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat mengetahui kondisi tersebut
7. Pihak yang memiliki posisi tawar lebih kuat menyalahgunakan posisi tawarnya
B. Indikasi Penyalahgunaan Keadaan
1. Ada syarat-syarat perjanjian yang sebenarnya tidak masuk akal atau yang tidak patut
2. Tampak atau ternyata pihak debitor dalam keadaan “tertekan”
3. Apabila terdapat keadaan tidak ada pilihan lain bagi debitor selain mengikuti kemauan
kreditor
4. Nilai dari hasil perjanjian sangat tidak seimbang jika dibandingkan dengan prestasi
timbal balik
C. Orang yang Tidak Cakap Membuat Kontrak (Onbekwaam)
1. Anak di bawah Umur (Pasal 1330 KUHPerdata)
2. Orang yang Diletakkan di bawah pengampuan (Pasal 1330 jo 433 KUHPerdata)
3. Perempuan yang Telah Menikah (Pasal 1330 jo 108 et.seq KUHPerdata)
D. Kecakapan Untuk Membuat Perjanjian
1. Batas Kedewasaan 21 Tahun atau 18 Tahun ?
2. 21 tahun atau telah kawin (Pasal 330 ayat (1) KUHPerdata)
3. 18 tahun (UU No. 1 Tahun 1974)
4. 18 Tahun atau telah kawin (UU No. 30 Tahun 2004)
E. Klasifikasi Persyaratan
1. Persyaratan tersebut oleh doktrin
2. diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni
3. persyaratan yang bersifat subjektif dan objektif
4. Persyaratan subjektif berkaitan orang (subjek) yang membuat perjanjian
5. Persyaratan objektif yang berkaitan dengan objek perjanjian.

F. Empat Syarat Sahnya Perjanjian/Kontrak Menurut Pasal 1320 KUH Perdata


Syarat sah yang subyekif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata. Disebut dengan syarat
subyektif karena berkenaan dengan subyek perjanjian. Konsekuensi apabila tidak
terpenuhinya salah satu dari syarat subyektif ini adalah bahwa kontrak tersebut dapat “dapat
dibatalkan” atau “dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Apabila
tindakan pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus
dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah,
1. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement). Dengan syarat kesepakatan
kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah
pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh
hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak
terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.
1) Paksaan (dwang, duress)
2) Penipuan (bedrog, fraud)
3) Kesilapan (dwaling, mistake)
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah
apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
2. Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity). Syarat wenang berbuat
maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh
hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Mengenai orang-orang yang
tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH
Perdata, yaitu:
1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Mereka yang berada dibawah pengampuan
3) Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang
No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena pasal 31 Undang-Undang ini
menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-
masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata. Disebut dengan syarat
objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi hukum apabila tidak
terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum.
Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak tersebut telah batal.
3. Obyek / Perihal tertentu. Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu
kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum.
Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata. Pasal
1332 KUH Perdata menentukan bahwa “Hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa “Suatu perjanjian harus
mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu
terkemudian dapat ditentukan / dihitung”
4. Kausa yang diperbolehkan / halal / legal. Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak
haruslah dibuat dengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak
boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dan isi
perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang
Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, sebagai berikut:
1) Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
a) Objek / Perihal tertentu
b) Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan
2) Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
a) Adanya kesepakatan dan kehendak
b) Wenang berbuat
3) Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata
a) Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad baik
b) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c) Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum

4) Syarat sah yang khusus


a) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
b) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
c) Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
d) Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu

G. Lima Asas dalam Hukum Perjanjian


1. Asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian/ pelaksanaan dan
persyaratannya, menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
2. Asas konsensualisme. Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat
1 BW. Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan
kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat
obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak
tersebut.
3. Asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda atau disebut juga sebagai asas
kepastian hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang,
mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak.
4. Asas iktikad baik (geode trouw). Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak,
yaitu pihak Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan
kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.Asas iktikad
baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak.
Iktikad baik nisbi adalah orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari
subjek. Sedangkan iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan,
dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
5. Asas kepribadian. Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang
yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan.

Sumber

https://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9186/RTB%20259.pdf?
sequence=1&isAllowed=y

http://rechthan.blogspot.com/2015/10/4-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html
RESUME MINGGU KE-2

Prestasi Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Kemudian Pasal
1235 KUHPerdata menyebutkan: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah
termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk
merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan.Dari pasal
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan, pengertian “memberi
sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya
hingga waktu penyerahannya.

Istilah “memberikan sesuatu” sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235 KUHPerdata tersebut
dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:

1. Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek perjanjian.


2. Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian, yang dinamakan
penyerahan yuridis.

Wujud prestasi yang lainnya adalah “berbuat sesuatu” dan “tidak berbuat sesuatu”. Berbuat
sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan
tidak berbuat sesuatu adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang telah
ditetapkan dalam perjanjian, manakala para pihak telah menunaikan prestasinya maka perjanjian
tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun kadangkala
ditemui bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau menolak memenuhi prestasi sebagaimana
yang telah ditentukan dalam perjanjian.

Salah satu unsur dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan perikatan, yakni suatu
prestasi yang terdiri dari 3 (tiga) macam:

1. Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.


2. Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis
suatu lukisan untuk pemesan.
3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan suatu bangunan,
perjanjian tidal alan menggunakan merk dagang tertentu.

Prestasi dalam suatu perikatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat:


1) Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat
ditentukan jenisnya, tanpa adaya ketentuan sulit untuk menentukan apakah debetur telah
memenuhi prestasi atau belum.
2) Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan. Tanpa suatu kepentingan orang
tidak dapat mengadakan tuntutan.
3) Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
4) Prestasi harus mungkin dilaksanakan.

Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang
diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak
dipenuhinya perikatan hukum. Wanprestasi terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud
wanprestasi, maka faktornya adalah:
a. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali; 
b. Faktor keadaan yang bersifat general;
c. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
d. Menyepelekan perjanjian.

2. Adanya keadaan memaksa (overmacht).


Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga.
Ketentuan ini memberikan kelonggaran kepada debitur untuk tidak melakukan penggantian
biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur oleh karena suatu keadaan yang berada d luar
kekuasaaannya. Ada tiga hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya,
kerugian dan bunga, yaitu:
a. Adanya suatu hal yang tak terduga
b. Terjadinya secara kewbetulan, dan atau
c. Keadaan memaksa.
Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:
a. Perikatan tetap ada
b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur
c. Beban risiko beralih untuk kerugian debitur jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh
karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari
kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH
Perdata.
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur,
sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 3 macam, yaitu:
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi).Ganti rugi karena
wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak
memenuhi isi perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan debitur. Momentum
timbulnya ganti rugi ini pada saaat telah dilakukan somasi. Ganti kerugian yang dapat
dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah sebagai berikut:
a. Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya dan kerugian;
b. Keuntungan yang sedanya akan diperoleh, ini ditujukan kepada bunga-
bunga.Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan untuk membawa kedua
belak pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak sudah
menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang maka harus dikembalikan
sehingga perjanjian itu ditiadakan.
3. Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jka terjadi suatu peristiwa di
luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai
dengan pasal 1237 KUH Perdata. Oleh karena itu dalam hal adanya perikatan untuk
memberikan suatu barang tertentu maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah
atas tanggungan  (risiko) si berpiutang (pihak yang menerima barang).[8]

A. Pernyataan Lalai (Ingbrekestelling)


1. Debitor dinyatakan lalai apabila, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah
akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini
menetapkan bahwa debitor akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan (Pasal 1238 KUHPerdata);
2. Pernyataan lalai adalah upaya hukum dimana kreditor memberitahukan, menegur,
memperingatkan (aanmaning, sommatie, kenningsgeving) debitor saat selambat-
lambatnya ia wajib berprestasi dan apabila itu dilampaui, maka debitor dinyatakan lalai.

B. Bentuk Pernyataan Lalai


1. Surat Perintah (bevel) yang dimaksud dengan surat perintah (bevel) adalah exploit juru
sita. Exploit adalah perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur. Didalam
praktek, yang ditafsirkan dengan exploit ini adalah “salinan surat peringatan” yang berisi
perintah tadi, yang ditinggalkan juru sita pada debitur yang menerima peringatan. Jadi bukan
perintah lisannya padahal “turunan” surat itu tadi adalah sekunder.
2. Akta Sejenis (soortgelijke akte) Membaca kata- kata akta sejenis, maka kita mendapat
kesan bahwa yang dimaksud dengan akta itu ialah akta atentik yang sejenis dengan exploit
juru sita.
3. Demi Perikatan Sendiri Perikatan mungkin terjadi apabila pihak- pihak menentukan
terlebih dahulu saat adanya kelalaian dari debitur didalam suatu perjanjian, misalnya pada
perjanjian dengan ketentuan waktu. Secara teoritis suatu perikatan lalai adalah tidak perlu,
jadi dengan lampaunya suatu waktu, keadaan lalai itu terjadi dengan sendirinya. Ganti Rugi
dalam Wanprestasi

C. Ganti Rugi (Pasal 12441244-1246 KUH Perdata)


1. Biaya (Konsten)adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh suatu pihak.
2. Rugi (Schade) adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan pihak yang
dirugikan akibat kelalaian.
3. Bunga (Interesen) adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayarkan atau dihitung 

D. Unsur-Unsur Keadaan Memaksa


1. Berdasar Pasal 1244 BW
2. Tidak memenuhi prestasi
3. Ada sebab di luar kesalahan debitor
4. Faktor penyebab itu tak terduga sebelumnya dan
5. Tak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitor

E. Unsur-Unsur Keadaan Memaksa (Pasal 1244 dan Pasal 1444 BW)


1. Pelaksanaan perjanjian dihalangi (Pasal 1244 KUHPerdata)
2. Halangan tersebut tak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitor (Pasal 1444
KUHPerdata)

F. Macam-Macam Ketidakmungkinan
1. Ketidakmungkinan logis (logische onmogelijkheid)
2. Ketidakmungkinan praktis (practische onmegelijkheid)
3. Ketidakmungkinan karena UU (wettelijke onmegelijkheid)
4. Ketidakmungkinan moral (morele onmogelijkheid)
G. Overmacht (Keadaanmemaksa) dapat terjadi dengan adanya tiga kemungkinan :
1. Karena kehilangan.
2. Karena pencurian.
3. Karena iklim.
Tetapi di samping salah satu dari ketiga hal tersebut Debitur harus memenuhi persyaratan
bahwa :
1) Dia tidak bersalah
2) Debitur tidak menanggung resiko, baik karena undang-undang atau karena perjanjian.
3) Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan cara lain.
Jadi di sini jelas bahwa yang membuktikan adanya overmacht adalah debitur dan kreditur
tidak perlu membuktikan bahwa tidak ada overmacht.
Merujuk pada pengklasifikasian jenis keadaan memaksa yang disebutkan oleh
Soemadipradja (2010) maka dapat diperoleh kategori-kategori yang dapat dikatakan sebagai
sebuah keadaan memaksa, yaitu:
1. Berdasarkan penyebab: Overmacht karena keadaan alam, keadaan darurat, karena
musnahnya atau hilangnya barang objek perjanjian, karena perubahan kebijakan atau
peraturan pemerintah.
2. Berdasarkan sifat: Bersifat tetap bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan
atau tidak dapat dipenuhi sama sekali, bersifat sementara adalah keadaan memaksa yang
mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda daripada waktu yang ditentukan.
3. Berdasarkan objek: bisa mengenai seluruh prestasi atau sebagian prestasi yang tidak
dilaksanakan oleh debitur.
4. Berdasarkan subjek:
1) objektif adalah keadaan memaksa yang menyebabkan pemenuhan prestasi tidak
mungkin dilakukan oleh siapa pun dikarenakan ketidakmungkinan (imposibilitas);
2) subjektif yaitu terjadi ketika pemenuhan prestasi menimbulkan kesulitan
pelaksanaan bagi debitur tertentu. Debitur masih mungkin memenuhi prestasi,
tetapi dengan pengorbanan yang besar yang tidak seimbang, atau menimbulkan
bahaya kerugian yang besar sekali bagi debitur. Keadaan ini di dalam
sistem Anglo–American disebut hardship yang menimbulkan hak untuk negosiasi
kembali.
5. Berdasarkan ruang lingkup:
1) Umum, dapat berupa iklim, kehilangan, dan pencurian;
2) Khusus, dapat berupa berlakunya suatu peraturan (Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah). Dalam hal ini, prestasi bukan tidak dapat dilakukan, tetapi prestasi
tidak boleh dilakukan.
6. Kriteria lain dalam ilmu hukum kontrak : terdiri atas ketidakmungkinan,
ketidakpraktisan, frustrasi terhadap maksud kontrak
Sumber
http://roedoeframansa.blogspot.com/2012/04/hukum-perikatan.html

https://business-law.binus.ac.id/2016/11/30/keadaan-memaksa/

http://selamatkankuliah.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-wanprestasi.html

https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/75823/Firman%20FA_Diktat_Prestasi%2C
%20Wanprestasi%2C%20dan%20Perbuatan%20Melawan%20hukum_%28FH%29.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai