Anda di halaman 1dari 5

ANTAGONIS RESEPTOR'HI

Walaupun antagonis yang bekerja secara selektif pada ketiga rescptor histamin telah dikembangkan,
pembahasan di sini dibatasi pada sifat dan penggunaan klinis antagoniS HI. Antagonis H2 spesifik
(misal. simetidin, ranitidin) dipakai secara luas untuk pengobatan ulser peptik; obat ini dibahas pada
Bab 37. Sifat-sifat agonis dan antagonis reseptor H3 akan dibahas pada bagian selanjutanya dalam
bab ini. Obat-obat ini belum tersedia untuk penggunaan klinis.

Sejarah. Aktivitas perintangan histamin pertama kali ditemukan oleh Bovet dan Staub pada tahun
1937, yaitu pada salah satu rangkaian senyawa amin dengan gugus fungsi eter fenolik. Senyawa ini,
2-isopropil-5~metilfenoksietildietil-amin, melindungi marmot dari beberapa dosis letal histamin,
mengantagonis spasme berbagai otot polos yang disebabkan histamin, dan mengurangi gejala syok
anafilaktik. Obat ini terlalu toksik untuk penggunaan klinis; tetapi pada tahun 1944, Bovet dan
rekanrekannya memperkenalkan pirilamin maleat, yang hingga kini masih merupakan salah satu
antagonis histamin yang paling spesifik dan efektif pada golongan ini. Difenhidramin dan
tripelenamin, antagonis histamin yang sangat efektif, ditemukan tidak lama kemudian (lihat Bovet,
1950; Ganellin, dalam Ganellin and Parsons, 1982). Pada tahun l980-an, dikembangkan antagonis
histamin pada reseptor H . yang bersifat nonsedatif untuk pengobatan penyakit alergi.

Di awal 1950-an, tersedia banyak senyawa dengan aktivitas perintang histamin untuk digunakan
para dokter, tetapi semua obat itu gagal menghambat respons tertentu terhadap histamin, yang
paling nyata adalah sekresi asam lambung. Penemuan Black dan rekan-rekannya berupa golongan
obat baru yang memblok sekresi asam lambung akibat-histamin memberikan sarana farmakologis
baru untuk mengeksplorasi fungsi histamin endogen. Penemuan ini mengarah pada penemuan
golongan besar senyawa terapeutik baru, yaitu antagonis reseptor H2, antara lain simetidin
(TAGAMET), famotidin (PEPCID), nizatidin (AXID), dan ranitidin (ZANTAC) (lihat Bab 37).

Hubungan Struktur-Aktivitas. Semua antagonis reseptor H. yang tersedia merupakan inhibitor


interaksi histamin dengan reseptor H 1 yang reversibel dan kompetitif.

Seperti histamin, banyak antagonis H. yang mengandung . . . . I l / gugus etllamm tersubsutu51,


-cl:-?-N\.

Berbeda dengan histamin yang memiliki gugus amino primer dan cincin aromatik tunggal,
kebanyakan antagonis H. memiliki gugus amino tersier yang terhubung olch rantai beratom dua atau
tiga ke dua buah substituen aromatik, sesuai dengan rumus umum berikut:
“'1 | | ;x_c_c_N< Ar2 I I

dengan Ar adalah aril dan X adalah sebuah atom nitrogen atau karbon, atau sebuah tautan eter -C-
O--pada rantai samping beta-aminoetil. Kadang-kadang kedua cincin aromatik ini bertemu, seperti
pada turunan trisiklik, atau

Sifat-sifat Farmakologi

Kebanyakan antagonis H1 memiliki kerja farmakologis dan aplikasi terapeutik yang sama dan dapat
dibahas secara bersamaan. Efeknya sebagian besar dapat diperkirakan dan' pemahaman tentang
responsnya terhadap histamin yan g melibatkan interaksi dengan reseptor H 1.

Otot Polos. Antagonis H1 menghambat sebagian besar respons otot polos terhadap histamin.
Antagonisme kerja konstriksi histamin terhadap otot polos pemapasan mudah terlihat secara in vivo
atau in vitro. Pada marmot misalnya, kematian akibat asflk'sia terjadi setelah pemberian histamin
dalam dosis cukup kecil, tetapi hewan ini tetap dapat selamat setelah diberi seratus dosis letal
histamin jika padanya diberikan antagonis H1. Pada spesies yang sama, perlindungan yang nyata
juga dihasilkan terhadap bronkospasme anafllaktik. Perlindungan ini tidak tampak pada manusia,
yang bronkokonstriksi akibat alergi tampaknya

disebabkan oleh berbagai mediator seperti leukotrien dan faklor pengaktif platelet (lihat Bab 26).

Di dalam percabangan pembuluh, antagonis H. meng~ hambat efek vasokonstriksi histamin dan,
sampai tingkat Iertentu, menghambat efek vasodilatasi yang lebih cepat yang diperantarai oleh
reseptor H1 pada sel endotel. Vaso~ dilatasi residual menunjukkan keterlibatan reseptor H2 pada
otot polos dan hanya dapat ditekan bila diberikan antagonis H2 secara bersamaan. Efek antagonis
histamin terhadap perubahan tekanan darah sistemik akibat induksi histamin sejalan dengan efek-
efek pada pembuluh.

Permeabilitas Kapiler. AntagOnis H1 memblok kerja histamin dengan kuat, yang menghasilkan
peningkatan permeabilitas kapiler serta pembentukan edema dan bentol.
Melepuh dan Gatal. Melepuh pada respons tripel~ dan gatal akibat injeksi histamin intradermal
merupakan dua manifestasi kerja histamin yang berbeda terhadap ujung saraf. Antagonis H.
menekan keduanya.

Kelenjar Eksokrin. Sekresi lambung tidak dihambat sama sekali oleh antagonis H., tetapi obat ini
menekan sekresi ludah. lakrimal, dan sekresi eksokrin lain yang disebabkan oleh hiSv

tamin dengan respons yang berbeda-beda. Meskipun demikian, gifat mirip atropin yang terdapat
pada banyak obat ini, mungkin perperan dalam mengurangi sekresi kelenjar yang banyak di/

ersarafi kolinergik dun mcngurangi sckresi yang tcrus-menerué perlangsung, misalnya, di


percabangan pemapasan.

Reaksi Hipersensitivitas-Segera: Anafilaksis dan Alergi. Pada reaksi hipersensitivitas, histamin


merupakan salah satu dari banyak autakoid kuat yang dilcpaskan (lihat di atas), dan peran relatifnya
terhadap gejala yang timbul sangat beragam tergantung pada spesies dan jaringannya. Dengan
demikian, perlindungan yang diberikan oleh antagonis histamin juga berbeda-beda. Pada manusia,
beberapa fenomena seperti pembentukan edema dan gatal, ditekan dengan efektif. Sedangkan pada
gejala lain misalnya hipotensi, tidak begitu efektif. Ha] ini mungkin dapat dijelaskan oleh adanya
mediator sel mast lain, khususnya prostaglandin D2, yang juga berpe'ran dalam vasodilatasi (Roberts
et al., 1980). Bronkokonstriksi sedikit berkurang, seandainya bisa (lihat Dahlén et al., 1983).

Sistem Saraf Pusat. Antagonis H, generasi-pertama dapat menstimulasi atau menekan SSP. Kadang-
kadang stimulasi terjadi pada pasien yang diberi dosis lazim, akibatnya pasien menjadi gelisah,
gugup, dan tidak dapat tidur. Eksitasi sentral juga merupakan ciri mencolok pada keracunan, yang
umumnya menyebabkan konvulsi, terutama pada bayi. Di sisi lain, depresi sentral umumnya
menyertai dosis terapeutik antagonis H. lama. Manifestasi ' lain yang sering terjadi berupa
berkurangnya kewaspa~ daan, melambatnya waktu muncul reaksi, dan mengantuk (somnolens).
Beberapa antagonis H1 lebih cenderung menyebabkan depresi SSP dibandingkan dengan yang lain,
dan pasien memilikj kepekaan dan respons yang beragam lerhadap tiap obat. Senyawa etanolamin
(misalnya, difen~ hidramin; lihat Gambar 25-3) terutama cenderung menim~ bulkan sedasi.

Sistem Saraf Pusat. Antagonis H. generasi-pertama da~ pat menstimulasi atau menekan SSP. Kadang-
kadang sti~ mulasi terjadi pada pasien yang diberi dosis lazim, aki« batnya pasien menjadi gelisah,
gugup, dan tidak dapat (idur. Eksitasi sentral juga merupakan ciri mencolok pada keracunan, yang
umumnya menyebabkan konvulsi, terutaz ma pada bayi. Di sisi lain, depresi sentral umumnya
menyertai dosis terapeutik antagonis H. lama. Manifestasi lain yang sering terjadi berupa
berkurangnya kewaspa/ daan, melambatnya waktu muncul reaksi, dan mengantuk (somnolens).
Beberapa antagonis H1 lebih cenderung me! nyebabkan depresi SSP dibandingkan dengan yang lain,
dan pasien memiliki kepckaan dan respons yang beragam terhadap tiap obat. Senyawa etanolamin
(misalnya, difen’ hidramin; lihat Gambar 25-3) terutama cenderung menim~ bulkan sedasi.

Antagonis H1 generasi-kedua (“nonsedasi”) (misalnya loratadin, setirizin, feksofenadin) bila


diberikan dalam dosis terapeutik, kebanyakan tidak masuk ke otak karena tidak dapat melintasi
sawar darah-otak dalam jumlah memadai. Efeknya pada pengukuran sedasi objektif seperti uji
latensi tidur, EEG, dan uji kinerja standar, mirip dengan efek dari plasebo (Simons and Simons, 1994).
Sedasi yang menyertai antihistamin generasi-pertama menyebabkan obat-obat ini tidak dapat
diterima atau digunakan dengan aman oleh banyak pasien. Oleh karena itu, ketersediaan
antihistamin nonsedasi merupakan kemajuan penting yang memungkinkan pemakaian obat-obat ini
secara umum.

Sifat antagonis H1 tertentu yang menarik dan bermanfaat adalah kemampuannya mengatasi mabuk
perjalanan. Efek ini pertama kali diamati pada dimenhidrinat dan selanjutnya pada difenhidramin
(bagian molekul chmenhidrinat yang aktif), berbagai turunan piperazin, dan prome~ tazin.
Prometazin mungkin memiliki aktivitas perintangan

muskarinik yang paling kuat di antara senyawa-Senyawa ini dan tergolong antagonis H1 yang paling
efektif dalam mengatasi mabuk perjalanan (lihat di bawah). Karena skopolamin merupakan obat
paling ampuh untuk mencegah mabuk perjalanan (lihat Bab 7), sifat antikolinergik antagonis Ht
tertentu mungkin berperan besar untuk efek ini.

Efek Antikolincrgik. Banyak antagonis HI gcnerasi-pcrtama cenderung menghambat rcspons tcrhadap


asctilkolin yang diperantarai oleh rescptor muskan’nik. Bcberapa obat ini mcmiliki kerja mirip-atropin
yang cukup menonjol untuk menimbulkan efck sclama penggunaan klinis (lihat di bawah). Antagonis
H. generasi-kedua tidak memiliki efek terhadap reséptor muskarinik.

Efek Anestetik Lokal. Beberapa antagonis H. memiliki kerja anestetik lokal, dan beberapa di
antaranya bahkan lebih kuat daripada prokain. Yang terutama aktif adalah prometazin
(PHENERGAN). Namun, konsentrasi yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek ini beberapa tingkat
lebih besar daripada konsentrasi untuk mengantagonis histamin.

Absorpsi, Nasih, dan Ekskrcsi. Antagonis H. diabsorpsi dcngan baik dari salurzm gastrointestinal.
Sctclah pcmbcrian oral, konsentrasi puncak dalam plasma dicapui dalam waklu 2 sampai 3 jam dun
cfck biasanya bcrlahzm 4 hingga 6 jam. Mcskipun demikizm, bcbcrupu obal dapal bckcrja jauh lcbih
lama (Tabcl 25-1).

Pcnelitian ckstcnsif mcngcnui nasib mclaholismc antagonis H. lama lcrbatus. Dil'cnhidramin, pada
pcmbcrian oral, mencapai konscnlrasi muksimal dalam darah sckitar 2 jam, bertahan pada
konsenlrasi ini untuk 2jam bcrikutnya, kemudian turun secara eksponcnsial dengan waktu paruh
eliminasi dalam plasma sekitar 4 hingga 8jam. Obat ini lerdislribusi luas ke seluruh tubuh, termasuk
SSP. Hanya sedikit, kalaupun ada, yang dickskresikan tidak berubah di urin; sebagian besar sebagai
metabolit. Antagonis H, generasi pertama yang lain tampaknya dieliminasi dengan cara yang sama
(Paton and Webster, 1985).

Informasi mengenai konsentrasi antagonis H, yang . dapal dicapai di kulit dan membran mukosa
hanya sedikit. Meskipun demikian, terjadi penghambatan yang signifikan terhadap respons “bentol
dan lepuh” pada injeksi intradermal histamin atau alergen yang dapat bertahan selama 36 jam atau
lebih selelah pengobatan dengan beberapa antagonis H1 kerja-panjang, bahkan bila konsemrasi obat
dalam plasma sangat rendah. Hasil seperli ini menegaskan perlunya penafsiran anjuran jadwal
pendosisan secara neksibel (lihat Tabel 25-1); pendosisan obat yang lidak terlalu sering mungkin
sudah mencukupi. Doksepin, suatu antidepresan trisiklik (lihat Bab 19), merupakan salah satu
antihistamin terkuat yang tersedia; potensinya kira-kira 800 k211i lebih kual daripada difenhidramin
(Sullivan, 1982; Richelson, 1979). Hal ini dapat menjelaskan pengamatan mengapa doksepin efektif
untuk pengobatan urti= karia kronis jika antihistamin lain gagal. Obat ini juga terdapat dalam bentuk
sediaan topikal.

Penggunaan Terapeutik

Antagonis H1 digunakan sebagai obat tetap dan diakui manfaatnya untuk pengobatan simtomatik
berbagai reaksi hipersensitivitas-segera. Selain itu, sifat kerja sentral beberapa obat memiliki nilai
terapeutik untuk menekan

mabuk perjalanan atau untuk sedasi.

Penyakit Alergi. Antagonis H. memiliki manfaat paling besar untuk tipe alergi akut yahg muncul
dengan gejala rinitis, urtikaria, dan konjungtivitis. Meskipun demikian,_efeknya hanya terbatas pada
penekanan gejala yang

Anda mungkin juga menyukai

  • Crsfix
    Crsfix
    Dokumen44 halaman
    Crsfix
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Tiroid
    Tiroid
    Dokumen4 halaman
    Tiroid
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • VFRV
    VFRV
    Dokumen41 halaman
    VFRV
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Dxbhsfcrse
    Dxbhsfcrse
    Dokumen28 halaman
    Dxbhsfcrse
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Indikasi Kelebihan Kekurangan
    Indikasi Kelebihan Kekurangan
    Dokumen3 halaman
    Indikasi Kelebihan Kekurangan
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Beda OA RA GOUT
    Beda OA RA GOUT
    Dokumen1 halaman
    Beda OA RA GOUT
    Puji Rahayu
    100% (7)
  • Laporan Carpal
    Laporan Carpal
    Dokumen21 halaman
    Laporan Carpal
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Fyvct
    Fyvct
    Dokumen2 halaman
    Fyvct
    syerin fitria sari
    100% (1)
  • Pembeda
    Pembeda
    Dokumen1 halaman
    Pembeda
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Crs - Fathin Fadhilah - G1a219120-Dikonversi
    Crs - Fathin Fadhilah - G1a219120-Dikonversi
    Dokumen48 halaman
    Crs - Fathin Fadhilah - G1a219120-Dikonversi
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen18 halaman
    Laporan Kasus
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Clinical Science Session
    Clinical Science Session
    Dokumen44 halaman
    Clinical Science Session
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Posyandu
    Posyandu
    Dokumen39 halaman
    Posyandu
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • DSM IV
    DSM IV
    Dokumen1 halaman
    DSM IV
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Farmakologi
    Farmakologi
    Dokumen2 halaman
    Farmakologi
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Kasus - Syerin Fitria Sari - G1A219100
    Laporan Kasus Kasus - Syerin Fitria Sari - G1A219100
    Dokumen9 halaman
    Laporan Kasus Kasus - Syerin Fitria Sari - G1A219100
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Gfte5i9iuhb I
    Gfte5i9iuhb I
    Dokumen5 halaman
    Gfte5i9iuhb I
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Corona
    Corona
    Dokumen1 halaman
    Corona
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • DSM IV
    DSM IV
    Dokumen1 halaman
    DSM IV
    syerin fitria sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Jiwa
    Referat Jiwa
    Dokumen23 halaman
    Referat Jiwa
    muhammad Isra
    Belum ada peringkat