Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Kebebasan dan Tanggung Jawab

Dosen : Riyanti., SST., M.Keb., M.H.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

Dony Sentory 2018.C.10a.0965


Julius 2018.C.10a.0973
Lala Veronica 2018.C.10a.0974
Rama 2018.C.10a.0981
Ruly Ramadana 2018.C.10a.0983
Sused 2018.C.10a.0986
Yoga Pratama 2018.C.10a.0992

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dan kami mengharapkan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi teman teman semua, untuk kedepannya dapat memeperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Selasa, 9 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah…...........................................................................................3
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................................3
1.4 Manfaat...............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebebasan….....................................................................................5
2.2 Jenis Jenis Kebebasan…...................................................................................10
2.3 Pengertian Tanggung Jawab.............................................................................12
2.4 Jenis Jenis TanggungJawab..............................................................................13
2.5 Hubungan Antara Kebebasan dan Tanggung Jawab…....................................14
2.6 Contoh Konkrit Hubungan dan Tanggung Jawab............................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................18
3.2 Saran.................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya
sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan
norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku. Ada dua
kelompok ahli teologi yang mengungkapkan tentang masalah kebebasan atau
kemerdekaan menyalurkan kehendak.

Pertama kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak


bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya sendiri.
Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk
melaksanakan perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan.(Prof. Dr
Driyakara)

Tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan seseorang terhadap kehidupan ini


akan mewarnai sikapnya dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kehidupanadalah
rahasia terbesar bagi manusia yang akan selalu dibicarakan sepanjangmasa. Dorongan
yang wajar akan timbul dalam diri manusia, sebagai makhlukyang berakal budi.
Untuk mencari jawaban tentang kehadiran dan peranannyadimuka bumi ini.

Sedangkan kebahagiaan atau keberhasilan adalah tema sentralyang tidak akan


pernah terpisahkan. Manusia   adalah   makhluk   yang   mempunyai   kemampuan  
dankemerdekaan   untuk   berperan   dan   mengubah   faktor-faktor   hidupnya  
sendiri.

Manusia dituntut tanggung jawab sepenuhnya atas perbuatan-perbuatannya


yang lalu sebagai faktor-faktor kehidupan yang lalu dan juga perbuatan-perbuatannya

1
yang dilakukannya sekarang sebagai faktor kehidupan sekarang. Manusia adalah
arsitek sekaligus penanggung jawab tunggal atas kehidupannya sendiri.

Kesadaran ini  menuntut  manusia  untuk membawa  dirinya  dengan  penuh 


ketekunan  dan keuletan dalam mencapai keberhasilan. Kemampuan   manusia  
adalah   akumulasi   dari   perjuangannya   dalam menghadapi   tantangan  
kehidupan.   Pilihan   manusia   satu-satunya   adalah mempersiapkan dirinya dengan
menumbuhkan sikap mental dan perbuatan yang benar untuk membangkitkan
kemampuan dari dalam dirinya sendiri.

Sebenarnya tidak ada manusia yang tidak tahu apa itu kebebasan, karena
kebebasan merupakan kenyataan yang akrab dengan kita semua. Dalam hidup setiap  
manusia   kebebasan   adalah   unsur   hakiki.   Kadang-kadang   kebebasan
Kebebasan lebih bermakna positif dan ia ada sebagai konsekuensi dari adanya potensi
manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak. Sudah menjadi kodrat manusia untuk
menjadi makhluk yang memiliki kebebasa, bebas untuk berpikir, berkehendak dan
berbuat. Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa
saja yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang
telah ada dalam kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.

Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya
sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan
norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku. Ada dua
kelompok ahli teologi yang mengungkapkan tentang masalah kebebasan atau
kemerdekaan menyalurkan kehendak.

Pertama kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak


bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya
sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan
untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan.(Prof.
Dr Driyakara)

2
1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat ditarik suatu rumusan masalah
antara lain adalah sebagai berikut.

1). Apa pengertian kebebasan ?

2). Apa saja jenis-jenis kebebasan?

3). Apa pengertian dari tanggung jawab?

4). Apa jenis-jenis tanggung jawab?

5). Bagaimanakah hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab?

6). Contoh kasus hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab?

1.3       Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini antara lain adalah sebagai berikut.

1). Untuk mengetahui pengertian kebebasan ?

2). Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis kebebasan?

3). Untuk mengetahui apa pengertian dari tanggung jawab?

4). Untuk mengetahui Apa jenis-jenis tanggung jawab?

5). Agar dapat mengetahui bagaimanakah hubungan antara kebebasan dan tanggung
jawab?

6). Agar bias memberi contoh kasus hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab

1.4 Manfaat

3
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang kebebasan dan tanggung jawab terkait dengan pengertian contoh  dan jenis-
jenisnya, serta untuk memenuhi tugas perkuliahan pada mata kuliah etika ocial.

BAB II

4
PEMBAHASAN

2.1      Pengertian Kebebasan

Ada banyak pengertian ‘kebebasan’ dan pengertian yang paling sederhana dan
klasik adalah ‘tidak adanya larangan.’ Meskipun demikian, konsep dasar ‘kebebasan’
juga harus memperhatikan ‘tidak adanya intervensi’ dari kebebasan yang telah
dilakukan tersebut terhadap kebebasan orang lain. Jadi ada dua kebebasan yang
seimbang, yakni bebas untuk melakukan dan bebas untuk tidak diintervensi oleh
tindakan tersebut.

Didalam konteks hubungan antara pemerintah dan warga negara, kebebasan


ini lebih menekankan pada tidak adanya intervensi atau larangan dari negara terhadap
kebebasan warga negaranya. Kebebasan warga negara tidak boleh diintervensi baik
oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah maupun produk perundang-undangan
sekalipun. Praktik-praktik yang mengandung unsur ‘intervensi’ terhadap kebebasan
individu harus memperhatikan asas proporsionalitas untuk menghindari praktik-
praktik yang diskriminatif. Oleh karena itu,  kebebasan untuk memiliki semua hak
yang telah diatur didalam hak asasi manusia harus diberikan oleh negara kepada
semua individu yang ada didalam wilayah kedaulatannya.

Lebih jauh, Kamus John Kersey mengartikan bahwa ‘kebebasan’ adalah


sebagai ‘kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya, semua
orang bebas untuk tidak melakukan atau melakukan suatu hal. Pengertian yang lebih
banyak memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat dari definisi ‘kebebasan’ dari
Kamus Hukum Black. Menurut Black, ‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah
kemerdekaan dari semua bentuk-bentuk larangan kecuali larangan yang telah diatur
didalam undang-undang. Kesimpulannya adalah manusia mempunyai hak untuk
bebas selama hak-hak tersebut tidak bertentangan dengan larangan yang ada didalam
hukum. Berkaitan dengan pendapat sebelumnya bahwa larangan atau intervensi
hanya boleh dilakukan dengan memperhatikan asas proporsionalitas dan non
diskriminasi.

5
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, kebebasan didalam hak asasi
manusia adalah kebebasan untuk meninggalkan atau mengerjakan sesuatu hal seperti
yang telah diatur didalam instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi
manusia. Dalam kaitannya dengan kebebasan beragama, setiap individu mempunyai
kebebasan seperti yang diatur didalam instrumen internasional seperti hak untuk
menganut, berpindah, mempertahankan atau tidak memeluk suatu keyakinan apapun
seperti yang telah diatur didalam instrumen internasional tentang hak atas kebebasan
beragama.

Memang kebebasan manusia harus diatur didalam perundang-undangan.


Tetapi jika ternyata sebuah produk perundang-undangan tersebut mengandung
intervensi yang diskriminatif, maka selayaknya perundang-undangan itu tidak bisa
diterapkan. Ini dikarenakan dimensi kebebasan tersebut akan terbatasi oleh peraturan-
peraturan yang bisa menghilangkan kebebasan manusia.

Isaiah Berlin membedakaan ‘kebebasan’ dalam dua bentuk, yaitu kebebasan


dalam bentuk yang positif dan kebebasan dalam bentuk yang negatif. Kebebasan
dalam bentuk yang positif artinya ‘apa atau siapa’ yang bertindak sebagai sumber
hukum, yang bisa menentukan seseorang untuk menjadi, melakukan atau
mendapatkan sesuatu ‘kebebasan.’ Sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang
negatif bersinggungan dengan ruang lingkup dimana seseorang harus dihormati atau
dilindungi untuk menjadi atau melakukan sesuatu seperti yang dikehendakinya tanpa
ada paksaan atau larangan dari pihak lain. Kebebasan dalam arti yang negatif ini
sesuai dengan pengertian kebebasan dari Kamus Kersey sedangkan kebebasan dalam
bentuknya yang positif lebih condong ke pengertian yang diajukan oleh Kamus
Hukum Black.

Instrumen internasional hak asasi manusia yang mengatur kebebasan positif


adalah Kovenan Hak Sipil dan Politik. Pasal 2 (3) dari Kovenan tersebut berbunyi;

6
setiap negara anggota Kovenan ini berjanji:

1. a) Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasannya diakui


dalam Kovenan ini dilanggar, harus memperoleh upaya pemulihan yang
efektif, walaupun pelanggaran tersebut dilakukan oleh orang-orang yang
bertindak dalam kapasitas resmi;
2. b) Menjamin, bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan tersebut
harus ditentukan hak-haknya itu oleh lembaga peradilan, administratif, atau
legislatif yang berwenang, atau oleh lembaga berwenang lainnya yang diatur
oleh sistem hukum negara tersebut, dan untuk mengembangkan segala
kemungkinan upaya penyelesaian peradilan;
3. c) Menjamin, bahwa lembaga yang berwenang tersebut harus melaksanakan
penyelesaian hukum apabila dikabulkan

Negara, didalam konteks ini bebas melakukan semua jenis kebijakannya


selama tidak melanggar hak dan kebebasan warga negaranya. Ketika kebijakan
tersebut melanggar, maka negara berdasarkan aturan yang ada di pasal 2 (3) Kovenan
berkewajiban untuk menyediakan seperangkat kebijakan lainnya untuk memulihkan
pelanggaran tersebut.

Oleh karena itu, ketentuan hukum dari instrumen internasional dan penafsiran
dari badan-badan yang berwenang terdiri dari peraturan-peraturan yang menentukan
seseorang untuk melakukan sesuatu hal atau menjadi seperti yang dia inginkan.
Kebebasan dalam bentuknya yang positif menekankan ‘konsep kebebasan’ sebagai
sebuah ‘bentuk kebebasan yang menentukan’ seseorang untuk bisa mengatur bentuk-
bentuk kehidupan manusia yang diinginkannya. Contohnya, sebuah produk
perundang-undangan, kebijakan pemerintah, moralitas atau nilai-nilai yang mengatur
tentang jenis-jenis tindakan yang bisa dilakukan oleh seseorang digolongkan sebagai
sebuah sumber hukum yang berisi unsur kebebasan positif.

7
Sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang negatif terdiri dari unsur ‘bebas
untuk’ melakukan semua hal yang bisa membuat seseorang menjadi ‘manusia yang
bebas.’ Hukum, moralitas atau nilai-nilai sosial yang mengatur tentang dilarangnya
semua jenis intervensi mengandung unsur kebebasan negatif. Aturan-aturan tersebut
melindungi hak seseorang untuk bebas dari semua bentuk intervensi yang dapat
mengganggu kebebasannya. Misalnya, aturan hukum yang melarang intervensi
negara yang bisa mengganggu kebebasan individu-individu didalam jurisdiksinya.
Berdasarkan konsep kebebasan negatif ini, kebebasan setiap individu untuk menjadi
atau melakukan apa yang mereka inginkan harus dilindungi dan dijamin oleh negara.
Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah untuk menjamin hak tersebut adalah
melalui perundang-undangan. Selain itu, perlindungan hukum tersebut harus
dibuktikan dengan tindakan nyata pemerintah berupa kebijakan-kebijakan negara
yang ditujukan untuk menegakan hukum.

Kebebasan dalam bentuknya yang negatif juga bisa dilihat dari Komentar
Umum Komite HAM lainnya yang menyatakan bahwa negara-negara anggota harus
menahan diri untuk melakukan pelanggaran terhadap hak-hak yang diatur didalam
kovenan. Pembatasan-pembatasan dalam bentuk apapun oleh negara yang bisa
mengakibatkan terganggunya hak asasi yang diakui oleh Kovenan tidak dibenarkan
oleh hukum. Hal ini dikarenakan sifat dan ruang lingkup hak asasi manusia adalah
universal, melintasi batas-batas norma-norma yang ada di masyarakat seperti tradisi,
agama dan budaya. Oleh karena itu, negara-negara anggota harus memberikan
kebebasan secara penuh kepada warga negaranya atau warga negara asing yang
berdomisili di wilayah kedaulatannya untuk menikmati hak-hak fundamental dan
hak-hak lainnya seperti yang diatur didalam instrumen internasional tentang hak asasi
manusia.

Berkenaan dengan kebebasan dalam bentuk yang positif, pasal tersebut


mengharuskan negara anggota Kovenan untuk ‘berjanji’ didalam menjamin hak dan
kebebasan yang diatur didalam Kovenan. Klausul ‘berjanji’ didalam terminologi
hukum adalah negara harus tunduk kepada ketentuan yang ada didalam sebuah

8
perundang-undangan yang mengikatnya. Artinya, negara yang meratifikasi Kovenan
ini diwajibkan untuk menjaga dan memberikan hak dan kebebasan semua individu-
individu yang ada didalam wilayah hukumnya.

Sedangkan mengenai kebebasan dalam bentuk yang negatif, pasal ini


mewajibkan negara untuk menghargai dan menghormati hak asasi manusia di
wilayah kedaulatannya, bukan saja untuk warga negaranya melainkan juga terhadap
warga negara asing yang ada didalam jurisdiksi kedaulatan negaranya. Jika kebebasan
dalam bentuk yang positif lebih menekankan pada peran aktif pemerintah didalam
menjamin hak dan kebebasan individu melalui perundang-undangan dan tindakan
nyata, kebebasan dalam bentuknya yang negatif lebih menekankan pada ‘ketidak
adanya’ intervensi pemerintah terhadap hak dan kebebasan individu. Negara harus
bisa menahan diri untuk tidak mencampuri kebebasan individu yang telah diatur
didalam Kovenan. Salah satu sebabnya adalah hak dan kebebasan tersebut merupakan
manifestasi dari hukum alam atau memuat unsur-unsur jus cogens yang sudah
senyatanya dimiliki oleh setiap individu.

Didalam memberikan hak asasi manusia, negara juga harus memperhatikan


karakter dasar hak asasi manusia dan status manusia sebagai dua prasyarat untuk
mendapatkan hak asasi manusia. Dua prasyarat tersebut utama terebut saling terkait
dan tidak bisa dipisahkan didalam kerangka penegakan hak asasi manusia. Artinya,
ketika status manusia sebagai makhluk yang bermartabat dihargai dan dihormati,
maka seseorang telah memiliki hak asasi manusia. Begitu juga sebaliknya jika
manusia telah memiliki hak asasi manusia, maka martabatnya telah dihormati dan
dihargai. Dalam arti lain, tidak menghargai martabat manusia sama halnya telah
melanggar hak asasi manusia orang tersebut.

2.2       Jenis-jenis kebebasan

1)  Kebebasan untuk diterima orang lain (sosial),artinya Kebebasan yang tidak


menghina dan melampui kebebasan orang lain. Tidak mengambil hak orang lain dan

9
juga kebebasan yang bertanggung jawab bukan kebebasan yang seenaknya tanpa
aturan.

2)  Kebebasan untuk menentukan diri kita sendiri (eksistensial),artinya kebebasan


seseorang untuk menentukan kegiatan dan perilaku seseorang dan ambil keputusan
dan mengintropeksi diri sendiri untuk menjadi lebih baik dari sebelum

3) Kebebasan fisik makhluk-makhluk yang berjuang secara sadar (manusia dan


binatang) dan bahkan tumbuh-tumbuhan , meskipun dalam derajat yang lebih rendah
menikmati kebebasan fisik sejauh rintangan-rintangan eksternal yang bersifat fisik
atau material tidak menghalangi makhluk-makhluk tersebut.

4) Kebebasan Moral, dalam arti luas : Tercapai karena kemampuan untuk


menentukan sendiri sesuatu tanpa di hambat oleh sebab luar misalnya (ancaman-
ancaman) yang bertindak secara batin (interior) pada pikiran (dengan jalan imajinasi)

Dalam arti sempit : Tercapai karena kemampuan untuk memutuskan sendiri sesuatu
tanpa berpapasan dengan kewajiban yang bertentangan ( misalnya pergi ke bioskop)

5) Kebebasan Psikologis, tidak mengecualikan tetapi sesungguhnya mengandaikan


pembatasan pembatasan psikis dan kewajiban-kewajiban moral.Kebebasan ini
tercapai karena kemampuan menentukan sendiri sesuatu tanpa tekanan-tekanan psikis
mana pun, yang mendahului keputusan yang akan memaksa secara jelas kehendak
dalam satu jurusan yang sudah di tentukan. Deengan kata lain, Kebebasan Psikologis
tercapai karena kemampuan “untuk memilih sebagaimana seseoang inginkan” tanpa
keunggulan tertentu dari yang batinlah atas lahiriah, yang tidak ada dalam dunia
inorganis, seseorang tidak pantas menyebut “bebasan”

6) Kebebasan yang dapat dimengerti, tercapai karena fakta bahwa kehendak, yang
tidak tergantung pada semua pengaruh dorongan indera, ditentukan oleh akal budi
murni belaka. Sejauh ditentukan oleh akalbudi murni sendiri, kehendak menaati
imperatif kategoris dan karenanya secara niscaya merupakan kehendak moral. Dalam
dunia yang tampak kehendak mampu menjadi efektif (Inilah satus-atunya postulat

10
akalbudi praktis) karena kausalitasnya yang dapat dimengerti seakan-akan berdiri
didalam hubungan diagonal dengan serangkaian penampakan kausal yang
niscaya. Kant gagal melihat bahwa akalbudi yang seimbang, meskipun selalu
condong kepada nilai-nilai moral. Tidak secara niscaya menentukan bahwa nilai-nilai
moral ini akan direalisir dengan satu cara. Dia tidak berhasil melihat bahwa nilai
objektif keinginan-keinginan sensual tidak meniscayakan akalbudi. Kecocokan
(compatibility) kausalitas intelijibel dan empiris hanya mungkin bila kausalitas
empiris tidak niscaya secara mutlak.

7) Kebebasan Eksistensial, kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh


pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja. Kebebasan ekstensial
adalah kebebasan tertinggi. Kebebasan ekstensial adalah konteks etis. Kebebasan ini
terutama merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah dan makna
kepada kehidupan manusia.

Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki dirinya sendiri.” Ia


mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari
segala alienasi atau keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari
dirinya dan justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan ini selalu patut dikejar,
tapi jarang akan terealisasi sepenuhnya.

8) Kebebasan Yuridis, kebebasan ini berkaitan dengan hukum dan harus dijamin oleh
hukum. Kebebasan yuridis merupakan sebuah aspek dari hak-hak manusia.
Sebagaimana tercantum pada Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia
(HAM), yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.

Kebebasan dalam artian ini adalah syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu dipenuhi
agar kita dapat menjalankan kebebasan kita secara konkret. Kebebasan yuridis
menandai situasi kita sebagai manusia. Kebebasan ini mengandalkan peran negara,
yang membuat undang-undang yang cocok untuk keadaan konkret.

11
9) Kebebasan Sosial Politik, dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa dibagi antara
kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual. Subyek kebebasan sosial-politik –
yakni, yang disebut bebas di sini—adalah suatu bangsa atau rakyat. Kebebasan sosial-
politik sebagian besarnya merupakan produk perkembangan sejarah, atau persisnya
produk perjuangan sepanjang sejarah.

2.3       Pengertian tanggung jawab

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan


wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus
Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab,mananggung
segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan
yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat
sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan
manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia
tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung
jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari
sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain.

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa


bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan
menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan mengabdian atau pengorbanannya.
Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh
usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

2.4       Jenis-jenis tanggung jawab.

12
Tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau
hubungan yang dibuatnya, atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab,
yaitu :

1). Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiapp orang untuk
memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai
manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusian
mengenai dirinya sendiri. Contohnya: Rudi membaca sambil berjalan. Meskipun
sebentar-bentar ia melihat ke jalan tetap juga ia lengah dan terperosok ke sebuah
lubang. Ia harus beristirahat diruma beberapa hari. Konsekuensi tinggal dirumah
beberapa hari merupakan tanggung jawab ia sendiri akan kelengahannya.

2). Tanggung Jawab kepada Keluarga

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-


ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini
menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Contohnya: Dalam sebuah
keluarga biasanya memiliki peraturan-peraturan sendiri yang bersifat mendidik, suatu
hal peraturan tersebut dilanggar oleh salah satu anggota keluarga. Sebagai kepala
keluarga (Ayah) berhak menegur atau bahkan memberi hukuman. Hukuman tersebut
merupakan tanggung jawab terhadap perbuatannya.

3). Tanggung Jawab terhadap Masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai
dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain
maka ia harus berkomunikasi denhan manusia lain tersebut. Sehingga dengan
demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai
tanggung jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya

13
harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contohnya: Safi’i terlalu congkak
dan sombong, ia mengejek dan menghina orang lain yang mungkin lebih sederhana
dari pada dia. Karena ia termasuk dalam orang yang keya dikampungnya. Ia harus
bertanggung jawab atas kelakuannya tersebut. Sebagai konsekuensi dari kelakuannya
tersebut, Safi’i dijauhi oleh masyarakat sekitar.

4). Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara

Suatu kenyataan lagi, bahwa setiiap manusia, tiap individu adalah warga
negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertinggah laku manusia
terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak
dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus
bertanggung jawab kepada negara. Contohnya: Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung”
karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang terkenal sebagai guru yang baik, terpaksa
mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru Isa ini
harus pula dipertanggungjawabkan kepada pemerintah, kali perbuatan itu diketahui ia
harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.

2.5       Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab

Tanggung jawab secara sempit yaitu suatu usaha seseorang yang


diamanahkan,  harus dilakukan.  Tanggung jawab merupakan amanah. Secara luas
tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah secara
cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang
berhubungan dengan hal tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan
yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang
lain.

Tanggung jawab berkaitan dengan “penyebab”. Yang bertanggung jawab


hanya yang menyebabkan atau yang melakukan tindakan. Tidak ada tanggungjawab
tanpa kebebasan dan sebaliknya. Bertanggung jawab berarti dapat menjawab, bila

14
ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertanggung jawab
dapat diminta penjelasan tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab
tetapi juga harus menjawab.

Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak bila diminta
penjelasan tentang tingkah laku atau perbuatannya. Dalam tanggung jawab
terkandung pengertian penyebab. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang
disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi penyebab suatu akibat maka dia tidak
harus bertanggung jawab juga. Tanggung jawab bisa berarti langsung atau tidak
langsung.

Kebebasan mengandaikan tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab,kebebasan


menjadi lepas kendali, dimana kebebasan dilahirkan dan tanggung jawab di tuntut.
Kebebasan membuat orang bertanggung jawab terhadap tindakan sejauh tindakan itu
dikehendaki, bahwa walaupun kesalahan dan tanggung jawab dari suatu tindkan dapat
berkurang atau kadang-kadang karena ketidaktahuan, kelalaian, paksaan dengan
kekerasan, ketakuatan, kelekatan yang tidak teratur, atau kebiasaan.

2.6       Contoh konkrit hubungan kebebasan dan tanggung jawab

            (Kebebasan Beragama)

Selama bertahun-tahun ini banyak kasus pelanggaran atas kebebasan


beragama dan berkeyakinan yang tidak tertangani sehingga akhirnya menumpuk
begitu saja. Salah satu kendala pemecahan masalah ini adalah pemahaman aparat
pemerintah mengenai prinsip-prinsip hak kebebasan beragama yang masih minim.

Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan
tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi agama adalah suatu sikap saling
pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya

15
dalam masalah agama. Lalu, adakah pentingnya kerukunan umat beragama di
Indonesia ? Jawabannya adalah iya.

Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai
sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia
memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau
budaya seni, tapi juga termasuk agama.Walau mayoritas penduduk Indonesia
memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini.
Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk
oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam
beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu
saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di
Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh.

Tri kerukunan umat beragama merupakan konsep yang digulirkan oleh


pemerintah Indonesia dalam upaya menciptakan kehidupan masyarakat antar umat
beragama yang rukun. Istilah lainnya adalah “trikerukunan”.

Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis , budaya,


suku, dan agama. Membutuhkan konsep yang memungkinkan terciptanya masyarakat
yang damai dan rukun. Dipungkiri atau tidak, perbedaan sangat beresiko pada
kecenderungan konflik. Terutama dipacu oleh pihak-pihak yang menginginkan
kekacauan di masyarakat.

Perbedaan atau kebhinekaan Nusantara tidaklah diciptakan dalam satu waktu


saja. Proses perjalanan manusia di muka bumi Indonesia dengan wilayah yang luas
menciptakan keberagaman suku dan etnis manusia. Maka lahir pula sekian puluh
kepercayaan dan agama yang berkembang di setiap suku -suku di Indonesia.

Maka dari itu bagaimana kita sebagai manusia yang berada di dalam sebuah
negara yang kebinekaannya tinggi dapat mempertanggung jawabkan perbedaanras,

16
suku, dan agama agar bias menjadi satu kesatuan demi menciptakan sebuah Negara
yang aman damai dan sejahtera.

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

17
Dari pembahasan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa manusia
dikatakan bebas apabila ia terikat pada aturan-aturan. Apabila ia tidak mengakui hal
itu maka ia tetap tidak bebas, karena dikuasai kecendrungan dan senantiasa
dipengaruhi dan terikat pada hukum yang lebih tinggi dan tidak sempurna.

Tidak memaksa manusia, sebaliknya, aturan memberikan kebebasan


kepadanya. Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima aturan tersebut.
Meskipun demikian, kebebasan merupakan kenyataan yang begitu pentingnya,
sehingga tegak runtuhnya kesusilaan tergantung pada pengakuan atau pengingkaran
atas kebebasan dan tanggung jawab.

Sejalan dengan itu kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesama umat
beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama
dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam mencapai kerukunan umat beragama di


Indonesia ada beberapa sebab, antara lain; rendahnya sikap toleransi, kepentingan
politik dan sikap fanatisme.

Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan dialog antar


pemeluk agama dan menanamkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai
kerukunan antar umat beragama dan pastinya mempertanggung jawabkan kebinekaan
yang di warisi para leluruh untuk pemersatu bangsa.

3.2      Saran

18
Sebagai makhluk yang berakal budi dan dianugerahi Tuhan dengan
kemampuan yang luar biasa hendaknya manusia dapat memanfaatkan kebebasan
yang diberikan Tuhan kepadanya dengan sebaik-baiknya untuk keselamatan manusia
itu sendiri dan juga makhluk hidup lainnya karena pada suatu hari nanti setiap
manusia akan diminta pertanggung jawabannya dihadapan Tuhan

DAFTAR PUSTAKA

Bdk. DR. Nico Syukur Dister OFM (1993), Filsafat Kebebasan.


Kanisius.Yogyakarta.Bdk. Nusa Putra (1994), Pemikiran Soedjatmoko Tentang
Kebebasan, Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

19
Bdk. Louis Leahy, Manusia Sebuah Misteri: Sintesa Filosofis Tentang Makhluk
Paradoksal.Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008), Kamus Besar
Bahasa Indonesia,Jakarta.

Dpchanurabone, Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani,


Melalui<http://dpchanurabone.blogspot.com/2011/04/kebebasan-tanggung-jawab-
dan-hati.html> [01/08/2011]

Rafael Edy Bosko dan M. Rifai‟ Abduh (2010), Kebebasan Beragama atau
berkeyakinan,Seberapa Jauh, Kanisius, Yogyakarta,

Ibnu Harun, Memaknai Kebebasan, Melalui <http://herman1976.wordpress.com


/2008/10/15/memaknai-kebebasan/> [01/08/2011]

Abdullah Haidar (2003), Kebebasan Seksual Dalam Islam, Jakarta; Pustaka Jahra,.

Setyono, Agus (2009), Kebebasan dalam filsafat Louis Leahy Dan Dalam
PemikiranManusia Jawa, Telaah Filsafat Perbandingan. Melalui
<http://agussetyonocm.multiply.com/journal/item/76> [02/08/2011]

Adiwiyato, Anton. 2001. Melatih Anak Bertanggung Jawab. Jakarta. Mitra


Utama.Tamara Bryant. Pam Schiller. 2002. 6 Modal Dasar Bagi Anak. Jakarta. PT.
Elex MediaKomputindo

20

Anda mungkin juga menyukai