Anda di halaman 1dari 21

Pengaruh pemberian asi eksklusif terhadap keteraturan siklus menstruasi di

kecamatan Delanggu

Rosita Nurlaili
G 000173

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa disertai

pemberian makanan dan minuman tambahan lain sejak lahir. ASI

diberikan sesegera mungkin (1/2-1 jam sejak lahir) sampai setidaknya 4

bulan dan bila mungkin hingga 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif harus

mengikuti kemauan bayi baik siang ataupun malam dengan jarak tidak

lebih dari 6 jam antara pemberian ASI berikutnya, dan diberikan 8 kali

sehari. Sedangkan pemberian ASI non eksklusif adalah pemberian ASI

yang disertai dengan tambahan makanan dan minuman lain selain ASI

(Stefani Nindya, 2001).Pemberian ASI non eksklusif biasanya sampai 6

bulan.

2. Kontrasepsi

Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia tidak luput dari

masalah kependudukan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi. Cara pengendalian kelahiran dan


pertumbuhan penduduk Indonesia dengan KB melalui kontrasepsi (Hanifa

Winkjosastro, 2002)

Metode kontrasepsi yang ada pada saat sekarang ini antara lain :

a. Metode LAM (Lactational Amenorhea Method)

Metode LAM merupakan cara kontrasepsi dengan menyusui

eksklusif. Kriteria LAM antara lain menyusui eksklusif tanpa makanan

tambahan, ibu sering memberikan ASI siang dan malam, ibu belum

mendapatkan haid, bayinya belum berumur 6 bulan (Sylvia V, 2006)

b. Kondom

Kondom menghalangi masuknya sperma kedalam vagina,

sehingga pembuahan dapat dicegah. Pada sejumlah kecil kasus

pemakaian kondom karet terjadi reaksi alergi.

c. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

AKDR dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan

endometrium yang disertai dengan serbukan leukosit yang dapat

menghancurkan blastokista atau sperma (Hanifa Winkjosastro, 2002).

d. Kontrasepsi Hormonal

Yang termasuk kontrasepsi hormonal adalah pil progestin dan

obat suntikan (Depo Provera).

1) Pil Progestin

Mekanisme kerja :

a) Lendir serviks uteri menjadi kental, sehingga menghalangi

penetrasi spermatozoon untuk masuk kedalam uterus.


b) Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinoldrel

mempunyai efek anti estrtogenik terhadap endometrium,

sehingga menyulitkan implantasi ovum yang telah dibuahi.

2) Obat Suntikan (Depo Provera)

Mekanisme kerja :

a) Obat ini menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan menekan

pembentukan Releasing Factor di hipotalamus

b) Lendir seviks bertambah kental, sehingga menghambat

penetrasi sperma melalui serviks uteri

c) Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi

d) Kecepatan transport ovum melalui tuba berubah. (Hanifa

Winkjosastro, 1999).

Obat suntikan mempunyai efek samping berupa

gangguan haid yaitu amenorea, menoragia, dan spotting

(Hanifa Winkjosastro, 2002).

3) Suntikan KB (Implant)

Tersedia 3 macam susuk KB terdiri dari 1 batang, 2 batang

dan 6 batang. Pada 1, 2 atau 6 buah batang dimasukan di bawah

kulit pada lengan bagian atas. Susuk KB ini sangat efektif untuk

masa 3 tahun (untuk jenis 1 dan 2 batang) dan untuk 5 tahun (untuk

jenis 6 batang). Pengangkatan susuk KB dapat dilakukan setiap

saat (Sylvia V, 2006)

3. Prolaktin
Prolaktin diproduksi di hipofisis anterior (Anthonius Budi

Marjono, 1999). Sel penghasil prolaktin adalah laktotrop yang mencakup

sekitar 20% dari populasi sel hipofisis. Pada pengaturan prolaktin, ternyata

faktor penghambat prolaktin (Prolacting Inhibiting Factor, PIF)

mempunyai arti lebih besar daripada PRF (Prolacting Releasing Factor).

Dibawah pengaruh meningkatnya steroid pada masa kehamilan, maka

pengeluaran PIF dari hipotalamus akan ditekan. Hal ini mengakibatkan

meningkatnya sekresi prolaktin (Hanifa Wiknjosastro, 2002).

Segera setelah bayi lahir, hilangnya sekresi estrogen dan

progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba, memungkinkan efek laktogenik

prolaktin dari kelanjar hipofisis ibu untuk mengambil peran dalam

memproduksi air susu (Guyton, Hall, 1997). Sesudah kelahiran bayi, kadar

basal sekresi prolaktin kembali ke kadar sewaktu tidak hamil dalam

bebrapa minggu. Akan tetapi setiap ibu memberikan ASI kepada bayinya,

sinyal saraf dari puting susu ke hipotalamus akan menyebabkan lonjakan

sekresi prolaktin sebesar 10-20 kali, yang kira-kira berlangsung selama 1

jam (Guyton, Hall, 1997). Kadar prolaktin melonjak setiap kali terjadi

hisapan di puting payudara (Ronald et al, 2004).

Meningkatnya kadar prolaktin mengakibatkan hambatan terhadap

gonadotropin, yang selanjutnya mempengruhi fungsi ovarium (Sulistia G.

Ganeswara, 2002). Prolaktin yang tinggi akan mengakibatkan reaksi

umpan balik hipotalamus sehingga terbentuk dopamine dalam jumlah

besar. Dopamin menghambat pelepasan GnRH, sehingga LH dan FSH


serum akan menurun. Prolaktin yang tinggi juga dapat menekan jumlah

reseptor LH, sehingga menghambat sintesis progesteron dalam folikel De

Graff (Hanifa Wiknjosastro, 2002).

Selain pada ibu menyusui, hiperprolaktinemia juga terjadi pada

penderita adenoma hipofisis (tumor pada hipofisis). Hiperprolaktinemia

yang disebabkan karena adenoma hipofisis disebut sebagai prolaktinoma.

Hiperprolaktinemia yang disebabkan adenoma hipofisis terjadi karena

kelainan aksis hipotalamus dan hipofisis (Sjaifoellah Noer, 1996).

Prolaktin yang berlebihan didalam darah mengganggu fungsi gonad baik

pada pria ataupun wanita. Pada wanita akan mengalami amenorea dan

anovulasi, sedangkan pada pria akan mengalami impotensi yang kadang-

kadang disertai ginekomastia (Ronald et al, 2004).

Pada manusia satu-satunya fungsi prolaktin yang jelas adalah saat

menyusui (Bambang T. H. dkk, 2004). Fungsi prolaktin adalah mengatur

proses menyusui, merangsang pertumbuhan dan perkembangan payudara

sewaktu kehamilan dan berperan terhadap fungsi kelenjar kelamin dan

fertilitas (Sjaifoellah Noer, 1996). Prolaktin berperan pada payudara untuk

mempertahankan kelenjar mammaria agar menyekresikan air susu

kedalam alveoli untuk periode laktasi (Guyton, Hall, 1997). Dalam hal ini

prolaktin merangsang galaktopoesis untuk mempertahankan laktasi dan

laktogenesis untuk memproduksi air susu ( Hanifa Wiknlosastro, 2002).

Sedangkan di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur


dan mempengaruhi fungsi corpus luteum (Anthonius Budi Marjono,

1999).

4. Siklus Menstruasi

a. Definisi

Menstruasi adalah pengeluaran cairan dari vagina secara

berkala selama masa usia reproduktif. Menstruasi normal terdiri dari

darah, sekresi dan lapisan uterus yang terlepas. Siklus menstruasi

terdiri atas perubahan-perubahan didalam ovarium dan uterus (Evelyn

C. Pearce, 1999). Menstruasi disebabkan karena penurunan mendadak

estrogen dan progesteron pada akhir siklus ovarium. Efek pertamanya

adalah berkurangnya rangsang kedua hormon tersebut terhadap sel-sel

endometrium yang diikuti involusi dari endometrium. Selanjutnya,

dimulailah proses nekrosis pada endometrium, darah akan merembes

kelapisan vaskular dari endometrium, dan lapisan nekrotik terlepas

dari uterus pada daerah perdarahan tersebut. Meskipun interval siklus

menstruasi yang umum adalah 28 hari, tapi 26 hingga 35 hari masih

dianggap normal. Siklus ini dapat berbeda-beda pada manusia normal

dan sehat. Menstruasi berlangsung selama 3 hingga 7 hari (Savitri et

al, 2006).Jumlah darah yang hilang normalnya bisa berkisar dari

bercak ringan hingga 80 ml, jumlah rata-rata yang hilang 30 ml.

Kehilangan lebih dari 80 ml, abnormal (Ganong, 2002). Pada tiap

siklus menstruasi dikenal tiga masa utama, sebagai berikut:


1) Masa menstruasi selama 2-8 hari. Pada waktu itu endometrium

dilepas, sedangkan pengeluaran hormon-hormon ovarium paling

rendah.

2) Masa proliferasi sampai hari ke-14. Pada waktu itu endometrium

tumbuh kembali, disebut juga endometrium mengadakan

proliferasi.

3) Masa sekresi. Pada ini korpus rubrum menjadi korpus luteum yang

mengeluarkan progesteron. Dibawah pengaruh progesteron ini,

kelenjar endometrium yang tumbuh berlekuk-lekuk mulai

bersekresi dan mengeluarkan getah yang mengandung glikogen

dan lemak. Pada akhir masa ini stroma endometrium berubah

kearah sel desidua, terutama yang berada disekiar pembuluh-

pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan adanya nidasi

(Sarwono, 2005).

Yang memegang peranan penting dalam ovulasi adalah

hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus

menghasilkan faktor yang telah dapat diisolasi dan disebut GnRH

karena dapat merangsang pelepasan LH dan FSH dari hipofisis.

Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan

oleh mekanisme umpan balik (feed back) antara hormon steroid dan

gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap

FSH, sedangkan pada LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif

jika kadarnya rendah dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi.
Tempat utama umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini

mungkin pada hipotalamus. Tidak lama setelah haid dimulai pada fase

folikuler dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang

meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus

luteum sehigga hormon steroid bekurang. Dengan berkembangnya

folikel, produksi estrogen meningkat, dan ini menekan produksi FSH,

folikel yang akan berovulasi akan melindungi dirinya sendiri terhadap

atresia sedangkan folikel-folikel lain akan mengalami atresia. Pada

waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini

hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan

folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun,

menunjukan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka

terhadap FSH. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen

dalam plasma jelas meningkat. Estrogen pada mulanya meningkat

secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya.

Ovulasi terjadi apabila terdapat umpan balik positif dari estrogen yang

mengakibatkan lonjakan LH. LH yang meningkat itu menetap kira-kira

24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH

tersebut belum jelas. Dalam beberapa jam LH setelah meningkat,

estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan LH

menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan

morfologi pada folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu disebabkan

oleh umpan balik negatif yang pendek terhadap hipotalamus. Lonjakan


LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi, folikel

hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk

berovulasi. Pecahnya folikel terjadi 16-24 jam setelah lonjakan LH.

Pada manusia biasanya hanya 1 folikel yang matang. Mekanisme

terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya tekanan

dalam folikel tetapi oleh perubahan degeneratif kolagen pada dinding

folikel, sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2

memegang peranan dalam peristiwa itu. Pada fase luteal setelah

ovulasi sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan

bertumpuk pigmen kuning (lutein) folikel menjadi korpus luteum.

Vaskularisasi dalam lapisan granulose juga bertambah dan mencapai

puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi. Luteinized Granulosa Cell

dalam korpus luteum ini membuat progesteron banyak dan Luteinized

Theca Cell membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua

hormon tersebut meningkat tinggi pada fase luteal. Mulai 10-12 hari

setelah ovulasi, korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur

disertai dengan berkurangnya kapiler-kepiler dan diikuti oleh

menurunnya sekresi progesteron dan estrogen. Masa hidup korpus

luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon gonadotropin dan

sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom). Namun akhir-akhir ini

diketahui untuk berfungsinya korpus luteum diperlukan sedikit LH

terus menerus. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenarasi

dan ini mengakibatkan kadar estrogen dan progesteron menurun.


Menurunnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada

arteri yang berlekuk-lekuk di endometrium. Tampak dilatasi dan statis

dengan hiperamia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Sesudah itu

terjadi degenerai serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang

nekrotik. Proses ini disebut haid atau mensis. Bilamana ada

pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut

dipertahankan, bahkan berkembang menjadi korpus luteum graviditas

(Hanifa Wiknjosastro, 1999).

Pada siklus menstruasi umumnya terjadi variasi dalam

panjangnya siklus disebabkan oleh variasi fase folikuler. Kunci siklus

haid tergantung dari perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus

haid meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada

fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa

terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh

folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen

meningkat pasca pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH.

Hidupnya korpus luteum tergantung pula kadar minimum LH yang

terus menerus. Jadi hubungan antara folikel dan hipotalamus

bergantung pada fungsi estrogen yang menyebabkan pesan-pesan

berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang

menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi

siklus reproduksi yang normal (Hanifa Wiknjosastro, 2002).

b. Sistem endokrin dan hormon pada siklus menstruasi


Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut

sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah

menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung

kedalam aliran darah. Hipotalamus dan hipofisis anterior

(adenohipofisis) dihubungkan secara neurohormonal melalui sistem

sikulasi yang khas yang disebut sirkulasi portal hipofisis (Hanifa

Wiknjosastro, 1999). Hipotalamus melepaskan hormon yang

merangsang hipofisis anterior (Anthonius Budi Marjono, 1999).

Hormon adalah zat yang dilepaskan kedalam aliran darah dari suatu

kelenjar atau organ yang mempengaruhi kegiatan didalam sel-sel.

Hormon-hormon yang berperan dalam siklus menstruasi adalah:

1) GnRH (Gonadotrphin Releasing Hormone)

GnRH diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan,

dan berfungsi menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi

dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin (FSH/LH).

2) FSH (Folicle Stimulating Hormone)

FSH diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai

respon terhadap GnRH. Berfungsi memicu pertumbuhan dan

pematangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium wanita (pada

pria dapat memicu pematangan sperma di testis). Sekresinya

dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium,

melalui mekanisme feedback negatif.


3) LH (Luteinzing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating

Hormone)

LH diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior.

Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel

teka dan sel-sel granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya

ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal pada

siklus menstruasi, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi

korpus luteum pasca ovulasi dalam menghasilkan progesteron.

4) Estrogen

Estrogen alamiah yang terpenting adalah estradiol (E2),

estron (E1), dan estriol (E3). Secara biologis estradiol adalah yang

paling aktif (Hanifa Wiknjosastro, 2002). Estrogen (alami)

diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di ovarium

secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di

kelenjar adrenal melalui konversi hormone androgen.

5) Progesteron

Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum

ovarium, sebagian lagi diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada

kehamilan diproduksi di plasenta. Progesteron menyebabkan

terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi) pada

endometrium uterus, yang mempersiapkan endometrium uterus

berada pada keadaan yang optimal jika terjadi implantasi.

6) LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolaktin


LTH diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktivitas

memicu/ meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar

susu. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel

telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan,

prolaktin juga diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental

Lactogen). Fungsi laktogenik / laktotropik prolaktin tampak

terutama pada masa laktasi / pasca persalinan. Prolaktin juga

memiliki efek inhibisi terhadap GnRH hipotalamus, sehingga jika

kadarnya berlebihan (hiperprolaktinemia) dapat terjadi gangguan

pematangan folikel, gangguan ovulasi, dan gangguan haid berupa

terhentinya haid (Anthonius Budi Marjono, 1999).

Hipotalamus

Penurunan penghambatan GnRH


feedback negatif

Hipofisis
anterior
Menstruasi

FSH dan LH
Estradiol dan progesteron

Regresi corpus luteum

Ovarium

Meningkatkan sensitifitasfolikel
terhadap FSH
FSH LH

Perkembangan folikel

Hipofisis anteior

Estradiol

GnRH
Hipofisis anteior

Hipotalamus
Gambar 1. Siklus menstruasi (Bambang T. H dkk, 2004)

c. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan siklus menstruasi

1) Usia

Pada usia 45-50 tahun siklus seksual biasanya menjadi

tidak teratur, dan ovulasi tidak terjadi selama beberapa siklus.

Sesudah beberapa bulan atau bebrapa tahun siklus terhenti sama

sekali. Periode dimana siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin

wanita menghilang dengan cepat sampai hampir nol, disebut

menopouse. Pada sekitar usia sekitar 45 tahun, hanya beberapa

folikel primordial yang masih tertinggal yang akan dirangsang oleh

FSH dan LH. Produksi estrogen dari ovarium berkurang ketika

jumlah folikel primordial mencapai nol. Ketika produksi estrogen

menurun dibawah nilai kritis. Estrogen tidak lagi menghambat

produksi FSH dan LH, juga tidak dapat merangsang aliran LH dan

FSH ovulasi untuk menimbulkan siklus osilasi (Guyton, 1997).


Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu

dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini sering

terdapat pada masa premenopouse. Pada masa pubertas sesudah

menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau

proses menstruasi pada hipotalamus, dengan akibat pembuatan

releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna

(Simanjuntak, 1994).
2) Tumor

Produksi hormon hipofisis dapat tidak normal karena

tumbuhnya tumor pada kelenjar / dekat dengan kelenjar tersebut.

Hal ini dapat menyebabkan ketidakteraturan yaitu meningkatkan /

menurunkan jumlah hormon dari kelenjar (John F. Knight, 2004).

Pada umumnya tumor yang terjadi adalah adenoma hipofisis yang

disebut prolaktinoma. Adenoma hipofisis dapat menyebabkan

hiperprolaktinomia karena kelainan pada aksis hipotalamus dan

hipofisis (Sjaifoellah Noer, 1996).

Tumor sel granulosa yang berkembang pada ovarium

mensekresi sejumlah besar estrogen, menyebabkan hipertropi dari

endometrium (Guyton, 1997). Karsinoma serviks dan endometrium

menampilkan gejala perdarahan abnormal. Pengangkatan uterus

dan ovarium bilateral mengakibatkan amenorea (Simanjuntak,

1994).

3) Gangguan gizi

Kadang-kadang wanita tidak bisa menghasilkan sel telur

(anovulasi) jika berat badan turun secara drastis atau bila ia terlalu

gemuk. Ini terjadi karena tubuh tidak membuat hormon yang cukup

pada saat yang tepat (A. August Burns et al, 2000). Selain itu

konsentrasi prolaktin dipertinggi pada ibu-ibu yang makanannya

dibawah tuntutan gizi (Whitehead R G, 1986).


Parameter yang digunakan untuk mengetahui status gizi,

dengan membandingkan bobot dengan tinggi badan. Salah satu

metode yang bisa dipakai adalah indeks massa tubuh (IMT). IMT =

BB(kg) / TB(m)2. Klasifikasi IMT menurut patokan yang

dikeluarkan WHO (Badan Kesehatan Dunia) adalah:

i. <16 : underweight berat

ii. 16-16,99 : underweight sedang

iii. 17-18,49 : underweight ringan

iv. 18,5-22,9 : normal

(Intisari, 2006)

4) Masa laktasi

Pada ibu menyusui dapat terjadi prolaktinemi dan prolaktin

menekan terjadinya ovulasi (Hanifa Wiknjosastro, 1999).

5. Efek Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Siklus Menstruasi

Pada sejumlah besar ibu-ibu menyusui, mengalami suatu masa

tidak subur dan tidak haid (Whitehead R G, 1986). Hal tersebut terjadi

karena selama masa menyusui kadar prolaktin akan tetap tinggi sebagai

respon terhadap rangsang isapan bayi yang berlangsung terus menerus.

Kadar prolaktin yang tinggi tersebut berefek pada otak dan ovarium. Di

otak, prolaktin yang sampai di hipotalamus akan menimbulkan hambatan

sekresi GnRH, penurunan sensitivitas hipotalamus terhadap mekanisme

umpan balik positif estrogen selama laktasi (sebaliknya justru meningkat

umpan balik negatif), sementara di hipofisis anterior akan terjadi


penurunan sensitivitas terhadap rangsang hipotalamus. Akibatnya kadar

FSH dan LH akan rendah, seperti pada awal masa folikuler dari siklus

menstruasi (Pritchard, Gant Mac Donald, 1991).

Pada ovarium, kadar prolaktin yang tinggi menyebabkan

penurunan sensitivitas terhadap hormon gonadotropin. Mungkin karena

reseptor gonadotropin di ovarium ditempati prolaktin atau karena

hambatan fungsi sel theca oleh prolaktin. Efek penghambatan ovulasi di

ovarium ini tidak terlalu berpengaruh, terbukti dengan pemberian GnRH

atau hormon gonadotropin eksogen dalam jumlah besar ternyata mampu

merangsang perkambangan folikel ovarium dan pembentukan hormon

estrogen (Stefani Ninda, 2001). Kegagalan ovarium mengadakan respon

terhadap gonadotropin menyebabkan tidak haid dan anovulasi (Pritchard,

Gant Mac Donald, 1991).

Pada stimulus menyusu yang dipertahankan, hiperprolaktinemia

menekan LH tetapi tidak menekan FSH post partum yang mengakibatkan

kegagalan dalam perkembangan folikuler ovarium dan tiadanya haid

selama menyusui. Saat tidak adanya menstruasi selama menyusui,

estrogen dan progesteron ada dibawah normal, dan sama dengan apa yang

terlihat pada wanita yang sudah tidak haid lagi sekalipun FSHnya pada

tingkat normal (Whitehead R G, 1986).

Pada seorang wanita yang memberikan ASI eksklusif selama 6-8

bulan masa laktasi akan terjadi penurunan respon LH terhadap GnRH,

sementara respon FSH tetap normal, meskipun demikian pada ovarium


tidak terjadi fase folikuler dan tidak terjadi sintesis estrogen. Sintetis

estrogen akan dimulai secara bertahap sejak bulan ke-4 post partum pada

wanita yang memberikan ASI-nya, tetapi keadaan ini bervariasi antara ibu

yang menyusui yang satu dengan yang lainnya (Stefani Nindya, 2001).

Sedangkan pada ibu yang sudah memperkenalkan makanan

pelengkap kepada anak, akan menunjukan adanya bukti aktivitas indung

telur. Hal tersebut karena menyusui yang menurun mengakibatkan

penurunan tingkat prolaktin, kenaikan tingkat darah dari LH dan estradiol

sehingga perkembangan folikular ovarium menjadi singkat yang

menandakan suatu ringkasan cepat dari aktivitas indung telur (Whitehead

R G, 1986).

Peran anovulasi dan defek fase luteal mempengaruhi infertilitas

selama menyusui, sehigga kemungkinan ibu menyusui menjadi hamil kecil

(Stefani Ninda, 2001).


B. Kerangka Berfikir

Ibu Menyusui

ASI eksklusif ASI non eksklusif

Rangsang Isap Bayi Rangsang Isap Bayi

Prolaktin Prolaktin

FSH dan LH FSH dan LH

Estrogen dan progesteron Estrogen dan progesteron

Tidak terjadi fase folikuler Terjadi fase folikuler

Pembentukan corpus luteum

Estrogen dan progesteron

Feed back negatif

FSH dan LH

Regresi corpus luteum

Estrogen dan progesteron

Dipengaruhi oleh:
Menstruasi - Usia
- Status gizi
- Tumor
- Kelainan kongenital
Teratur Tidak Teratur - Kelainan genetic
- Pil KB/suntik KB
C. Hipotesis

Ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap keteraturan siklus

menstruasi di Kecamatan Delanggu.

Anda mungkin juga menyukai