Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepemimpinan
1. Defenisi kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, motivasi dan
membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan
direncanakan Kartono (2011). Seorang pemimpin harus menjadi role mode
keberhasilan organisasi (Gary, 2009).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif
kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan tyang
sudah yang baik dalam cara kepemimpinan, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam
membangun kerja sama dengan orang lain termasuk dengan bawahannya Maryanto
(2013). Kepemimpinan merupakan salah relasi dan pengaruh antara pemimpin
dengan yang dipimpin. Kepimpinan tersebut mencul dan berkembang sebagai hasil
dari interaksi otomatis antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinya
Kartono (2008).
2. Tipologi Kepemimpinan
Menurut Maryanto (2013), Gaya kepemimpinan berkembang menjadi beberapa
tipe kepemimpinan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin
tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut: Dalam menggerakan bawahan sistem
perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakan bawahan senang
bergantung kepada pangkat dan jabatannya, senang pada formalitas yang belebih-
lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima
kritikan dari bawahannya, menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
b. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memilik kriteria atau ciri
sebagai berikut : menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi,
Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata, tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu
tergantung kepada kekuasan formalnya, dalam tindakan pergerakannya sering
mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat
menghukum.
c. Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin
yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi
karena kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut: dalam proses
penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
pada bawahannya, selalu menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya,selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk
berbuat kesalahan yang lain,selalu berusaha menjadikan bawahannya lebih
sukses dari padanya,dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya
sebagai pemimpin.
d. Tipe parentalistis
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang parentalistis ialah
seorang yang memilik ciri sebagai berikut: menanggap bawahannya sebagai
manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective),
jarang memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengambil keputusan,
jarangmemberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif,
jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan
daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
B. Konsep Manajemen Keperawatan
1. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu proses menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi dalam suatu lingkungan yang berubah. Manajemen
juga merupakan proses pengumpulan dan pengorganisasian sumber-sumber dalam
mencapai tujuan melalui kerjaan orang lain yang mencerminkan dinamika suatu
organisasi (Nursalam 2011).
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut menurut (Nursalam, 2011).
a. Perencanaan
Merupakan suatu kegiatan membuat tujuan organisasi dan diikuti dengan
membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut,
terdiri dari: gambaran apa yang akan dicapai, persiapan pencapaian tujuan, rumusan
suatu persoalan untuk dicapai, persiapan tindakan-tindakan. Rumusan tujuan tidak
harus tertulis dalam bentuk perencanaan. Proses perencanaan merupakan fase
terpenting dalam manajemen, karena melalui proses perencanaan dapat diketahui
peran dan fungsi dari sumber data sebuah organisasi.
b. Pengorganisasian
Merupakan suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya yang dimiliki oleh
suatu organisasi untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai
tujuan perusahaan. Kegiatan pengorganisasian terdiri dari: pengaturan, setelah
rencana, mengatur dan menentukan apa tugas pekerjaannya, macam, jenis, unit
kerja, keuangan dan fasilitas. Kegiatan yang meliputi penetapan struktur, tugas dan
kewajiban
c. Penggerak
Menggerakan orang-orang agar mau atau suka bekerja. Ciptakan suasana bekerja
bukan hanya karena perintah, tetapi harus dengan kesadaran diri, termotivasi.
d. Pengendalian/pengawasan
Merupakan fungsi pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana,
apakah orang-orangnya, cara dan waktunya tepat.
e. Penilaian
Merupakan proses pengukuran dan perbandingan hasil-hasil pekerjaan yang
seharusnya dicapai. Hakekat penilaian merupakan fase tertentu setelah
selesaiAdapun unsur yang dikelolah sebagai sumber manajemen adalah man,
money, material, method, machine, minute, dan market.
3. Proses manajemen
Menurut Griffin dan Ebert (2008),adapun proses manajemen meliputi tahapan sebagai
berikut :
a. Planning (Perencanaan)
Merumuskan apa yang dibutuhkan oleh organisasi dan bagaimana untuk
mencapai tujuan tersebut. Proses perencanaan ini meliputi 3 kegiatan utama yaitu,
merumuskan tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan ,dan merumuskan langkah
perencanaan untuk mengimplementasikan strategi perencanaan.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Proses manajemen yang menetapkan cara terbaik dalam mengatur sumber daya
dan aktivitas suatu organisasi menjadi suatu struktur yang logis.
c. Directing (Pengarahan)
Para manajer memiliki kekuatan untuk memberi perintah dan mengharapkan
hasil. Pengarahan mencakup berbagai aktivitas yang rumit.salah satu bentuk
directing adalah mendengarkan keluhan karyawan,memberi respon dengan segera
baik pada karyawan maupun perusahaan.
d. Controling (Pengendalian)
Proses manajemen untuk memonitor kinerja organisasi untuk menjamin proses
berjalan sesuai tujuan.Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen
keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja
perawat, prosedur yang standardan akreditasi.
C. Analisi SWOT
1. Pengertian analisis SWOT
Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan.Analisisi ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (oppurtunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). SWOT
merupakan singkatan dari strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity
(peluang) dan threats (ancaman). Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan
dan kelemahan internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal
organisasi.
Menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2009), Analisis SWOT (singkatan
bahasa Inggris dari strengths, weaknesses, opportunities,dan threats) adalah metode
perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dalam suatu proyekatau suatu spekulasi bisnis.
a. Kekuatan (strength) adalah suatu kondisi di mana perusahaan mampu melakukan
semua tugasnya secara sangat baik (diatas rata-rata industri).
b. Kelemahan (weakness) adalah kondisi di mana perusahaan kurang mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik di karenakan sarana dan prasarananya kurang
mencukupi.
c. Peluang (opportunity) adalah suatu potensi bisnis menguntungkan yang dapat diraih
oleh perusahaan yang masih belum di kuasai oleh pihak pesaing dan masih belum
tersentuh oleh pihak manapun.
d. Ancaman (threats) adalah suatu keadaan di mana perusahaan mengalami kesulitan
yang disebabkan oleh kinerja pihak pesaing, yang jika dibiarkan maka perusahaan
akan mengalami kesulitan dikemudiaan hari.
2. Tujuan Analisis SWOT
Analisis SWOT dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan.Analisis SWOT
dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
a. Apabila analisis tersebut dimaksudkan untuk menilai data dan informasi guna
keperluan penyusunan rencana strategi untuk keseluruhan perusahaan (corporate
level strategic planning) maka data dan informasi yang dinilai adalah data dan
informasi yang mencakup keseluruhan perusahaan. Hasil analisis SWOT untuk
tujuan ini adalah memberikan gambaran posisi suatu perusahaan yang
menggambarkan strength dan weaknesess perusahaan secara keseluruhan atau
SWOT overall (analisis SWOT dengan tujuan inilah yang dapat digunakan sebagai
tools di dalam melakukan audit pemasaran )
b. Sedangkan apabila analisis SWOT dimaksudkan untuk tujuan menilai data dan
informasi suatu strategi business unit (SBU) (strengths dan weakneses SBU) maka
analisis SWOT dimaksudkan sebagai analisis dalam rangka penyusunan rencana
strategis suatu SBU.
c. Analisis SWOT dapat juga ditujukan untuk penyusunan rencana operasional atau
program kerja fungsional. Karenanya, analisis untuk tujuan ini disebut pula dengan
analisis SWOT fungsional. Dalam analisis SWOT fungsional, data dan informasi
intern yang dianalisis adalah data dan informasi yang berasal dari suatu bidang
kegiatan tertentu atau bidang unit kerja tertentu. Sedangkan data eksteren adalah
data yang relevan dengan bidang kerja yang bersangkutan. Bidang-bidang tersebut
dapat berupa bidang pemasaran, keuangan, logistik, dan lain sebagainya. Tentunya
hasil analisis SWOT ini dapat pula menghasilkan rencana tujuan-tujuan, sasaran-
sasaran serta strategi bidang kerja yang bersangkutan.Merujuk kepada uraian dari
Sukristono (1995) di atas bahwa salah satu tujuan dilakukan analisis SWOT adalah
untuk penyusunan rencana operasional atau program kerja fungsional maka
landasan teori yang penulis upayakan untuk dibangun di dalam
mengimplementasikan audit pemasaran di suatu perusahan yang merupakan
rencana operasional/implementasi atau program kerja audit pemasaran maka akan
digunakan landasan teori analisis SWOT fungsional.
3. Matriks SWOT
Matriks SWOT memerlukan key success factor dari lingkungan eksternal dan internal
dengan jadgement yang baik. Ada 4 strategi SO, Strategi SO, Strategi WO, Srtategi ST,
dan Strategi WT dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan internal
perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.
b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan
peluang-peluang eksternal.
c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk menghindari atau
mengurangi dampak dari ancaman-ancama eksternal.
d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan dengan cara
mengurangi kelemahan internal serta menghidari ancaman.

Inte Streghts-S Weakness –W


rnal Catatalah kekuatan- Catatlah kelemahan-
kekuatan internal kelemahan internal
Eksternal perusahaan perusahaan
Strategi SO Strategi WO
Opportunities-O Daftar kekuatan untuk Daftar untuk memperkecil
Catatlah peluang-peluang meraih keuntungan dari kelemahan dengan
eksternal yang ada peluang yang ada memanfaatkan keuntungan
dari peluang yang ada
Threats-T Straregi ST Strategi WT
Catatlah ancaman-ancaman Daftar kekuatan untuk Daftar untuk memperkecil
ekternal yang ada. menghindari ancaman kelemahan dan
menghindari ancaman.

4. Matching Stage(EFE dan IFE Matriks)

a. EFE Matriks
Untuk menyimpulkan dan mengevaluasi hal-hal yang menyangkut peluang dan
ancaman yang ada dalam lingkungan eksternal, digunakan matriks Eksternal Factor
Evaluation (EFE).
Tahapan kerja EFE:
1) Identifikasi faktor eksternal (critical success factor) yang mempunyai dampak
penting pada kesuksesan dan kegagalan usaha mencakup perihal peluang dan
tantangan.
2) Buat pembobotan (weight) untuk setiap faktor antara 0,0 tidak penting dan 1,0 bila
semua penting. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0.
3) Buat nilai rating setiap critical succes factor antara 1 sampai 4, dengan arti nilai
sebagai berikut:
a) 1 = di bawah rata-rata
b) 2= rata-rata
c) 3= di atas rata-rata
d) 4= sangat bagus
4) Ratingditentukan berdasrkan efektifitas strategi perusahaan. Dengan demikian,
nilanya didasarkan pada kondisi perusahaan.
5) Kalikan bobot dan rating untuk menentukan skor bobot setiap faktor.
6) Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai.
Skor total 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespons dengan cara yang luar
biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman di
pasar industrinya. Sementara skor total sebesar 1,0 menunjukkan bahwa perusahaan
tidak memanfaaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-
ancaman eksternal.
b. IFE Matriks
Untuk mengevaluasi faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dianggap penting, digunakan matriks Internal Factor Evaluation
(IFE). Penilaian intuitif diperlukan dalam mengembangkan matriks IFE, jadi
penampilan dari pendekatan ilmiah tidak harus diinterpretasikan, berarti ini merupakan
teknik yang amat ampuh. Pemahaman mendalam mengenai faktor-faktor yang
dimasukkan lebih penting dari pada angkanya sendiri.
Tahapan kerja matriks IFE:
1) Buatlah daftar critical success factor untuk aspek internal kekuatan (strengrhs) dan
kelemahan (weaknesses).
2) Tentukan bobot (weight) dari critical succes factor tadi dengan skala yang lebih
tinggi untuk yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya. Jumlah seluruh
bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan rata-rata
industrinya.
3) Beri rating (nilai) 1 - 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki arti :
a) 1= kelemahan utama (major weaknesses)
b) 2= kelemahan kecil (minor weaknesses)
c) 3= kekuatan kecil (minor strengths)
d) 4= kekuatan utama (major strengths)
4) Rating mengacu kepada kondisi perusahaan, sedangkan bobot mengacu pada
industri dimana perusahaan berada.
5) Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai
skornya.
6) Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai
rata-rata adalah 2,5. Jika nilainya dibawah 2,5 menandakan bahwa secara internal,
perusahaan adalah lemah. Sedangkan nilai yang berada di atas 2,5 menunjukkan
posisi internal yang kuat. Jumlah faktor-faktor tidak berdampak pada jumlah bobot
karena ia selalu berjumlah 1,0.
c. Diagram Cartesius
Diagram Kartesius adalah suatu bangunan yang tediri atas 4 bagian yang dibatasi
oleh 2 garis yang berpoongan tegak lurus pada titik – titik X dan Y. Titik X merupakan
rata-rata dari skor tinggkat pelaksanaan atau kinerja, sedangkan titik Y merupakan rata-
rata skor tingkat harapan atau kepentingan.
D. Fish Bone Analisis
1. Pengertian
Diagram sebab akibat (cause and effect diagram atau sering disebut sebagai
"diagram tulang ikan" (fishbone) di atau diagram Ishikawa (ishikana diagram)
diperkenakan oleh Prof. Karou lshikawa dari Jepang (Nasution:2004)
Diagram sebab akibat adalah pendekatan terstruktur yang memungkinkan
dilakukan analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu
masalah ketidak sesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram ini digunakan dalam
situasi :
1) Terdapat pertemuan diskusi dengan sumbang saran (brainstorming) untuk
mengidentifkasi mengapa suatu masalah terjadi,
2) Diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah, dan
3) Terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat. (Nasution:2004)
2. Manfaat Menggunakan Diagram Fishbone
a). Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan yang terstruktur.
b). Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan pengetahua kelompok
tentang proses yang dianalisis.
c). Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atau perbedaan yang terjadi
dalam suatu proses.
d). Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan membantu setiap
orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor kerja dan bagaimana faktor‐
faktor tersebut saling berhubungan.
e). Mengenali area dimana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian lebih lanjut.
3. Cara Menggunakan Diagram Fishbone
Penggunaan diagram sebab akibat menurut Gasperz (1997) mengikuti langkah-langkah
berikut:
a) Dapatkah kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan masalah itu
sebagai suatu pertanyaan masalah.
b) Temukan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik
brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide yang berkaitan
dengan masalah yang sedang dihadapi
c) Gambarkan diagram dengan pertanyaan mengenai masalah untuk ditempatkan pada
sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama, seperti bahan baku metode,
manusia, mesin, dan lingkungan ditempatkan pada cabang utama (membentuk tulang
tulang besar dari ikan). Kategori utama dapat diubah sesuai kebutuhan.
d) Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan
menempatkannya pada cabang yang sesuai.
e) Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan mengapa untuk menemukan akar
penyebab kemudian tulis akar-akar penyebab itu pada cabang-cabang yang sesuai
dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan). Untuk menemukan
akar penyebab, kita dapat menggunakan teknik bertanya "mengapa” Sampi lima kali,
tapi jika pada pertanyaan ke-1 atau 2 kali sudah tidak bisa dilakukan, maka akar
utama sudah ditemukan.
f) Interprestasi atas diagram sebab akibat itu adalah dengan melihat penyebab-penyebab
yang muncul secara berulang kemudian dapatkan kesepakatan melalui consensus
tentang penyebab tersebut. Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang
dipilih melalui konsensus Alasan yang lebih kuat untuk menentukan prioritas
dominan adalah dengan mereferensi data yang ditemukan saat analisa kondisi yang
ada di lapangan.
Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat, dengan cara
mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif yang dilakukan efektif
karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi.
E. POA
1. Pengertian
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana yang
digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan di suatu wilayah
tertentu. Suatu perencanaan kegiatan perlu dilakukan setelah
suatu organisasi melakukan analisis situasi, menetapkan prioritas
masalah, merumuskan masalah, mencari penyebab masalah
dengan salah satunya memakai metode fishbone, baru setelah itu
melakukan penyuunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK). Plan of
Action (PoA) atau disebut juga Rencana Usulan Kegiatan (RUK)
merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mencapai sasaran
kegiatan. Rencana kegiatan dapat memiliki beberapa bentuk,
antara lain:
a. Rangkaian sasaran yang lebih spesifik dengan jangka waktu
lebih pendek,
b. Rangkaian kegiatan yang saling terkait akibat dipilihnya
alternative pemecahan masalah
c. Rencana kegiatan yang memiliki jangka waktu spesifik,
kebutuhan sumber daya yang spesifik, dan akuntabilitas untuk
setiap tahapannya. Menurut Supriyanto dan Nyoman (2007),
Perlu beberapa hal yang dipertimbangkan sebelum menyusun
Plan of Action (PoA), yaitu dengan memperhatikan kemampuan
sumber daya organisasi atau komponen masukan (input),
seperti: Informasi, Organisasi atau mekanisme, Teknologi atau
Cara, dan Sumber Daya Manusia (SDM)
2. Tujuan Plan of Action (PoA)
Tujuan dari Plan of Action (PoA), antara lain:
a. Mengidentifikasi apa saja yang harus dilakukan
b. Menguji dan membuktikan bahwa:
- Sasaran dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah
dijadualkan
- Adanya kemampuan untuk mencapai sasaran
- Sumber daya yang dibutuhkan dapat diperoleh
- Semua informasi yang diperlukan untuk mencapai
sasaran dapat diperoleh
- Adanya beberapa alternatif yang harus diperhatikan.
d. Berperan sebagai media komunikasi
- Hal ini menjadi lebih penting apabila berbagai unit dalam
organisasi memiliki peran yang berbeda dalam
pencapaian
- Dapat memotivasi pihak yang berkepentingan dalam
pencapaian sasaran.
2. Kriteria Plan of Action (PoA) yang Baik
Dalam penerapannya, Plan of Acton (PoA) harus baik dan
efektif agar kegiatan program yang direncanakan dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan. Berikut ini beberapa kriteria
Plan of Acton (PoA) dikatakan baik, antara lain:
a. Spesific (spesifik) :
Rencana kegiatan harus spesifik dan berkaitan dengan
keadaan yang ingin dirubah. Rencana kegiatan perlu
penjelasan secara pasti berapa Sumber Daya Manusia (SDM)
yang dibutuhkan, siapa saja mereka, bagaimana dan kapan
mengkomunikasikannya.
b. Measurable (terukur) :
Rencana kegiatan harus dapat menunjukkan apa yang
sesungguhnya telah dicapai.
c. Attainable/achievable (dapat dicapai) :
Rencana kegiatan harus dapat dicapai dengan biaya yang
masuk akal. Ini berarti bahwa rencana tersebut harus
sederhana tetapi efektif, tidak harus membutuhkan anggaran
yang besar. Selain itu teknik dan metode yang digunakan juga
harus yang sesuai untuk bisa dilakukan.
d. Relevant (sesuai) :
Rencana kegiatan harus sesuai dan bisa diterapkan di suatu
organisasi atau di suatu wilayah yang ingin di intervensi. Harus
sesuai dengan pegawai atau masyarakat di wilayah tersebut.
e. Timely (sesuai waktu) :
Rencana kegiatan harus merupakan sesuatu yang dibutuhkan
sekarang atau sesuatu yang segera dibutuhkan. Jadi waktu yang
sesuai sangat diperlukan dalam rencana kegiatan agar kegiatan
dapat berjalan efektif.
4. Langkah Plan of Action (PoA)
Mengidentifikasi masalah dengan pernyataan masalah (Diagram
6 kata: What, Who, When, Where, Why, How), sebagai berikut:
- Masalah apa yang terjadi?
- Dimana masalah tersebut terjadi?
- Kapan masalah tersebut terjadi?
- Siapa yang mengalami masalah tersebut?
- Mengepa msalah tersebut terjadi?
- Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut?

F. Konsep Handover
1. Definisi Handover
Timbang terimah memiliki beberapa istilah lain, beberapa istilah itu diantaranya
handover, handoffs, shift repot, signoner dan over converage. Handover adalah
komunikasi oral dan informasi tentang pasien yang dilakukan perawat pada
pergantian shift jaga. Friessen (2012) menyebutkan tentang defenisi dari handover
adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab dan tanggung gugat)
selama perpindahan perawat yang berkelanjutan yang mencakup tentang pertanyaan,
klarifikasi tentang pasien.
Handoffs juga meliputi mekanisme transfer informasi yang dilakukan, tanggung
jawab utama dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang
akan melanjutkannya perawatan.
Nursalam (2012) menyatakan timbang terimah adalah suatu cara dalam
menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. Handover
adalah waktu dimana perpindahan atau transfer tanggung jawab tentang pasien dari
perawat yang satu dengan perawat yang lain. Tujuan dari handover adalah
menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana perawat pasien, terapi,
kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya.
2. Tujuan timbang terima
a. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien ( data fokus)
b. Menyampaikanj hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada klien
c. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindak lanjut oleh dinas
berikutnya
d. Menyusun kerja buat dinas berikutnya
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengapurasi, mereabilisasi
komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang digunakan
untuk keseimbangan dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja.
Timbang terima (handover) memiliki dua fungsi utama yaitu :
1). Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendatan dan mengekspresikan
perasaan perawat
2). Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan
keputusan dan tindakan keperawatan
3. Langkah-langkah dalam timbang terima
a. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap
b. Shift yang menyerahkan perluh menyiapkan hal-hal yang akan disampaikan
c. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab
selanjutnya meliputi :
1). Kondisi atau keadaan pasien secara umum
2). Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
3). Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan
4). Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu-buru
5). Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung
melihat keadaan pasien . (Nursalam 2010).
4. Prosedur dalam timbang terima
a. Persiapan
1). kedua kelompok dalam keadaan siap
2). kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
b. Pelaksanaan
Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-masing
penanggung jawab :
1). timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atau operan
2). dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima
dengan mengkaji secara komperhensif yang berkaitan tentang masalah
keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan
serta hal-hal penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
3). hal-hal yang sifatnya khusus danmemerlukan perecian yang lengkap
sebaiknya dicatat secara khusus untuk diserah terimakan kepada perawat
berikutnya.
4). hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
a) Identitas klien dan diagnosa medis
b) Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
c) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
d) Intervensi kolaborasi dan dependen
Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan
selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium ataupun
pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk konsultasi atau
prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara rutin
1). perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi, Tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal
yang kurang jelas.
2). lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit
kecuali pada kondisi khusus dan m,emerlukan penjelasan yang
lengkap dan rinci.
3). pelaporan untuk timbang terima dilakukan secara langsung pada
buku laporan ruangan perawat. (Nursalam,2010).
Timbang terima memiliki 3 tahap yaitu :
 persiapan yang dilakukan oleh perawat yang aklan
melimpahkan tanggung jawab, meliputi faktor informasi
yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya
 pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan
pulang dan data akan melakukan pertukran nformasi yang
memungkinkan adanya komunikasi dua arah anatar
perawat yang shift sebelumnya kepada shift yang
berikutnya
 pengecekan ulang informasi oleh petrawat yang datang
tentanng tanggung jawab dan tugas yang dilimpahkan
merupakan aktifitas dari perawat yang menerima operan
untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical
record atau pada pasien langsung
5. metode dalam timbang terima
a. timbang terima dengan metode trandisional
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassen dan Jagoo (2012)
disebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah :
dilakukan hanya dimeja perawat
1). menggunakan satu komunikasi shingga tidak memungkinkan muncul
pertanyaan atau khusus
2). jika ada pencegahan ke pasien hanya sekedar memastikan secara umum
3). tindak ada konstribusi atau feedback dari pasien dan keluarga, sehingga
proses informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya tidak
up date .

b. timbang terima dengan metode bedside handover


menurut Kassen dan Jagoo (2012) handover yang dilakukan sekarang sudah
nmenggunakan bedsaid handover yaitu handover yang dilakukan disamping
tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien secara langsung untuk
mendapatkan feedback .
Timbang terima memiliki beberapa metode pelaksanaan diantaranya
1). menggunakan tap recorder
melakukan perekaman data tentang pasien kemudian diperdengarkan saat
juga selanjutnya data. Metode ini berupa one way communication
(komunikasi satu arah ) menggunakan komuniklasi oral atau spoken
(lisan). Melakukan pertukaran informasi dengan berdiskusi
2). menggunakan komunikasi tertulis
melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada medical record
(rekam medis) saja atau media tertulis lain. Berbagai metode yang
digunakan tersebut masih relevan untuk dilakukan bahkan bebrapa rumah
sakit menggunakan ketiga metode untuk dikombinasikan
c. Faktor-faktor dalam timbang terima
1) Komunikasi yang objek antara sesame petugas kesehatan
2) Pemahaman dalam penggunaan terminology keperawatan
3) Kemampuan mengintrespetasi medical record
4) Kemampuan mengobservasi dan menganalisan pasien
5) Pemahaman tentang prosedur klinik
d. Timbang terima dalam shift jaga
1) Efek psikososial
Efek ini berpengaruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek fisiologi
hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan
teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat. Saksono
(2010) mengemukakan pekerjaan malam berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat yang biasanya dilaukan pada siang atau sore hari. Sementara
pada saat itu bagi pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau tidur,
sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibat
tersisih dari lingkungan masyarakat
2) Efek kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek
fisiologis dan efek psikososial. Menurunya kinerja dapat mengakibatkan
kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku
kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan
3) Efek terhadap kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastroinstetinal masalah ini cenderung
terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah
terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes
4) Efek terhadap keselamatan kerja
Survey pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja
yang dilakukan Smit, et, al melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling
tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan dengan rata-rata
jumlah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja.
e. Dokumentasi dalam Timbang Terima
Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam komunikasi
keperawatan hal ini digunakan untuk mempalidasi asuhan keperawatan, saran
komunikasi antar tim kesehatan dan merupakan dokumen pasien dalam
pemberian asuhan keperawatan. Keterampilan komunikasi yang efektif
memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehtan
lainya dan menjelaskan yan sudah, sedang, dan akan di kerjakan oleh perawat.
Yang perlu di dokumentasikan dalam timvbang trima antara lain :
1). Identitas pasien
2). Dokter yang menangani
3). Kondisi umum pasien saat ini
4). Masalah keperawatan
5). Intervensi yang sudah dilakukan
6). Intervensi yang belum dilakukan
7). Tindakan kolaborasi
8). Rencana umum dan persiapan lain
9). Tanda tangan dan nama jelas
a). Dapat digunakan lagi untuk keperluan yang bermamfaat
Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan
lainya tentang apayang sudah dan akan dilakukan kepada pasien
b). Bermamfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagi
informasi mengenai pasien yang telah di catat. (Suarli dan Yayan. B
2012)
G. Model Metode Asuhan Keperawatan
Berikut adalah jenis model metode asuhan keperawatan menurut Marquis & Houston
(2010) antara lain :
1. Model Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok klien. Perawat
ruangan diagi menjadi 2-3 tim yang terdiri dari tenaga professional, teknikal dan
pembantu dalam satu tim kecil yang saling membantu. Pembagian tugas dalam
kelompok atau group dilakukan oleh kelompok. Selain itu, ketua tim bertanggung
jawab dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima laporan
kemajuan pelayanan perawatan pasien, serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan, selanjutnya ketua tim yang
melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan/asuhan
keperawatan terhadap klien.
2. Keuntungan Metode Tim
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memeri kepuasan
kepada anggota tim
3. Kelemahan Metode Tim
Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim,
yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada
waktu-waktu sibuk
4. Konsep Metode Tim
1) Ketua tum sebagai perawat professional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana terjamin
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode ini
5. Tanggung Jawab Ketua Tim
1) Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dibawah tanggung jawabnya
2) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim
3) Memberikan laporan
4) Mengemangkan kemampuan anggota
5) Menyelenggarakan conference
H. Konsep Alat Pelindung Diri
1. Pengertian APD
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang berfungsi untuk melindungi
seseorang dalam pekerjaan dimana fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari
bahaya di lingkungan kerja (Depnaker, 2006).
Alat pelindung diri yaitu seperangkat alat yang harus digunakan oleh tenaga kerja
untuk melindungi tubuh terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya atau
kecelakaan kerja (Budiono, 2006).
Pemilihan alat pelindung diri berdasarkan pada sifat interaksi pasien dan tingkat
potensi terkena darah, cairan tubuh atau agen infeksius. Penggunaan yang tepat dari
APD untuk kepatuhan terhadap pelaksanaan standard precautions meliputi:
penggunaan sarung tangan ( handscoen dalam situasi yang kemungkinan kontak
dengan darah atau cairan tubuh, selaput lendir (mukosa), kulit yang tidak utuh atau
bahan yang dicurigai berpotensi menular, menggunakan apron untuk melindungi
kulit dan pakaian selama prosedur tindakan di mana kontak dengan darah atau cairan
tubuh, penggunaan pelindung mulut, hidung dan pelindung mata selama tindakan
yang mungkin menimbulkan percikan cairan tubuh seperti darah atau lainnya. Setiap
unit baik rawat jalan atau pun rawat inap harus meng evaluasi layanan yang
diberikan untuk menentukan kebutuhan dan memastikan bahwa alat pelindung
memadai dan tepat tersedia untuk terlaksananya kepatuhan dalam penggunaan APD.
Semua petugas pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan harus diberi
pengetahuan mengenai pilihan yang tepat dalam penggunaan alat pelindung diri
(CDC, 2014).
2. Jenis -Jenis Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri yang menjadi komponen utama Personal Precaution beserta
penggunaannya yang biasa digunakan pekerja khususnya perawat sebagai
kewaspadaan standar ( standard precaution) dalam melakukan tindakan. Adapun
macam - macam APD yang digunakan dalam perlindungan saat melakukan
pelayanan kesehatan menurut Occupational Safety & Health Administration (OSHA)
me liputi :
a. Sarung tangan
Alat pelindung diri (APD) digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Salah satu alat pelindung diri adalah
sarung tangan Dikenal ada tiga jenis sarung tangan, yaitu (Depkes, 2007):
-. Sarung tangan bersih
adalah sarung tangan yang di desinfeksi tingkat tinggi dan digunakan sebelum
tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir misalnya tindakan medik
pemeriksaan dalam, merawat luka terbuka. Sarung tangan bersih dapat
digunakan untuk tindakan bedah bila tidak ada sarung tangan steril.
- Sarung tangan steril adalah sarung tangan yang disterilkan dan harus digunakan
pada tindakan bedah. Bila tidak tersedia sarung tangan steril baru dapat
digunakan sarung tangan yang didesinfeksi tinggi.
- Sarung tangan rumah tangga. Sarung tangan ini terbuat dari latex atau vinil yang
tebal, seperti sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Sarung tangan rumah tangga dipakai pada waktu membersihkan alat
kesehatan. Sarung tangan ini juga dapat digunakan lagi setelah dicuci dan
dibilas bersih.

b. Gaun Pelindung
Cover Grown Gaun pelindung digunakan untuk melindungi kulit dan mencegah
kotornya pakaian selama tindakan yang umumnya bisa menimbulkan percikan
darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi (WHO, 2008). Jenis bahan dapat berupa
bahan tembus cairan dan bahan tidak tembus cairan. Selain itu, jika dipandang dari
macam aspeknya, gaun pelindung ini terdiri dari gaun tidak kedap air dan gaun
pelindung kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung harus
dipakai apabila ada indikasi, misalnya pada saat membersihkan luka, melakukan
irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam
lubang pembuangan, mengganti pembalut, menangani pasien dengan pendarahan
masif, melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi, dan lain-lain
(Depkes, 2007).
c. Alas kaki Alas kaki
berfungsi melindungi kaki petugas kesehatan terhadap tumpahan atau percikan
darah maupun cairan tubuh yang lain dan mencegah kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan . Standar alas kaki adalah yang menutupi
seluruh ujung jari dan telapak kaki. Sepatu khusus sebaiknya terbuat dari bahan yang
mudah dicuci dan tahan tusukan. Sepatu pelindung digunakan ketika bekerja di ruang
tertentu seperti: ruang bedah, laboratorium, ICU ruang isolasi, ruang perawatan
jenazah dan petugas sanitasi.
d. Penutup kepala
Tujuan pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya mikroorganisme
yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat - alat/area steril dan juga
sebaliknya untuk melindungi kepala/ rambut petugas dari percikan bahan-bahan
yang digunakan untuk menangani pasien (Depkes, 2007).
e. Masker dan Respirator
OSHA membedakan fungsi antara masker dan respirator. Masker berfungsi untuk
membantu melindungi membran mukosa pada mulut dan hidung petugas terhadap
transmisi infeksi melalui udara saat berinteraksi dengan pasien. Masker dianjurkan
untuk selalu digunakan ketika melakukan tindakan dengan semua pasien khususnya
pasien TB sedangkan respirator berfungsi menyaring udara sekitar sebelum petugas
menghirupnya.
a). Masker bedah / Masker Tindakan
Masker membantu melindungi hidung dan mulut serta membrane mukosa petugas
dari cairan tubuh seperti darah, sekret pernapasan, muntah, urin atau feces
b). Respirator
Respirator berfungsi menyaring udara sehingga dapat mencegah terpajannya
petugas dari berbagai macam mikroorganisme termasuk bakteri dan virus. Ada
beberapa macam jenis Respirator antara lain: Respirator Disposable
f. Pelindung Mata & Wajah Lainnya
Pelindung wajah terdiri dari dua macam yaitu masker dan kacamata (Google),
dengan berbagai macam bentuk, yaitu ada yang terpisah dan ada pula yang menjadi
satu. Pelindung wajah tersebut dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir
hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh lain, termasuk tindakan
bedah ortopedi atau perawatan gigi (Depkes, 2007). Masker, kacamata dan
pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang melaksanakan atau
membantu melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan
cairan tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter
atau dekontaminasi alat bekas pakai (Depkes, 2007)

I. Hend Hygine
1. Pengertian Cuci Tangan (Hand Hygiene)
Mencuci tangan merupakan teknis dasar yang paling prnting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005)
Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanik melepasakan kontoran dan debris
dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air (Depkes RI, 2009)
Mencuci tangan adalah proses pembuangan kotoran dan debu secara mekanik dari kulit
kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al 2004)
Hand hygiene adalah tindakan membersihkan dengan tepat dan benar yang dapat
dilakukan dengan; melakukan handrub dengan cairan handrub berbasis Alkohol bila
tangan tidak nampak kotor, mencuci tangan dengan sabun dan air bila tangan tampak
kotor, terkontaminasi dengan darah maupun cairan tubuh dan bila berotensimembentuk
spora kuman (Susanti, 2008).
Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengaliruntuk menghidari
penyakit agar kuman yang menempel pada tangan benar-benar hilang. Mencuci tangan
juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et.al,2000)
Hand hygiene adalah tindakan membersihkan tangan dengan tepat dan benar yang dapat
dilakukan dengan; melakukan handrub dengan cairan handrub berbasis Alkohol bila
tangan tidak nampak kotor, mencuci tangan dengan sabun dan air bila tangan tampak
kotor, terkontaminasi dengan darah maupun cairan tubuh dan bila berotensimembentuk
spora kuman (Susanti, 2008).
2. Indikator Cuci Tangan (Hand Hygiene)
Menurut Himpunan Perawat Infeksi Indonesia (HPPI) tahun 2010 waktu melakukan
cuci tangan adalah bila tangan kotor, saat tiba dan sebelum meninggalkan rumah sakit,
sebelum dan sesudah melakukan tindakan kontak dengan pasien lingkungan pasien
sebelum dan sesudah menyiapkan makanan serta sesudah kekamar mandi 2 Indikator
mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan
kuman melalui tangan (Depkes, 2008) yaitu:
a. Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat memeriksa (kontak lansung dengan
klien) saat akan memakai sarung tangan bersih maupun steril, saat akan melakukan
injeksi dan pemasangan infus.
b. Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang
alat bekas pakai dan bahan yang berkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa.
WHO telah mengembangkan Moments untuk Kebersihan Tangan yaitu Five
Moments For Hend Hygiene yang telah diindetifikasikan sebagai waktu kritis ketika
kebersihan tangan harus dilakukan sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan
aseptik, setelah terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien dan
setelah kontak dengan lingkungan pasien (WHO,2009)
Dua dari lima momen untuk kebersihan tangan terjadi sebelum kontak. Indikasi
“sebelum” momen ditunjukan untuk mencegah resiko penularan mikroba untuk
pasien. Tiga lainnya terjadi setelah kontak hal ini ditunjukkan untuk mencegah resiko
transmisi mikroba ke petugas kesehatan perawat dan lingkungan pasien.
1. Tujuan Cuci Tangan
a. Tujuan Umum
Menurut Susanti (2008) tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk
mengangkat mikroorganisme yang ada ditangan membuat kondisi tangan steril
sehingga infeksi silang bisa dicegah.
b. Tujuan Khusus
1). Terciptanya pemahaman dan pengertian yang sama dalam mencegah
terjadinya infeksi silang.
2). Meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nasokomial
(WHO,2009)
Menurut Susanti (2008), tujuan dilakukan cuci tangan yaitu untuk:
- Mengakat mikroorganisme yang ada di tangan
- Mencegah infeksi silang
- Menjaga kondisi steril
- Melindungi diri dan pasien dari infeksi
- Memberikan perasaan segar dan bersih.
3. Indikasi Cuci Tangan
Indikasi untuk mencuci tangan menurut DepKes RI. (2010) adalah : Sebelum
melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik, pemasangan kateter dan pemasangan
alat bantu pernafasan. Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung. Sebelum dan
sesudah merawat setiap jenis luka setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar
dengan mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak dengan
darah, selaput lendir, saluran tubuh, sekresi atau akresi. Setelah menyetuh benda yang
kemungkinan terkontaminasi dengan mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis
merupkan mikroorganisme penting.
Benda ini termasuk pengukur urin atau alat penampung sekresi setelah melakukan
asuhan keperawatan langsung pada pasien yang terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi
mikroorganisme yang bermakna secara klinis atau epidemiologis Setiap kontak dengan
pasien-pasien di unit resiko tinggi setelah melakukan asuhan lansung maupun tidak
langsung pada pasien yang tidak infeksius.
4. Keuntungan Mencuci Tangan
Menurut Puruhito (2010), cuci tangan akan memberikan keuntungan dapat mengurangi
infeksi nosocomonia. Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih
bersih dibangdingkan dengan setiap mencuci tangan dari segi praktis ternyata lebih
murah dari pada tidak mencuci tangan sehingga tidak dapat menyebabab infeksi
nosokomial.
5. Memanfaatkan Cuci Tangan dengan Benar
1. Hal utama pencegahan dan pengendalian infeksi
2. Sederhana dan efektif mencegah infeksi
3. Menciptakan lingkungan yang aman
4. Pelayanan kesehatan menjadi aman
5. Bila tangan kotor cuci dengan sabun atau antiseptic di air mengalir
6. Bila tangan tak tampak kotor bersihkan dengan gosok cairan berbasis alkohol atau
hand sanitizer.
6. Jenis-Jenis Cuci Tangan dengan Benar
Cuci tangan medis di bedakan menjadi 3 jenis yaitu :
a. Cuci tangan sosial/mencuci tangan biasa adalah untuk menghilangkan kotoran dan
mikroorganisme transien dari tangan dengan sabun atau detergen paling tidak 10 atau
15 detik.
b. Cuci tangan prosedur/cuci tangan aseptik adalah untuk menghilangkan atau
mematikan mikroorganisme trasien disebut juga antisepsi tangan dilakukan dengan
sabun antiseptik atau alkohol paling tidak selama 10 atau 15 detik.
c. Cuci tangan bedah/cuci tangan steril adalah proses menghilangkan atau mematikan
mikroorganisme trasien dan mengurangi mikroorganisme residen dilakukan dengan
larutan antisptik dan diawali dengan menyikat paling tidak 120 detik.
7. Langka-langka Cuci Tangan dengan Benar
Secara umum teknik mncuci tangan ada 6 langka yaitu :
1) Ratakan sabun dengan kedua telapak tangan.
2) Gosokan punggung dan sela-sela jari tangan dengan jari tangan kanan dan
sebaliknya.
3) Gosokan kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
4) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
5) Kemudian gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
6) Gosok dengan memutar ujung jari telapak tangan kiri dan sebaliknya
DAFTAR PUSTAKA

Budiono , S. 2006. Bunga Rampai Hiperkes Dan Kecelakaan Kerja . Semarang: Universitas
Diponegoro.
Blacius Dedi, (2020). Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan, Teori Konsep
dan Implementasi : Jakarta

Kaasean M, Jagoo ZB. ( 2012 ). Managing change in the nursing handover from traditional to
bedside handover - a case study from Mauritius. BMC Nursing 4 ( 1 ) : 1

Marquis, Bessie L., Huston, Carol J., and Propst, Joan. (2009). Leadership roles and management
functions in nursing. Journal of Nursing Staff Development: Vol. 8 issue 6ppg 284 – 287

Marquis, B & Huston. (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan. Jakarta: Salemba
medika

Nasution, S. 2004. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif . Bandung: Tarsito Agung.

Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam praktik keperawatan professional,


edisi 3, Jakarta : Salemba Medika.

Potter A. P, and Anne G. P.(2005). Fundamental Keperawatan . Edisi 7. Jakarta. Salemba


Medik
Supriyanto, Stefanus dan Nyoman Anita Damayanti. 2007. Perencanaan dan Evaluasi. Surabaya:
Airlangga University Press

World Health Organization (WHO), 2009, Who Guidelines On Hand Hygiene In Health Care,
Switzerland: WHO Press.

Anda mungkin juga menyukai