Anda di halaman 1dari 20

NAMA : JIHAN FAADHILAH

NPM : 1102018273
LO 1 MM ANATOMI ILEUM DAN COLON

1.1 MAKROSKOPIK

Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:


A. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini terdapat
pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat bermuaranya saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla
vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar
brunner untuk memproduksi getah intestinum. Panjang duodenum sekitar 25 cm, mulai dari
pilorus sampai jejunum.

B. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri atas intestinum
minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas (mesentrium)
memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan
saraf ke ruang antara lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih
tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.

C. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum
merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum
dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula
ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk
lagi ke dalam ileum.
USUS BESAR (COLON)
Dapat dibagi menjadi :
 Colon ascenden: sebelah kanan, naik dari caudal ke cranial, dimulai dari caecum (usus
buntu). Pada ujung caecum bermuara bangunan kecil berupa pipa menyerupai cacing
disebut processus (appendix) vermiformis
 Colon transversum: berjalan dari kanan ke kiri. menyilang abdomen di regio umbilicalis
dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Colon transversum membentuk
lengkungan berbentuk huruf “U”. Pada saat colon transversum mencapai lien akan
melengkung ke bawah membentuk flexura coli sinistra untuk menjadi colon descendens.
 Colon descenden: berjalan dari cranial ke caudal, taenia libera terletak di ventra, taenia
omentalis di lateral, dan taenia mesocolica di medial. Terbentang dari flexura coli sinistra
sampai apertura pelvis superior. Colon descendens menempati kuadran kiri atas dan
bawah. Colon descendens diperdarahi oleh arteri dan vena mesenterica inferior dan
dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi splanchnici pelvici melalui plexus
mesenterica inferior.
 Colon sigmoideum: berbentuk seperti huruf S. Mulai dari apertura pelvis superior dan
merupaka lanjutan colon descendens. Colon ini tergantung ke bawah ke dalam cavitas
pelvis dalam bentuk sebuah lengkung. Colon sigmoideum beralih ke rectum di depan os
sacrum. Diperdarahi oleh cabang dari arteri mesenterica inferior dan disarafi oleh saraf
simpatis dan parasimpatis dari plexus hypogastricus inferior.
 pada kolon terdapat taenia :
- taenia mesocolica : perlekatan alat penggantung dibelakang
- taenia omentalis : perlekatan omentum majus di depan
- taenia libera : dinding kaudal tidak ada alat yang melekat
 taenia ini, berkas stratum longitudinal karen alebih pendek dari stratum circulare,
mengakibatkan stratum circulare berlipat-lipat. Lipatan keluar disebut haustra dan lipatan
ke dalam disebut plica semilunaris
 lekuk diantara haustra disebut incisura.
 Pada colon ascendens, taenia libera terletak ventral , taenia omentalis terletak lateral dan
taenia mesocolica terletak medial
 Colon descendens berjalan dari cranial ke caudal. Taenia libera terletak di ventral, taenia
omentalis di lateral dan taenia mesocolica di medial
1.2 MIKROSKOPIS
a. Ileum
Tunica mucosa lebih banyak mengandung sel goblet. Villus intestinalis kurus. Pada
sebagian dindingnya dalam lamina propria terdapat nodulus lymphatici aggregatii
(Plaques peyeri). Tunica submucosa tanpa kelenjar, plica semicircularis mudah
ditemukan, tetapi pendek-pendek.
1. Usus Besar
Tunica mucosa rata tanpa lipatan, villus tidak ada, criptus Lieberkuhn (kelenjar
instestinal) panjang dengan dipenuhi sel goblet dan sedikit sel argentaffin. Lamina
propria banyak sel limfoid dan nodulus lymphaticus. Nodulus dapat menyebar sampai
submucosa. Tunica muscularis dua lapis circular dan longitudinal. Serabut longitudinal
bersatu dalam tiga pita longitudinal tebal disebut “taenia coli”. Pada bagian bebas
kolon, lapisan serosa ditandai suatu tonjolan pedunculosa terdiri jaringan adiposa
(appendices epiploicae). Pada daerah anus, membran mucosa mempunyai sekelompok
lipatan longitudinal “collum rectalis Morgagni”. Sekitar 2 cm diatas lubang anus,
mucosa diganti oleh epitel berlapis gepeng. Pada daerah ini lamina propria
mengandung plexus vena-vena besar yang dapat menimbulkan haemorhoid (wasir).
LO 2. OBSTRUKSI ILLEUS
2.1 DEFINISI
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaandimana isi lumen saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik
yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan
Ileus Obstruktif  adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus
atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sjamsuhidajat, 2003).
2.2 ETIOLOGI
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain :
1. Hernia inkarserata : usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini
tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
2. Non hernia inkarserata, antara lain :
a. Adhesi atau perlekatan usus
Di mana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa perlengketan mungkin dalam
bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat
atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus
karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b. Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa.
Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi
umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke kolon ascendens dan mungkin terus
sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan Roentgen dengan pemberian enema barium.
Invaginasi pada orang muda dan dewasa jarang idiopatik, umumnya ujung invaginatum merupakan
polip atau tumor lain di usus halus. Pada anak, apabila keadaan umumnya mengizinkan, maka dapat
dilakukan reposisi hidrostatik yang dapat dilakukan sekaligus sewaktu diagnosis Roentgen
ditegakkan. Namun, apabila tidak berhasil, harus dilakukan reposisi operarif. Sedangkan pada orang
dewasa, terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin dilakukan karena jarang merupakan
invaginasi ileosekal.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan
ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat
cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,
strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus
sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis radii mesenterii sehingga pasase makanan terganggu. Pada usus halus
agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau
tanpa gejala dan tanda strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi.
Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi
usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus.
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum
atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.

2.3 KLASIFIKASI
A. Proses Terjadinya
Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi mekanik dan
non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena penyumbatan fisik langsung yang bisa
disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus obstruksi non mekanik terjadi
karena penghentian gerakan peristaltic.
B. Kecepatan timbul (speed of onset)
 Akut, kronik, kronik dengan serangan akut
C. Letak sumbatan
 Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal)
 Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)
D. Berdasarkan stadiumnya ileus obstruktif dibagi menjadi 3 antara lain :
1. Obstruksi sebagian (partial obstruction)
Obstruksi terjadi sebagian sehingga makanan masih dapat lewat, pasien masih bisa
flatus dan defekasi.
2. Obstruksi sederhana (simple obstruction)
Obstruksi atau sumbatan yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai
gangguan aliran darah).
3. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction)
Obstruksi yang disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia
yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren
E. Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3 :
1. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal), disebabkan oleh adhesi (post operative), hernia
(inguinal, femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal.
2. Lesi intrinsik di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital
(malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan
intususepsi.
3. Obstruksi menutup (intaluminal), penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya
benda asing, batu empedu.

2.4 PATOFISIOLOGI
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat adanya
gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan sekresi biliary.
Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian
ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga akan memperburuk
keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit. Jika terjadi
hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).

Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh darah


vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan iskemia
pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke peritonitis,
dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai akibat dari
perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang terletak di
bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong (Schrock, 1993).

Gambar 5. Gangguan pada usus


Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak tinggi/obstruksi usus halus),
semakin sedikit distensi dan semakin cepat munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien
dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin
dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu
untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari
obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah
serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada
umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi
yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau peritonitis
dan ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi (J.Corwin, 2001).
2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada
obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah
nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal
usus menjadi sangat dilatasi (Sjamsuhidajat, 2003).
Muntah adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi atau proksimal.
Bagaimanapun, jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada
awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti oleh cairan
empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang sudah basi. Muntah jarang
terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut
bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di
bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka
nyeri bersifat konstan/menetap.

a. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus
bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus
meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah
fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri
abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen
(Himawan, 1996).

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. 
Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal
dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan
“metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di
daerah distal (Andari, 1994).

b. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan
nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau
hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri
yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi
segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus (Himawan, 1996).

2.6 CARA DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


CARA DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa adhesi
dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok,
oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di
usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut
terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi
sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi
tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan
untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal

B. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus
yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)

Palpasi : Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).

Auskultasi :Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari
dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus
bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston,
1995).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos abdomen 3 posisi
1. Ileus obstruktif letak tinggi
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di
iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder  appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang terdistensi (Andari, 1994).
Gambar5. Gambaran Herring bone appearance

2. Ileus obstruktif letak rendah


Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan
kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang mengalami
dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua dinding
usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan
muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Gambaran penebalan usus besar
yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak gambaran air fluid level
pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder 
appearance karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi
dan air fluid level panjang-panjang di kolon (Andari, 1994).
Gambar 6. Gambaran air fluid level

b. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh


darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
c. USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
d. MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
e. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi (Andari,
1994).
f. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat
akibat dehidrasi
g. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+
dan Cl- rendah.
2.6.1 PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan alat anoskop atau
sigmoidoskop. Posisi yang nyaman untuk pasien adalah posisi Sims, yaitu pasien tidur terlentang
pada sisi kiri dengan kedua lutut ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar tidak terdapat
penilaian yang keliru.
1. Inspeksi pada daerah perianal dan sakrokoksigeal. Dapat dijumpai:
 Lesi anal, dan perianal, seperti prolapse hemoroid, yang biasanya dijumpai pada arah
pukul 4,7,11 dan berwarna livid.
 Prolaps rectum, dengan lipatan mukosa melingkar konsentris dan berwarna merah
 Fisura ani, yang berupa lesi di anal-kanal yang nyeri bila ditekan biasanya dijumpai
arah pukul 6 dan disertai dengan skin tag
 Kondoloma akuminata atau kondiloma lata
2. Memasukan jari telunjuk bersarung tangan yang telah dilumuri pelumas dengan lembut
melalui anus
 Pada laki-laki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat disebelah ventral
 Pada perempuan titik acuan serviks uteri disebelah ventral
3. Penilaian terhadap:
 Tonus sfingter ani: jari telunjuk terjepit menunjukan kontraksi sfingter ani
 Reflex bulbokavernosus: memencet glans penis
 Ampula rectum: menganga seperti pada peritonitis atau kolaps seperti pada ileus
obstruktif
 Mukosa dinding rectum: dinilai dengan melingkar memutar jari telunjuk menurut arah
jarum jam dan melawan arah jarum jam. Hemoroid interna tidak teraba, polip rektuk
teraba licin lunak dan mungkin bertangkai, karsinoma teraba keras berbenjol dan tidak
teratur

2.6.2 PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA ILLEUS


Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan
foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen
ini antara lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
 Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal
junction) dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
 Coil spring appearance
 Herring bone appearance
 Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah
 Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
 Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi
abdomen
 Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus

Gambar 1. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance4

Gambar 2. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan


FOTO POLOS ABDOMEN 3 POSISI
Dilakukan dalam 3 posisi yaitu terlentang (supine), tegak, dan miring ke kiri (Left Lateral
Decubitus/LLD). Posisi ini digunakan untuk memastikan adanya udara bebas yang
berpindah-pindah bila difoto dalam posisi berbeda-beda.
1. Posisi terlebtang/supine : gambaran yang diperoleh pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi (herring bone appearance). Gambaran ini didapat dari pengumpulan
gas dalam usus lumen yang melebar.
2. Posisi tegak : gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid level dan step ladder
appearance.
3. Posisi miring ke kiri/left lateral decubitus untuk melihat air fluid level dan
kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus.
Bila air fluid level pendek-pendek berarti ada di ileus obstruksi tinggi dan jika air
fluid level panjang-panjang ada di ileus obsturksi rendah. Gambarannya adalah
adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
DIAGNOSIS BANDING
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala
dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut
juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.

2.7 TATALAKSANA
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi
keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi
untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan
nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah
aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen. Pemberian obat –
obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat
diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
a. Persiapan Operasi
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif
(Schrock, 1993).

b. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Operasi
dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi
secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi:

1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter) (Sjamsuhidajat, 2003).
c. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

FARMAKOLOGI
1. Obat untuk Meningkatkan Motilitas
a) Domperidone
Antagonis reseptor D2 antiemetik. Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan
efek relaksanya , menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah meningkatkan
motilitas GIT. Tidak menstimulasi sekresi asam lambung. Digunakan untuk gangguan
pengosongan lambung dan refluks esofagitiskronis. ES : hiperprolaktinemia
b) Metoklopramid
Efek sentral → antiemetik dan efek lokal → percepatan pengosongan lambung
tanpa menstimulasi sekresi asam lambung. Efeknya kecil pada motilitas usus bagian
Bawah. Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung.
Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik.
c) Cisapride
Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bagian atas. Digunakan
untuk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung. Tidak mempunyai efek
antiemetic. ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang).
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik spektrum luas dalam gelung usus yang terkena obstruksi ileus
strangulasi terbukti meningkatkan kualitas hidup. Tetapi, karena tidak mudah
membedakan antara obstruksi ileus strangulasi dan sederhana, maka antibiotika harus
diberikan pada semua pasien obstruksi ileus. (Sabara, 2007)
3. Obat Antimimetik
Antagonis reseptor H1, antagonis reseptor muskarinik, antagonis reseptor dopamine,
antagonis reseptor serotonin, cannabinoid, steroid
a) Antagonis reseptor H1
Contoh : Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
Tidak dapat digunakan untuk mual-muntah karena rangsangan pada CTZ. Efektif
untuk mabuk kendaraan dan mual muntah karena rangsangan pada lambung.
Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
b) Antagonis Reseptor Muskarinik
Contoh : Hyoscine
Untuk mual-muntah karena gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung.
Tidak dapat digunakan untuk mual muntah karena rangsangan pada CTZ
Puncak antiemetik : 1-2 jam
ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
c) Antagonis Reseptor Dopamin
Contoh : Metoklopramid, Domperidone, Phenothiazine
1) Metoklopramid
Bekerja di CTZ
ES : karena blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak-
anak dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah. Stimulasi release prolaktin →
galaktore dan gangguan menstruasi. Efek pada motilitas usus → diare
2) Domperidone
Antagonis reseptor D2. Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat
kemoterapi kanker
ES : diare
3) Phenothiazine
Dapat digunakan untuk vomitting karena rangsangan pada CTZ. Tidak efektif
untuk muntah karena rangsangan di lambung. Cara kerja → antagonis reseptor D2
di CTZ, menghambat reseptor histamine dan muskarinik. Pemberian p.o., rektal,
atau parenteral
d) Antagonis Serotonin
Contoh : ondansetron, granisetron
Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik. Pemberian p.o, injeksi
IV pelan, infus
ES : sakit kepala, gangguan GIT
e) Cannabinoid
Derivat cannabinol sintetik → menurunkan muntah karena rangsangan pada CTZ.
ES : drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahan mood,hipotensi postural,
halusinasi, dan reaksi psikotik
f) Steroid
Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
Mekanisme kerja : belum diketahui

1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda vital
dan jumlah urin yang keluar. Kadang sulit untuk menentukan derajat dehidrasi.
Hal-hal yang harus dperhatikan pada saat resusitasi :
1) Pemberian Ringer dextrose / NaCl 0,9%/ RL = 20cc/kg BB
2) Monitor tanda-tanda telah tercapai rehidrasi
3) Memasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
4) Mencegah hipotermia

2. Konservatif
1) Penderita dirawat di rumah sakit.
2) Penderita dipuasakan, tujuan :
a) Untuk mengurangi distensi
b) Mengurangi resiko aspirasi
c) Untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
d) Persiapan operasi bila diperlukan
3) Kontrol status airway, breathing and circulation.
4) Pasang nasogastric tube.
Tujuannya untuk dekompresi sehingga ukuranya harus cukup besar
5) Memasang IVFD, Intravenous fluids and electrolyte
2.8 KOMPLIKASI
 Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat
peritonitis umum.
 Peritonitis septikemia, suatu keadaan dimana terjadi peradangan pada selaput
rongga perut (peritonium) yang disebabkan oleh adanya bakteri dalam darah
(bakteremia).
 Syok hipovolemi, terjadi akibat dehidrasi dan kekurangan cairan
 Perforasi usus, suatu kondisi yang ditandai dengan terbentuknya suatu lubang
yang menyebabkan kebocoran isi usus ke dalam rongga perut. Kebocoran ini
dapat menyebabkan peritonitis
 Nekrosis usus, kematian jaringan pada usus
 Sepsis, infeksi berat di dalam darah karena adanya infeksi
 Abses, kondisi dimana berkumpulnya nanah di daerah anus karena adanya bakteri
atau kelenjar yang tersumbat pada usus
 Sindrom usus pendek dengan malabsorbsi dan malnutrisi, suatu keadaan dimana
tubuh sudah tidak bisa mengabsorbsi nutrisi karena pembedahan

2.9 PENCEGAHAN
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki
faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau
memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan
penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam menjaga
kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya
ileus obstruktif. Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada
masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain :
a. Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b. Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c. Diet Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat
mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d. Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak dengan
banyak sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining kanker kolorektal setahun
sekali setelah usia 50 tahun.
e. Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam perut
dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah rentan dinding
perut Anda.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara
mendeteksi secara dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal
ileus obstruktif
Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan
menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi
serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.
2.10 PROGNOSIS
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempat
dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah
sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi
dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian
5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi
usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika
operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 %
jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka
kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama
kematian yang masih dapat dihindarkan (Khan, 2012).
LO 3. TINDAKAN BEDAH MENURUT PANDANGAN ISLAM
Segala macam perubahan keinginan berlebihan untuk mengubah ciptaan Allah tanpa
alasan yang valid tidak dapat diterima. Sehingga operasi atau tindakan bedah dalam rangka
menghilangkan atau memperbaiki kekurangan seperti operasi plastik, operasi perubahan jenis
kelamin, mengencangkan payudara, operasi selaput dara dan hal yang sejenisnya tidak boleh
dilakukan. Hal ini dianggap melawan atau mengingkari ciptaan Allah karena ciptaan Allah
adalah terbaik dan sempurna. Masalah serius aqidat yang tersirat pada manusia yang berlaku
demikian adalah ketidakpuasan terhadap apa yang Allah takdirkan atas dirinya (tidak bersyukur).
Dalam kasus operasi (rekonstruksi atau bedah restroratif) karena kepentingan medis dapat
menjadi boleh bahkan wajib dengan alasan-alasan :
a. Dilakukan unuk memperbaiki cacat alami/cacat bawaan
b. Cacat karena penyakit
c. Cacat karena komplikasi pengobatan penyakit

Hal-hal diatas bertujuan untuk mengembalikan penampilan normal untuk mengurangi


tekanan psikologis dan perasaan malu dan mengembalikan fungsi. Hal ini merupakan yang
dianjurkan dalam rangka menjaga ciptaan Allah. Tujuan tersebut tidak mengandung perubahan
fitrah tapi mengembalikan fitrah kepada keaadaan awal sebelum kerusakan. (Omar Hasan,2008)
Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan ada beberapa sahabat, diantaranya adalah Ubay bin
Ka’b melakukan bekam, disebutkan :
“Rasulullah pernah mengirim dokter (untuk mengobati) Ubaiy bin Ka’b (maka dokter
mengoperasinya) memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi panas” (HR Muslim , Abu
Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Bedah yang merupakan tindakan penyayatan terhadap orang hidup hanya dibenarkan karena
adanya hajat atau darurat, untuk prngobatan atau menghindarkan bahaya yang lebih besar, dan
untuk itu tidak ada cara atau metode lain. Pembolehan itu harus didasarkan dengan keyakinan
kuat akan berhasil. Dan sebisanya tidak mengubah fitrah atau kejadian asli yang normal.
(Zuhroni,2012)

Anda mungkin juga menyukai