Anda di halaman 1dari 12

Pemicu 1 ( kultur jaringan )

1. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.

2. Kultur jaringan didasari oleh Teori totipotensi sel, yaitu setiap sel tanaman memiliki
kapasitas untuk beregenerasi membentuk tanaman secara utuh

3. Keuntungan teknik kultur jaringan

 Menghasilkan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak dari strain yang
telah terseleksi dan cepat
 Jumlah Kebun bibit yang terbatas
 Kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin
 Penyediaan bibit dilakukan in vitro sehingga dapat dilakukan secara kontinu tidak
tergantung pada kondisi alam
 Tidak bergantung pada musim sehingga dapat digunakan sepanjang waktu

4. Pluripotensi dari kata latin “pluris” berarti “lebih” atau “banyak”. yang didefinisikan
sebagai kemampuan dan potensi untuk bervariasi dan berdiferensiasi menjadi tiga
lapisan, yaitu endoderm, mesoderm, dan ektoderm.

5. Plasticity kemampuan tanaman mengikuti jalur diferensiasi dalam menanggapi


lingkungan atau fase kehidupan, untuk membentuk berbagai macam struktur.

6. Syarat Kultur Jaringan

 Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus.


 Penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara
yang baik terutama untuk kultur cair.
 Pilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian
meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan
sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan,
yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur
dan dormansi.
 Bentuk sel tumbuhan
 Fibroblastic
Bentuk fibroblastic yang mana selnya bipolar atau multipolar, memiliki
bentuk memanjang, dan tumbuh dengan menempel pada substrat.
 Epithel-like
Kedua seperti epitel, berbentuk poligonal dengan dimensi teratur, dan
tumbuh dengan menempel pada substrat dalam bentuk yang terpisah-pisah
seperti epitel.
 Epithel-like
Kedua seperti epitel, berbentuk poligonal dengan dimensi teratur, dan
tumbuh dengan menempel pada substrat dalam bentuk yang terpisah-pisah
seperti epitel.

7. Persyaratan bagian tanaman sebagai bahan eksplan


 Bagian tanaman yang dapat dijadikan eksplan adalah ujung akar, pucuk, daun,
bunga, buah muda, dan tepung sari.
 Faktor yng dimiliki eksplan, yaitu ukuran, umur fisiolgis,sumber genotip, dan
sterilitas eksplan
 Ukuran eksplan yang terlalu kecil mempunysi daya tahan kurang dibandingkan
dengan ukuran eksplan yang lebih besar
 Umur fisiologis eksplan berpengaruh terhadap kemampuan untuk beregenerasi
 Bagian tanaman yang akan dikulturkan harus mempertibangkan factor
kemudahan beregenerasi dan tingkat kontaminasi

8. Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut :


• Air distilata (akuades) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
• Komponen anorganik
Dibedakan Menjadi 2, yaitu
 Makronutrien nutrisi yang dibutuhkan tumbuhan dalam jumlah yang relatif
besar.
 Nitrogen memiliki fungsi utama sebagai bahan sintetis klorofil, protein,
dan asam amino.
 Fosfor merupakan komponen penyusun dari beberapa enzim, protein,
ATP, RNA, dan DNA.
 Kalium diperlukan untuk pembelahan sel normal, dan sintesis protein dan
klorofil.
 Magnesium adalah aktivator yang berperan dalam transportasi energi
beberapa enzim di dalam tanaman
 Belerang dibutuhkan dalam pembentukan asam amino
 Kalsium terlibat dalam regulasi respon hormon
 Mikronutrien nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit,
Boron
Tembaga
Seng
Besi

• Komponen orgnaik, yaitu


 Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy.
Sumber karbon yang terdapat digunakan dalam media kultur adalah sukrosa,
maltosa, glukosa, dan fruktosa. Sukrosa yang paling sering digunakan
 Vitamin, asam amino dan bahan organic lain.
Vitamin B1( Thiamin ) ,Vitamin C, Vitamin B3 ( Niotinic acid), Vitamin B6
(pyridoxine) adalah vitamin yang sering digunakan.
• Zat pengatur tumbuh.
 Auksin
Fungsi hormon auksin pada tumbuhan adalah merangsang pemanjangan sel
pada daerah titik tumbuh, pembentukan akar
 Sitokinin
Sitokinin, adalah kelompok hormon yang mempunyai fungsi utama
mensupport pertumbuhan tunas.
 Giberelin
Giberelin, adalah kelompok hormon yang mempunyai fungsi pembungaan dan
pembuahan.
 Etilen
Etilen adalah kelompok hormone yang berperan mempercepat dalam
pematangan suatu buah
• Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan.
• Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.
 Dalam media kuktur cair , jaringan akan tenggelam dan mati karena kondisi
anaerob. Untuk menghindari masalah ini, medium memerlukan agen
pembentuk gel yang cocok.
 Pengunaan agen gel untuk membuat medium berisfat solid disebabkan sifat
yang dimilikin oleh agen gel, yaitu
a. Tidak aktif
b. Terhadap sterilisasi autoclaving
c. Menjadi cair saat panas sehingga
 Bahan-bahan yang menjadi Gelling Agent , yaitu agar, agarose, gellan gum,
dan isubgol.

9. Teknik kultur jaringan tanaman kini dimanfaatkan secara luas untuk perbanyakan
berbagai macam jenis tanaman, baik pada tanaman hortikultura (sayuran, buah, tanaman
hias) serta pada tanaman keras (tanaman industri dan kehutanan). Sedangkan pada skala
laboratorium untuk keperluan penelitian mencakup berbagai spesies tanaman, antara lain
Mawar, Bugenvil, Sansivera, Puring, Anyelir, Gerbera, Melon, Begonia, African violet,
Gladiol, dan masih banyak lagi. Di Indonesia, teknik kultur jaringan sudah dilakukan
dalam skala komersial pada beberapa tanaman yaitu Berbagai jenis Anggrek, Pisang
Cavendish, Pisang Abaca, Krisan, Jati, Anthurium, dan Tebu.

10. pH medium sangat mempengaruhi penyerapan bahan oleh jaringan dalam kultur,
kelarutan garam dan efisiensi pembentuk gel agar-agar. PH biasanya ditetapkan pada
5,8.sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8.
Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH atau HCL pada
waktu semua komponen sudah dicampurkanpH tersebut harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma

11. Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
adalah :
 Pembuatan Media Kultur
Media merupakan faktor penting dalam pembuatan kultur jaringan. Komposisi yang
digunakan media sangatlah bervariasi, tergantung dari jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain
untuk membantu pertumbuhan tumbuhan. Hormon tumbuhan yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur
jaringan yang dilakukan.

 Inisiasi
Inisiasi merupakan suatu proses pengambilan eksplan dari bagian pada tanaman yang
akan dikultur. Sumber eksplan yang harus memenuhi kriteria seperti jelas jenisnya,
varietas, bebas dari hama dan penyakit, spesies. Salah satu bagian tanaman yang sering
digunakan adalah tunas. Setelah eksplannya sudah dipersiapkan, eksplan tersebut akan
dikultur dengan harapan dapat menginisasi pertumbuhan baru sehingga dapat
memungkinkan pemilihan salah satu bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat
guna perbanyakan tanaman ke tahap yang berikutnya.

 Sterilisasi
Sterilisasi sangat penting dalam kultur jaringan. Setiap proses yang dilakukan harus di
tempat yang steril, yakni di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang steril.
Peralatan yang akan digunakan biasanya lebih dulu disterilisasi dengan
menyemprotkan etanol. Selain itu, orang yang melakukan teknik kultur juga harus
dalam keadaan steril.

 Multiplikasi
Kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang
menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami
eksplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.

 Pemanjangan Tunas, Induksi dan Perkembangan Akar


Tunas-tunas yang dihasilkan pada saat multiplikasi dipindahkan dari media in-vitro
yang bersifat steril ke lingkungan luar untuk proses pemanjangan tunas. Setelah
tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas maupun
pengakaran dapat dilakukan dengan sekaligus ataupun dengan tahap satu persatu.
Keberhasilan tahap ini ditentukan oleh mutu yang dihasilkan pada proses sebelumnya.

 Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah tahap untuk memindahkan eksplan dari awalanya di lingkungan
in vitro ke lingkungan luar. Aklimatisasi harus dilakukan secara hati-hati dan juga
bertahap, yaitu dengan cara memberikan sungkup. Sungkup tersebut kemudian akan
dilepaskan apabila tanaman baru yang sudah berhasil kultur sudah mampu untuk
berdaptasi dengan lingkungan luar tersebut.

12. Jenis teknik kultur jaringan tersebut di antaranya sebagai berikut (Hendaryono dan
Wijayani, 1994: 29).

 Meristem culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan


(bagian tanaman) dari jaringan muda atau meristem.
 Pollen atau anther culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan
eksplan dari serbuk sari atau benang sari.
 Protoplast culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan
dari protoplasma (sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya).
 Chloroplast culture, yaitu teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan
kloroplas untuk keperluan memperbaiki sifat tanaman dengan membuat
varietas baru.
 Somatic cross atau silangan protoplasma, yaitu penyilangan dua macam
protoplasma menjadi satu, kemudian dibudidayakan hingga menjadi tanaman
yang mempunyai sifat baru.

13. Skala kultur jaringan, dibedakan menjadi 3


Proses kultur mikroalga dapat dilakukan melalui tiga tahap meliputi kultur laboratorium
semi-massal (intermediate), dan kultur massal.
● Kultur laboratorium adalah kultur mikroalga mulai dari agar, test tube, Erlenmeyer, dan
carboy.
● Tahapan selanjutnya adalah kultur semi massal atau intermediate yaitu kultur pada bak
100 liter dan Kultur conicel 500 liter – 1 ton.
● Kultur massal merupakan kultur didapatkan dari kultur bertingkat sejak dari agar, test
tube, Erlenmeyer, carboy dan intermediate. Kultur massal dilakukan pada bak atau kolam
ukuran 4-5 ton (BPBAP Situbondo, 2014).

14. Berdasarkan wujud zat dari media itu sendiri, media dapat terbagi menjadi tiga, yaitu
padat, semi cair, dan cair.
 Media Padat
Media yang dipadatkan dengan dilakukan penambahan agar-agar sehingga
eksplan sukar berpindah tempat. Kelebihan dari media ini adalah perkembangan
eksplan mudah diamati.
 Media semi cair
Media ini merupakan media cair dengan penambahan bahan pemadat berupa agar-
agar dengan kadar setengah atau sepertiga dari kadar pada media padat. Media ini
jarang digunakan karena sulit untuk mengatur letak eksplan dan mengamati
perkembangannya.
 Media Cair
Pada media ini, penambahan agar-agar tidak dilakukan sehingga perlu dibantu
dengan menggunakan alat agitasi,yaitu shaker

Pemicu 2 ( Kultur sel hewan )


1. Kultur sel merupakan proses penghilangan atau perpindahan sel dari manusia, hewan,
atau tanaman ke dalam medium terkontrol yang sesuai untuk menumbuhkan sel tersebut

2. Berdasarkan morfologi sel, terdapat dua metode utama yang digunakan untuk
mengkultur sel pada laboratorium, yaitu: Hal ini dibedakan berdasarkan bentuk dan
penampilannya, karena cara sel tumbuh akan memengaruhi cara bentuknya.
 Kultur adheren
sel yang berkembang dalam media kultur sel dengan menempel pada bagian bawah labu
kultur jaringan..Contoh kultur sel adheren
 Sel fibroblast . Fibroblas merupakan sel yang banyak didapat pada jaringan ikat
terutama pada kulit
 Sel epitel. Jaringan epitel yang melapisi permukaan tubuh atau lapisan luar tubuh
dinamakan epitelium. Sedangkan jaringan epitel yang membatasi rongga tubuh
dinamakan mesotelium, misalnya perikardium, pleura, dan peritoneum .
pembuluh darah, pembuluh limfa, paru-paru, alveoli, dan selaput perut. Rongga
mulut, esofagus, laring, vagina, saluran anus, dan rongga hidung. usus, dinding
lambung, kantong empedu, saluran rahim, saluran pencernaan, dan saluran
pernafasan bagian atas. permukaan ovarium, nefron, ginjal, dan lensa mata. folikel
ovarium, testis, kelenjar keringat, dan kelenjar ludah. pada organ saluran
pernafasan, ureter, dan kandung kemih.

Sel paru-paru termasuk sel adherent, disebabkan sebagian besar sel dari vertebrata
adalah sel yang cenderung akan melekat satu sama lain dan harus dikultur pada substrat
yang secara khusus diperlakukan untuk terjadinya adhesi sel dan penyebaran sel.
 Kultur suspense
Sel non-adherent adalah sel yang dapat dikultur tanpa harus menempel pada suatu media
artinya sel dapat dikultur dalam keadaan mengambang di media yang cair.

Perbedaan kultur

Sel adheren Sel non adheren


Sel adheren biasanya dipisahkan secara Sel adheren biasanya tidak dipisahkan
enzimatis Menggunakan sejenis larutan secara enzimatis atau secara mekanis.
enzimatik yang dapat memotong atau
mencerna adhesi yang digunakan oleh sel
untuk menempel pada bagian, contohnya
tripsin. atau secara mekanis
(Pengangkatan sel secara fisik dengan
pengikisan sel secara hati-hati
menggunakan spatula atau pengikis
daribawah labu..)
Pada kultur sel Adheren biasanya teknik Cocok untuk sel yang bisa beradaptasi
kultur ini sesuai untuk sebagian besar dengan kultur sel suspensi dan juga
jenis sel, termasuk kultur primer. beberapa sel yang pada dasarnya non
adesif (contoh: hematopoietic).
Dalam sitologi dan penelitian, teknik ini Digunakan untuk produksi protein massal,
sering digunakan, karena bisa memanen panen batch, dan banyak penelitian
produk secara terus menerus.
Kultur sel Adheren ini dalam Pertumbuhan dibatasi oleh konsentrasi sel
pengadaanya hanya tumbuh secara sedikit dalam medium, yang memungkinkan
pada area permukaan, sehingga yields scaling-up dengan mudah
yang dihasilkan juga jadi terbatas.
Kultur ini harus dihantarkan secara Membutuhkan jumlah sel harian dan
berkala (periodic passaging) tetapi akan penentuan viabilitas untuk mengikuti pola
lebih mudah untuk dilakukan pengecekan Lebih mudah untuk di-passage, tetapi
pertumbuhan secara visual dengan pertumbuhan dari sel yang dikultur;
mikroskop inverted/terbalik. berikutnya, kultur ini dapat diencerkan
untuk merangsang pertumbuhan.

3. Media kultur sel hewan


 meliputi pH, tekanan, sumber energi dan sumber karbon, asam amino, vitamin,
mineral dan air.
 Media dasar tersusun: asam amino, asam lemak, glukosa, ion, vitamin dan ko-
faktor ,dll. Misalnya:
 Serum
 Aditif : antibiotik penisilin dan steptomycin , antifungi: fungizone 0,5%,
dan Mercapto Ethanol
 Sistem penyangga : sodium bikarbonat
 Berdasarkan asalnya, dibagi menjadi 2, yaitu:
 Media alami, yaitu media yang berasal dari cairan jaringan embrio dan
medium plasma darah
 Media sintetik, yaitu media yang dibuat secara kimia, misalnya: MEM,
RPMI
Opsi untuk media kultur jaringan hewan sebagai berikut.
a. Basal Media
Kebanyakan cell lines tumbuh dengan baik dalam basal media yang memiliki kandungan
asam amino, vitamin, garam anorganik, dan sumber
karbon seperti glukosa. Formulasi media basal harus didukung dengan keberadaan serum.
b. Reduced-Serum Media
Untuk mengurangi efek samping yang disebabkan dari penggunaan serum seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya maka dalam media ini penggunaan serum dikurangi dan
digantikan dengan banyak nutrien dan animal-derived factors.
c. Serum-Free Media
Untuk menghindari efek samping penggunaan serum dalam media maka media kultur
diformulasi dengan komponen yang tepat. Media ini dapat digunakan untuk banyak kultur
primer dan cell line. Salah satu keuntungan media ini adalah kemampuan untuk membuat
media menjadi selektif untuk tipe sel tertentu dengann memilih kombinasi growth factor
yang tepat. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan Serum-Free Media.
4. Teknik kultur sel hewan
Berdasarkan tempat yang digunakan untuk kultur sel atau jaringan hewan terdapat 3
teknik kultur jaringan yaitu:
● Slide Culture adalah yaitu menumbuhkan kultur sel pada gelas obyek cekung.
Adapun cara pembuatan slide culture ini sebagai berikut:
1. Medium lempeng CA atau PDA dipotong-potong dengan bentuk persegi dengan
panjang sisi 1x1 cm, menggunakan scalpel steril
2. Potongan medium diletakkan di atas kaca benda steril, dalam cawan petri steril
3. Biakan kapang dari isolat-isolat terpilih diinokulasikan di atas potongan medium dan
kemudian ditutup dengan kaca penutup steril. Sediaan diletakkan pada suatu pipa kaca
penyangga dalam cawan petri steril, yang sebelumnya telah diberi alas kertas tissue yang
dibasahi dengan aquades steril. Semua biakan diinkubasikan dalam suhu 25 C selama 2-3
x 24 jam.
4. Setelah alat perkembangbiakan diketahui telah tumbuh, kaca penutup dilepaskan dan
kemudian diberi 1 tetes alkohol 95%. Pada kaca benda yang masih bersih diberi 1 tetes
lactofenol atau lactofenol cotton blue untuk kapang yang berwarna pucat, kemudian kaca
penutup ditutup pada kaca benda tersebut.
5. Sediaan diamati di bawah mikroskop dan dilakukan deskripsi ciri-ciri mikroskopis dan
dilakukan identifikasi sampai tingkat spesies.
● Flask Culture adalah menumbuhkan kultur sel pada cawan kultur.
Mengambil beberapa carrel flask yangberdiameter 3,5 cm dan membakarbagian mulut
cawan
b. Meneteskan satu tetes plasma ke dasarcawan dan menebarkan plasma tersebutdengan
spatula
c. Dengan menggunakan spatula, memassukkan sejumlah eksplan kedalam cawan dan
mengatur posisinya
d. Sesudah plasma mengeras, maka eksplan akan terfiksasi pada posisi masingmasing,
kemudian menambahkan media ekstra. Untuk thick culture yang ditambahkan adalah
serum dengan konsentrasi dan volume yang sama .
E. Kemudian hasilnya disimpan dalam cawan dan disimpan dalam inkubator yang
mengandung gas co2 5%
● Test-tube Culture adalah menumbuhkan kultur sel pada tabung reaksi, botol terutama
untuk jenis sel yang tidak melekat.

5. Biosafety
Biosafety merupakan penerapan dari berbagai ilmu, metode, dan penggunaan peralatan
untuk mencegah eksposur dari mikrob-mikrob yang memiliki potensial berbahaya
(biohazard). Pencegahan dilakukan untuk menghindari eksposur tersebut dalam tingkat
pribadi, laboratorium, dan lingkungan. Biosafety juga mendefinisikan kondisi
penyimpanan yang aman dimana mikrob berbahaya dapat dianalisis, dipelajari, dan
dimanipulasi dengan aman. Tujuan dari biosafety adalah untuk mengurangi potensial
berbahaya infeksi terhadap laboran, orang-orang di luar laboratorium, dan juga di
lingkungan sekitarnya

1. BSL-1
Pada tingkat pertama, mikrob yang ada di dalam lab tidak menyebabkan penyakit secara
konsisten dalam manusia dewasa yang sehat. Potensial membahayakan bagi pekerja lab
dan lingkungan sekitarnya. Contoh mikrob: serabut non-patogen dari E. coli.
- Kegiatan Laboratorium: prosedur mikrobiologi standar diikuti, percobaan dapat
dilakukan di meja lab terbuka.
- Peralatan keamanan: Peralatan kemanan pribadi seperti jas lab, sarung tangan, dll.,
digunakan.
- Konstruksi fasilitas: wastafel diperlukan untuk mencuci tangan, dan laboratorium wajib
memiliki pintu untuk membagi ruangan.
2. BSL-2
Mikroba yang terdapat di dalam lab dapat membahayakan laboran dan lingkungan secara
moderat. Mikrob juga merupakan spesies pribumi dengan lab. Contoh: Staphylococcus
aureus
- Kegiatan Laboratorium: Akses untuk masuk ke dalam lab dihentikan selama percobaan
dilakukan
- Peralatan keamanan: PPE (Personal Protective Equipment) dikenakan. Pelinding muka
dan mata juga digunakan jika dibutuhkan. Semua prosedur yang dapat mengakibatkan
infeksi dilakukan dengan BSC (Biological Safety Cabinet).
- Konstruksi fasilitas: Laboratorium memiliki pintu otomatis, wastafel dan pencuci mata
disiapkan.
3. BSL-3
Mikrob yang terdapat dalam lab BSL-3 dapat pribumi ataupuan eksotis, dan dapat
menyebabkan penyakit yang mematikan melalui pernapasan. Contoh: Mycobacterium
tuberculosis.
- Kegiatan laboratorium: Laboran diperhatikan secara intensif kesehatannya, dan
mungkin menerima medikasi imunisasi dari mikrob yang mereka kerjakan. Akses masuk
laboratorium juga dibatasi dan diawasi setiap saat.
- Peralatan keamanan: PPE dan respirator dibutuhkan, dan semua kerjaan dengan mikrob
harus dikerjakan dengan BSC yang sesuai.
- Konstruksi fasilitas: Pintu masuk ke dalam lab berlapis dua yang dapat membuka dan
mengunci secara otomatis. Aliran udara dari dalam lab tidak boleh dialirkan kembali ke
dalam lab, namun harus menarik udara bersih ke dalam area yang mungkin
terkontaminasi. Wastafel dan pencuci mata otomatis harus siap di pintu keluar.

BSL-4
Mikrob di dalam lab BSL-4 berbahaya dan eksotis serta memiliki potensi infeksi
membahayakan melalui aerosol. Infeksi yang disebabkan mikroba ini sering
menyebabkan kematian dan tidak ada obat atau vaksin untuk mencegahnya. Contoh:
Ebola dan Virus Marburg.
- Kegiatan laboratorium: Pakaian diganti sebelum masuk ke dalam lab, keluar dari lab
wajib mandi, dan semua equipment di dekontaminasi sebelum keluar lab.
- Peralatan keamanan: Semua percobaan digunakan dengan Class III BSC, atau dengan
menggunakan pelindung badan dengan supply udara, dan positive-pressure unit.
- Konstruksi fasilitas: Lab diletakkan dalam zona yang dibatasi aksesnya, atau merupakan
gedung tersendiri. Gedung lab wajib memiliki cadangan dan aliran udara, daerah vakum,
dan sistem-sistem dekontaminasi.

6. Hemasitometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk memperkirakan jumlah sel
darah yang diukur dalam volume darah tertentu secara kuantitatif (Farlex, 2012).
Hemasitometer terdiri atas kamar hitung, kaca penutup, dan dua macam pipet.Umumnya,
jenis kamar hitung yang dipakai adalah yang memakai garis bagi “Improve Neubauer”.
Kamar hitung hemasitometer ini memiliki 9 persegi dengan masing-masing memiliki
luasan 1mm2 dan kedalaman 0,1 mm. Bagian tengah dari area hitung terdiri atas 25
persegi besar dan tiap persegi memiliki 16 persegi kecil.

Langkah “
Hitung 4 kotak sudut dan hitung rata-rata. Setiap kotak besar hemocytometer, dengan
penutup slip di tempat, mewakili total volume 0,1 mm3 (1,0mm X 1.0mm X 0,1mm) atau
10-4 cm3.Karena 1 cm3 setara dengan sekitar 1 ml, jumlah total sel per ml akan
ditentukan dengan menggunakan perhitungan berikut:
● %Cell Viability = [Total Viable cells (Unstained) / Total cells (Viable +Dead)] X 100.
● Viable Cells/ml = Average viable cell count per square x Dilution Factor x 104/
● Average viable cell count per square = Total number of viable cells in 4 squares / 4
● Dilution Factor = Total Volume (Volume of sample + Volume of diluting liquid) /
Volume of
sample.
● Total viable cells/Sample = Viable Cells/ml x The original volume of fluid from which
the
cell sample was removed.
● Volume of media needed = (Number of cells needed/Total number of viable cells) x
1000.
7. Uji dosis/ Uji toksisitas
Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi
dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji.
 Uji Invitro
Uji toksisitas in vitro adalah suatu uji untuk menentukan tingkat ketoksikan suatu
bahan yang di uji menggunakan media biakan bahan biologi tertentu yang
merupakan subjek dari pengujian.
o LC50 (Median Lethal Concentration)
yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari
organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada
suatu waktu pengamatan tertentu
 Uji invivo
uji toksisitas yang dilakukan pada hewan coba, dengan tujuan untuk menentukan
tingkat ketoksikan suatu zat/bahan terhadap perubahan fungsi fisiologis maupun
perubahan yang bersifat patologis pada organ vital dalam kurun waktu tertentu.

Bedasarkan waktu pemberian dosis


Uji Toksisitas Akut
Uji Subkronis
Uji Kronis

Anda mungkin juga menyukai