NIM:5192442003
Psikologi dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. keduanya berkesinambungan dan ada timbal
balik antara keduanya. pendidikan sendiri mempunyai mempunyai peran dalam pembimbingan
hidup seorng individu sejak ia lahir hingga di liang lahat.dan pendiikan sediri tidak berjalan
dengan semestinya tanpa diiringi dengan psikologi perkembangan.karena watak dan kepribadian
seseorang ditunjukkan oleh psikologinya.
Contohnya:
- memahami bentuk-bentuk gejala psikologis siswa (individu) secara umum dalam bentuk
tingkah laku dan sikap selama mengikuti proses pembelajaran atau belajar mengajar.
-memahami kemampuan dan potensi-potensi siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.
- memahami bagaimana seharusnya pelaksanaan proses belajar mengajar agar tercapai semua
tujuan pembelajaran secara efektif dan optimal.
-Membantu siswa mengembangkan berbagai jenis potensi dan kemampuan dalam bentuk proses
pembelajaran berbasis pengembangan siswa-siswi.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian
psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki
oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi,
perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang
dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan
pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan
terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem
pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical
conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-
teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing
masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang
signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang
melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas
prinsip dalam belajar, yakni :
-Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan Tujuan itu harus timbul dari
atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
-Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun
untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
-Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula
aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami.
Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis. Disamping mengejar tujuan
belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain. Belajar lebih berhasil,
apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi
harus didahului oleh pemahaman. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk
belajar.
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna
memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat
memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti
kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran
potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya
berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian
individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan
untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial
Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran
psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang
bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Contiguty berkaitan dengan kedekatan antara suatu peristiwia dengan peristiwa lainnya.
Seperti kedekatan antara stimulus-respon yang terjadi secara terus menerus akan menimbulkan
suatu keterkaitan yang menyebabkan timbulnya motivasi untuk melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan hubungan yang terjadi antara stimulus-respon. Reinforcement adalah faktor
penguat yang diberikan terhadap perilaku yang diinginkan. Reinforcement dapat dilakukan
melalui pujian, hadiah dan hal-hal penguat lainnya atau menunda sesuatu yang diinginkan
individu sebelum ia menunjukkan perilaku yang diharapkan ( negative reinforcement).
Punishment merupakan bentuk hukuman diberikan kepada individu apabila ia tidak melakukan
tindakan seperti yang diharapkan. Modeling merupakan contoh perilaku yang ditujukan agar
individu lain mencontoh perilaku tersebut.
Dari uraian di atas maka menurut paham behavioristik motivasi merupakan faktor
ekstemal yang perlu didesain untuk merubah perilaku individu sesuai dengan perilaku yang
diharapkan dengan jalan melakukan modifikasi perilaku yang diterapkan dengan mengaplikasi
konsekuensi dari perilaku yang ditampilkan individu seperti reinforcement dan punishment. Oleh
sebab itu, semua faktor yang berkaitan dengan hal tersebut perlu disediakan agar individu
termotivasi untuk melakukan kegiatan yang ditujukan pada perubahan perilaku yang diharapkan.
Di dalam pendidikan faktor-faktor tersebut, di antaranya, meliputi penciptaan iklim belajar yang
kondusif, penyediaan fasilitas belajar yang sesuai dengan kebutuhan, dan adanya guru yang
dapat dijadikan model dari perilaku yang diharapkan
Pertama sekali yang harus dilakukan ialah mengetahui dulu bagaimana gaya belajar pada
tiap-tiap siswa
Memutar film, menunjukkan gambar atau poster, dan juga menunjukkan peta ataupun
diagram. Dengan proses belajar mengajar seperti ini, kita bisa melihat para siswa yang
mempunyai kecenderungan belajar secara visual akan lebih tertarik dan antusias.
Setelah mengetahui gaya belajar siswa dan kecenderungan kecerdasan yang paling menonjol
dimiliki siswa, saatnya sebagai guru kita menyesuaikan dengan gaya belajar mereka.
1. Untuk pembelajar visual, di mana lebih banyak menyerap informasi melalui mata, hal-hal
yang bisa kita lakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar mereka adalah:
a. Biarkan mereka duduk di bangku paling depan, sehingga mereka bisa langsung melihat apa
yang dituliskan atau digambarkan guru di papan tulis.
c. Putarkan film, minta mereka untuk menuliskan poin-poin penting yang harus dihapalkan.
2. Untuk pembelajar auditori, di mana mereka lebih banyak menyerap informasi melalui
pendengaran, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar mereka
adalah:
e. Menggunakan rekaman.
g. Biarkan mereka menuliskan apa yang mereka pahami tentang satu mata pelajaran.
h. Belajar berkelompok.
3. Sedangkan untuk pembelajar kinestetik, di mana mereka lebih banyak menyerap informasi
melalui gerakan fisik, hal-hal yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan belajar
mereka adalah:
a. Perbanyak praktek lapangan (field trip).
d. Belajar tidak harus duduk secara formal, bisa dilakukan dengan duduk dalam posisi yang
nyaman, walaupun tidak biasa dilakukan oleh murid-murid yang lain.
Proses belajar itu dipengaruhi oleh kesiapan siswa yaitu dalam arti kondisi kesiapan
siswa dalam menerima pembelajaran yang akan diberikan.
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk proses yang terarah. Motivasi belajar adalah suatu
kondisi belajar untuk memprakarsai kegiatan belajar, mengatur arah kegiatan untuk memelihara
kesungguhan dalam belajar.
c) Prinsip persepsi
Sesorang cenderung percaya dengan bagaimana dia memahami situasi. Persepsi adalah
suatu interpertasi tentang suatu yang hidup, setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri
yang berbeda dari yang lain persepsi ini mempengaruhi perilaku individu.
d) Prinsip tujuan
Tujuan adalah sasaran khusus yang harus ditempuh oleh seseorang, tujuan harus
tergambar jelas oleh fikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses terjadinya sebuah
pengetahuan yang baru dia dapatkan.
Contohnya:
Siswa dituntut untuk memberikan perhatian yang mengarah pada pencapaian tujuan
belajar. Adanya tuntutan untuk sekaku memberikan perhatian ini, menyebabkan siswa harus
membangkitkan perhatianya kepada segala pesan yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi
isi pelajaran seringkali dalam bentuk suara, warna, bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang
berhubungan dengan panca indra. Denagn demikian siswa diharapkan bisa melatih indranya
untuk mengembangkan/meningkatkan minatnya yang dapat mempengaruhi motivasi.
-Keaktifan
Dalam proses belajar mengajar siswa dituntut untuk selalu aktif dalam proses
pembelajaran. Untuk memperoleh pembelajaran yang efektif perilaku mencari-cari informasi itu
sangatlah penting dan dibutuhkan. Implikasi prinsip keaktifan siswa lebih menuntut pada
keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
-Keterlibatan langsung
Implikasi dari prinsip ini dituntut bagi para siswa agar tidak segan-segan mengerjakan
tugas belajar yang diberikan kepadanya. Dengan keterlibatan secara langsung ini maka secara
otomatis akan membuat mereka memperoleh pengalaman atau berprngalaman.
-Pengulangan
-Tantangan
Implikasi prinsip tantangan, yaitu tuntutan yang ada pada dirinya bahwa dia harus
memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan yang dihadapinya. Bentuk-
bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari prinsip tantangan yaitu meklakukan
eksperimen atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
-Perbedaan individual
Implikasi adanya perbedaan individual yaitu, pada umumnya perbedaan individual siswa
itu dapat berupa perilaku fisik maupun psikis., semua ini dapat dilihat dalam setiap kegiatan atau
perilaku dari siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
HukumLatihan(Law oF Exercise)
-The Law Of Use, yaitu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus
dan respon akan menjadi kuat bila sering digunakan. Dengan kata lain bahwa hubungan antara
stimulus dan respon itu akan menjadi kuat semata-mata karena adanya latihan.
-The Law of Disuse, yaitu suatu hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara
stimulus dan respon akan menjadi lemah bila tidak ada latihan.
Prinsip ini menunjukkan bahwa ulangan merupakan hak yang pertama dalam belajar. Makin
sering suatu pelajaran yang diulang makin mantaplah bahan pelajaran tersebut dalam diri siswa.
Pada prakteknya tentu diperlukan berbagai variasi, bukan ulangan sembarang ulangan. Dan
pengaturan waktu distribusi frekuensi ulangan dapat menentukan hasil belajar.
IMPLEMENTASINYA
a) Koneksi antara stimulus dan respons akan menguat apabila keduanya digunakan. Dengan kata
lain, melatih koneksi (hubungan) antara situasi yang menstimulasi dengan suatu respons akan
memperkuat koneksi di antara keduanya. Bagian dari hukum ini dinamakan penggunaan (law of
use).
b) Koneksi antara situasi dan respons akan melemahkan manakala praktik hubungan dihentikan
atau jika ikatan neural tidak dipakai. Hukum dari latihan ini dinamakan hukum ketidakgunaan.
suatu tindakan/perbuatan yang menghasilkan rasa puas (menyenangkan) akan cenderung diulang,
sebaliknya suatu tindakan (perbuatan) menghasilkan rasa tidak puas (tidak menyenangkan)
akancenderungtidakdiulanglagi. Hal inimenunjukkan bagaimana pengaruh hasil perbuatan bagi
perbuatan itu sendiri.
Dalam pendidikan, hukum ini diaplikasikan dalam bentuk hadiah dan hukuman. Hadiah
menyebabkan orang cenderung ingin melakukan lagi perbuatan yang menghasilkan hadiah tadi,
sebaliknya hukuman cenderung menyebabkan seseorang menghentikan perbuatan, atau tidak
mengulangi perbuatan.
Hukum ini menjelaskan tentang kesiapan individu dalam melakukan sesuatu. Yang dimaksud
dengan kesiapan adalah kecenderungan untuk bertindak. Agar proses belajar mencapai hasil
yang sebaik-baiknya, maka diperlukan adanya kesiapan organisme yang bersangkutan untuk
melakukan belajar tersebut.
Bila pada organisme adanya kesiapan untuk bertindak atau berprilaku, dan bila organisme itu
dapat melakukan kesiapan tersebut, maka organisme akan mengalami kepuasan.
Bila pada organisme ada kesiapan organisme untuk bertindak atau berperilaku, dan organisme
tersebut tidak dapat melaksanakan kesiapan tersebut , maka organisme akan mengalami
kekecewaan.
Bila pada organisme tidak ada persiapan untuk bertindak dan organisme itu dipaksa untuk
melakukannya maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Di samping hukum-hukum belajar seperti yang telah dikemukakan di atas, konsep penting dari
teori belajar koneksionisme Thorndike adalah yang dinamakan Transfer of Training. Konsep ini
menjelaskan bahwa apa yang pernah dipelajari oleh anak sekarang harus dapat digunakan untuk
hal lain di masa yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran konsep transfer of training
merupakan hal yang sangat penting, sebab seandainya konsep ini tidak ada, maka apa yang akan
dipelajarai tidak akan bermakna.
Oleh karena itu, apa yang dipelajari oleh siswa di sekolah harus berguna dan dapat dipergunakan
di luar sekolah. Misalnya, anak belajar membaca, maka keterampilan membaca dapat digunakan
untuk membaca apapun di luar sekolah, walaupun di sekolah tidak diajarkan bagaimana
membaca koran, tapi karena huruf-huruf yang diajarkan di sekolah sama dengan huruf yang ada
dalam koran, maka keterampilan membaca di sekolah dapat ditransfer untuk membaca koran,
untuk membaca majalah, atau membaca apapun.