Oleh :
FLOREN
NPM : 175102670
FAKULTAS TEKNIK
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketersedian air pada suatu kawasan cenderung tetap atau bahkan menurun yang
diakibatkan oleh penurunan kualitas lingkungan daerah tangkapan hujan dan alih fungsi lahan.
Disisi lain kebutuhan air semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk,
peningkatan taraf hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Penggunaan air dikategorikan
menjadi 4 bagian, yaitu penggunaan untuk domestik yaitu air untuk pemenuhan kegiatan sehari-
hari atau rumah tangga, kebutuhan non domestik antara lain institusional, komersial, dan fasilitas
umum, kebutuhan industri, sedangkan yang terakhir yaitu kebutuhan untuk irigasi. Jumlah
persentase penggunaan air di Indonesia dapat dilihat pada pie chart berikut.
(Sumber: Operasi Dan Pemeliharaan SDA Direktorat Jendral SDA Kementerian PUPR)
sektor pertanian adalah pemakai terbanyak dari kebutuhan air tersebut. Pertanian merupakan
sektor penting dalam pembangunan perekonomian, mengingat fungsi dan perannya dalam
penyediaan pangan bagi penduduk, pakan dan energi, serta tempat bergantungnya mata
pencarian penduduk di perdesaan. Sektor ini mempunyai sumbangan yang signifikan dalam
pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), peningkatan devisa dan peningkatan kesejahteraan
petani, sehingga pembangunan pertanian dapat dikatakan sebagai motor penggerak dan
infrastruktur yang memadai. Hal tersebut dikarenakan keberadaan air dinegara kita sangat khas,
melimpah pada bulan-bulan basah karena curah hujan yang tinggi dan kekurangan pada bulan
Permasalahan air bagi pertanian terutama pada daerah yang kemampuan sumber airnya
rendah adalah persoalan yang tidak jarang menimbulkan efek negative bahkan menimbulkan
kerugian bagi para petani. Pada musim penghujan misalnya air yang terlalu berlebihan akan
menyebabkan banyak sawah tergenang dan pada musim kemarau akan menimbulkan kekeringan
sehingga menyebabkan gagal panen, hasil panen tidak sesuai dengan semestinya dan waktu
panan yang lebih lama dikarenakan antara kebutuhan dan pasokan air tidak sesuai. Oleh karena
itu diperlukan teknologi tepat guna, murah dan applicable untuk mengatur ketersediaan air agar
dapat memenuhi kebutuhan air baik dimusim penghujan maupun dimusim kemarau. Teknologi
embung air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan karena teknologinya sederhana dan
biayanya relatif murah tergantung ukuran dan kapasitas yang ditentukan. Selain sebagai solusi
bagi pertanian pengembangan embung juga memberikan banyak manfaat seperti upaya
konservasi air, sebagai objek wisata, memperluas daerah resapan air, menyediakan air bagi
Dalam rangka mencapai ketahanan air dan kedaulatan pangan, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus meningkatkan jumlah tampungan air melalui
pembangunan bendungan dan embung di seluruh Indonesia. Tahun 2015-2016 terdapat 719
embung baru yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia berhasil diselesaikan oleh kementerian
PUPR. Jumlah tersebut mengakibatkan total embung di Indonesia meningkat pada akhir 2016
menjadi 2.611 embung. Pada tahun 2017 kementerian PUPR mentargetkan akan menyelesaikan
111 embung baru dan memasuki tahun 2018 total embung yang ada telah mencapai 2.722.
Masalah embung tidak hanya menjadi perhatian kementerian PUPR, kementerian pertanian
(Kementan) juga akan bersinergi dan saling mendukung program pembangunan embung di desa
bersama Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi (Kemendes), hal ini untuk mewujudkan visi
besar Presiden RI untuk membangun Indonesia melalui desa. Menurut data Kementerian
Pertanian (Kementan) saat ini sekitar 80% dari desa-desa diseluruh Indonesia hidup dari sector
pertanian. Presiden RI juga menginstruksikan agar kelebihan dana desa sebesar Rp 20 Triliun
dapat digunakan untuk membangun embung desa. Untuk program embung desa, program
pertanian yang telah dilakukan oleh kementerian pertanian (Kementan) saat ini akan lebih baik
lagi dampaknya apabila setiap desa dibangun embung. Karena baru sekitar 45% desa yang
ditentukan dari pengelolaannya. Kegiatan pemeliharaan adalah salah satu rantai penting dalam
pengelolaan embung karena tanpa adanya kegiatan pemeliharaan yang memadai dan terencana
dengan baik maka dampak negatif yang akan ditimbulkan antara lain:
UU no 07 tahun 2004 tentang sumber daya air menyebutkan bahwa pemeliharaan adalah
kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk
menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air. Melaksanakan
pemeliharaan dengan benar akan sangat mendukung kinerja dari embung itu sendiri bahkan
mampu meningkatkan masa layanannya. Perbedaan dari embung yang dengan dan tanpa
(Sumber: Operasi Dan Pemeliharaan SDA Direktorat Jendral SDA Kementerian PUPR)
Gambar 2. Hubungan antara kinerja embung dan umur layanan
pemeliharaan harus menjadi perhatian yang serius agar pemanfaatannya menjadi maksimal.
Bertolak dari latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti merasa perlu membahas tentang
model pemeliharaan berbasis life cycle cost (LCC) untuk embung dengan harapan dapat
mengkaji model pemeliharaan dan perawatan embung sehingga diketahui komponen komponen
apa saja yang memerlukan pemeliharaan dan perawatan baik secara rutin maupun berkala agar
Lokasi pada penelitian ini diambil pada embung Tambakboyo, menurut Direktori Data dan
Informasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2013) embung tambakboyo
Adapun manfaat yang hendak diperoleh dengan dibangunnya Embung Tambakboyo ini antara
lain adalah :
Perikanan.
Dapat dikembangkan sebagai persediaan air baku bagi wilayah Kabupaten Sleman dan
Kota Yogyakarta.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan yaitu:
2. Bagaimana merancang Life Cycle Cost (LCC) untuk perawatan dan pemeliharaan
Infrastruktur Embung?
C. BATASAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka batasan masalah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan pada embung Tambakboyo yang terletak di Desa Tambakboyo
2. Pada penelitian ini responden adalah seluruh pihak yang terlibat dalam operasional dan
3. Penelitian ini merancang Life Cycle Cost pemeliharaan embung hanya untuk 25 tahun
D. TUJUAN PENELITIAN
dan perawatan baik secara rutin maupun secara berkala pada embung.
2. Untuk merancang life cycle cost (LCC) pemeliharaan dan perawatan embung
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Akademis
Hasil penelitian dapat menjadi bahan kajian guna memperkaya pengetahuan tentang
2. Praktis
Hasil penelitian dapat menjadi acuan dalam merencanakan LCC pemeliharaan dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embung
Defenisi embung berdasarkan buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pembangunan
Embung yang diterbitkan oleh Direktorat Pengelolaan Air Irigasi, Kementerian Pertanian (2011) adalah
bangunan konservasi air berbentuk cekungan disungai atau aliran air berupa urugan tanah, urugan batu,
beton dan/atau pasangan batu yang dapat menahan dan menampung air untuk berbagai keperluan.
Menurut Kadoatie dan Roestam (2010) embung adalah bangunan artifisial yang berfungsi untuk
menampung dan menyimpan air dengan kapasitas volume kecil tertentu, lebih kecil dari kapasitas
waduk/bendungan. Embung biasanya dibangun dengan membendung sungai kecil atau dapat dibangun di
luar sungai. Kolam embung akan menyimpan air dimusim hujan dan kemudian air dimanfaatkan oleh
suatu desa hanya selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan dengan urutan prioritas, penduduk,
ternak, dan kebun atau sawah. Jumlah kebutuhan tersebut akan menentukan tinggi tubuh embung dan
Agung Rahmadana (2013), mengatakan selain kebutuhan air penentuan potensi kapasitas
tampungan harus dipertimbangkan juga dari aspek kehilangan air akibat penguapan (evaporasi) embung.
Menurut Soedibyo (2003), tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
Embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk kebutuhan air
baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan atau tujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan
saja.
Embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya : irigasi (pengairan), air
Embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan pada
masa kekurangan.
Embung yang digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya untuk keperluan
Embung yang digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal mungkin efek
aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara berkala atau sementara, dialirkan
melalui pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap kedaerah
sekitarnya.
Ada dua tipe embung berdasarkan letaknya terhadap aliran air yaitu embung pada aliran (on
(spillway)
Embung yang umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air dibendung terlebih
Kedua tipe ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan batu atau
pasangan bata.
Ada dua tipe embung berdasarkan material pembentuknya yaitu embung urugan dan embung
beton.
Embung urugan adalah embung yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa
tambahan bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan pembentuk embung asli.
Embung beton adalah embung yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan
maupun tidak.
Komponen embung secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
2. Lereng hulu (upstream slope) bagian sisi tubuh bendungan yang bertemu dengan waduk,
sedangkan lereng hilir (donwstream slope) adalah lereng yang berseberangan dengan
tampungan air
3. Spillway utama (principal spillway) merupakan bagian yang berfungsi melewatkan air
4. Spillway tambahan (emergency spillway) merupakan spillway tambahan ketika air terlalu
6. Drainase kaki (toe drain) berfungsi untuk mengumpulkanrembesan dari tubuh embung
7. Bidang kontak pondasi (abutment contact) merupakan bagian lembah pada tubuh embung
8. Bangunan pengeluaran (outlet works) bangunan yang mengatur pengeluaran air dari
tampungan
berkurangnya kapasitas air tertampung, sedimentasi, rembesan, tumbuhnya tanaman liar pada
tubuh bendung/tanggul, erosi, dan beberapa masalah lainnya, (Kasiro, 1995; Bria, 2009, Aditya,
2012.) Kerusakan-kerusakan ini harus mendapat perhatian serius sebab jika tidak ditangani lama-
kelamaan akan menyebabkan kegagalan struktur embung dan tidak terpenuhinya sistem irigasi
daerah
UU no.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan pemeliharaan adalah kegiatan
untuk merawat sumber air dan prasarana sumber air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian
jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat
kelestariannya melalui kegiatan perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus
dilakukan secara terus menerus. Ruang lingkup kegatan pemeliharaan jaringan meliputi
sebagai berikut:
Dengan batas daerah irigasi dan tata letak saluran induk & sekunder, bangunan air,
pembagian areal layanan irigasi, batas wilayah kerja antara lain : wilayah kerja UPTD,
Menggambarkan letak dan nama-nama saluran induk dan sekunder, bangunan bagi,
bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkap lainnya yang masing-
1. Pemeliharaan rutin
kondisi jaringan irigasi yang dilaksanakan secara terus menerus tanpa ada bagian
- Memelihara tanaman lindung disekitar bangunan dan tepi luar tanggul saluran
2. Pemeliharaan berkala
secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi irigasi
dan dapat bekerja sama dengan P3A/ GP3A/IP3A secara swakelola berdasarkan
irigasinya. Setiap jenis kegiatan berkala dapat berbeda-beda periodenya, misalnya setiap
tahun, 2 tahun, 3 tahun dan pelaksanaannya disesuaikan dengan jadwal musim tanam
serta waktu pengeringan. Pemeliharaan berkala dapat dibagi menjadi tiga yaitu
- Pengecetan pintu
- Perbaikan saluran
- Perbaikan fasilitas pendukung seperti kantor, rumah dinas, rumah PPA dan PPB,
- Penggantian pintu
Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan atau kerusakan berat akibat
Untuk kegiatan pemeliharaan dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan suatu
pekerjaan umum nomor 32/PRT/M/2007 pembagian tugas pokok dan fungsi petugas
1. Pengamat/ranting/uptd
para mantri/ juru pengairan, petugas pintu air (PPA), petugas operasi bendung (POB)
serta P3A/GP3A/IP3A.
pemeliharaan
P3A/GP3A/IP3A.
- Mantri/ juru
- Mengawasi Pekerjaan pemeliharaan rutin yang dikerjakan oleh para pekerja saluran
- Menyusun/ memilih secara bersma kebutuhan biaya pada kerusakan yang dipilih atau
disepakati
dan ternak)
- Menutup bocoran kecil disepanjang saluran termasuk pengambilan air tanpa izin
(liar)
- menghalau ternak (kerbau dll) supaya tidak masuk dan merusak saluran
1. Kepala ranting/ pengamat/ UPTD/ cabang dinas/ korwil : 1 orang + 5 staff per 5.000 –
7.500 Ha
3. Petugas operasi bendung (POB) : 1 orang per bendung dapat ditambah beberapa pekerja
4. Petugas pintu air (PPA) : 1 orang per 3-5 bangunan sadap dan bangunan bagi pada
saluran berjarak anatar 2-3 km atau daerah layanan 150 sampai dengan 500 Ha
Sedangkan kompetensi petugas pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilihat pada tabel 2.1
Pendidikan
Jabatan Kompetensi Fasilitas
Minimal
Kepala Ranting/ Mampu melaksanakan Sarjana Muda/ Mobil pick up, Rumah
Pengamat/ UPTD/ tupoksi untuk areal irigasi D-III Teknik Sipil dinas dan alat
5.000 – 7.500 Ha
Petugas Operasi Mampu melaksanakan ST, SMP Sepeda dan Alat
tupoksi komunikasi
Pekerja/ Pekarya Mampu melaksanakan SD Alat kerja pokok
Saluran tupoksi
Life Cycle Cost adalah total biaya yang dikeluarkan sepanjang siklus hidup suatu sistem
yang langsung berhubungan dengan biaya kepemilikan selama umur ekonomis. Konsep Life
Cycle Cost adalah sebuah proses untuk menentukan biaya paling efektif diantara banyak
alternatif yang tersedia (Kirk & Dell’Isola 1995). Menurut David G, (1997) Life Cycle Cost
adalah penjumlahan dari semua dana yang dihabiskan untuk mensupport suatu item dari konsep,
fabrikasi, hingga opersional sampai akhir waktu pakainya. Dari konsep yang ada Life Cycle Cost
memberikan pengertian bahwa analisa Life Cycle Cost dilakukan menyeluruh untuk biaya yang keluar
dari awal pemakaian hingga akhir pemakaian. Sehingga model ekonomi Life Cycle Cost
memberikan penilaian yang lebih baik dari efektivitas biaya jangka panjang dari proyek daripada yang
dapat diperoleh dengan hanya keputusan biaya pertama. Analisis Life Cycle Cost diperlukan
mengetahui manakah alternatif terbaik dari investasi atau biaya kepemilikan terendah dalam jangka
panjang. Sedangkan Menurut I Nyoman Pujawan (2004) Life Cycle Cost dari suatu item adalah
jumlah semua pengeluaran yang berkaitan dengan item tersebut sejak dirancang sampai tidak
terpakai lagi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas life cycle cost dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana :
Biaya Perawatan dan Penggantian = Biaya untuk perawatan dan penggantian komponen-
Menurut Wijito (2012) jenis dan umur peralatan dibagi menjadi empat jenis:
1. Umur Fisik/Umur penggunaan (Useful Life) : Umur fisik adalah umur yang diperkirakan
secara fisik. Suatu objek dinyatakan mencapai umur fisiknya apabila biaya perbaikan objek
tersebut telah sama dengan biaya pembuatan/pengadaan baru, atau sudah mencapai nilai
scrab.
2. Umur ekonomis (Economic Usefull Life) : Umur ekonomis disebut juga umur manfaat atau
objek untuk dapat digunakan sesuai fungsinya. Menurut (Asiyanto, 2008) menyebutkan
bahwa umur peralatan sudah disebutkan dalam manual pemelihaan masing masing alat
3. Umur aktual fisik (Physical Actual Age) : Umur aktual adalah umur sejak mesin dibuat
sampai saat dilakukan penilaian. Umur aktual (penggunaan) adalah umur dihitung sejak
penilaian. Umur efektif suatu barang dapat berbeda meskipun umur aktual fisiknya sama.
Hal ini karena beberapa hal seperti cara pemakaian/penggunaan barang tersebut,
perawatan, adanya perbaikan dll.Umur efektif tercermin dalam kondisi fisik hasil
pengamatan langsung. Umur efektif peralatan dapat didasarkan pada nilai hours meter
Sehingga apabila digambarkan keempat umur ekonomis tersebut dapat terlihat seperti pada
gambar 2.1
2.4.2 Biaya
1. Biaya Kepemilikan :
a. Investasi yaitu berupa biaya yang dikeluarkan untuk awal pekerjaan investasi dapat
berupa modal sendiri maupun pinjaman
b. Depresiasi yaitu berupa penyusutan yang terjadi pada suatu aset selama umur manfaatnya
c. Bunga Modal yaitu berupa pendapatan yang diterima oleh pemilik modal.
peralatan
2. Biaya Operasional :
a. Bahan bakar yaitu biaya penggunaan bahan bahan bakar yang digunakan. Besarnya
konsumsi bahan bakar dipengaruhi oleh kapasitas alat, kondisi alat, dan beban kerja
alat.
b. Oli yaitu biaya penggantian Oli secara periodik sesuai dengan jam operasional peraltaan
d. Operator yaitu Besarnya biaya jasa pengoperasian peralatan yang dihitung per jam.
a. Suku cadang yaitu biaya penggantian suku cadang yang berupa slow moving part
(komponen yang tidak aus) maupun fast moving part (komponen yang aus)
a. Overhead yaitu biaya yang terduga yang timbul secara tidak langsung pada pemakaian
alat
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
sebuah penelitian. Sekaran (2009), menyatakan bahwa desain penelitian terdiri dari rangkaian
keputusan yang harus diambil dan bagaimana data diambil, dan bagaimana data dikumpulkan
Penelitian ini dilaksanakan dalam suatu rencana tahapan yang akan dijadikan panduan untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Panduan tersebut berfungsi untuk membantu peneliti dalam
melaksanakan setiap tahap dalam penelitian ini dan mengorganisirnya dengan baik agar
B. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini berada di embung Tambakboyo yang terletak di dusun Tambakboyo, di
hilir pertemuan sungai Tambakboyo dan sungai Buntung, sedangkan genangannya meliputi Desa
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
a. Alat
- Computer
- Gps
- Google maps
- Kamera
- Alat tulis
b. Bahan
- Data primer
Menurut Sekaran (2009), data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dilokasi penelitian. Pada penelitian ini data primer meliputi kondisi fisik embung,
- Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan melalui pihak lain (Sekaran,2009).
Data primer pada penelitian ini meliputi shop drawing sebagai acuan pelaksanaan
pekerjaan embung Tambakboyo, table harga satuan pekerjaan hasil survey komponen
DKPB Kabupaten Sleman tahun 2015, serta Rincian Anggaran Biaya (RAB)
bersumber dari Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, KPKNL
Penyebaran kuisioner dan wawancara dilakukan terhadap semua pihak yang terlibat
2. Inspeksi lapangan
Inspeksi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data terkait dengan system perawatan
3. Kajian literatur
jurnal, peraturan pemerintah, berita di internet dan buku-buku yang terkait dengan topic
penelitian.
E. Instrument Penelitian
Menurut Arikunto (2000), instrument penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh
peneliti saat mengumpulkan informasi tentang variable yang sedang diteliti agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan mudah. Dalam penelitian digunakan instrumen penelitian berupa
daftar pertanyaan wawancara untuk memperoleh informasi mengenai sistem perawatan dan
F. Analisis Data
G. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 7 bulan, mulai dari tahap persiapan hingga tahap
perbaikan laporan akhir. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1
N
Uraian Kegiatan Juli Agustus September Oktober November Desember Januari
o
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Studi Pustaka
Penyusunan dan
3
Seminar Proposal
Pengumpulan
4
Data
5 Analisis Data
Pembahasan dan
6 Penyusunan
Laporan
7 Seminar Tesis
8 Ujian Pendadaran
Perbaikan
9
Laporan
Daftar Pustaka
Sekaran, Uma. 2009. Research Method for Business: A Skill Building Approach, Edisi 5.
http://pustaka.pu.go.id/new/infrastruktur-bendungan-detail.asp?id=316
Diakses……….
Direktorat Pengolaan Air Irigasi. 2011. Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui
pertanian. Jakarta.
pembangunan-30000-embung-baru.html
Agung Rahmadana. (2013). Studi Pengaturan Air Untuk Meningkatkan Kinerja Waduk
Batutegi. Tesis. Yogyakarta. Magister Pengelolaan Air dan Air Limbah, Program
Kadoatie , R.J. dan Rustam S.,2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : C.V Andi.
Alexander. 2009. “Laporan Tugas Akhir Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten
Sleman D.I.Y (Design of Tambakboyo Small dam Sleman D.I.Y Area)”. Jurusan Teknik
SERAYU-OPAK