1. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.
2. Kultur jaringan didasari oleh Teori totipotensi sel, yaitu setiap sel tanaman memiliki
kapasitas untuk beregenerasi membentuk tanaman secara utuh
Menghasilkan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak dari strain yang
telah terseleksi dan cepat
Jumlah Kebun bibit yang terbatas
Kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin
Penyediaan bibit dilakukan in vitro sehingga dapat dilakukan secara kontinu tidak
tergantung pada kondisi alam
Tidak bergantung pada musim sehingga dapat digunakan sepanjang waktu
4. Pluripotensi dari kata latin “pluris” berarti “lebih” atau “banyak”. yang didefinisikan
sebagai kemampuan dan potensi untuk bervariasi dan berdiferensiasi menjadi tiga
lapisan, yaitu endoderm, mesoderm, dan ektoderm.
9. Teknik kultur jaringan tanaman kini dimanfaatkan secara luas untuk perbanyakan
berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman hortikultura (sayuran, buah, tanaman
hias) serta pada tanaman keras (tanaman industri dan kehutanan). Sedangkan pada skala
laboratorium untuk keperluan penelitian mencakup berbagai spesies tanaman, antara lain
Mawar, Bugenvil, Sansivera, Puring, Anyelir, Gerbera, Melon, Begonia, African violet,
Gladiol, dan masih banyak lagi. Di Indonesia, teknik kultur jaringan sudah dilakukan
dalam skala komersial pada beberapa tanaman yaitu Berbagai jenis Anggrek, Pisang
Cavendish, Pisang Abaca, Krisan, Jati, Anthurium, dan Tebu.
10. pH medium sangat mempengaruhi penyerapan bahan oleh jaringan dalam kultur,
kelarutan garam dan efisiensi pembentuk gel agar-agar. PH biasanya ditetapkan pada
5,8.sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8.
Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH atau HCL pada
waktu semua komponen sudah dicampurkanpH tersebut harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma
11. Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah :
Pembuatan Media Kultur
Media merupakan faktor penting dalam pembuatan kultur jaringan. Komposisi yang
digunakan media sangatlah bervariasi, tergantung dari jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain
untuk membantu pertumbuhan tumbuhan. Hormon tumbuhan yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur
jaringan yang dilakukan.
Inisiasi
Inisiasi merupakan suatu proses pengambilan eksplan dari bagian pada tanaman yang
akan dikultur. Sumber eksplan yang harus memenuhi kriteria seperti jelas jenisnya,
varietas, bebas dari hama dan penyakit, spesies. Salah satu bagian tanaman yang sering
digunakan adalah tunas. Setelah eksplannya sudah dipersiapkan, eksplan tersebut akan
dikultur dengan harapan dapat menginisasi pertumbuhan baru sehingga dapat
memungkinkan pemilihan salah satu bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat
guna perbanyakan tanaman ke tahap yang berikutnya.
Sterilisasi
Sterilisasi sangat penting dalam kultur jaringan. Setiap proses yang dilakukan harus di
tempat yang steril, yakni di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang steril.
Peralatan yang akan digunakan biasanya lebih dulu disterilisasi dengan
menyemprotkan etanol. Selain itu, orang yang melakukan teknik kultur juga harus
dalam keadaan steril.
Multiplikasi
Kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami
eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah tahap untuk memindahkan eksplan dari awalanya di lingkungan
in vitro ke lingkungan luar. Aklimatisasi harus dilakukan secara hati-hati dan juga
bertahap, yaitu dengan cara memberikan sungkup. Sungkup tersebut kemudian akan
dilepaskan apabila tanaman baru yang sudah berhasil kultur sudah mampu untuk
berdaptasi dengan lingkungan luar tersebut.
12. Jenis teknik kultur jaringan tersebut di antaranya sebagai berikut (Hendaryono dan
Wijayani, 1994: 29).
14. Berdasarkan wujud zat dari media itu sendiri, media dapat terbagi menjadi tiga, yaitu
padat, semi cair, dan cair.
Media Padat
Media yang dipadatkan dengan dilakukan penambahan agar-agar sehingga
eksplan sukar berpindah tempat. Kelebihan dari media ini adalah perkembangan
eksplan mudah diamati.
Media semi cair
Media ini merupakan media cair dengan penambahan bahan pemadat berupa agar-
agar dengan kadar setengah atau sepertiga dari kadar pada media padat. Media ini
jarang digunakan karena sulit untuk mengatur letak eksplan dan mengamati
perkembangannya.
Media Cair
Pada media ini, penambahan agar-agar tidak dilakukan sehingga perlu dibantu
dengan menggunakan alat agitasi,yaitu shaker
2. Berdasarkan morfologi sel, terdapat dua metode utama yang digunakan untuk
mengkultur sel pada laboratorium, yaitu: Hal ini dibedakan berdasarkan bentuk dan
penampilannya, karena cara sel tumbuh akan memengaruhi cara bentuknya.
Kultur adheren
sel yang berkembang dalam media kultur sel dengan menempel pada bagian bawah labu
kultur jaringan..Contoh kultur sel adheren
Sel fibroblast . Fibroblas merupakan sel yang banyak didapat pada jaringan ikat
terutama pada kulit
Sel epitel. Jaringan epitel yang melapisi permukaan tubuh atau lapisan luar tubuh
dinamakan epitelium. Sedangkan jaringan epitel yang membatasi rongga tubuh
dinamakan mesotelium, misalnya perikardium, pleura, dan peritoneum .
pembuluh darah, pembuluh limfa, paru-paru, alveoli, dan selaput perut. Rongga
mulut, esofagus, laring, vagina, saluran anus, dan rongga hidung. usus, dinding
lambung, kantong empedu, saluran rahim, saluran pencernaan, dan saluran
pernafasan bagian atas. permukaan ovarium, nefron, ginjal, dan lensa mata. folikel
ovarium, testis, kelenjar keringat, dan kelenjar ludah. pada organ saluran
pernafasan, ureter, dan kandung kemih.
Sel paru-paru termasuk sel adherent, disebabkan sebagian besar sel dari vertebrata
adalah sel yang cenderung akan melekat satu sama lain dan harus dikultur pada substrat
yang secara khusus diperlakukan untuk terjadinya adhesi sel dan penyebaran sel.
Kultur suspense
Sel non-adherent adalah sel yang dapat dikultur tanpa harus menempel pada suatu media
artinya sel dapat dikultur dalam keadaan mengambang di media yang cair.
Perbedaan kultur
5. Biosafety
Biosafety merupakan penerapan dari berbagai ilmu, metode, dan penggunaan peralatan
untuk mencegah eksposur dari mikrob-mikrob yang memiliki potensial berbahaya
(biohazard). Pencegahan dilakukan untuk menghindari eksposur tersebut dalam tingkat
pribadi, laboratorium, dan lingkungan. Biosafety juga mendefinisikan kondisi
penyimpanan yang aman dimana mikrob berbahaya dapat dianalisis, dipelajari, dan
dimanipulasi dengan aman. Tujuan dari biosafety adalah untuk mengurangi potensial
berbahaya infeksi terhadap laboran, orang-orang di luar laboratorium, dan juga di
lingkungan sekitarnya
1. BSL-1
Pada tingkat pertama, mikrob yang ada di dalam lab tidak menyebabkan penyakit secara
konsisten dalam manusia dewasa yang sehat. Potensial membahayakan bagi pekerja lab
dan lingkungan sekitarnya. Contoh mikrob: serabut non-patogen dari E. coli.
- Kegiatan Laboratorium: prosedur mikrobiologi standar diikuti, percobaan dapat
dilakukan di meja lab terbuka.
- Peralatan keamanan: Peralatan kemanan pribadi seperti jas lab, sarung tangan, dll.,
digunakan.
- Konstruksi fasilitas: wastafel diperlukan untuk mencuci tangan, dan laboratorium wajib
memiliki pintu untuk membagi ruangan.
2. BSL-2
Mikroba yang terdapat di dalam lab dapat membahayakan laboran dan lingkungan secara
moderat. Mikrob juga merupakan spesies pribumi dengan lab. Contoh: Staphylococcus
aureus
- Kegiatan Laboratorium: Akses untuk masuk ke dalam lab dihentikan selama percobaan
dilakukan
- Peralatan keamanan: PPE (Personal Protective Equipment) dikenakan. Pelinding muka
dan mata juga digunakan jika dibutuhkan. Semua prosedur yang dapat mengakibatkan
infeksi dilakukan dengan BSC (Biological Safety Cabinet).
- Konstruksi fasilitas: Laboratorium memiliki pintu otomatis, wastafel dan pencuci mata
disiapkan.
3. BSL-3
Mikrob yang terdapat dalam lab BSL-3 dapat pribumi ataupuan eksotis, dan dapat
menyebabkan penyakit yang mematikan melalui pernapasan. Contoh: Mycobacterium
tuberculosis.
- Kegiatan laboratorium: Laboran diperhatikan secara intensif kesehatannya, dan
mungkin menerima medikasi imunisasi dari mikrob yang mereka kerjakan. Akses masuk
laboratorium juga dibatasi dan diawasi setiap saat.
- Peralatan keamanan: PPE dan respirator dibutuhkan, dan semua kerjaan dengan mikrob
harus dikerjakan dengan BSC yang sesuai.
- Konstruksi fasilitas: Pintu masuk ke dalam lab berlapis dua yang dapat membuka dan
mengunci secara otomatis. Aliran udara dari dalam lab tidak boleh dialirkan kembali ke
dalam lab, namun harus menarik udara bersih ke dalam area yang mungkin
terkontaminasi. Wastafel dan pencuci mata otomatis harus siap di pintu keluar.
BSL-4
Mikrob di dalam lab BSL-4 berbahaya dan eksotis serta memiliki potensi infeksi
membahayakan melalui aerosol. Infeksi yang disebabkan mikroba ini sering
menyebabkan kematian dan tidak ada obat atau vaksin untuk mencegahnya. Contoh:
Ebola dan Virus Marburg.
- Kegiatan laboratorium: Pakaian diganti sebelum masuk ke dalam lab, keluar dari lab
wajib mandi, dan semua equipment di dekontaminasi sebelum keluar lab.
- Peralatan keamanan: Semua percobaan digunakan dengan Class III BSC, atau dengan
menggunakan pelindung badan dengan supply udara, dan positive-pressure unit.
- Konstruksi fasilitas: Lab diletakkan dalam zona yang dibatasi aksesnya, atau merupakan
gedung tersendiri. Gedung lab wajib memiliki cadangan dan aliran udara, daerah vakum,
dan sistem-sistem dekontaminasi.
6. Hemasitometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk memperkirakan jumlah sel
darah yang diukur dalam volume darah tertentu secara kuantitatif (Farlex, 2012).
Hemasitometer terdiri atas kamar hitung, kaca penutup, dan dua macam pipet.Umumnya,
jenis kamar hitung yang dipakai adalah yang memakai garis bagi “Improve Neubauer”.
Kamar hitung hemasitometer ini memiliki 9 persegi dengan masing-masing memiliki
luasan 1mm2 dan kedalaman 0,1 mm. Bagian tengah dari area hitung terdiri atas 25
persegi besar dan tiap persegi memiliki 16 persegi kecil.
Langkah “
Hitung 4 kotak sudut dan hitung rata-rata. Setiap kotak besar hemocytometer, dengan
penutup slip di tempat, mewakili total volume 0,1 mm3 (1,0mm X 1.0mm X 0,1mm) atau
10-4 cm3.Karena 1 cm3 setara dengan sekitar 1 ml, jumlah total sel per ml akan
ditentukan dengan menggunakan perhitungan berikut:
● %Cell Viability = [Total Viable cells (Unstained) / Total cells (Viable +Dead)] X 100.
● Viable Cells/ml = Average viable cell count per square x Dilution Factor x 104/
● Average viable cell count per square = Total number of viable cells in 4 squares / 4
● Dilution Factor = Total Volume (Volume of sample + Volume of diluting liquid) /
Volume of
sample.
● Total viable cells/Sample = Viable Cells/ml x The original volume of fluid from which
the
cell sample was removed.
● Volume of media needed = (Number of cells needed/Total number of viable cells) x
1000.
7. Uji dosis/ Uji toksisitas
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi
dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji.
Uji Invitro
Uji toksisitas in vitro adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu
bahan yang di uji menggunakan media biakan bahan biologi tertentu yang
merupakan subjek dari pengujian.
o LC50 (Median Lethal Concentration)
yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari
organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada
suatu waktu pengamatan tertentu
Uji invivo
uji toksisitas yang dilakukan pada hewan coba, dengan tujuan untuk menentukan
tingkat ketoksikan suatu zat/bahan terhadap perubahan fungsi fisiologis maupun
perubahan yang bersifat patologis pada organ vital dalam kurun waktu tertentu.