Anda di halaman 1dari 27

MODEL PEMELIHARAAN BERBASIS

LIFE CYCLE COST (LCC)

UNTUK INFRASTRUKTUR EMBUNG

(Studi Kasus Pada Embung Tambak Boyo Sleman Yogyakarta)

Oleh :

FLOREN

NPM : 175102670

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketersedian air pada suatu kawasan cenderung tetap atau bahkan menurun yang

diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan daerah tangkapan hujan dan alih fungsi lahan.

Disisi lain kebutuhan air semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk,

peningkatan taraf hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Penggunaan air dikategorikan

menjadi 4 bagian, yaitu penggunaan untuk domestik yaitu air untuk pemenuhan kegiatan sehari-

hari atau rumah tangga, kebutuhan non domestik antara lain institusional, komersial, dan fasilitas

umum, kebutuhan industri, sedangkan yang terakhir yaitu kebutuhan untuk irigasi. Jumlah

persentase penggunaan air di Indonesia dapat dilihat pada pie chart berikut.

(Sumber: Operasi Dan Pemeliharaan SDA Direktorat Jendral SDA Kementerian PUPR)

Gambar 1. Persentase Pemanfaatan air di Indonesia


Di Indonesia kebutuhan air untuk irigasi mencapai 81,4% dari total kebutuhan air, dimana

sektor pertanian adalah pemakai terbanyak dari kebutuhan air tersebut. Pertanian merupakan

sektor penting dalam pembangunan perekonomian, mengingat fungsi dan perannya dalam

penyediaan pangan bagi penduduk, pakan dan energi, serta tempat bergantungnya mata

pencarian penduduk di perdesaan. Sektor ini mempunyai sumbangan yang signifikan dalam

pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), peningkatan devisa dan peningkatan kesejahteraan

petani, sehingga pembangunan pertanian dapat dikatakan sebagai motor penggerak dan

penyangga perekonomian nasional.

Untuk mencapai peningkatan hasil pertanian diperlukan sistem pendukung seperti

infrastruktur yang memadai. Hal tersebut dikarenakan keberadaan air dinegara kita sangat khas,

melimpah pada bulan-bulan basah karena curah hujan yang tinggi dan kekurangan pada bulan

kering. (Direktorat Pengolaan Air, 2014)

Permasalahan air bagi pertanian terutama pada daerah yang kemampuan sumber airnya

rendah adalah persoalan yang tidak jarang menimbulkan efek negative bahkan menimbulkan

kerugian bagi para petani. Pada musim penghujan misalnya air yang terlalu berlebihan akan

menyebabkan banyak sawah tergenang dan pada musim kemarau akan menimbulkan kekeringan

sehingga menyebabkan gagal panen, hasil panen tidak sesuai dengan semestinya dan waktu

panan yang lebih lama dikarenakan antara kebutuhan dan pasokan air tidak sesuai. Oleh karena

itu diperlukan teknologi tepat guna, murah dan applicable untuk mengatur ketersediaan air agar

dapat memenuhi kebutuhan air baik dimusim penghujan maupun dimusim kemarau. Teknologi

embung air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana dan

biayanya relatif murah tergantung ukuran dan kapasitas yang ditentukan. Selain sebagai solusi

bagi pertanian pengembangan embung juga memberikan banyak manfaat seperti upaya
konservasi air, sebagai objek wisata, memperluas daerah resapan air, menyediakan air bagi

perikanan, mencegah banjir, pemenuhan kebutuhan air baku dan lain-lain.

Dalam rangka mencapai ketahanan air dan kedaulatan pangan, Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus meningkatkan jumlah tampungan air melalui

pembangunan bendungan dan embung di seluruh Indonesia. Tahun 2015-2016 terdapat 719

embung baru yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia berhasil diselesaikan oleh kementerian

PUPR. Jumlah tersebut mengakibatkan total embung di Indonesia meningkat pada akhir 2016

menjadi 2.611 embung. Pada tahun 2017 kementerian PUPR mentargetkan akan menyelesaikan

111 embung baru dan memasuki tahun 2018 total embung yang ada telah mencapai 2.722.

(Sumber: Buku Informasi Statistik Kementerian PUPR Tahun 2017)

Masalah embung tidak hanya menjadi perhatian kementerian PUPR, kementerian pertanian

(Kementan) juga akan bersinergi dan saling mendukung program pembangunan embung di desa

bersama Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi (Kemendes), hal ini untuk mewujudkan visi

besar Presiden RI untuk membangun Indonesia melalui desa. Menurut data Kementerian

Pertanian (Kementan) saat ini sekitar 80% dari desa-desa diseluruh Indonesia hidup dari sector

pertanian. Presiden RI juga menginstruksikan agar kelebihan dana desa sebesar Rp 20 Triliun

dapat digunakan untuk membangun embung desa. Untuk program embung desa, program

pertanian yang telah dilakukan oleh kementerian pertanian (Kementan) saat ini akan lebih baik

lagi dampaknya apabila setiap desa dibangun embung. Karena baru sekitar 45% desa yang

memiliki saluran irigasi (Saudale,2017)

Untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan pemanfaatan embung sangat

ditentukan dari pengelolaannya. Kegiatan pemeliharaan adalah salah satu rantai penting dalam
pengelolaan embung karena tanpa adanya kegiatan pemeliharaan yang memadai dan terencana

dengan baik maka dampak negatif yang akan ditimbulkan antara lain:

- Kerusakan embung sebelum tercapai umur rencana

- Terganggunya keberadaan dan fungsi sumber air/lingkungan

- Beban biaya rehabilitasi/ peningkatan semakin berat dari waktu ke waktu

- Menurunnya kinerja pelayanan kepada masyarakat, dan

- Kegagalan tujuan pembangunan

UU no 07 tahun 2004 tentang sumber daya air menyebutkan bahwa pemeliharaan adalah

kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk

menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air. Melaksanakan

pemeliharaan dengan benar akan sangat mendukung kinerja dari embung itu sendiri bahkan

mampu meningkatkan masa layanannya. Perbedaan dari embung yang dengan dan tanpa

pemeliharaan dapat dilihat pada gambar 2.

(Sumber: Operasi Dan Pemeliharaan SDA Direktorat Jendral SDA Kementerian PUPR)
Gambar 2. Hubungan antara kinerja embung dan umur layanan

Mengingat pembangunan embung yang terus meningkat jumlahnya di Indonesia dan

pentingnya pemeliharaan terhadap embung-embung yang telah dibangun tersebut maka

pemeliharaan harus menjadi perhatian yang serius agar pemanfaatannya menjadi maksimal.

Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti merasa perlu membahas tentang

model pemeliharaan berbasis life cycle cost (LCC) untuk embung dengan harapan dapat

mengkaji model pemeliharaan dan perawatan embung sehingga diketahui komponen komponen

apa saja yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan baik secara rutin maupun berkala agar

terlaksana secara optimal dan efisien.

Lokasi pada penelitian ini diambil pada embung Tambakboyo, menurut Direktori Data dan

Informasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2013) embung tambakboyo

berlokasi di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Adapun manfaat yang hendak diperoleh dengan dibangunnya Embung Tambakboyo ini antara

lain adalah :

 Konservasi sumber daya air.

 Meningkatkan potensi Wisata di Kabupaten Sleman dan D.I. Yogyakarta.

 Meningkatkan perekonomian masyarakat disekitarnya sehingga menambah PAD.

 Perikanan.

 Dapat dikembangkan sebagai persediaan air baku bagi wilayah Kabupaten Sleman dan

Kota Yogyakarta.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat

dirumuskan yaitu:

1. Komponen-komponen apa saja memerlukan pemeliharaan dan perawatan pada embung

baik secara rutin maupun secara berkala?

2. Bagaimana merancang Life Cycle Cost (LCC) untuk perawatan dan pemeliharaan

Infrastruktur Embung?

C. BATASAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka batasan masalah pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan pada embung Tambakboyo yang terletak di Desa Tambakboyo

Kecamatan Depok Kabupaten Slem Yogyakarta

2. Pada penelitian ini responden adalah seluruh pihak yang terlibat dalam operasional dan

pemeliharaan embung Tambakboyo

3. Penelitian ini merancang Life Cycle Cost pemeliharaan embung hanya untuk 25 tahun

4. Penelitian ini tidak minghitung biaya penghancuran (Demolition)

D. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui komponen-komponen apa saja yang membutuhkan pemeliharaan

dan perawatan baik secara rutin maupun secara berkala pada embung.

2. Untuk merancang life cycle cost (LCC) pemeliharaan dan perawatan embung

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Akademis

Hasil penelitian dapat menjadi bahan kajian guna memperkaya pengetahuan tentang

Life Cycle Cost (LCC) khususnya untuk infrastruktur Embung.

2. Praktis

Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam merencanakan LCC pemeliharaan dan

perawatan infrastruktur embung.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embung

Defenisi embung berdasarkan buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pembangunan

Embung yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Kementerian Pertanian (2011) adalah

bangunan konservasi air berbentuk cekungan disungai atau aliran air berupa urugan tanah, urugan batu,

beton dan/atau pasangan batu yang dapat menahan dan menampung air untuk berbagai keperluan.

Menurut Kadoatie dan Roestam (2010) embung adalah bangunan artifisial yang berfungsi untuk

menampung dan menyimpan air dengan kapasitas volume kecil tertentu, lebih kecil dari kapasitas

waduk/bendungan. Embung biasanya dibangun dengan membendung sungai kecil atau dapat dibangun di

luar sungai. Kolam embung akan menyimpan air dimusim hujan dan kemudian air dimanfaatkan oleh

suatu desa hanya selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan dengan urutan prioritas, penduduk,

ternak, dan kebun atau sawah. Jumlah kebutuhan tersebut akan menentukan tinggi tubuh embung dan

kapasitas tampungan embung.

Agung Rahmadana (2013), mengatakan selain kebutuhan air penentuan potensi kapasitas

tampungan harus dipertimbangkan juga dari aspek kehilangan air akibat penguapan (evaporasi) embung.

Menurut Soedibyo (2003), tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

1. Tipe embung berdasarkan tujuan pembangunannya


Ada dua tipe embung dengan tujuan tunggal dan embung serbaguna:

a. Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams)

Embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk kebutuhan air

baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan atau tujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan

saja.

b. Embung serbaguna (multipurpose dams)

Embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya : irigasi (pengairan), air

minum dan PLTA, pariwisata dan lain-lain.

2. Tipe embung berdasarkan penggunaannya

Ada 3 tipe embung yang berbeda berdasarkan penggunaannya yaitu:

a. Embung penampung air (storage dams)

Embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan pada

masa kekurangan.

b. Embung pembelok (diversion dams)

Embung yang digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya untuk keperluan

mengalirkan air kedalam sistem aliran menuju ke tempat yang memerlukan.

c. Embung penahan (detention dams)

Embung yang digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal mungkin efek

aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara berkala atau sementara, dialirkan

melalui pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap kedaerah

sekitarnya.

3. Tipe embung berdasarkan letaknya terhadap aliran air

Ada dua tipe embung berdasarkan letaknya terhadap aliran air yaitu embung pada aliran (on

stream) dan embung diluar aliran air (off stream).

a. Embung pada aliran air (on stream)


Embung yang dibangun untuk menampung air, misalnya pada bangunan pelimpah

(spillway)

b. Embung diluar aliran air (off stream)

Embung yang umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air dibendung terlebih

dahulu di on stream-nya baru disuplesi ke tampungan

Kedua tipe ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan batu atau

pasangan bata.

4. Tipe embung berdasarkan material pembentuknya

Ada dua tipe embung berdasarkan material pembentuknya yaitu embung urugan dan embung

beton.

a. Embung urugan (fill dams, embankment dams)

Embung urugan adalah embung yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa

tambahan bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan pembentuk embung asli.

b. Embung beton (concrete dams)

Embung beton adalah embung yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan

maupun tidak.

Komponen embung secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Waduk (Reservoir) merupakan tampungan air dihulu tubuh embung.

2. Lereng hulu (upstream slope) bagian sisi tubuh bendungan yang bertemu dengan waduk,

sedangkan lereng hilir (donwstream slope) adalah lereng yang berseberangan dengan

tampungan air

3. Spillway utama (principal spillway) merupakan bagian yang berfungsi melewatkan air

kedalam pipa intake. Spillway tambahan

4. Spillway tambahan (emergency spillway) merupakan spillway tambahan ketika air terlalu

banyak untuk dilewatkan pada spillway utama.


5. Mercu/ puncak (crest) puncak dari lereng hulu dan lereng hilir

6. Drainase kaki (toe drain) berfungsi untuk mengumpulkanrembesan dari tubuh embung

7. Bidang kontak pondasi (abutment contact) merupakan bagian lembah pada tubuh embung

yang berfungsi menahan tubuh embung

8. Bangunan pengeluaran (outlet works) bangunan yang mengatur pengeluaran air dari

tampungan

Permasalahan embung pada umumnya adalah degradasi fungsional, ditandai dengan

berkurangnya kapasitas air tertampung, sedimentasi, rembesan, tumbuhnya tanaman liar pada

tubuh bendung/tanggul, erosi, dan beberapa masalah lainnya, (Kasiro, 1995; Bria, 2009, Aditya,

2012.) Kerusakan-kerusakan ini harus mendapat perhatian serius sebab jika tidak ditangani lama-

kelamaan akan menyebabkan kegagalan struktur embung dan tidak terpenuhinya sistem irigasi

yang optimal dan menurunkan nilai efisien sistem dari embung.

Menurut Alexander (2009), tujuan dari dibangunnya embung adalah:

- Konservasi sumber daya air dan konservasi lingkungan

- Menaikkan tinggi muka air tanah

- Persediaan air baku untuk daerah sekitar

- Mendukung potensi wisata

- Menigkatkan perekonomian masyarakat sekitar sehingga menambah pendapatan asli

daerah

2.2. Pemeliharaan Jaringan Irigasi

UU no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan pemeliharaan adalah kegiatan

untuk merawat sumber air dan prasarana sumber air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian

fungsi sumber air dan prasarana SDA.


Berdasarkan Peraturan menteri pekerjaan umum nomor 32/PRT/M/2007 pemeliharaan

jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat

berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan

kelestariannya melalui kegiatan perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus

dilakukan secara terus menerus. Ruang lingkup kegatan pemeliharaan jaringan meliputi

inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi.

2.2.1 Data pendukung kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi

Di dalam penyelenggaraan pemeliharaan jaringan irigasi diperluka data-data pendukung

sebagai berikut:

1. Peta daerah irigasi (Skala 1:5.000 atau Skala 1:10.000)

Dengan batas daerah irigasi dan tata letak saluran induk & sekunder, bangunan air,

pembagian areal layanan irigasi, batas wilayah kerja antara lain : wilayah kerja UPTD,

wilayah kerja mantri/juru pengairan, wilayah kerja balai, wilayah kabupaten.

2. Skema jaringan irigasi

Menggambarkan letak dan nama-nama saluran induk dan sekunder, bangunan bagi,

bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkap lainnya yang masing-

masing dilengkapi dengan nomenklatur.

3. Inventarisasi jaringan irigaasi

4. Gambar pasca konstruksi (as built drawing)

5. Perencanaan lima tahunan pengelolaan aset irigasi

6. Dokumen dan data pendukung lainnya

2.2.2 Jenis-jenis pemeliharaan


Jenis-jenis pemeliharaan jaringan irigasi yang tertuang dalam Peraturan menteri pekerjaan

umum nomor 32/PRT/M/2007 terdiri dari:

1. Pemeliharaan rutin

Pemeliharaan rutin merupakan kegiatan perawatan dalam rangka mempertahankan

kondisi jaringan irigasi yang dilaksanakan secara terus menerus tanpa ada bagian

konstruksi yang diubah atau diganti. Kegiatan pemeliharaan rutin meliputi:

a. Pemeliharaan bersifat perawatan

- Memberikan minyak oelumas pada bagian pintu

- Membersihkan saluran dan bangunan dari tanaman liar dan semak-semak

- Membersihkan saluran dan bangunan dari sampah dan kotoran

- Pembuangan endapan lumpur di bangunan ukur

- Memelihara tanaman lindung disekitar bangunan dan tepi luar tanggul saluran

b. Yang bersifat perbaikan ringan

- Menutup lubang-lubang bocoran kecil di saluran/bangunan

- Perbaikan kecil pada pasangan, misalnya siaran/plesteran yang retak atau

beberapa batu muka yang lepas

2. Pemeliharaan berkala

Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan

secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi irigasi

dan dapat bekerja sama dengan P3A/ GP3A/IP3A secara swakelola berdasarkan

kemampuan lembaga tersebut dan dapat pula dilaksanakan secara kontraktual.

Pelaksanaan pemeliharaan berkala dilaksanakan secara periodic sesuai kondisijaringan

irigasinya. Setiap jenis kegiatan berkala dapat berbeda-beda periodenya, misalnya setiap
tahun, 2 tahun, 3 tahun dan pelaksanaannya disesuaikan dengan jadwal musim tanam

serta waktu pengeringan. Pemeliharaan berkala dapat dibagi menjadi tiga yaitu

pemeliharaan yang bersifat perawatan, dan pemeliharaan yang bersifat penggantian.

Pekerjaan pemeliharaan meliputi :

a. Pemeliharaan berkala yang bersifat perawatan

- Pengecetan pintu

- Pembuangan lumpur dibangunan dan saluran

b. Pemeliharaan berkala yang bersifat perbaikan

- Perbaikan embung, bangunan pengambil dan bangunan pengatur

- Perbaikan bangunan ukur dan kelengkapanya

- Perbaikan saluran

- Perbaikan pintu-pintu dan skot balk

- Perbaikan jalan inspeksi

- Perbaikan fasilitas pendukung seperti kantor, rumah dinas, rumah PPA dan PPB,

kendaraan dan peralatan

c. Pemeliharan berkala yang bersifat penggantian

- Penggantian pintu

- Penggantian alat ukur

- Penggantian peil schall

3. Pemeliharaan/ perbaikan darurat

Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan atau kerusakan berat akibat

terjadinya kejadian luar biasa (seperti pengrusakan/ penjebolan tanggul, longsoran


tebing yang menutup jaringan, tanggul putus dan lain-lain) dan penanggulangan segera

dengan konstruksi tidak permanen, agar jaringan irigasi tetap berfungsi.

2.3 Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia

Untuk kegiatan pemeliharaan dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan suatu

kelembagaan yang mengelola seluruh kegiatan tersebut. Berdasarkan Peraturan menteri

pekerjaan umum nomor 32/PRT/M/2007 pembagian tugas pokok dan fungsi petugas

pemeliharaan yang berada di lapangan sebagai berikut.

1. Pengamat/ranting/uptd

- Rapat di kantor setiap bulan untuk mengetahiu permasalahan pemeliharaan, hadir

para mantri/ juru pengairan, petugas pintu air (PPA), petugas operasi bendung (POB)

serta P3A/GP3A/IP3A.

- Menghadiri rapat dikecamatan dan dinas/ pengelola irigasi dalam kegiatan

pemeliharaan

- Membina P3A/GP3A/IP3A untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemeliharaan

- Membantu proses pengajuan bantuan biaya pemeliharaan yang diajukan

P3A/GP3A/IP3A.

- Membuat laporan kegiatan pemeliharaan ke dinas

- Mantri/ juru

- Membantu kepala ranting untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan pemeliharaan

- Mengawasi Pekerjaan pemeliharaan rutin yang dikerjakan oleh para pekerja saluran

(PS) dan petugas pintu air (PPA)

- Mengawasi pemeliharaan berkala yang dikerjakan oleh pemborong


- Membuat laporan pemeliharaan

- Bersama masyarakat petani P3A/GP3A/IP3A melakukan penelusuran jaringan untuk

mengetahui kerusakan jaringan yang perlu segera diatasi

- Menyusun/ memilih secara bersma kebutuhan biaya pada kerusakan yang dipilih atau

disepakati

3. Staf ranting/ pengamat/ uptd/ cabang dinas/ korwil

- Membantu kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas// korwil dalam

pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi

4. Petugas operasi bendung (POB)

- Melaksanakan pengurasan kantong lumpur

- Memberi minyak pelumas pada pintu-pintu air

- Melaksanakan pengecetan pintu dan rumah pintu secara periodik

- Mencatat kerusakan bangunan dan pintu air pada blangko pemeliharaan

- Membersihkan semak belukar disekitar bendung

5. Petugas pintu air (PPA)

- Memberikan minyak pelumas pada pintu air

- Melaksakan pengecetan pintu dan rumah pintu secara periodik

- Membersihkan endapan sampahdi sekitar bangunan sadap/ bagi-sadap dan sekitar

alat pengukur debit

- Mencatat kerusakan bangunan air/ pintu air pada blangko pemeliharaan

- Memelihara salurann sepanjang 50 m di sebelah hilir bangunan sadap

6. Pekerja/ pekerya saluran (PS)


- Membersihkan saluran dari gangguan rumput, sampah, dan lain-lain (misal hewan

dan ternak)

- Membersihkan endapan dan sampah di sekitar bangunan penting (bangunan bagi,

siphon, talang dll)

- Menutup bocoran kecil disepanjang saluran termasuk pengambilan air tanpa izin

(liar)

- merapikan kemiringan talud saluran

- menghalau ternak (kerbau dll) supaya tidak masuk dan merusak saluran

- melaporkan kalua ada kerusakan saluran yang cukup parah.

Adapun kebutuhan tenaga pelaksana operasi dan pemeliharaan sebagai berikut:

1. Kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil : 1 orang + 5 staff per 5.000 –

7.500 Ha

2. Mantri/ juru pengairan : 1 orang per 750 – 1.500 Ha

3. Petugas operasi bendung (POB) : 1 orang per bendung dapat ditambah beberapa pekerja

untuk bendung besar

4. Petugas pintu air (PPA) : 1 orang per 3-5 bangunan sadap dan bangunan bagi pada

saluran berjarak anatar 2-3 km atau daerah layanan 150 sampai dengan 500 Ha

5. Pekerja/ pekerya saluran (PS) : orang per 2-3 km panjang saluran

Sedangkan kompetensi petugas pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 kompetensi petugas pemeliharaan jaringan irigasi

Pendidikan
Jabatan Kompetensi Fasilitas
Minimal
Kepala Ranting/ Mampu melaksanakan Sarjana Muda/ Mobil pick up, Rumah
Pengamat/ UPTD/ tupoksi untuk areal irigasi D-III Teknik Sipil dinas dan alat

Cabang Dinas/ Korwil 5.000 – 7.500 Ha komunikasi


Juru/ Mantri Mampu melaksanakan STM Bangunan Sepeda Motor dan

Pengairan tupoksi untuk areal irigasi Alat komunikasi

5.000 – 7.500 Ha
Petugas Operasi Mampu melaksanakan ST, SMP Sepeda dan Alat

Bendung tupoksi komunikasi


Petugas Pintu Air Mampu melaksanakan ST, SMP Sepeda dan Alat

tupoksi komunikasi
Pekerja/ Pekarya Mampu melaksanakan SD Alat kerja pokok

Saluran tupoksi

2.4 Life Cycle Cost (LCC)

2.4.1 Pengertian life cycle cost

Life Cycle Cost adalah total biaya yang dikeluarkan sepanjang siklus hidup suatu sistem

yang langsung berhubungan dengan biaya kepemilikan selama umur ekonomis. Konsep Life

Cycle Cost adalah sebuah proses untuk menentukan biaya paling efektif diantara banyak

alternatif yang tersedia (Kirk & Dell’Isola 1995). Menurut David G, (1997) Life Cycle Cost

adalah penjumlahan dari semua dana yang dihabiskan untuk mensupport suatu item dari konsep,

fabrikasi, hingga opersional sampai akhir waktu pakainya. Dari konsep yang ada Life Cycle Cost

memberikan pengertian bahwa analisa Life Cycle Cost dilakukan menyeluruh untuk biaya yang keluar

dari awal pemakaian hingga akhir pemakaian. Sehingga model ekonomi Life Cycle Cost

memberikan penilaian yang lebih baik dari efektivitas biaya jangka panjang dari proyek daripada yang

dapat diperoleh dengan hanya keputusan biaya pertama. Analisis Life Cycle Cost diperlukan

mengetahui manakah alternatif terbaik dari investasi atau biaya kepemilikan terendah dalam jangka

panjang. Sedangkan Menurut I Nyoman Pujawan (2004) Life Cycle Cost dari suatu item adalah
jumlah semua pengeluaran yang berkaitan dengan item tersebut sejak dirancang sampai tidak

terpakai lagi.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas life cycle cost dapat dirumuskan sebagai berikut:

LCC = Biaya Awal + Biaya Penggunaan + Biaya Perawatan dan Penggantian

Dimana :

Biaya awal = Biaya perencanaan dan pelaksanaan bangunan

Biaya penggunaan = Biaya yang dikeluarkan selama bangunan beroperasi

Biaya Perawatan dan Penggantian = Biaya untuk perawatan dan penggantian komponen-

komponen penyusun bangunan selama umur rencana bangunan.

2.4.2 Umur peralatan

Menurut Wijito (2012) jenis dan umur peralatan dibagi menjadi empat jenis:

1. Umur Fisik/Umur penggunaan (Useful Life) : Umur fisik adalah umur yang diperkirakan

secara fisik. Suatu objek dinyatakan mencapai umur fisiknya apabila biaya perbaikan objek

tersebut telah sama dengan biaya pembuatan/pengadaan baru, atau sudah mencapai nilai

scrab.

2. Umur ekonomis (Economic Usefull Life) : Umur ekonomis disebut juga umur manfaat atau

umur fungsional. Merupakan umur yang dikaitkan dengan keekonomisan/manfaat/ kontribusi

objek untuk dapat digunakan sesuai fungsinya. Menurut (Asiyanto, 2008) menyebutkan

bahwa umur peralatan sudah disebutkan dalam manual pemelihaan masing masing alat

disesuaikan dengan jam kerja standart per tahun.

3. Umur aktual fisik (Physical Actual Age) : Umur aktual adalah umur sejak mesin dibuat

sampai saat dilakukan penilaian. Umur aktual (penggunaan) adalah umur dihitung sejak

mesin dipakai sampai dengan dilakukan penilaian.


4. Umur Efektif (Efective Age) : Umur efektif adalah umur saat mesin dibuat sampai dilakukan

penilaian. Umur efektif suatu barang dapat berbeda meskipun umur aktual fisiknya sama.

Hal ini karena beberapa hal seperti cara pemakaian/penggunaan barang tersebut,

perawatan, adanya perbaikan dll.Umur efektif tercermin dalam kondisi fisik hasil

pengamatan langsung. Umur efektif peralatan dapat didasarkan pada nilai hours meter

perlatan yang menunjukan lama permakaian peralatan.

Sehingga apabila digambarkan keempat umur ekonomis tersebut dapat terlihat seperti pada

gambar 2.1

Sumber : Wijito, (2012)


Gambar 2. 1 Deskripsi Umur Barang

2.4.2 Biaya

Asiyanto, (2008) membagi biaya - biaya menjadi 4 kelompok :

1. Biaya Kepemilikan :

a. Investasi yaitu berupa biaya yang dikeluarkan untuk awal pekerjaan investasi dapat
berupa modal sendiri maupun pinjaman

b. Depresiasi yaitu berupa penyusutan yang terjadi pada suatu aset selama umur manfaatnya

dikarenakan nilai barang berkurang karena sejalan dengan pemakaiannya

c. Bunga Modal yaitu berupa pendapatan yang diterima oleh pemilik modal.

d. Manajemen yaitu berupa biaya yang dikeluarkan manajemen untuk mendatangkan

peralatan

2. Biaya Operasional :

a. Bahan bakar yaitu biaya penggunaan bahan bahan bakar yang digunakan. Besarnya

konsumsi bahan bakar dipengaruhi oleh kapasitas alat, kondisi alat, dan beban kerja

alat.

b. Oli yaitu biaya penggantian Oli secara periodik sesuai dengan jam operasional peraltaan

maupun periode waktu

c. Minyak Hidrolik yaitu biaya penggantian minyak hidrolik secara periodik

d. Operator yaitu Besarnya biaya jasa pengoperasian peralatan yang dihitung per jam.

3. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan :

a. Suku cadang yaitu biaya penggantian suku cadang yang berupa slow moving part

(komponen yang tidak aus) maupun fast moving part (komponen yang aus)

b. Mekanik yaitu biaya jasa perbaikan peralatan.

4. Biaya Tak Terduga :

a. Overhead yaitu biaya yang terduga yang timbul secara tidak langsung pada pemakaian

alat

b. Pajak yaitu tambahan biaya yang dikenakan oleh pemerintah


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metodologi penelitian menguraikan mengenai metode-metode yang digunakan dalam

sebuah penelitian. Sekaran (2009), menyatakan bahwa desain penelitian terdiri dari rangkaian

keputusan yang harus diambil dan bagaimana data diambil, dan bagaimana data dikumpulkan

sampai dengan pengelolaannya sehingga diperoleh suatu kesimpulan.

Penelitian ini dilaksanakan dalam suatu rencana tahapan yang akan dijadikan panduan untuk

mencapai tujuan yang ingin dicapai. Panduan tersebut berfungsi untuk membantu peneliti dalam

melaksanakan setiap tahap dalam penelitian ini dan mengorganisirnya dengan baik agar

prosesnya berjalan secara efektif dan efisien. (gambar tahapan penelitian)

B. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini berada di embung Tambakboyo yang terletak di dusun Tambakboyo, di

hilir pertemuan sungai Tambakboyo dan sungai Buntung, sedangkan genangannya meliputi Desa

Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman dan Desa Condongcatur, Kecamatan

Depok Kabupaten Sleman.

C. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
a. Alat

- Computer

- Software Microsoft office

- Gps

- Google maps

- Kamera

- Alat tulis

b. Bahan

- Data primer

Menurut Sekaran (2009), data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung

dilokasi penelitian. Pada penelitian ini data primer meliputi kondisi fisik embung,

system perawatan embung, koordinat ambung,

- Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan melalui pihak lain (Sekaran,2009).

Data primer pada penelitian ini meliputi shop drawing sebagai acuan pelaksanaan

pekerjaan embung Tambakboyo, table harga satuan pekerjaan hasil survey komponen

DKPB Kabupaten Sleman tahun 2015, serta Rincian Anggaran Biaya (RAB)

pemeliharaan dan perbaikan embung Tambakboyo tahun 2015. Data sekunder

bersumber dari Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, KPKNL

Yogyakarta dan Direktorat Penilaian Kantor Pusat DJKN.

1. Data-data pendukung mengenai embung.

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara dan Kuisioner

Penyebaran kuisioner dan wawancara dilakukan terhadap semua pihak yang terlibat

dalam upaya pemeliharaan dan perawatan embung tambakboyo.

2. Inspeksi lapangan

Inspeksi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data terkait dengan system perawatan

dan pemeliharaan embung tambakboyo.

3. Kajian literatur

Kajian literatur dilakukan untuk mengumpulkan referensi pendukung dengan membaca

jurnal, peraturan pemerintah, berita di internet dan buku-buku yang terkait dengan topic

penelitian.

E. Instrument Penelitian

Menurut Arikunto (2000), instrument penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh

peneliti saat mengumpulkan informasi tentang variable yang sedang diteliti agar kegiatan

tersebut menjadi sistematis dan mudah. Dalam penelitian digunakan instrumen penelitian berupa

daftar pertanyaan wawancara untuk memperoleh informasi mengenai sistem perawatan dan

pemeliharaan embung tambakboyo.

F. Analisis Data

G. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 7 bulan, mulai dari tahap persiapan hingga tahap

perbaikan laporan akhir. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1

Tahun 2018 Tahun 2019

N
Uraian Kegiatan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari
o

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan
                                                       
2 Studi Pustaka
                                                       
Penyusunan dan
3
Seminar Proposal
                                                       
Pengumpulan
4
Data                                                        
5 Analisis Data                                                        
Pembahasan dan
6 Penyusunan
Laporan                                                        
7 Seminar Tesis                                                        
8 Ujian Pendadaran                                                        
Perbaikan
9
Laporan                                                      
Daftar Pustaka

Sekaran, Uma. 2009. Research Method for Business: A Skill Building Approach, Edisi 5.

John Wiley. New York.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2008. Embung Tambakboyo. Tersedia di,

http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan-detail.asp?id=316

Diakses……….

Direktorat Pengolaan Air Irigasi. 2011. Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui

Pembangunan Embung/Dam Parit. Direktorat Sarana dan Prasarana Pertanian Kementerian

pertanian. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen penelitian, rhineka Chipta. Jakarta.

Novika Diah Anggraeni. 2016. Penilaian Embung Tambakboyo Di Kabupaten Sleman

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.

Saudale, V., 2017. Kementan lanjutkan Pembangunan 30.000 Embung Baru.

Berita Satu : http://www.beritasatu.com/nasional/431261-kementan-lanjutkan

pembangunan-30000-embung-baru.html

Soedibyo. 2003. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita. Jakarta

Agung Rahmadana. (2013). Studi Pengaturan Air Untuk Meningkatkan Kinerja Waduk

Batutegi. Tesis. Yogyakarta. Magister Pengelolaan Air dan Air Limbah, Program

Pascasarjan, Fakultas Teknik, Universitas gadjah Mada.

Kadoatie , R.J. dan Rustam S.,2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : C.V Andi.
Alexander. 2009. “Laporan Tugas Akhir Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten

Sleman D.I.Y (Design of Tambakboyo Small dam Sleman D.I.Y Area)”. Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang.

CARI DATA EMBUNG TAMBAKBOYO DI BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI

SERAYU-OPAK

Anda mungkin juga menyukai