Anda di halaman 1dari 47

PATOFISIOLOGI RESPIRASI

Ratna Indriawati
Sistem saraf paru
A. Aferen : serat sensori nervus vagus, terdiri

1. Reseptor regang bronchopulmoner di trachea dan


bronchus proksimal, respon berupa inflasi paru, bronchokonsstriksi,
perlambatan jantung
2. Reseptor iritan, respon berupa batuk, bronchokonstriksi, sekresi mukus.
3. Serabut C, juxtacapillary reseptor pada parenchyma paru dan dinding bronchus.
Rangsang berupa mekanik dan kimia. Respon berupa pernafasan dangkal,
sekresi mukus, batuk, penurunan frek.denyut jantung.

B.Eferen :
1.parasimpatis (Vagal): muskarinik-cholinergic : bronchokonstiksi,vasodilatasi
pulmoner, dan sekresi mukus
2. simpatis ( adrenergik): relaksasi otot polos bronchus, vasokonstriksi, hambatan
sekresi mukus
3. nonadrenergic noncholinergic sistem dengan berbagai transmitter (AMP, nitric
oxide (NO), substansi P, vasoaktif intestinal amine (VIP), respon berupa
bronchodilatasi.
Surfaktans
 Lipoprotein ( fosfolipid lesitin dipalmitoil)
 Disekresi oleh sel pneumosit tipe II epitel alveolus

Fungsi surfaktans:
1. Mengurangi tegangan permukaan cairan yang melapisi alveoli dari 50 dyne/cm
tanpa surfaktans menjadi 5-30 dyne/cm ada surfaktans
2. Jika tidak ada surfaktans: diperlukan tekanan negatif pleura -20 sampai -30
mmHg untuk mencegah pengempisan paru
3. Menstabilkan ukuran alveolus.
-Jika alveolus kecil, surfaktans terkumpul sehingga tegangan permukaan
sangat menurun → mencegah pengecilan diameter alveolus
- Jika alveolus mengembang, surfaktans tersebar tipis maka tegangan permukaan
lebih besar → mencegah pembesaran alveolus
Þ KESERAGAMAN UKURAN ALVEOLUS, untuk apa ?
4. Mencegah akumulasi cairan edema dalam alveovi. Penurunan tegangan
permukaan mencegah penarikan air ke dalam alveolus → alveolus tetap kering
KEPENTINGAN STABILITAS UKURAN
ALVEOLUS
 Penyebaran aliran udara merata di seluruh alveolus
- jika alveolus kecil, tekanan intra alveolus meningkat → mendapat sedikit aliran
udara
- jika alveolus besar, tekanan lebih rendah →mendapat aliran udara yang lebih
banyak
 Alveolus kecil makin kecil, tekanan tinggi, alveolus besar makin besar, tekanan
rendah → difusi tidak efektif
DAYA PENGEMBANGAN PARU
DAN THORAKS =“COMPLIANCE”

 Peningkatan volume paru untuk setiap satuan peningkatan


tekanan alveolus atau untuk setiap penurunan tekanan dalam
pleura.
 Compliance gabungan paru-thoraks: 0.13 liter/cm air = vol. Paru
mengembang 130 ml setiap tekanan alveolus ditingkatkan 1cm
air
 Compliance paru saja : 0.22L/cm air
Faktor penyebab abnormalitas
compliance
1. Kerusakan jaringan paru yang
menyebabkan terjadinya fibrotik dan
edema jaringan paru
2. Kelainan yang mengurangi pengembangan
rangka (kelumpuhan, fibrotik otot,
3. Kelainan bentuk rangka dada (kiposis,
skoliosis)
4. Penyumbatan (obstruksi) saluran nafas
Kasus : hyaline membrane
disease
 Surfaktans tidak adekuat (produksi sedikit pada bayi prematur,
kerusakan surfaktans pada penyakit tertentu, perokok) → paru
sukar mengembang dan terisi cairan → gagal ventilasi
 Disebut juga “respiratory distress syndrom”
Contoh penyakit paru restriktif (disingkat
PAINT):
1. penyakit Pleura- gangguan curah udara : adanya
bekas luka, tumor, pneumonia, pneumothoraks
2. Alveola- tumor, atelektasis
3. Interstitial-edema pulmoner, fibrosis,
pneumonitis, granulomatosis
4. Kelemahan Neuromuskuler
5. Abnormalitas dinding Thoraks: obesitas,
kyphoscoliosis, kehamilan, hiatus hernia
Contoh penyakit paru obstruktif : asthma,
emphysema, bronchitis khronis, bronchiectasis,
stenosis trachea, paralisa pita suara.
BATUK
 Batuk merupakan sebuah ekspirasi eksplosif untuk menjaga paru dari aspirasi dan
melaksanakan gerakan sekresi dan unsur lain saluran napas mengarah ke atas menuju
mulut. Batuk merupakan mekanisme paling efisien untuk membersihkan jalan napas
atas yang merupakan mekanisme pertahanan alamiah.
 Batuk dapat volunter, involunter, atau kombinasi dari keduanya sebagai usaha
mengontrol batuk yang involunter. Tiga kategori dari stimuli yang bekerja
memproduksi batuk involunter adalah mekanis, inflamasi dan psikogenik. Batuk
disebabkan oleh inhalasi iritan baik mekanis dan kimiawi, seperti asap dan debu,
sampai kerusakan jalan napas dikarenakan oleh fibrotik pulmonal atau atelektaksis.
Komponen reflek batuk terdiri dari reseptor, afferent pathways, cough center, efferent
pathways dan efektor. Batuk diinisiasi oleh iritasi pada reseptor batuk yang terdapat
pada faring, trakea, karina, titik percabangan saluran napas besar, dan semakin ke
distal di saluran napas kecil. Reseptor di laring dan trakeobronkial berespon terhadap
stimuli mekanis dan kimia. Reseptor yang lain berada di saluran telinga eksternal,
gendang telinga, sinus paranasal, faring, diafragma, pleura, perikardium, dan lambung.
Reseptor ini berespon terhadap stimuli mekanis.
Impuls reseptor batuk yang dirangsang berjalan sebagai afferent pathways
melalui nervus vagus ke sebuah pusat batuk di medula. Pusat batuk
menggerakkan sebuah sinyal afferent yang berjalan ke nervus vagus,
phrenicus, dan spinal motor ke otot ekspirasi untuk memproduksi batuk
Penyebab Batuk
Iritan :

 Rokok

 Asap Penyakit paru restriktif :

 SO2  Pnemokoniosis

 Gas di tempat kerja  Penyakit kolagen

Mekanik :  Penyakit granulomatosa

 Retensi sekret bronkopulmoner Infeksi :

 Benda asing dalam saluran nafas  Laringitis akut

 Postnasal drip  Bronkitis akut

 Aspirasi  Pneumonia

Penyakit paru obstruktif :  Pleuritis

 Bronkitis kronis  Perikarditis

 Asma Tumor :

 Emfisema  Tumor laring

 Fibrosis kistik  Tumor paru

 Bronkiektasis Psikogenik
REFLEKS BATUK
 Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut
saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf  eferen dan efektor. Batuk bermula dari
suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non
mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus
dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang
bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea,
karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di
saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.

 Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari
telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan
rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang
dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan
diafragma.
KOMPONEN REFLEKS BATUK
Reseptor Aferen Pusat batuk Eferen Efektor

LaringTrakea
Bronkus

Telinga

Pleura

Lambung Laring. Trakea


Nervus dan
Hidung vagusNervus bronkusDiafragm
frenikus a, otot-otot
Sinus paranasalis Cabang nervus intercostal dan intercostal,
vagusNervus Tersebar merata di
lumbaris abdominal, dan
trigeminus medula oblongata
Faring otot lumbal
dekat pusat Saraf-saraf
Nervus pernafasan, di trigeminus, Otot-otot saluran
Perikardium glosofaringwus bawah kontrol fasialis, nafas atas, dan
pusat yang lebih hipoglosus, dan otot-otot bantu
Diafragma Nervus frenikus tinggi lain-lain nafas
Jalur Refleks Batuk
1. Afferent pathway

Afferent pathway adalah serat nervus sensori (cabang dari nervus vagus) yang
berlokasi di epitel bersilia pada saluran napas atas, auricular, faring, laring superior,
gaster, jantung dan cabang esofagus dari diafragma. Impuls afferent menyebar
menuju medula. 

2. Central pathway (pusat batuk)

Central pathway adalah regio pusat koordinasi untuk batuk yang terdapat di batang
otak bagian atas dan pons.

3. Efferent pathway

Efferent pathways merupakan impuls dari pusat batuk berjalan melalui nervus vagus,
phrenicus, dan motor spinal menuju diafragma, dinding abdomen, dan otot. Nukleus
tertroambigualis, oleh phrenicus dan saraf spinal motorik, mengirimkan impuls ke otot
inspirasi dan ekspirasi, dan nukleus ambiguous melalui cabang laryngeal dari vagus
menuju laring.
Nervus afferent pada saluran napas
1. Rapidly adapting receptors

Zona saluran napas yang dapat menginisiasi batuk dari laring menuju bronkus, semua mengandung
RARs. Rapidly adapting receptors mempunyai serabut nervus bermielin yang berdiameter kecil.
Blokade serabut ini dapat mencegah batuk. Rangsangan mekanis, kondisi kimiawi, dan kelainan
patologis yang menstimulasi RARs dapat menginduksi batuk. Rapidly adapting Receptors beradaptasi
secara cepat untuk mengalirkan stimulus yang dapat membatasi batuk terus menerus yang dapat
membahayakan.1 Rapidly adapting pulmonary stretch receptor dibedakan dari afferent saluran napas
lainnya oleh adaptasinya yang cepat (dalam 1-2 detik).

2. Slowly adapting stretch receptors

Slowly Adapting Stretch receptors sangat sensitif dengan kekuatan mekanis yang diletakkan pada paru
selama bernapas. Aktivitas SARs meningkat selama inspirasi dan mencapai puncak saat masuk ke
inisiasi ekspirasi.

3. C-Fibers

Mayoritas nervus afferent yang menginervasi saluran napas dan paru adalah unmyelinated C-fibers. C-
fibers mirip dengan nervus sensori somatik unmyelinated yang menginervasi kulit, otot rangka, sendi,
tulang, yang berespon terhadap agen kimia yang berbahaya dan stimulan mekanis (disebut nociceptors).
Kecepatan konduksi kurang dari 2 m/detik (<2 m/detik). Vagal afferent C-fibers saluran napas
dibedakan dengan RARs dan SARs oleh insensitifitas relatif terhadap stimulasi mekanis dan inflasi
paru.
Batuk merupakan sebuah kejadian kompleks yang menjaga saluran napas
dari panas, kimia, mekanis, atau trauma. Batuk adalah respon normal terhadap
paparan inhalasi materi partikel atau kimiawi. Batuk merupakan salah satu
tanda beberapa gangguan atau penyakit, termasuk proses inflamasi, perubahan
mekanis, atau inhalasi kronik iritan.
Mekanisme Batuk
Mekanisme batuk dibagi menjadi tiga fase yaitu:

1. Fase inspirasi

Fase inspirasi merupakan fase dimana terjadi proses inhalasi yang menghasilkan volume yang diperlukan
untuk batuk yang efektif.

2. Fase kompresi

Fase kompresi dimulai dengan penutupan laring bersamaan dengan kontraksi otot dinding dada,
diafragma, dan dinding abdomen menghasilkan tekanan intratoraks yang meningkat cepat.

3. Fase ekspirasi

Fase ekspirasi dimulai saat glotis membuka, menghasilkan aliran udara ekspirasi yang tinggi dan
suara batuk. Kompresi terjadi pada saluran udara yang besar. Aliran udara yang tinggi menjatuhkan
mukus dari saluran napas dan memungkinkan pembuangan dari batang trakeobronkial.

Sinyal efferent ditransmisikan ke glotis, diafragma, otot interkosta, dan abdominal. Puncak batuk dicapai pada fase inspirasi, penutupan
glotis, relaksasidiafragma, kontraksi aktif pada otot ekspirasi dengan tekanan intrapleural meningkat sampai 200 mmHg dan
pembukaan glotis yang cepat. Proses fisiologi batuk secara spesifik berasal dari saluran napas bawah dimulai dengan inspirasi yang
cepat, peningkatan pada tekanan pleura dan abdominal sampai 50-100 mmHg oleh kontraksi otot ekspirasi diikuti dengan sebuah
ledakan ekshalasi. Glotis tiba-tiba membuka, perbedaan tekanan tinggi antara pleura dan saluran udara menghasilkan pelepasan udara
yang eksplosif dengan suara yang dihasilkan oleh turbulensi. Volume ekspirasi tidak lebih besar selama ekhalasi paksa, penyempitan
saluran napas disebabkan oleh gradien tekanan transpulmonal yang menghasilkan kecepatan aliran yang tinggi. Tekanan intratoraks
yang tinggi, yang sering melampaui 100-200 mmHg meningkatkan kecepatan aliran udara melalui saluran napas, mempercepat proses
pendorongan partikel yang bersinggungan, dan menimbulkan suara batuk dengan latar belakang menjadi vibrasi sekresi jalan napas,
dinding trakeobronkial, dan parenkimal yang berdampingan.
Batuk berlangsung tidak kurang dari 0,5 detik dan akan meningkat sesuai
dengan jumlah udara yang dikeluarkan. Ekspulsi ini diikuti oleh penutupan glotis
dan relaksasi otot pernapasan. Aliran maksimal ditentukan oleh resistensi saluran
napas intrapulmonal ke hulu, elastisitas recoil paru, dan kolapsibilitas saluran
napas.
Batuk membantu mencegah materi asing masuk ke traktus respiratorius
bawah dan membersihkan sekresi yang berlebihan sebagai sebuah mekanisme
pertahanan. Efektivitas batuk tergantung pada kekentalan sekresi dan kecepatan
linear aliran udara yang bergerak melalui lumen. Material yang cukup tebal harus
dikeluarkan dari saluran napas. Efektivitas batuk bergantung pada kecepatan
aliran udara tinggi dan area potong lintang yang kecil saluran napas untuk
mendapatkan sebuah kecepatan linear yang tinggi.
Batuk
 Interpretasi signifikan batuk tergantung dari keadaan klinis penyerta.
Batuk harus dilihat dari konteks akut atau kronis, produktif atau non
produktif, berapa lama ini berlangsung, bagaimana kondisi secara umum pada
pasien, dan apakah ada komorbiditas. Onset batuk akut yang pendek dan non
produktif, sakit tenggorokan, berkeringat, lemas, dan demam secara umum
berkenaan dengan infeksi virus di saluran napas atas. Episode asma akan
dimulai dengan batuk dan mengi, sebaliknya batuk persisten yang diacuhkan
oleh pasien mungkin pertanda penyakit serius misal karsinoma paru.

 Batuk paling sering disebabkan inflamasi trakeobronkial terutama pada


perokok yang mudah terserang eksaserbasi akut oleh inhalasi partikel dan
asap karena didasari faringitis kronik, laringitis, dan trakeobronkitis. Batuk
menggambarkan penyakit organik tetapi kadang-kadang pengaruh psikogenik
bertanggungjawab pada batuk kering yang berhubungan dengan kecemasan
dan stres psikogenik dapat memperberat batuk.
Komplikasi Batuk
DISPNEA
 Adalah perasaan sulit bernafas
 Merupakan gejala utama dari penyakit Kardipulmonar
 Keluhan : nafas pendek/merasa tercekik
DISPNEA dpt terjadi pada:

 Setelah aktivitas fisik sedang (mis. naik tangga)


 Sesdh berjalan-jalan sebentar
 Sesdh melakukan kegiatan ringan (bicara, mandi, bercukur)
 Waktu istirahat
 Waktu berbaring (ortopnea)
DISPNEA dpt terjadi pada:

 Gx pd penykt percab trakeobronchial,parenkim paru-paru, rongga pleura.


 peningkatan kerja pernafasan ok
 meningkatnya resistensi elastik paru-paru (pneumonia, kongesti,atelektasis,efusi pleura)
 Meningkatnya resistensi dinding dada (obesitas,kifoskoliasis
 meningk resistensi nonelastik bronchial (emfisema,bronchitis,asma)
DISPNEA dpt terjadi (fisiologis)
pada:
 Kelemahan otot pernafasan (miastemia gravis)
 Otot pernafasan menurun (distrofi muscular)
 Lumpuh (poliomyelitis, Guillain Barre Syndrome)
 Letih ok kerja pernafasan >>
 Otot pernafasan krg mampu melakukan kerja mekanis (emfisema berat,
obesitas)
JARI TABUH

 Salah satu tanda penyakit karsinoma


bronkogenik,bronkhiektasis,abses,TBC (70-80% kasus). Pirau
intrakardial kongenital,endokarditisbakterial subakut (10-15%
kasus).Peykt kronis sal cerna,penykt hati (5-10% kasus)

 terkait dg HIPOKSIA
SIANOSIS

 Warna kebiru-biruan pd kulit dan selaput lendir


 Ok peningkatan jumlh absolut Hb tereduksi (Hb yg tdk
berikatan dg oksigen)
 Tanda insufisiensi pernafasan
 Jenis :
 Sianosis sentral
 Sianosis perifer
Sianosis Sentral

 Ok insufisiensi oksigenasi Hb dlm paru-paru


 Px di wajah,bibir,cuping telinga,bag bawah lidah
 Hb tereduksi >5g/100 ml,kejenuhan oksigen 75% dan PaO2 =/<
50 mmHg
 ANEMIA : tdk sianosis, WHY ?
 POLISITEMIA : dpt sianosis. WHY ?
 Faktor penyulit deteksi sianosis :
 Variasi ketebalan kulit
 Pigmentasi
 Kondisi penerangan
Sianosis perifer
 Ok aliran darah banyak berkurang shg menurunkan saturasi darah vena
menyebabkan suatu daerah menjadi biru
 Dapat terjadi akibat :
 insufiensi jantung
 sumbatan aliran darah
 vasokonstriksi vasa akibat dingin
 methemoglobin dan sulfhemoglobin dlm sirkulasi.
HIPOKSEMIA DAN HIPOKSIA

 Hipoksemia : PaO2 rendah


 Hipoksia : oksigenasi jaringan tidak memadai
 Hipoksia tak selalu disertai hipoksia jaringan
 PaO2<50 mmHg : disertai hipoksia jaringan dan asidosis
Penyebab hipoksia
1. Inadequate oxygenation of the blood in the lungs
because of extrinsic reasons
a. Deficiency of oxygen in the atmosphere
b. Hypoventilation (neuromuscular disorders)
2. Pulmonary disease
a. Hypoventilation caused by increased airway
resistance or decreased pulmonary compliance
b. Abnormal alveolar ventilation-perfusion ratio
(including either increased physiologic dead
space or increased physiologic shunt)
c. Diminished respiratory membrane diffusion
3. Venous-to-arterial shunts (“right-to-left” cardiac
shunts)
4. Inadequate oxygen transport to the tissues by the
blood
a. Anemia or abnormal hemoglobin
b. General circulatory deficiency
c. Localized circulatory deficiency (peripheral,
cerebral, coronary vessels)
d. Tissue edema
Penyebab hipoksia
5. Inadequate tissue capability of using oxygen
a. Poisoning of cellular oxidation enzymes
b. Diminished cellular metabolic capacity for using oxygen, because of toxicity, vitamin
deficiency, or other factors
Effects of Hypoxia on the Body.

(1) Depressed mental activity, sometimes culminating in coma


(2) reduced work capacity of the muscles.
HIPOKSEMIA

 Hipoksemia krn hipoksis bisa terjadi pada :


 penurunan konsentrasi oksigen di udara (hipoksia)
 Penurunan complience paru
 Atelektasis
 Hipoksemia krn hipoperfusi (penurunan aliran darah ke alveolus)
 Embolus paru
 Hipertensi paru
 Infark miokardium
 Hipoksemia krn masalah difusi noksigen yg menembus alveolus
–kapiler atau edema ruang intertisium alveolae-kapiler
 Setiap penurunan konsentrasi atau kapasitas angkut Hb dpt
menyebabkan hipoksemia
HIPERKAPNEA DAN
HIPOKAPNEA
 PaCO2 normal : 40 mmHg
 Hiperkapnea : PaCO2>45 mmHg
 Hipokapnea : PaCO2<35 mmHg
 Penyebab langsung retensi CO2 :
 Hipoventilasi alveolar (ventilasi kurang memadai, tak dapat
mengimbangi pembentukan CO2)
 Hiperkapnea selalu disertai hipoksia dalam derajat tertentu
HIPERKAPNEA DAN
HIPOKAPNEA
 Penyebab utama hiperkapnea :
 Penyakit obstruktif saluran nafas
 Obat-obatan yg menekan fungsi pernafasan
 Kelemahan/paralisis otot pernafasan
 Trauma dada
 Pembedahan abdominal yg nyebabkan nafas dangkal
 Kehilangan jaringan paru-paru
Tanda-tanda klinis
HIPERKAPNEA
 Kekacauan mental yg berkembang jadi koma
 Sakit kepala (akibat vasodilatasi serebral)
 Asteriksis atau flapping tremor
 Volume denyut nadi besar
 Kaki dan tangan terasa panas dan berkeringat (ok vasodilatasi
perifer)
HIPOKAPNEA

 Ok hiperventilasi
 Penyebab hiperventilasi :
 Mekanisme yang berlebihan
 Kegelisahan
 Trauma serebral
 Respon kompensasi thd hipoksia
 Hipokapnea hebat : PaCO2<25 mm Hg
Tanda dan gejala
HIPOKAPNEA
 Sering mendesah dan menguap
 Pusing
 Palpitasi
 Tangan dan kaki kesemutan
 Kedutan otot
ATELEKTASIS
 Kolapsnya alveolustdk mengandung udaratdk
ikutserta dlm pertukaran gaspenurunan luas
permukaan difusi dan kecepatan pernafasan
berkurang
 Atelektasis sekunder : kolapsnya alveolus yg
sebelumnya terbuka
 Atelektasis primer :
 kolapsnya alveolus sejak lahir
 Shg oksigenasi bayi kurangmordibitas dan mortalitas
 Penyebab : produksi surfaktan tdk adekuat
Jenis atelektasis

 Atelektasis kompresi
 Ok sesuatu di luar alveolus menimpakan gaya yg besar pd alveolus
shg alveolus kolaps
 Terjadi bila :
 dinding dada tertusuk atau terbuka,krn tekanan atmosfer>tekanan yg
menahan paru (tekanan pleura)
 Adanya tekanan pd paru/alveolus ok tumor, distensi abdomen,edema,
pembengkakan ruang interstisium yg mengelilingi alveolus.
Jenis atelektasis

 Atelektasis absorpsi
 Akibat tdk adanya udara di dlm alveolus
 faktor risiko:
 Penimbunan mukus (mis pd : pneumonia, bronkhitis kronis,
fibrosis kistik)
 Obstruksi aliran udara mll bronkus yg mengaliri suatu
kelompok alveolus tertentu
 Efek anestesi pd pembedahan abdomen/thoraks
 Tirah baring>>
 Sesuatu yg menggangu pembentukan surfaktan
Infeksi saluran nafas atas

 Infeksi-infeksi pada saluran nafas termasuk


rongga hidung, faring dan laring ok mikro
organisme
 Semua jenis infeksi mengaktifkan respon imun
dan peradanganterjadi pembengkakan dan
edema jaringan.
 Reaksi peradanganpeningkatan
pembentukan mukushidung tersumbat,
sputum berlebihan, pilek, nyeri kepala, demam
ringan dan malaise

Anda mungkin juga menyukai