DISUSUN OLEH :
Rivan Dani M
NIM : 1874201046
Pemahaman makna azas keseimbangan, seacara umum memberi makna azas keseimbangan
sebagai keseimbangan posisi para pihak yang berkontrak. Oleh karena itu, dalam hal terjadi
ketidakseimbangan posisi yang menimbulkan gangguan terhadap isi kontrak diperlukan
intervensi oleh pemerintah.
Pada proses prakontrak, para pihak saling bertukar kepentingan untuk membuat suatu
perjanjian yang sering disebut dengan tawar – menawar atau negosiasi. Tidak seimbangnya
kedudukan posisi tawar – menawar antar pihak dalam perjanjian tersebut membuat salah satu
pihak yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pihak lainya dan dapat
menyalahgunakan keadaan pada saat terbentuknya perjanjian. Pihak yang lemah terpaksa
mengikuti cara atau jalan pikiran pihak yang kuat. Pengertian tidak seimbang nya posisi tawar
tersebut tidak hanya pada segi keunggulan ekonomis saja tetapi juga pada segi kejiwaan/
Bentuk ciri- ciri kedudukan posisi tawar para pihak tidak seimbang, yaitu :
1. Perjanjian yang klausulnya sudah ditentukan oleh satu pihak
Pada proses prakontrak, para pihak melangsungkan kegiatan tawar – menawar atau
negosiasi pada pihak lain untuk menentukan isi perjanjian yang nantinya akan disepakati
bersama oleh para pihak. Dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak,
dimana para pihak bebas menentukan bentuk dan isi perjanjian yang akan di disepakati.
Dengan demikian penerapan asas kebebasan berkontrak ini para pihak mempunyai pilihan
bebas dalam mengadakan suatu perjanjian
2) Keunggulan Psikologi
Merupakan kondisi dimana terjadi pemanfaatan keadaan atau kondisi ketergantungan
kerjiwaan seseorang oleh orang lain untuk mendapatkan persetujuan atas suatu perbatan
hukum yang akan menimbulkan kerugian baginya. Tidak seimbangnya posisi tawar juga
dapat terjadi jika ada pihak yang mempunyai keunggulan psikologis dan Ekonomi.
Keunggulan Psikologis disini dapat berupa mental atau pengetahuan. jika pihak yang
kuat meperdayai pihak yang lemah dalam perjanjian karena keunggulan psikologis,
maka pihak yang kuat tersebut dianggap telah melakukan penyalahgunaan keadaan
terhadap pihak yang lemah.
A. Tolak Ukur Penyalahgunaan Keadaan:
1. Posisi Tawar pihak tidak seimbang
2. Salah satu pihak memiliki posisi tawar yang lemah
3. Pihak yang memiliki posisi tawar yang lemah
4. tidak memiliki kemampuan untuk mengambil
5. keputusan yang independent
6. Pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat mengetahui kondisi tersebut
7. Pihak yang memiliki posisi tawar lebih kuat menyalahgunakan posisi tawarnya
B. Indikasi Penyalahgunaan Keadaan
1. Ada syarat-syarat perjanjian yang sebenarnya tidak masuk akal atau yang tidak patut
2. Tampak atau ternyata pihak debitor dalam keadaan “tertekan”
3. Apabila terdapat keadaan tidak ada pilihan lain bagi debitor selain mengikuti kemauan
kreditor
4. Nilai dari hasil perjanjian sangat tidak seimbang jika dibandingkan dengan prestasi
timbal balik
C. Orang yang Tidak Cakap Membuat Kontrak (Onbekwaam)
1. Anak di bawah Umur (Pasal 1330 KUHPerdata)
2. Orang yang Diletakkan di bawah pengampuan (Pasal 1330 jo 433 KUHPerdata)
3. Perempuan yang Telah Menikah (Pasal 1330 jo 108 et.seq KUHPerdata)
D. Kecakapan Untuk Membuat Perjanjian
1. Batas Kedewasaan 21 Tahun atau 18 Tahun ?
2. 21 tahun atau telah kawin (Pasal 330 ayat (1) KUHPerdata)
3. 18 tahun (UU No. 1 Tahun 1974)
4. 18 Tahun atau telah kawin (UU No. 30 Tahun 2004)
E. Klasifikasi Persyaratan
1. Persyaratan tersebut oleh doktrin
2. diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni
3. persyaratan yang bersifat subjektif dan objektif
4. Persyaratan subjektif berkaitan orang (subjek) yang membuat perjanjian
5. Persyaratan objektif yang berkaitan dengan objek perjanjian.
Sumber
https://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9186/RTB%20259.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
http://rechthan.blogspot.com/2015/10/4-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html
RESUME MINGGU KE-2
Prestasi Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Kemudian Pasal
1235 KUHPerdata menyebutkan: “Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah
termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk
merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan.Dari pasal
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perikatan, pengertian “memberi
sesuatu” mencakup pula kewajiban untuk menyerahkan barangnya dan untuk memeliharanya
hingga waktu penyerahannya.
Istilah “memberikan sesuatu” sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235 KUHPerdata tersebut
dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:
Wujud prestasi yang lainnya adalah “berbuat sesuatu” dan “tidak berbuat sesuatu”. Berbuat
sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan
tidak berbuat sesuatu adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang telah
ditetapkan dalam perjanjian, manakala para pihak telah menunaikan prestasinya maka perjanjian
tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun kadangkala
ditemui bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau menolak memenuhi prestasi sebagaimana
yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Salah satu unsur dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan perikatan, yakni suatu
prestasi yang terdiri dari 3 (tiga) macam:
Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang
diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak
dipenuhinya perikatan hukum. Wanprestasi terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud
wanprestasi, maka faktornya adalah:
a. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali;
b. Faktor keadaan yang bersifat general;
c. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa;
d. Menyepelekan perjanjian.
F. Macam-Macam Ketidakmungkinan
1. Ketidakmungkinan logis (logische onmogelijkheid)
2. Ketidakmungkinan praktis (practische onmegelijkheid)
3. Ketidakmungkinan karena UU (wettelijke onmegelijkheid)
4. Ketidakmungkinan moral (morele onmogelijkheid)
G. Overmacht (Keadaanmemaksa) dapat terjadi dengan adanya tiga kemungkinan :
1. Karena kehilangan.
2. Karena pencurian.
3. Karena iklim.
Tetapi di samping salah satu dari ketiga hal tersebut Debitur harus memenuhi persyaratan
bahwa :
1) Dia tidak bersalah
2) Debitur tidak menanggung resiko, baik karena undang-undang atau karena perjanjian.
3) Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan cara lain.
Jadi di sini jelas bahwa yang membuktikan adanya overmacht adalah debitur dan kreditur
tidak perlu membuktikan bahwa tidak ada overmacht.
Merujuk pada pengklasifikasian jenis keadaan memaksa yang disebutkan oleh
Soemadipradja (2010) maka dapat diperoleh kategori-kategori yang dapat dikatakan sebagai
sebuah keadaan memaksa, yaitu:
1. Berdasarkan penyebab: Overmacht karena keadaan alam, keadaan darurat, karena
musnahnya atau hilangnya barang objek perjanjian, karena perubahan kebijakan atau
peraturan pemerintah.
2. Berdasarkan sifat: Bersifat tetap bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan
atau tidak dapat dipenuhi sama sekali, bersifat sementara adalah keadaan memaksa yang
mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda daripada waktu yang ditentukan.
3. Berdasarkan objek: bisa mengenai seluruh prestasi atau sebagian prestasi yang tidak
dilaksanakan oleh debitur.
4. Berdasarkan subjek:
1) objektif adalah keadaan memaksa yang menyebabkan pemenuhan prestasi tidak
mungkin dilakukan oleh siapa pun dikarenakan ketidakmungkinan (imposibilitas);
2) subjektif yaitu terjadi ketika pemenuhan prestasi menimbulkan kesulitan
pelaksanaan bagi debitur tertentu. Debitur masih mungkin memenuhi prestasi,
tetapi dengan pengorbanan yang besar yang tidak seimbang, atau menimbulkan
bahaya kerugian yang besar sekali bagi debitur. Keadaan ini di dalam
sistem Anglo–American disebut hardship yang menimbulkan hak untuk negosiasi
kembali.
5. Berdasarkan ruang lingkup:
1) Umum, dapat berupa iklim, kehilangan, dan pencurian;
2) Khusus, dapat berupa berlakunya suatu peraturan (Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah). Dalam hal ini, prestasi bukan tidak dapat dilakukan, tetapi prestasi
tidak boleh dilakukan.
6. Kriteria lain dalam ilmu hukum kontrak : terdiri atas ketidakmungkinan,
ketidakpraktisan, frustrasi terhadap maksud kontrak
Sumber
http://roedoeframansa.blogspot.com/2012/04/hukum-perikatan.html
https://business-law.binus.ac.id/2016/11/30/keadaan-memaksa/
http://selamatkankuliah.blogspot.com/2016/10/makalah-tentang-wanprestasi.html
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/75823/Firman%20FA_Diktat_Prestasi%2C
%20Wanprestasi%2C%20dan%20Perbuatan%20Melawan%20hukum_%28FH%29.pdf?sequence=1