Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) rumah sakit di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia
menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina
dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing rumah
sakit Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan
sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan rumah sakit sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.

Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu


memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada rumah sakit. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau
bermartabat. Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan
pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting
karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada
kinerja perusahaan yang akan semakin meningkatkan kepercayaan
pasien/masyarakat. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja di rumah sakit.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit merupakan
salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan
barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara
anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta
mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan

1
Visi Indonesia Sehat 2010 dan visi indonesia mencapai MDGS 2014 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup
dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan
kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan rumah sakit, tetapi juga dapat mengganggu proses penyembuhan
dan pengobatan secara menyeluruh, yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja
(KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi
gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.


Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit
atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan

2
dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja.

B. Rumusan masalah
a. Bagaimana standar K3 Perbekalan Rumah Sakit?
b. Bagaimana standar Management K3 Perbekalan Rumah Sakit?
c. Bagimana standar Teknis K3 Perbekalan Rumah Sakit?

C. Tujuan masalah
a. Untuk mengetahui standar K3 Perbekalan Rumah Sakit
b. Untuk mengetahui Management K3 Perbekalan Rumah Sakit
c. Untuk mengetahui standar Teknis K3 Perbekalan Rumah Sakit

3
BAB II

PEMBAHASAN

STANDAR K3 PERBEKALAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT


Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Alat kesehatan adalah instrumen,
aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.

Standar K3 perbekalan kesehatan di Rumah Sakit harus meliputi :


A. Standar Manajemen
Standar manajemen perbekalan kesehatan Rumah Sakit meliputi :
1. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di
Rumah Sakit harus dilengkapi dengan :
a. Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3RS yang mengacu minimal
pada peraturan sebagai berikut :
1) Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
2) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
4) Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
5) Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 tentang Sistem
Manajemen K3.
6) Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang
Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan;

4
7) Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan
Industri;
8) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
lingkungan Rumah Sakit;
9) Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
432/Menkes/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
b. Pedoman dan standar prosedur operasional K3.
c. Perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku meliputi :
1) Izin Mendirikan Bangunan.
2) Izin Penggunaan Bangunan khusus untuk DKI Jakarta Raya.
3) Izin berdasarkan Undang-undang Gangguan.
4) Rekomendasi Dinas Pemadam Kebakaran.
5) Izin Deepwell khusus untuk DKI Jakarta Raya.
6) Izin Operasional Rumah Sakit untuk Rumah Sakit Swasta dan
BUMN.
7) Izin Pemakaian Lift.
8) Izin Instalasi Listrik.
9) Izin Pemakaian Diesel.
10) Izin Instalasi Petir.
11) Izin Pemakaian Boiler.
12) Penggunaan Radiasi.
13) Izin Bejana Tekan.
14) Izin Pengolahan Limbah Padat, Cair dan Gas.
d. Sistem komunikasi baik internal maupun eksternal.
e. Sertifikasi.
f. Program pemeliharaan.
g. Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, siap dan layak pakai.
h. Manual operasional yang jelas.

5
i. Sistem alarm, sistem pendeteksi api/kebakaran dan penyediaan alat
pemadam api/kebakaran.
j. Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu penunjuk arah.
k. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan
kesehatan.
l. Fasilitas penanganan limbah padat, cair dan gas.
2. Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di
Rumah Sakit yang menggunakan bahan beracun berbahaya maka
pengirimannya harus dilengkapi dengan MSDS, dan disediakan ruang
atau tempat penyimpanan khusus bahan beracun berbahaya yang aman.
3. Setiap operator/petugas sarana, prasarana dan peralatan, harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala.
4. Setiap lingkungan kerja harus dilakukan pemantauan atau monitoring
kualitas lingkungan kerja secara berkala dan berkesinambungan.
5. Sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit, harus dikelola dan
dilakukan oleh petugas yang mempunyai komptensi di bidangnya.
6. Peta/denah lokasi/ruang/alat yang dianggap berisiko dan berbahaya
dengan dilengkapi simbol-simbol khusus untuk daerah/tempat/area yang
berisiko dan berbahaya, terutama laboratorium, radiologi, farmasi,
sterilisasi sentral, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular,
pengolahan limbah dan laundry.
7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya
harus dilengkapi fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.
8. Program penyehatan lingkungan Rumah Sakit meliputi; penyehatan
ruangan, bangunan dan fasilitas sanitasi termasuk pencahayaan,
penghawaan dan kebisingan, penyehatan makanan dan minuman,
penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat pencucian umum
termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain, pemantauan sterilisasi dan desinfeksi, pengawasan
perlindungan radiasi dan promosi kesehatan lingkungan.

6
9. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksanaan K3 sarana,
prasarana dan peralatan Rumah Sakit.
10. Kalibrasi internal dan kalibrasi legal secara berkala terhadap sarana,
prasarana dan peralatan yang disesuaikan dengan jenisnya.

B. Standar Teknis
1. Standar teknis sarana
a. Lokasi dan bangunan :
Secara umum lokasi rumah sakit hendaknya mudah dijangkau
oleh masyarakat, bebas dari pencemaran, banjir, dan tidak
berdekatan dengan rel kereta api, tempat bongkar muat barang,
tempat bermain anak, pabrik industri, dan limbah pabrik. Didalam
UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit khususnya pasal 8
disebutkan bahwa persyaratan lokasi Rumah Sakit harus memenuhi
ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata
ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan
penyelenggaraan Rumah Sakit. Sedangkan untuk persyaratan
bangunan diatur pada pasal 9 yakni bangunan Rumah Sakit harus
memenuhi; persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk persyaratan teknis bangunan Rumah
Sakit, harus sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia
lanjut.
Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali
luas bangunan. Luas lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali
luas bangunan lantai dasar.
Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan
klasifikasi rumah sakit. Bangunan minimal adalah 50 m2 per tempat

7
tidur. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk
ruang perawatan dan ruang isolasi adalah :
1) Ruang bayi :
a) Ruang perawatan minimal 2 m2/TT
b) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT
2) Ruang dewasa/anak :
a) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT
b) Ruang isolasi minimal 6 m2/TT
3) Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
a) Ruang periksa 3 x 3 m2
b) Ruang tindakan 3 x 4 m2
c) Ruang tunggu 6 x 6 m2
d) Ruang utility 3 x 3 m2

Ruang bangunan yang digunakan untuk ruang perawatan


mempunyai :
a) Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1
b) Bebas serangga dan tikus
c) Kadar debu maksimal 150 g/m3 udara dalam pengukuran
rata-rata 24 jam
d) Tidak berbau (terutama H2S dan atau NH3)
e) Pencahayaan 100200 lux
f) Suhu 26 27oC (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC)
dengan sirkulasi udara yang baik
g) Kelembaban 4050% (dengan AC) kelembaban udara ambient
(tanpa AC)
h) Kebisingan <45 dBA

8
b. Lantai :
a) Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin
dan mudah dibersihkan dan berwarna terang.
b) Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin,
mudah dibersihkan mempunyai kemiringan yang cukup dan
tidak ada genangan air.
c) Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau
lubang untuk berkembang biaknya bakteri, menggunakan
bahan vynil anti elektrostatik dan tidak mudah terbakar.

c. Dinding
(Mengacu Kepmenkes No.1204 tahun 2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit) :
a) Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak
mengandung logam berat.
b) Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding
dengan langit-langit, membentuk konus (tidak berbentuk siku).
c) Dinding KM/WC dari bahan kuat dan kedap air.
d) Permukaan dinding keramik rata, rapih, sisa permukaan
kramik dibagi sama ke kanan dan ke kiri.
e) Khusus ruang radiologi dinding dilapis Pb minimal 2 mm atau
setara dinding bata ketebalan 30 cm serta dilengkapi jendela
kaca anti radiasi.
f) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik
setinggi 1,5 m dari lantai.

9
d. Pintu/jendela :
a) Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal
120 cm.
b) Pintu dapat dibuka dari luar.
c) Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic
handle), penutup pintu otomatis (automatic door closer) dan
membuka ke arah tangga darurat/arah evakuasi dengan bahan
tahan api minimal 2 jam.
d) Ambang bawah jendela minimal 1 m dari lantai.
e) Khusus jendela yang berhubungan langsung keluar memakai
jeruji.
f) Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah
dibuka tetapi harus dapat menutup sendiri (dipasang penutup
pintu (door close)).
g) Khusus ruang radiologi, pintu terdiri dari dua daun pintu dan
dilapisi Pb minimal 2 mm atau setara dinding bata ketebalan
30 cm dilengkapi dengan lampu merah tanda bahaya radiasi
serta dilengkapi jendela kaca anti radiasi.

e. Plafond :
a) Rangka plafon kuat dan anti rayap.
b) Permukaan plafond berwarna terang, mudah dibersihkan tidak
menggunakan berbahan asbes.
c) Langit-langit dengan ketinggian minimal 2,8 m dari lantai.
d) Langit-langit menggunakan cat anti jamur.
e) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan)
lampu bedah dengan profil baja double INP 20 yang dipasang
sebelum pemasangan langit-langit.

10
f. Ventilasi :
a) Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi
udara yang cukup, luas minimum 15% dari luas lantai.
b) Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan,
untuk ruang operasi kombinasi antara fan, exhauster dan AC
harus dapat memberikan sirkulasi udara dengan tekanan
positif.
c) Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.

g. Atap :
a) Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lain.
b) Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus
menggunakan penangkal petir.

h. Sanitasi :
a) Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas
baik, utuh dan tidak cacat, serta mudah dibersihkan.
b) Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, berfungsi
dengan baik.
c) Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak
menimbulkan bau, dilengkapi desinfektan dan dilengkapi tisu
yang dapat dibuang (disposable tissues).
d) Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang
nyamuk dan mudah dibersihkan.
e) Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah
toilet dan kamar mandi 10:1.
f) Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya
dan kamar mandi 20:1.
g) Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir,
wastafel, closet, keluar dengan lancar dan jumlahnya cukup.

11
i. Air bersih :
a) Kapasitas reservoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit
(250-500 liter/tempat tidur).
b) Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau
sumur dalam (artesis).
c) Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi
setiap 6 bulan sekali.
d) Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai
sumber air dalam penanggulangan kebakaran.

j. Pemipaan (plumbing ):
a) Sistem pemipaan menggunakan kode warna : biru untuk
pemipaan air bersih dan merah untuk pemipaan kebakaran.
b) Pipa air bersih tidak boleh bersilangan dengan pipa air kotor.
c) Instalasi pemipaan tidak boleh berdekatan atau berdampingan
dengan instalasi listrik.

k. Saluran (drainase):
a) Saluran keliling bangunan drainage dari bahan yang kuat,
kedap air dan berkualitas baik dengan dasar mempunyai
kemiringan yang cukup ke arah aliran pembuangan.
b) Saluran air hujan tertutup telah dilengkapi bak kontrol dalam
jarak tertentu, dan ditiap sudut pertemuan, bak kontrol
dilengkapi penutup yang mudah di buka/ditutup memenuhi
syarat teknis, serta berfungsi dengan baik.

12
l. Jalur yang melandai/lereng (ramp):
a) Kemiringan rata-rata 10-15 derajat.
b) Ramp untuk evakuasi harus satu arah dengan lebar minimum
140 cm, khusus ramp koridor dapat dibuat dua arah dengan
lebar minimal 240 cm, kedua ramp tersebut dilengkapi
pegangan rambatan, kuat, ketinggian 80 cm.
c) Area awal dan akhir ramp harus bebas dan datar, mudah untuk
berputar, tidak licin.
d) Setiap ramp dilengkapi lampu penerangan darurat, khusus ramp
evakuasi dilengkapi dengan pressure fan untuk membuat
tekanan udara positif.

m. Tangga :
a) Lebar tangga minimum 120 cm jalan searah dan 160 cm jalan
dua arah.
b) Lebar injakan minimum 28 cm.
c) Tinggi injakan maksimum 21 cm.
d) Tidak berbentuk bulat/spiral.
e) Memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang seragam.
f) Memiliki kemiringan injakan < 90 derajat.
g) Dilengkapi pegangan, minimum pada salah satu sisinya.
Pegangan rambat mudah dipegang, ketinggian 6080 cm dari
lantai, bebas dari segala instalasi.
h) Tangga diluar bangunan dirancang ada penutup tidak kena air
hujan.

n. Jalur pejalan kaki (pedestrian track):


a) Tersedia jalur kursi roda dengan permukaan keras/stabil, kuat
dan tidak licin.
b) Hindari sambungan atau gundukan permukaan.
c) Kemiringan 7 derajat, setiap jarak 9 meter ada border.

13
d) Drainase searah jalur.
e) Ukuran minimum 120 cm (jalur searah), 160 (jalur 2 arah).
f) Tepi jalur pasang pengaman.

o. Area parkir :
a) Area parkir harus tertata dengan baik.
b) Mempunyai ruang bebas disekitarnya.
c) Untuk penyandang cacat disediakan ramp trotoar.
d) Diberi rambu penyandang cacat yang bisa membedakan untuk
mempermudah dan membedakan dengan fasilitas parkir bagi
umum.
e) Parkir dasar (basement) dilengkapi dengan exhauster yang
memadai untuk menghilangkan udara tercemar di dalam ruang
dasar (basement), dilengkapi petunjuk arah dan disediakan
tempat sampah yang memadai serta pemadam kebakaran.

p. Pemandangan (Landscape) : Jalan, Taman


a) Akses jalan harus lancar dengan rambu-rambu yang jelas.
b) Saluran pembuangan yang melewati jalan harus tertutup
dengan baik dan tidak menimbulkan bau.
c) Tanam-tanaman tertata dengan baik dan tidak menutupi
rambu-rambu yang ada.
d) Jalan dalam area Rumah Sakit pada kedua belah tepinya
dilengkapi dengan kansten dan dirawat.
e) Harus tersedia area untuk tempat berkumpul (public corner).
f) Pintu gerbang untuk masuk dan keluar berbeda dan dilengkapi
dengan gardu jaga.
g) Papan nama Rumah Sakit dibuat rapi, kuat, jelas atau mudah
dibaca untuk umum, terpampang di bagian depan Rumah
Sakit.

14
h) Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi memberikan
keindahan, kesejukan, kenyamanan bagi pengunjung maupun
pekerja dan pasien Rumah Sakit.

2. Standar teknis prasarana


a. Penyediaan listrik :
a) Untuk rumah sakit yang memiliki kapasitas daya listrik
tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah
memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV
(jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa rumah sakit
kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik 1 MVA (1000
KVA)
b) Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar
PUIL.
c) Untuk kamar bedah, ICU, ICCU menggunakan catu daya khusus
dengan sistem catu daya cadangan otomatis dua lapis (generator
dan UPS/Uninteruptable Power Supply).
d) Harus tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2 (sesuai kebutuhan)
terletak di gedung COT, ICU, ICCU, dan diberi pendingin
ruangan.
e) Kapasitas UPS disesuaikan dengan kebutuhan.
f) Kapasitas generator (Gen set) disediakan minimal 40% dari
daya terpasang dan dilengkapi AMF dan ATS system.
g) Grounding System harus terpisah antara grounding panel gedung
dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari
0,2 Ohm.

b. Instalasi penangkal petir :


Pengawasan instalasi penangkal petir sesuai dengan ketentuan
Permenaker No.2 tahun 1989.

15
c. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran :
a) Tersedia APAR sesuai dengan Norma Standar Pedoman dan
Manual (NSPM) kebakaran seperti yang diatur oleh Permenaker
No.4 tahun 1980
b) HIDRAN terpasang dan berfungsi dengan baik dan tersedia air
yang cukup, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
c) Tersedia alat penyemprot air (sprinkler) dengan jumlah yang
memenuhi kebutuhan luas area.
d) Tersedia koneksi siamese.
e) Tersedia pompa HIDRAN dengan generator cadangan.
f) Tersedia dan tercukupi air untuk pemadaman kebakaran.
g) Tersedia instalasi alarm kebakaran automatik sesuai dengan
Permenaker No.2 Tahun 1983.

d. Sistem komunikasi :
a) Tersedia saluran telepon internal dan eksternal dan berfungsi
dengan baik.
b) Tersedia saluran telepon khusus untuk keadaan darurat (untuk
UGD, sentral telepon dan posko tanggap darurat).
c) Instalasi kabel telah terpasang rapi, aman dan berfungsi dengan
baik.
d) Tersedia komunikasi lain (HT, paging sistem dan alarm) untuk
mendukung komunikasi tanggap darurat.
e) Tersedia sistem panggilan perawat (nurse call) yang terpasang
dan berfungsi dengan baik.
f) Tersedia sistem tata suara pusat (central sound system).
g) Tersedia peralatan pemantau keamanan/CCTV (Close circuit
television)

16
e. Gas medis :
a) Tersedianya gas medis dengan sistem sentral atau tabung.
b) Sentral gas medis dengan sistem jaringan dan outlet terpasang,
berfungsi dengan baik dilengkapi dengan ALARM untuk
menunjukkan kondisi sentral gas medis dalam keadaan rusak/
ketersediaan gas tidak cukup.
c) Tersedia pengisap (suction pump) pada jaringan sentral gas
medik.
d) Kapasitas central gas medis telah sesuai dengan kebutuhan.
e) Kelengkapan sentral gas berupa gas oxigen (O2), gas nitrous
oxida (NO2), gas tekan dan vacum.

f. Limbah cair :
Tersedianya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan
perizinannya.

g. Pengolahan limbah padat :


a) Tersedianya tempat/kontainer penampungan limbah sesuai
dengan kriteria limbah.
b) Tersedia incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan
berfungsi dengan baik.
c) Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup
dan berfungsi dengan baik.

17
3. Standar peralatan Rumah Sakit
a. Memiliki perizinan.
b. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas
Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang.
c. Tersertifikasi badan atau lembaga terkait.
d. Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
e. Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus
dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien
f. Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus
dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
g. Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara
berkala dan berkesinambungan.

18
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan


untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
2. Standar K3 perbekalan kesehatan di Rumah Sakit harus meliputi :
A. Standar Manajemen Rumah Sakit
1) Setiap bahan dan peralatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
di Rumah Sakit harus dilengkapi dengan Kebijakan tertulis tentang
pengelolaan K3RS yang mengacu minimal pada peraturan.
2) Pedoman dan standar prosedur operasional K3.
3) Perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4) Sistem komunikasi baik internal maupun eksternal.
5) Sertifikasi.
6) Program pemeliharaan.
7) Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, siap dan layak pakai.
8) Manual operasional yang jelas.
9) Sistem alarm, sistem pendeteksi api/kebakaran dan penyediaan alat
pemadam api/kebakaran.
10) Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan rambu penunjuk arah.
11) Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan
kesehatan.
12) Fasilitas penanganan limbah padat, cair dan gas.

19
B. Standar Teknis
1) Standar Teknis Sarana
a) Lokasi dan bangunan
b) Lantai
c) Dinding
d) Pintu/jendela
e) Plafond
f) Ventilasi
g) Atap
h) Sanitasi
i) Air bersih
j) Pemipaan (plumbing )
k) Saluran (drainase)
l) Jalur yang melandai/lereng (ramp)
m) Tangga
n) Jalur pejalan kaki (pedestrian track)
o) Area parkir
p) Pemandangan (Landscape) : Jalan, Taman

2) Standar Teknis Prasarana


a) Penyediaan listrik
b) Instalasi penangkal petir
c) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
d) Sistem komunikasi
e) Gas medis
f) Pengolahan limbah padat
g) Limbah cair

3) Standar Peralatan Rumah Sakit

20
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes 1087 Tahun 2010

UU No.1 Tahun 1970

UU No. 23 Tahun 1992

Permenkes 472 Tahun 1996

SK Menkes No. 352 Tahun 1953

PP No. 50 Tahun 2012

21

Anda mungkin juga menyukai