net/publication/342254075
CITATIONS READS
0 116
2 authors, including:
M. Agphin Ramadhan
Jakarta State University
19 PUBLICATIONS 7 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Direktorat Riset dan Pengadian Masyarakat, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi View project
All content following this page was uploaded by M. Agphin Ramadhan on 18 June 2020.
ABSTRAK
Pada umumnya, usaha air isi ulang dilakukan dalam skala kecil. Segi pengetahuan dan sarana-prasarana
masih kurang jika dibandingkan dengan standar kesehatan yang berlaku sehingga dapat mempengaruhi kualitas
air yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi terhadap depot air isi ulang di Jakarta
Timur. Apakah itu sudah menerapkan cara produksi yang baik sesuai pedoman yang ada yang meliputi : seperti :
hygiene karyawan, sanitasi bangunan, sanitasi alat pengolahan serta fasilitas sanitasi yang terdapat di depot.
Populasi dalam penelitian ini seluruh Depot Air Minum Isi Ulang di Jakarta Timur dan sampel yang diambil
sebanyak 70 depot yang berada di lima Kecamatan di wilayah Jakarta Timur yang dilakukan secara acak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mayoritas aspek sumber air baku berasal dari mata air pegunungan yaitu Gunung
Salak. Semua depot menggunakan tandon dari bahan tara pangan (food grade) dan diletakkan pada tempat yang
terlindungi. Ukuran ruang produksi sebagian besar sudah memenuhi persyaratan 64 depot (91,43 %). Belum
semua lantai ruang proses produksi terbuat dari keramik berwarna terang 60 depot (85,71 %) dan tidak semua
dinding dari kaca. Kaca hanya dipasang di bagian depan saja dan samping kiri kanan dan belakang, terbuat dari
tembok yang dilapisi keramik. Pintu masuk ke Ruang Proses Produksi tidak dilengkapi dengan alat penutup
pintu otomatis sehingga pintu menjadi mudah terbuka. Lampu penerangan pada ruang proses produksi pada
umumnya sudah cukup terang, akan tetapi tidak berventilasi. Mesin dan peralatan dalam proses semua sudah
lengkap, terdiri dari: saringan, karbon filter dan micro filter dan terdapat proses disinfeksi atau proses sterilisasi
air. Kondisi higiene pekerja adalah belum semua pekerja dalam penelitian ini melakukan cuci tangan sebelum
bekerja, tidak merokok, tidak makan dan minum saat melakukan pekerjaan, kuku pendek dan tidak dicat,
rambut bersih dan rapih. Semua karyawan berfisik sehat, tidak ada luka, bisul dan penyakit kulit. Karyawan
mayoritas tidak berpakaian seragam akan tetapi bersih dan rapih. Karyawan depot mayoritas tidak pernah
mengikuti kursus penjamah makanan atau minuman yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan setempat.
Kesimpulan, keseluruhan depot belum memenuhi persyaratan yang dikeluarkan pada pedoman higiene dan
sanitasi depot air minum isi ulang yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Perilaku hidup bersih dari para
pekerja masih kurang.
Kata kunci: air minum, depot air minum isi ulang, standar persyaratan teknis
PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat vital bagi kehidupan
makhluk hidup yang ada di muka bumi. Oleh karena itu, air perlu dilindungi agar dapat tetap
bermanfaat bagi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Pengertian tersebut menunjukkan
bahwa air memiliki peran yang sangat strategis dan harus tetap tersedia dan lestari. Sehingga, mampu
mendukung kehidupan dan pelaksanaan pembangunan di masa kini maupun di masa mendatang.
Tanpa adanya air maka kehidupan tidak akan dapat berjalan.
Kebutuhan air bagi manusia diantaranya adalah kebutuhan untuk air minum. Air yang bersih dan
sehat merupakan kualifikasi yang sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini
dikarenakan pemanfaatan air sebagai air minum secara langsung berkaitan dengan tubuh manusia,
sehingga perlu dijaga kualitasnya agar tidak membahayakan tubuh manusia itu sendiri. Air dan
kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan.
Masalah yang banyak dihadapi terutama di Provinsi DKI Jakarta adalah laju pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi setiap tahun serta percepatan perkembangan pembangunan yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan pelayanan infrastruktur yang sangat besar termasuk pelayanan
air minum. Terkait dengan air minum adalah berkurangnya air bersih yang dapat digunakan untuk
konsumsi air minum sehari-hari. Berkurangnya air bersih dapat disebabkan karena sistem drainase dan
sanitasi, serta kurang memadainya pengelolaan sumber daya air dan lingkungan.
Secara umum sebagian kebutuhan air minum masyarakat di Provinsi DKI dapat bersumber dari
air sumur dan air yang sudah diolah oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun demikian,
menurut Soemardji (1985) bahwa air tawar bersih yang layak minum, sangat langka di perkotaan
utamanya di Jakarta. Air tanah sudah tidak aman dijadikan bahan air minum karena telah
terkontaminasi rembesan dari tangki septic tank maupun air permukaan. Dengan pengambilan air
tanah yang berlebihan juga dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan seperti
penurunan muka air tanah, intrusi air laut, penurunan muka air sungai pada musim kemarau dan
amblesan tanah. Sedangkan PDAM di DKI menurut paparan PAM JAYA pada seminar BPLHD 20
November 2012 bahwa saat ini PAM JAYA baru bisa memenuhi 54% dari kebutuhan air minum
untuk penduduk DKI Jakarta. Dengan demikian kebutuhan air minum terutama untuk penduduk DKI
Jakarta yang semakin meningkat tidak dapat terpenuhi oleh sumber air sumur maupun air yang sudah
diolah oleh PDAM.
Seiring dengan makin majunya teknologi diiringi dengan semakin sibuknya aktivitas manusia
maka masyarakat cenderung memilih cara yang lebih praktis dengan biaya yang relatif murah dalam
memenuhi kebutuhan air minum. Salah satu pemenuhan kebutuhan air minum yang menjadi alternatif
adalah dengan menggunakan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) terutama dikalangan masyarakat
menengah ke atas. Hal ini karena air minum ini dianggap oleh sebagian masyarakat lebih praktis dan
hygienis. Akan tetapi, harga AMDK dari berbagai merek yang terus meningkat membuat konsumen
mencari alternatif baru yang lebih murah. Harga yang murah mengakibatkan masyarakat beralih pada
Air Minum Isi Ulang (AMIU) untuk dikonsumsi. Permintaan konsumen yang terus meningkat
menyebabkan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) banyak bermunculan.
Sejak awal tahun 1998 sampai saat ini usaha air minum isi ulang terus berkembang pesat, selain
hanya membutuhkan investasi yang relatif murah antara 20-70 juta, dan juga air hasil olahannya pun
layak diminum karena sumber air bakunya dari pegunungan, serta harga jual air yang terjangkau, yaitu
sepertiga dari harga jual air kemasan atau air mineral yang bermerk.
Dalam rangka menjamin mutu produk air minum yang dihasilkan oleh Depot Air Minum Isi
Ulang yang memenuhi persyaratan kualitas air minum dan mendukung terciptanya persaingan usaha
yang sehat serta dalam upaya memberi perlindungan kepada konsumen perlu adanya ketentuan yang
mengatur keberadaan Depot Air Minum, maka pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan mengeluarkan Surat Keputusan No. 651/MPP/Kep/10/2004 tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya.
Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan peraturan tentang persyaratan teknis pada Depot air
minum isi ulang akan tetapi tidak semua depo air minum isi ulang dapat menjamin keamanan
produknya, hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan dari dinas terkait. Pengawasan yang kurang
terhadap depo air minum isi ulang tersebut mengakibatkan proses produksi tidak terawasi dengan baik.
Hal ini memungkinkan mutu air minum isi ulang yang dihasilkan tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan.
Usaha air minum isi ulang pada umumnya dijalankan dalam usaha berskala kecil yang terkadang
dari segi pengetahuan dan sarana-prasarana masih kurang jika dibandingkan dengan standar kesehatan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas air yang dihasilkan. Dengan demikian, kualitasnya masih perlu
diuji untuk pengamanan kualitas airnya.
Hal ini diperkuat dengan adanya data dari Asosiasi Pengusaha Pemasok dan Distribusi Air
Minum Indonesia (APDAMINDO) yang menyatakan bahwa dari tiga ribu depot air minum yang
tersebar di kawasan Jabodetabek, dipastikan hanya 20-30 persen yang sudah memiliki izin dari
Kementerian Perindustrian dan layak dikonsumsi, sementara sisanya dipastikan tak memiliki izin.
Berdasarkan latar belakang tersebut serta dipandang perlu untuk melakukan evaluasi secara
menyeluruh guna memberi jaminan perlindungan dan kepercayaan masyarakat sebagai pemakai air
minum isi ulang, maka perlu dilakukan penelitian tentang penerapan standar persyaratan teknis Depot
Air Minum Isi Ulang di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Subyek penelitian adalah Depot Air Minum di Jakarta
Timur sebanyak 70 Depot dengan responden penjamah atau karyawan DAMIU. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Mei – Juli 2015. Populasi dalam penelitian ini seluruh Depot Air Minum Isi
Ulang di Jakarta Timur, yang meliputi 5 kecamatan yaitu: Kecamatan Cakung, Kecamatan Pulo
Gadung, Kecamatan Matraman, Kecamatan Makasar dan Kecamatan Pasar Rebo. Sampel dalam
penelitian ini adalah sebanyak 70 Depot Air Minum Isi Ulang yang beralamat di ke 5 Kecamatan di
wilayah Jakarta Timur yang dilakukan secara acak. Pengambilan data dilakukan oleh mahasiswa
jurusan Teknik Sipil yang sedang mengambil mata kuliah Teknik Penyehatan. Data didapat dari
pengisian angket serta wawancara terhadap karyawan yang bertugas sebagai pengisi atau pencuci
galon dan dilengkapi dengan wawancara dengan pemilik Depot dan petugas atau karyawannya. Hal
yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: hygiene karyawan, sanitasi bangunan DAM, sanitasi alat
pengolahan serta fasilitas sanitasi yang terdapat di DAM, data hasil Uji Air isi ulang.
2. Air Baku
Air baku adalah bahan baku utama pada air minum isi ulang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa:
Tabel 1 Air baku yang digunakan
Sumber Air Baku Jumlah Depot Persentase
PDAM/Ledeng 2 2,86
Air Tanah 1 1,43
Mata Air Pegunungan 67 95,71
Total 70 100
Sumber air baku yang digunakan yang paling banyak adalah mata air pegunungan yaitu dari kaki
gunung Salak (67 Depot, 95,71%) Hal tersebut kemungkinan dianggap bahwa air pegunumgan lebih
praktis dan tidak merepotkan dalam memproses sumber air menjadi air baku yang siap digunakan
sebagai bahan baku air minum isi ulang. Selain itu, air baku yang berasal dari mata air pegunungan
kualitasnya dianggap lebih baik terutama dalam hal kandungan bakteriologis bila dibandingkan
dengan air tanah atau sumber air baku lainnya. Air bersih yang berasal dari sumber mata air
pegunungan harus dibuktikan dengan sertifikat sumber air dari pengelola sumber air baku yang harus
disertakan dalam pengiriman air baku ke tempat DAM. Selain itu air baku yang baik seharusnya
berada dalam kondisi yang baik dalam arti telah memenuhi persyaratan yang berlaku, untuk air baku
yang berasal dari mata air pegunungan perlu diperhatikan bagaimana cara pengangkutannya, alat
pengangkut yang digunakan, serta telah memiliki hasil uji bakteriologis. Dalam penelitian ini hanya (2
Depot, 2,86%) yang menggunakan air ledeng dan hanya (1Depot, 1,43%) yang menggunakan air
tanah. Untuk Depot yang menggunakan air ledeng sebagai air baku telah menyalahi peraturan karena
Depot air minum dilarang mengambil air baku yang berasal dari PDAM yang ada dalam jaringan
distribusi untuk rumah tangga dan oleh karena itu harus mengajukan permohonan khusus untuk Depot
air minum yang menjual air secara eceran. Ada satu Depot yang menggunakan air tanah dan menurut
Badan Pengawasan dan Penertiban Pemanfaatan Air Bawah Tanah di Provinsi DKI menjelaskan
bahwa tidak diperbolehkan memanfaatkan air tanah dalam secara intensif dan disamping itu juga
disebutkan bahwa kalau suatu kawasan telah tercukupi dengan air PAM jangan menggunakan air
tanah.
Ditinjau dari bahan wadah, bahan wadah yang dapat digunakan Depot Air Minum harus
memenuhi syarat tara pangan (food grade). Setelah didatangkan ke Depot Air Minum selanjutnya air
baku ditampung ke tandon atau wadah yang dalam penelitian ini terbuat dari:
Wadah/tempat air baku mayoritas (28 Depot, 40%) terbuat dari fiber dan selebihnya (12 Depot,
17,14% dari bahan aluminium ; (14 Depot, 20%) dari bahan plastik dan (16 Depot, 22,86%) terbuat
dari Baja steinless. Semua bahan tersebut termasuk bahan tara pangan (food grade),tahan korosi dan
tidak bereaksi terhadap bahan pencuci.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada 2 Depot yang berlokasi dekat dengan tempat pembuangan
sampah yang berjarak antara 0 – 2 m, hal ini dapat ditinjau kembali agar supaya dapat memindahkan
tempat sampah ke arah menjauhi Depot. Selanjutnya ada 5 Depot yang letaknya berjarak antara 2-5 m
terhadap saluran air yang terbuka. Hal ini dapat diatasi dengan menutup saluran terbuka sehingga tidak
menimbulkan pencemaran pada Depot air minum. Ada 2 Depot yang lokasinya dekat dengan
tumpukan barang bekas dan hal ini dapat diatasi dengan memindahkan tumpukan tersebut. Selanjutnya
ada satu Depot yang letaknya dekan dengan genangan air kotor, hal tersebut dapat diatasi dengan
mengurug tempat yang tergenang air sehingga air tidak menggenangi lagi.
Dari berbagai ukuran mesin Depot membutuhkan ruangan antara 2,5 m x 2,5 m sampai dengan
3m x 5 m. Dalam penelitian ini ukuran ruang produksi dibagi menjadi 5 kelompok yaitu : 2m x 2m ;
2,5m x2,5 m ; 3 m x 3 m ; 3 m x 5 m dan lebih besar dari ( 3m x 5 m). Dari hasil survey yang
dilakukan ternyata ukuran ruangan mesin produksinya bervariasi dan hasilnya adalah bahwa
berdasarkan hasil penelitian tentang ukuran ruang produksi sebagian besar sudah memenuhi
persyaratan dan ternyata (7 Depot, 10 %) yang ukuran ruang produksi minimalis dan hanya sebagian
kecil (6 Depot, 8,57%) yang menyediakan ruang produksinya kurang besar. Jika ukuran ruang
produksinya terlampau kecil maka dikawatirkan ruang geraknya terbatas dan susah dalam proses
pembersihannya.
Konstruksi Lantai. Konstruksi lantai pada area produksi harus baik dan selalu bersih. Selanjutnya
bahan lantai dalam ruang proses produksi, yang dalam kepmen perindag dijelaskan bahwa konstruksi
lantai pada area produksi harus terbuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap dan
mudah dibersihkan. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat seperti berikut:
Berdasarkan hasil penelitian bahwa (60 Depot, 85,71 %) lantai pada ruang proses produksi
terbuat dari keramik, hal ini sangat baik karena bahan tersebut termasuk bahan yang licin dan mudah
dibersihkan. Sedangkan warnanya mayoritas berwarna putih yang termasuk warna terang dan tidak
menyerap panas. Tetapi ada sebagian kecil (5 Depot, 7,14%) lantai yang hanya diplester dan ubin PC.
Konstruksi Dinding. Konstruksi dinding dari bahan licin dan tidak menyerap sehingga mudah
dibersihkan. Selanjutnya konstruksi dinding di ruang proses produksi, dalam KepMen Perindag
tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya pada lampiran bagian 1 alinea 3
menjelaskan bahwa Konstruksi lantai, dinding dan plafon area produksi harus baik dan selalu bersih.
Dinding ruang pengisian harus dibuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap
sehingga mudah dibersihkan. Pembersihan dilakukan secara rutin dan dijadwalkan. Dinding dan
plafon harus rapat tanpa ada keretakan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data:
Berdasarkan tabel tersebut 25 Depot, 35,71 % dinding pada ruang proses produksi dikelilingi oleh
kaca dan hal ini sangat baik karena bahan kaca merupakan bahan yang licin, terang dan mudah
dibersihkan. Sedangkan (27 Depot, 38,57 %) dinding kaca hanya dipasang disebelah depan saja,
sedangkan samping kiri kanan dan belakang terbuat dari tembok yang dilapisi keramik. Hal inilah
yang banyak ditemui di lapangan karena paling aman dan efisien. Aman dalam artian dinding tembok
yang dilapisi keramik adalah jauh lebih kuat dan mudah dibersihkan. Dan hanya (7 Depot, 10,00%)
yang semua dindingnya terbuat dari tembok yang dilapis keramik. Hal ini kurang bagus karena kesan
didalam ruangannya akan terasa sempit, sedangkan selebihnya (11 Depot, 15,71 %) dindingnya di
depan dan samping kiri kanan kaca sedangkan belakang dari tembok yang dikeramik. Konstruksi ini
juga sangat baik hanya menjadi mahal karena harus menyiapkan pintu kaca. Konstruksi dinding dan
plafon juga harus berwarna terang dan dari hasil penelitian dapat disimpulkan seperti berikut:
Selanjutnya adalah tentang warna dinding yang dalam Kepmen Perindustrian dan Perdagangan
harus berwarna terang. Yang termasuk warna terang adalah putih, pink, biru muda, kuning dan hijau,
sedangkan yang termasuk warna gelap adalah : hitam, coklat tua, biru tua. Sebagian besar warna
dinding pada ruang proses produksi adalah warna terang, ada yang berwarna : putih, biru, kuning,
hijau, krem dan hanya (2 Depot, 2,86%) yang berwarna gelap yaitu hitam dan coklat tua.
c. Pintu masuk.
Semua pintu harus menutup sendiri agar serangga tidak bisa masuk. Hasil observasi terkait pintu
masuk, yaitu:
Tabel 8 Keadaan Pintu Masuk ke Ruang Proses Produksi
Pintu Masuk ke Ruang Proses Produksi Jumlah Depot %
Tidak bisa ditutup 6 8,57
Selalu tertutup rapat 18 25,71
Selalu terbuka 23 32,86
Kadang tertutup, kadang terbuka 23 32,86
Total 70 100
Berdasarkan hasil penelitian terdapat (23 Depot, 32,86%) pintu yang selalu terbuka dan (23
Depot, 32,86%) pintunya kadang tertutup kadang terbuka, bahkan ada yang pintunya tidak bisa ditutup
(6 Depot, 8,57%). Dan hanya (18 Depot, 25,71%) yang melaksanakan peraturan terutama tentang
kondisi pintu masuk ke Ruang Proses Produksi. Hal ini dapat berpengaruh ke kualitas hasil produksi
yang tidak maksimal.
Selanjutnya untuk menjaga ruang Ruang Proses Produksi bebas dari serangga yang didalam
Kepmen Perindag tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya pada lampiran
bagian 1 alinea 8 dijelaskan bahwa Semua bagian luar yang terbuka atau lubang harus dilindungi
dengan layar/screen, pelindung lain atau pintu yang menutup sendiri untuk mencegah serangga,
burung dan binatang kecil masuk ke dalam Depot. Hasil observasi, mayoritas pintu masuk ke Ruang
Proses Produksi tidak dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis sehingga pintu menjadi mudah
terbuka ada kemungkinan serangga, burung dan binatang kecil masuk ke dalam Depot yang dapat
menyebabkan produksi terkontaminasi.
e. Penerangan.
Selanjutnya adalah tentang penerangan di area Proses Produksi yang didalam Kepmen Perindag
tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya pada lampiran bagian 1 alinea 6
dijelaskan bahwa Penerangan di area proses produksi, tempat
pencucian/pembilasan/sterilisasi/pengisian gallon harus cukup terang untuk mengetahui adanya
kontaminasi fisik, sehingga karyawan/personil mempunyai pandangan yang terang untuk dapat
melihat setiap kontaminasi produk. Dianjurkan penggunaan lampu yang anti hancur dan atau lampu
yang memakai pelindung sehingga jika pecah, pecahan gelas lampu tidak mengkontaminasi produksi.
Data hasil penelitian sebagai berikut:
Pencucian 29 37 2 2
Pembilasan 30 34 5 1
Sterilisasi 30 40 0 0
Pengisian 35 32 3 0
Dapat disimpulkan bahwa lampu penerangan pada area proses produksi, tempat
pencucian/pembilasan/sterilisasi/pengisian galon sudah cukup terang sehingga bisa mengetahui adanya
kontaminasi fisik dan karyawan/personil mempunyai pandangan yang terang untuk dapat melihat
setiap kontaminasi produk. Tentang penggunaan lampu yang anti hancur dan atau lampu yang
memakai pelindung, hampir semua Depot tidak memakai sehingga jika pecah, pecahan gelas lampu
dapat mengkontaminasi produksi.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa semua depot (70 Depot) menggunakan sand filter, carbon
filter, dan micro filter dalam kelengkapan peralatan produksinya. Tabung sand filter berfungsi sebagai
penyaring partikel-partikel yang kasar, dengan bahan dari pasir atau jenis lain yang efektif dengan
fungsi yang sama. Carbon filter berfungsi sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor dan bahan
organik. Secara khusus filter karbon aktif berfungsi untuk menghilangkan polutan mikro misalnya zat
organik, deterjen, bau, senyawa phenol serta untuk menyerap logam berat dan lain-lain. Pada filter
karbon aktif ini terjadi proses adsorpsi (proses penyerapan zat-zat yang akan dihilangkan) oleh
permukaan pori-pori karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif sudah jenuh, atau sudah
tidak mampu lagi menyerap, maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif
harus diganti dengan karbon aktif yang baru. Kemudian, micro filter berfungsi sebagai saringan halus
yang berukuran kecil.
Selain perlatan di atas, berdasarkan hasil penelitian bahwa semua depot telah melakukan proses
disinfeksi atau proses sterilisasi air. Proses sterilisasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
dengan pemanasan hingga titik didih air atau dengan khlorinasi atau dengan cara ozonisasi dan sinar
ultraviolet.
Namun cara yang paling banyak digunakan dalam depot air minum isi ulang adalah dengan
memasang lampu ultraviolet. Air dialirkan melalui tabung yang dipasang lampu ultraviolet
berintensitas tinggi, sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet. Intensitas lampu
ultraviolet yang dipakai harus cukup, yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm²
(Micro Watt detik per sentimeter persegi). Lampu UV sangat berpengaruh penting dalam proses
sterilisasi pengolahan air minum, semakin kecil ukuran uv maka semakin kecil pula daya bunuh
bakteri dalam air.
5. Higiene Karyawan
Higiene karyawan Depot Air Minum yang di dalam Kepmen Perindag tentang Persyaratan Teknis
Depot Air Minum dan Perdagangannya pada lampiran Bagian 6 dijelaskan bahwa karyawan yang
berhubungan dengan produksi harus dalam keadaan sehat, bebas dari luka, penyakit kulit atau hal lain
yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air minum. Karyawan bagian produksi
(pengisian) diharuskan menggunakan pakaian kerja, tutup kepala dan sepatu yang sesuai. Karyawan
harus mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan, terutama pada saat penanganan wadah dan
pengisian. Karyawan tidak diperbolehkan makan, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain
selama melakukan pekerjaan yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap air minum.
Karyawan/personil tidak diperbolehkan dalam tempat pengisian kecuali yang berwenang dengan
pakaian khusus untuk melakukan pengujian atau pekerjaan yang diperlukan. Berdasarkan hasil
penelitian didapat data:
Tabel 11 Kondisi higienitas karyawan
Kondisi Higienitas Jumlah Depot
Ya Tidak
Cuci Tangan 55 15
Tidak Merokok 63 7
Tidak Makan/ Minum 56 14
Kuku pendek dan bersih 62 8
Kulit tidak luka/ bisul 55 15
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada karyawan depot air minum isi
ulang yang belum memenuhi higienitas. Mayoritas kesalahan yang dilakukan adalah tidak mencuci
tangan saat bekerja, kondisi kulit yang belum bebas luka, bisul dan penyakit kulit. Penyebaran
penyakit dapat terjadi karena adanya karyawan yang tidak sehat dan penularan penyakit dapat melalui
pernafasan, luka terbuka, bisul, penyakit kulit yang mengkontaminasi peralatan ataupun kontak
langsung.
banyak ditemui di lapangan karena paling aman dan efisien. Aman dalam artian dinding tembok
yang dilapisi keramik adalah jauh lebih kuat dan mudah dibersihkan. Dan hanya 7 depot (10,00%)
yang semua dindingnya terbuat dari tembok yang dilapis keramik. Pintu masuk ke Ruang Proses
Produksi tidak dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis sehingga pintu menjadi mudah
terbuka. Lampu penerangan pada ruang proses produksi pada umumnya sudah cukup terang
sehingga bisa mengetahui adanya kontaminasi fisik dan karyawan/personil mempunyai pandangan
yang terang untuk dapat melihat setiap kontaminasi produk. Ventilasi pada ruang Proses Produksi
sebagian besar (55 Depot, 78,57%) tidak ada dan hanya sebagian kecil saja yang menggunakan
ventilasi.
3. Mesin dan peralatan dalam proses semua 70 depot (100%) terdiri dari : saringan, karbon filter dan
micro filter dan ditambah proses disinfeksi atau proses sterilisasi air. Hal ini sudah sesuai dengan
regulasi yang ada dengan tanpa melihat merk mesin yang dipergunakan.
4. Kondisi higiene pekerja dari 70 sampel penelitian mayoritas sudah melakukan cuci tangan
sebelum bekerja (55 depot, 78,57%), tidak merokok saat bekerja 63 depot ( 90%), tidak makan
dan minum saat melakukan pekerjaan 56 depot (80% ), kuku pendek dan tidak dicat 62 depot
(88,57%), bebas dari luka, bisul dan penyakit kulit 55 depot (78,57%).
Adapun saran-saran yang dapat diberikan. Dinas Kesehatan Wilayah Jakarta Timur diharapkan
dapat:
1. Melakukan monitoring ke setiap Depot Air Minum Isi Ulang dan memberikan bimbingan kepada
pemilik Depot Air Minum untuk melaksanakan peraturan yang berlaku.
2. Melakukan monitoring terhadap kualitas bakteriologis air minum hasil pengolahan air minum
setiap 1 bulan sekali.
3. Melakukan pengawasan terhadap pewadahan atau gallon yang digunakan konsumen.
DAFTAR RUJUKAN
Athena, Sukar., Hendro, MD., Anwar M., Haryono. (2004). Kandungan BakteriTotal Coli Dan
Escherichia Coli/Fecal Coli Air Minum Dari Depot Air Minum Isi Ulang Di Jakarta, Tangerang,
Dan Bekasi. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.32, No.4
Gravani, RB dan Marriot, NG. (2006). Principle of Food Sanitation. New York: Springer.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.634 Tahun 2002 Tentang Tata Cara
Pengawasan Barang dan/atau Jasa yang Beredar di Pasar.