Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH HIV/AIDS

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

Yang dibina oleh Agus Prasetyo, M.Kep

KELOMPOK 2

Disusun Oleh :
1. Muhammad Anton Sujarwo
2. Nesya Gusti Saputri
3. Elisa Wahyu Handayani
4. Yuyun Wahyuni
5. Milania Dewi
6. Sri Nunung W
7. Erna Ristianti

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3A

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
berjudul “keperawatan menjelang ajal dan paliatif”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah keperawatan
menjelang ajal dan paliatif. Makalah ini berisi tentang prinsip etik dalam Pengambilan
Keputusan Keperawatan, tugas dan tanggung jawab perawat

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Penulis berharap
adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk pembuatan makalah yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya sebagai referensi keilmuanya.

Cilacap, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................iv
A. Latar Belakang................................................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................v
C. Tujuan..............................................................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................1
A. Definisi HIV/AIDS..........................................................................................................................1
B. Etiologi............................................................................................................................................1
C. Manifestasi Klinis............................................................................................................................2
D. Patofisiologi.....................................................................................................................................3
E. Jurnal...............................................................................................................................................5
ABSTRAK..................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................7
TUJUAN.....................................................................................................................................................8
METODE....................................................................................................................................................8
HASIL.........................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................11
SIMPULAN.................................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................14
Kesimpulan............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya
berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan
sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi
HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus
bisa sampai nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak
sistem pertahanan tubuh ini,sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit
lain).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HIV/AIDS ?
2. Apa penyebab HIV/AIDS ?
3. Apa saja tanda dan gejala HIV/AIDS ?
4. Bagaimana fatofisiologi HIV/AIDS ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hiv/aids
2. Untuk mengetahui penyebab hiv/aids
3. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala hiv/aids

iv
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-
sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi
yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik,
nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem
kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4
semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai
nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,
yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh
yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini,sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke
dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini
ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit
maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik.

B. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri
khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk
silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk
replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan
1
pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein
replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana
produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.
Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi
HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel
yang lain.

C. Manifestasi Klinis
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor
(umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-
tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan
kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi,
penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

2
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun
atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran
sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala
yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan
gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan
pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi
tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

D. Patofisiologi
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit
CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus
ini mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari
RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase.
Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang
penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang
progresif.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini,
virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini
telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1
minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel
CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara
sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa
ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar
partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh virus
dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6 hari.
Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena cepatnya
proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV yang
berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV mungkin
bermutasi dalam basis harian.

3
Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit
klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang
lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut.
HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut
dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi
penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga
beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu.
Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan
menimbulkan penyakit.

4
E. Jurnal

PERAWATAN PALIATIF PADA ANAK DENGAN HIV/AIDS SEBAGAI


KORBAN TRANSMISI INFEKSI VERTIKAL: LITERATURE REVIEW

Gusgus Ghraha Ramdhanie, M.Kep, Ns.Sp.Kep.An1


Ema Arum Rukmasari, S.Kep, Ners, M.Kes2
1
Fakultas Keperawatan Univeritas Padjadjaran
2
Fakultas Keperawatan Univeritas Padjadjaran
e-mail korespondensi: gusgus.ghraha.ramdhanie@unpad.ac.id

ABSTRAK
Kematian anak akibat penyakit terkait HIV/AIDS sebagai korban transmisi vertikal atau disebut
Mother To Child Transmission (MTCT) mencapai 110.000 setiap tahun. Dalam hitungan rinci terjadi
sekitar

400 anak terinfeksi HIV dan sekitar 290 kematian karena AIDS terjadi setiap harinya. Sebagai korban
transmisi infeksi vertikal, banyak anak yang kurang mendapat dukungan dari keluarga. Orang tua
dengan HIV/AIDS selain mempunyai masalah kesehatannya sendiri, juga dapat menjadikan anak
seorang “yatim piatu” sehingga anak tidak mendapatkan asuhan orang tua. Perlu kajian manajemen
pengelolaan asuhan, salah satunya adalah dengan penerapan perawatan paliatif pada anak. Tujuan dari
penulisan literature review ini yaitu untuk mengetahui perawatan paliatif pada anak dengan
HIV/AIDS sebagai korban infeksi vertikal berdasarkan pada sumber literatur jurnal penelitian ilmiah
terkait.

Metode yang digunakan dalam penulisan literature review ini adalah penelusuran internet dari
database Google Scholar, PubMed, Proquest, Medscape, dan EBSCO dengan menggunakan kata kunci
pediatric palliative care, palliative care, dan pediatric HIV/AIDS. Perawatan paliatif pada anak adalah
model terintegrasi dimana komponen layanan paliatif dilakukan setelah pasien mulai terdianosis.
Sebagian besar pasien anak dengan HIV/AIDS ditemukan dalam stadium klinis berat pada usia yang
sangat dini. Manajemen terapi farmakologis, non-farmakologis dan dukungan psikososial serta
spiritual diberikan dalam perawatan. Selain itu, manajemen tanda gejala dalam perawatan paliatif harus
dilakukan dengan tepat. Perawatan paliatif merupakan pelayanan tenaga profesional dengan
mengimplementasikan interprofesional collaborative practice yang dapat diintegrasikan dengan
pelayanan berbasis rumah. Perawatan paliatif pada anak dengan HIV/AIDS dapat meningkatkan
kualitas hidup anak.

Kata Kunci : anak, HIV/AIDS, perawatan paliatif

Diterima: 27 Juli 2019 Direview: 31 Juli 2019 Diterbitkan: 1 Agustus 2019

PALLIATIVE CARE FOR CHILDREN WITH VERTICALLY


TRANSMITTED HIV/AIDS INFECTION; LITERATURE REVIEW

ABSTRACT

The case of mortality in children caused by HIV/AIDS related diseases as the result of vertical
transmission or often called Mother To Child Transmission (MTCT) reaches 110,000 every year. In
details, about 400 children are infected with HIV and around 290 deaths caused by AIDS occur every
day. As victims of vertical transmission, many children often lack the support of families. Parents with
HIV/AIDS, in addition to having their own health problems, may turn their childrem into “orphans” as
the children may not get parental care. Therefore, any studies that concern with care management are
5
required, particularly those of focusing on the application of palliative care for children. The purpose of
this literature study is to find out the palliative care for children with vertically transmitted HIV/AIDS
based on the related literatures. The study utilized internet based method in which it investigated Google
Scholar, PubMed, Proquest, Medscape, and EBSCO databases using the keywords of pediatric palliative
care, palliative care, and pediatric HIV/AIDS. Palliative care in children is an integrated model in which
the palliative service component is performed after the patient begins to diagnose. Most pediatric
patients with HIV/AIDS were found at severe clinical stages from the very early age. Pharmacological
and non-pharmacological therapies as well as the psychosocial and spiritual support were provided in
the treatment. In addition, symptom management in palliative care should be carried out appropriately.
Palliative care is a professional service implementing interprofessional collaborative practice which can
be integrated with home-based services. Palliative care in children with HIV / AIDS can improve the life
quality of children.
Keywords: children, HIV/AIDS, palliative care

6
PENDAHULUAN saat kehamilan atau melahirkan,
Jumlah kumulatif penderita pemberian susu formula, dan cara
Human Immunodefeciency Virus (HIV) / persalinan Sectio Caesaria (SC)
Acquired Immunodefeciency Sindrome (Nakawesi et al., 2014; Conserve et al.,
(AIDS) di Indonesia dari tahun 1987 – 2015). Namun, permasalah yang muncul
2014 mencapai 150.296 orang (Kemenkes dari transmisi vertikal HIV ibu ke anak
RI, 2016). Indonesia merupakan salah satu adalah banyaknya ibu yang belum
negara dengan pertumbuhan pandemi HIV mengetahui status HIV pada saat hamil
tercepat di dunia. Tidak hanya terjadi pada sampai dengan melahirkan. Penemuan
dewasa, jumlah penderita HIV/AIDS juga lebih dini diagnostik HIV pada ibu hamil
terjadi pada anak sebagai korban transmisi sebelum trimester ke-3 telah memberikan
infeksi vertikal. Jumlah anak hidup tingkat keberhasilan menurunkan
dengan HIV di dunia sekitar 1.5 juta transmisi vertikal ini (Conserve et al.,
sampai dengan 2 juta dan 110.000 sampai 2015).
dengan 190.000 anak terinfeksi baru HIV. Anak dengan HIV/AIDS termasuk
Kematian anak akibat penyakit terkait penderita penyakit kronis dan akhir
HIV/AIDS mencapai 110.000 setiap kehidupan (chronic illness/end-of-life).
tahun. Jika dihitung dengan rinci sekitar Berduka merupakan aspek penting dari
400 anak terinfeksi HIV setiap hari dan penyakit kronis yang terjadi pada anak dan
sekitar 290 kematian anak AIDS terjadi keluarga. Sebagai penyakit kronis dan
setiap hari. Sementara hanya 49% anak akhir kehidupan fungsi perawatan berbeda
yang terinfeksi HIV yang mendapat dari pada pasiaen lain, salah satunya
antiretroviral terapi (ARV) (Naicker, adalah perawatan lebih ditekankan pada
Richter, Stein, Campbell, & Marston, peran keluarga. Asuhan perkembangan
2016). dapat lebih menekankan pada kemampuan
Beberapa studi menunjukkan cara dan kekuatan anak dari pada
transmisi utama infeksi HIV pada anak ketidakmampuan pada pasien anak
adalah transmisi infeksi vertikal atau (Hockenberry & Wilson, 2013).
Mother-To-Child-Transmission (MTCT). Keberhasilan asuhan perawatan
MTCT adalah adanya transmisi ibu ke pada pasien anak penyakit kronis juga
anak saat kehamilan, melahirkan dan dipengaruhi oleh menajemen pengelolaan
menyusui. Transmisi vertikal ini asuhan (managed of care) sebagai penentu
diperkirakan berkisar 15%-45%. berjalannya asuhan yang diberikan pada
Transmisi vertikal dapat ditekan menjadi anak dengan HIV/AIDS. Terdapat
kurang dari 2% dengan pemberian ARV beberapa alasan mengapa hal ini penting

yaitu menurunnya ketergantungan pada layanan rumah sakit atau dokter spesialis
7
dan layanan kesehatan perawatan yang mother to child transmission (MTCT)
terprogram. berdasarkan pada sumber literatur jurnal
Pada masa perkembangannya, penelitian ilmiah terkait.
anak terantung pada orang dewasa dalam
mengakses layanan kesehatan dan
METODE
sebaiknya asuhan diberikan dalam konteks
Metode yang digunakan dalam
keluarga, namun keluarga dengan
penulisan literature review ini adalah
HIV/AIDS juga mempunyai masalah
penelusuran internet dari database
kesehatan yang sama bahkan kondisi anak
Google Scholar, PubMed, Proquest,
dengan HIV/AIDS dapat membuat anak
Medscape, dan EBSCO dengan
menjadi seorang “yatim” sehingga kurang
menggunakan kata kunci pediatric
mendapat dukungan dari keluarga. Selain
palliative care, palliative care, dan
itu, stigma juga mempengaruhi semua
pediatric HIV/AIDS. Kemudian data yang
aspek perawatan pada anak dengan
didapatkan disusun secara sistematis dan
HIV/AIDS, terutama karena “status
dilakukan diskusi atau pembahasan.
terinfeksi HIV”. International Children’s
Palliative Care Network (2013)
menjelaskan bahwa kondisi HIV/AIDS
pada anak memiliki angka kematian dini
HASIL
Berdasarkan kompleksitas penyakit
lebih tinggi sehingga perlu perawatan
HIV/AIDS pada anak akibat infeksi vertikal,
yang memberikan periode kesejahteraan
maka perlu upaya perawatan yang bersifat
lebih panjang walaupun kondisi progresif
paliatif pada anak atau pediatric palliative
penyakit terus berlangsung.
care (PPC) (Family Health International,
Perawatan HIV/AIDS pada anak
2009). American Academic of Pediatrics
berbeda dengan perawatan untuk dewasa
memberikan definsi perawatan paliatif pada
karena anak berada tahap usia yang unik
anak adalah model terintegrasi dimana
dan memiliki kebutuhan perawatan yang
komponen perawatan paliatif dilakukan
kompleks. Pemberi perawatan
setelah pasien mulai terdianosis sepanjang
memerlukan pendekatan multisektoral dan
perjalanan penyakit. Menurut Piagam
multidisiplin serta pemahaman tentang
Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial
perawatan anak.
dan Budaya [International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights
TUJUAN (ICESCR)]- 1966 bahwa palliative care
Tujuan dari penulisan literature adalah hak asasi manusia “right of everyone
review ini yaitu untuk mengetahui to the enjoyment of the highest attainable
perawatan paliatif pada anak (pediatric standard of physical and mental health”
palliative care) dengan HIV/AIDS akibat (Worldwide Paliative Care Alliance, 2014).
8
terjadi yaitu efek samping dari pada terapi.
Penelitian Dewi dan Wati (2013) Sementara kepatuhan pemberian terapi
menemukan bahwa sebagian besar pasien ARV adalah bagian yang paling penting
anak dengan HIV/AIDS sudah berada (Conserve et al., 2015; Nakawesi et al.,
dalam stadium klinis berat pada usia yang 2014).
sangat dini. Temuan ini menyiratkan Manajemen terapi lainnya adalah non-
pentingnya deteksi dini, karena stadium farmakologis yang berfokus pada
klinis saat diagnosis berkaitan dengan penanganan tanda gejala, dimana
luaran terapi secara bermakna. Dengan kenyamanan pada anak menjadi tujuan
demikian perawatan paliatif dapat utamanya. Sebanyak 60% orang tua
meringankan penderitaan dan melaporkan anak menderita nyeri (hanya
meningkatkan kualitas hidup anak 20% merasakan nyeri ditangani dengan
walaupun anak memiliki keterbatasan baik). Tanda gelaja lain yang muncul, yaitu
dengan kondisi penyakitnya. dyspnea, nausea/vomiting, sialorrhea,
Terdapat perbedaan perawatan konstipation (Seow & Tanuseptro, 2016).
paliatif pada anak dengan dewasa karena Nyeri dan ketidaknyamanan dalam konteks
kerentanan pada anak, kondisi kronis pada HIV/AIDS pada anak diakibatkan oleh efek
anak, tingkat ketidakmampuan anak, dari HIV itu sendiri atau respon kekebalan
beberapa kondisi tidak ditemukan pada tubuh anak misalnya neuropati perifer,
orang dewasa dan beberapa anak tidak kardiomiopati, myelopathy dan efek dari
pernah hidup sampai dewasa. Selain itu, infeksi oportunistik misalnya pneumonia,
perawatan paliatif perlu memperhatikan meningitis, herpes zoster, kandidiasis oral,
perkembangan anak dan dampak terhadap dan lainnya. Prosedur yang menyakitkan
fungsi keluarga dan tim kesehatan (Jordan berulang misal venesection, pungsi lumbal
& Lee, 2014). membuat ketidaknyamanan pada anak.
Setelah anak terdiagnosis pasti terinfeksi Selain itu, stres psikososial juga terjadi
HIV, perawatan paliatif langsung pada anak misalnya rasa sakit emosional
diberikan. Manajemen terapi karena hidup dengan penyakit kronis,
farmakologis maupun non-farmakologis jangka waktu rawat inap yang lama, dan
diberikan dalam perawatan paliatif, salah depresi. Nyeri pada anak dengan penyakit
satunya adalah pemberian terapi ARV infeksi berat harus sering dikaji dan
yang membutuhkan perhatian khusus medikasinya harus disesuaikan dengan
untuk anak. Diagnosis terinfeksi HIV jadwal yang teratur, bahkan dosis ekstra
sudah termasuk dalam penyakit kronis untuk menghilangkan nyeri harus tersedia
yang membutuhkan terapi ARV terus untuk mempertahankan kenyamanan pada
menerus dan dalam pemberiannya pada anak. Obat-obatan opioid seperti morfin
anak terdapat masalah lain yang sering harus diberikan jika terjadi nyeri hebat

9
untuk mencapai kenyamanan yang pasien meskipun penyembuhannya
optimum. memerlukan pengobatan yang terus-
Beberapa tehnik terapi non- menerus (Hidayanti et al., 2016).
farmakologis, seperti distraksi, relaksasi, Dalam perawatan paliatif pada
dan imajinasi terbimbing dapat anak, lembaga layanan kesehatan perlu
dikombinasikan dengan terapi obat mengidentifikasi kelayakan perawatan
sebagai strategi untuk mengontrol nyeri. paliatif. Hal ini perlu dilakukan karena
Terapi modalitas lain dapat juga banyak anak menderita rasa sakit dan
dilakukan, seperti reposisi, relaksasi, ketidaknyamanan akibat manajemen
masase, dan terapi lainnya untuk penaganan tanda gejala yang buruk
mempertahankan kenyamanan dan padahal cukup dengan perawatan paliatif.
kualitas hidup anak (Seow & Tanuseptro, Beberapa kondisi yang memenuhi syarat
2016). untuk perawatan paliatif anak yaitu
Selain manajemen terapi, pertama, life-limiting illness dimana
perawatan paliatif juga menekankan pada kondisi kematian dini adalah biasa, tetapi
dukungan psikososial dan spiritual yang tidak harus dekat. Kedua, life-threatening
diberikan kepada anak dan keluarga yang illness dimana kondisi dengan probabilitas
dapat berupa konseling ARV, konseling tinggi kematian dini tetapi ada kesempatan
HIV, termasuk menguji anak dan keluarga untuk kelangsungan hidup jangka panjang
akan kepatuhan. Selama konseling HIV (Naicker et al., 2016).
dan ARV anak dan keluarga diberikan Perawatan paliatif pada anak
informasi tentang HIV dan pengobatan HIV/AIDS dapat mengurangi akses
ARV, bagaimana HIV didapat dan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan
dampaknya pada tubuh, bagaimana obat karena dapat dilakukan di rumah.
bekerja, kepatuhan dan efek samping obat Chambell (2011) melakukan penelitian
(Intenatinal Children’s Palliative Care tentang implementasi perawatan paliatif
Network, 2012). Dukungan psikososial berbasis rumah untuk memperluas
kepada anak dan keluarga adalah kunci cakupan layanan kesehatan. Strategi
untuk mencapai kepatuhan terhadap perawatan berbasis rumah didasarkan pada
pengobatan karena keluarga mengahadapi keyakinan bahwa dengan dukungan tenaga
berbagai tantangan dalam perawatan anak kesehatan, keluarga adalah pemberi
seperti perubahan dinamika dalam pelayanan terbaik sehingga terdapat
keluarga, stigma di masyarakat, hilangnya kesinambungan dalam perawatan dan
fungsi fisik keluarga, kehilangan perawatan dapat dilakukan secara holistik.
pendapatan, depresi, dan keputusasaan. Dalam peneltiannya, Chambel
Selanjutnya dukungan spiritual dapat menyimpulkan perawatan yang holistik
memulihkan harapan kesembuhan pada dan berkelanjutan pada anak yang sakit

10
kronis, mendekati ajal dan yang sehingga perawatan pada anak dengan HIV
berduka AIDS dapat lebih komprehensif dengan

berada pada dalam sub-spesialisasi manajemen terapi yang diberikan secara

perawatan paliatif dengan tujuan untuk farmakologis dan non-farmakologis

meningkatkan kualitas hidup. (Conserve et al., 2015; Nakawesi et

Tenaga kesehatan professional al.,2014). Dengan demikian pemberian

mempunyai peran penting dalam terapi ARV sebagai upaya curative

perawatan paliatif pada anak dengan dipadukan dengan palliative dapat

HIV/AIDS. Menurut Intenational memberikan pelayanan yang paripurna

Children’s Palliative Care Network dalam perawatan pada anak HIV/AIDS.

(2012) panduan pelayanan paliatif bagi Tingginya angka tranmisi infeksi

tenaga professional, yaitu perawatan vertical dari ibu ke anak menimbulkan

paliatif pada anak bukan akhir perawatan, permasalah dalam perawatan pada anak

perawatan paliatif dimulai pada saat karena pada keluarga dengan HIV/AIDS,

didiagnosis dan terus dilakukan sepanjang keluarga memilki permasalahan yang

durasi penyakit yang ditujukan untuk sama baik emosional, sosial, spiritual dan

penyembuhan, perawatan paliatif bukan budaya dalam masyarakat, sementara

substitusi dalam pengobatan HIV (terapi dalam asuhan pada anak peran keluarga

ARV), tetapi pengobatan yang dilakukan sangat penting karena kesehatan anak baik

bersamaan dengan perawatan, perawatan fisik, emosi, kognitif dan sosial anak

melakukan kontrol yang tepat terhadap sangat dipengaruhi oleh bagaimana fungsi

nyeri dan penggunaan analgetik. Selain keluarga (Hokenbbery & Wilson, 2013).

itu, perawatan paliatif dibutuhkan Melalui asuhan berpusat kepada keluarga,

kerjasama tim multidisiplin dan seorang perawat akan memberikan

perencanaan perawatan di akhir kehidupan kepercayaan kepada orang tua sebagai

harus dilakukan dengan baik untuk orang yang paling ahli dalam perawatan

memastikan kematian yang bermartabat anak. Seringkali pemberi layanan paliatif

(dignity) serta perawatan paliatif bagimana menemani anggota keluarga untuk konsul

memadukan upaya curative dan palliative. ke dokter karena mereka merasa terisolasi
dari pasangan atau anggota keluarga lain
yang tidak mengetahui status kesehatan
mereka. Pemberi layanan paliatiaf dapat
PEMBAHASAN
terus menerus melakukan pertemuan yang
Perawatan paliatif dapat
mengedukasi keluarga (Nakawesi et al.,
mendukung kenyamanan fisik,
2014). Family Health International (FHI)
psikososial, dan spiritual bagi anak dan
mempromosikan model palliative care
keluarga karena tujuan utamanya adalah
dengan pendekatan yang komprehensif
memberikan kenyamanan secara langsung
11
bersifat holistik meliputi perawatan ditawarkan saat diagnosis dan berlanjut
klinis, dukungan psikososial, dukungan sepanjang perjalanan penyakit.
sosial ekonomi, dan dukungan hak asasi Mengintegrasikan perawatan
dan hukum (Family Health International, paliatif dengan pelayanan home care dapat
2009). menjadi model dalam pelayanan paliatif

Tenaga profesional yang terlibat pada anak dengan HIV/AIDS.


dalam perawatan paliatif harus Memanfaatkan sumber daya yang tersedia
membangun komunikasi yang efektif dalam keluarga dibantu oleh tenaga
dengan keluarga selama perawatan kesehatan professional dapat memperluas
sebagai bentuk dukungan psikososial dan cakupan pelayanan kesehatan pada anak
spiritual. Komunikasi efektif dalam (Chambell, 2011; International Children’s
memberikan informasi tentang keseriusan Palliative Care Network, 2013; Naicker et
penyakit, mengakui keahlian keluarga al., 2016).
terkait kondisi dan kebutuhan anak,
memperhatikan budaya, etnik, agama dan
ras mempengaruhi pemahaman keluarga SIMPULAN
tentang penyakit kronis pada anak. Tingginya HIV/AIDS pada anak
Selanjutnya, memberikan informasi yang sebagai korban transmisi infeksi vertikal
jelas tentang diagnosis, prognosis, pilihan dapat menjadi sebuah permasalahan
penanganan, dan resiko/manfaat dan sehingga penemuan dini tentang
normalisasi dimana rutinitas anak dengan diagnostik HIV pada ibu adalah menjadi
penyakit kronis disesuaikan dengan lead penemuan kasus untuk menurunkan
rutinitas keluarga dapat meningkatkan transmisi infeksi. Anak adalah korban
kualitas hidup anak (Hosckenberry & kedua dari penularan HIV/AIDS.
Wilson, 2013; Naicker et al., 2016). Sementara dampak kondisi sakit kronik
Perawatan paliatif pada anak pada anak berbeda dengan dewasa, Sakit
memelukan pendekatan interprofessinal yang dialami anak membutuhkan peran
collaborative practice. Pratik interdisiplin dan tugas keluarga baik emosional, sosial,
terlibat dalam pelayanan seperti pasien maupun spiritual. Perawatan paliatif dapat
dan keluarga, dokter, perawat, psikolog, menjadi alternatif pelayanan tenaga
pekerja sosial dan rohaniawan (untuk profesional untuk meningkatkan kualitas
pasien berduka). Beberapa kondisi saat ini hidup anak dengan HIV/AIDS dengan
yang sering terjadi adalah beberapa kasus mengimplementasikan interprofesional
anak dengan kondisi yang tidak dapat collaborative prantice yang dapat
disembuhkan meninggal di rumah sakit, diintegrasikan dengan pelayanan berbasis
seringkali di fasilitas perawatan intensif di rumah/home care.
mana komponen perawatan paliatif sudah

12
DAFTAR PUSTAKA (July), 1–5.
Campbell, L. M. (2011). Children’s International Children’s Palliative Care
palliative care in south africa : an urgent Network. (2013). Assessment of the
need for an evidence base. The Southern need for palliative care for children
African Jaournal Of HIV Medicine, 12(1), three country report. Unicef.
12–13. Jordan, J. R., & Lee, R. M. (2014). The
Conserve, D. F., Eustache, E., Oswald, C.
M., & Surkan, P. J. (2015). children’s place association:

supporting families impacted by


Maternal HIV llness and its impact HIV/AIDS. Young Children, 1(2), 50–54.
on children’s well-being and Kementarian Kesehatan RI. (2006).
development in haiti. J Child Farm Situasi HIV / AIDS di indonesia
Stud, 25(1), 2779–2785. tahun 1987-2006 jakarta 2006
Dewi, K., & Wati, K. (2013). situasi hiv / aids di indonesia tahun
Karakteristik penderita infeksi HIV 1987-2006. Kementerian Kesehatan
anak di RSUP sanglah denpasar. RI.
Jurnal Ilmu Kesehatan Anak, 2(1), Kementerian Kesehatan RI (2014). Situasi
11–19. dan Analisis HIV AIS. Kementerian
Family Health International. (2009). Kesehatan RI.
Palliative care strategy for HIV and Naicker, S. N., Richter, L., Stein, A.,
other diseases. Family Healt Campbell, L., & Marston, J. (2016).
International, 25(1), 79–85. Development and pilot evaluation
Hidayanti, E., Himah, S., Wihartati, W., & of a home-based palliative care
Handayani, M. R. (2016). training and support package for
Kontribusi konseling islam dalam young children in southern africa.
mewujudkan palliative care bagi BMC Palliative Care, 15(1), 1–13.
pasien hiv / aids di rumah sakit Nakawesi, J., Kasirye, I., Kavuma, D.,
islam sultan agung semarang. Muziru, B., Businge, A.,
Religia, 1(2), 113–132. Naluwooza, J., … Mukasa, B.
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2013). (2014). Palliative care needs of HIV
Wong's essentials of pediatric exposed and infected children
nursing. St. Louis: Mosby. admitted to the inpatient paediatric
Intenatinal Children’s Palliative Care unit in Uganda.
Network. (2012). Children’s Ecancermedicalscience, 8(1), 1–7.
Palliative Care and HIV / AIDS an Seow, H., & Tanuseptro, P. (2016).
ICPCN Position Paper. Intenatinal Palliative Care at the End of Life.
Children’s Palliative Care Network, Ontario: Healt Quality Ontario.

13
Worldwide care Alliance. (2014). Global
atlas of palliative care at the end of
life. Worldwide Care Alliance,
1(1), 1–6.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis simpulkan mengenai makalah ini adalah:
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired
Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala
kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal
permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita
hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan
tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin
yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS
yang ada hanyalah pencegahannya saja.

14
DAFTAR PUSTAKA

Georgia. 2016. “8 Bahaya Komplikasi Penyakit Akibat Hiv Aids”.


www.georgiatapertliving.com.htmdiakses pada tanggal 5 Oktober 2017.

Heather, Herdman T. 2015. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi & Klasifikasi


2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.

Jayanti, Evi. 2008. “Pengertian HIV/AIDS”. Jakarta : FKM Universitas Indonesia.


lib.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-5471-Deskripsi%20dan-Literatur.pdf.
diakses pada tanggal 5 Oktober 2017.

Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA (NORTH AMERICAN
NURSING DIAGNOSIS ASSOCIATION) NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction.

Nursalam dan Ninuk Dian. 2007. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


TERINFEKSI HIV. Jakarta : Salemba Medika.

Putra, Septiawan. 2015. “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP HIV /


AIDSAPLIKASI NANDA NIC NOC”.
https://www.academia.edu/19826782/ASKEP_HIV_AIDS_APLIKASI_NANDA_
NIC_NOCdiakses pada tanggal 5 Oktober 201

15

Anda mungkin juga menyukai