disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiolgi pada Program Studi Ilmu
Farmasi
Dosen Pembina
Oleh
Yuliana Anggraeni
YAYASAN KHAZANAH
BANDUNG
2020
GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh diatur
sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.3
Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat
mengubah kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi
harus memiliki pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi.
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan.
Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh
mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis)
yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan
tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan “homeostasis”
Harga normal osmolalitas serum 265 sampai 285 yang dipertahankan oleh
fungsi ginjal, zat yang terlarut atau konsentrasi dari urin. Hal ini diatur oleh
berbagai mekanisme seperti filtrasi glomerulus, tekanan arteri, aliran darah, faktor
fisik dalam ginjal, sistem syaraf simpatik dan hormon seperti aldosteron, faktor
natruretik atrium, vasopressin, dan dopamin. Sistim ini ditujukan untuk
mengendalikan keseimbangan air dan elektrolit melalui ultrafiltrasi glomeruler
plasma diikuti dengan perubahan kandungan elektrolit pada ultrafiltrasi ini oleh
reabsorpsi dan sekresi tubuler. Mekanisme ini bersama sama dengan rasa haus
mengendalikan baik volume maupun osmolalitas plasma. Kelainan akibat
perubahan volume dan komposisi cairan tubuh perlu diatasi dengan penambahan
kebutuhan rumatan, koreksi defisit volume dan elektrolit, dan mengganti
kehilangan yang sedang berlangsung.
Pengukuran elektrolit tidak dibutuhkan jika defisit hanya kurang dari 5% berat
badan tapi jika lebih dari 5% berat badan maka perlu diperhitungkan kadar
elektrolit dan hasil pemeriksaan laboratorium lainnya seperti asam basa darah.
Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia
satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan
dalam tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain
itu, faktor kandungan lemak juga mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam
tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada
wanita, semakin semakin kurang kandungan cairan yang ada.
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500 ml, termasuk 300 ml
hasil metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak
2500 ml dimana ia terbahagi kepada 1500 ml hasil urin, 400 ml terevaporasi lewat
respiratori, 400 ml lewat evaporasi kulit, 100 ml lewat peluh dan 100 ml melalui
tinja. Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting kerna ia memainkan
peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia mengkontrol sekitar 20-25%
kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume sel bisa
menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel, terutama ada
otak. Satu bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau
kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan volume.
1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di
konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut.
2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan
yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3
bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis
diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih
banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di
kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume intravaskular minimal).
Jenis Dehidrasi
Parameter Ringan Sedang Berat
Kehilangan BB pada 5% 10% 15%
bayi
Vena jugularis Tampak tak tampak kecuali dengan tak tampak walau
tekanan supraklavikular dengan tekanan
supraclavikular
Berat Jenis Urin >1.020 > 1.020, oligo uri oligouri sampai anuri
a. Rehidrasi parenteral
Langkah awal dari rehidrasi adalah mengisi isi vaskuler secara cepat dengan
tujuan mencegah terjadinya syok dan meningkatkan fungsi ginjal. Cairan
fisiologis (salin normal) atau ringer laktat (10-20 cc/kg) harus diberikan dalam
waktu 1 jam. Jumlah ini harus diluar jumlah kebutuhan cairan perharinya. Cara
lain yang dikembangkan WHO adalah 100 mL/kg diberikan sesuai umur, yaitu
untuk bayi diberikan 1 jam pertama 30 mL/kg, kemudian 5 jam berikutnya 70
mL/.kg, sedangkan untuk anak 30 ml/kg diberikan dalam ½ jam pertama, sisanya
70 mL/ kg diberikan dalam 21/2 jam berikutnya.
b. Rehidrasi Oral
Rehidrasi oral sangat effektif untuk penggantian cairan pada diare bahkan juga
pada diare yang sedang berlangsung dengan muntah. Rehidrasi oral diberikan
pada dehidrasi ringan/sedang. Pemberian rehidrasi oral diberikan sedikit demi
sedikit sampai mencapai dosis 75cc/kg selama 4-6 jam untuk dehidrasi
ringan/sedang. Jika sudah membaik dilanjutkan dengan 100cc/kg perhari.
Jadi bayi atau anak dengan dehidrasi hiponatremik tampak sakit berat, karena
kehilangan cairan bersama hiponatremia yang menyebabkan kegagalan sirkulasi
karena pengurangan volume cairan ekstraselluler yang tidak seimbang. Jika
osmolilalitas serum turun maka air akan masuk kedalam sel menyebabkan
disfungsi muskuloskeletal dan sel otak akan mengalami udem. Otak akan
beradaptasi terhadap hiponatremia dengan mendorong cairan interstisiil kedalam
cairan cerebrospinal juga dengan mengubah larutan selluler terutama dengan
Kalium dan asam amino.
Hal yang penting untuk diketahui pada keadaan ini adalah bahwa proses
rehidrasi jangan terlalu cepat melebihi kemampuan otak mengatur larutannya.
Oleh karena itu pada dehidrasi hiponatremia koreksi Natrium+ plasma tidak boleh
melebihi 10-12 mEq/L perhari untuk menghindari pertukaran cairan.
Gejala yang timbul adalah penurunan kesadaran seperti letargi atau bingung,
iritabel seperti berkedipan, refleks meningkat atau bahkan kejang, kadang-kadang
disertai demam dan kulit teraba lebih tebal. Hipertonik ekstrasel akan
menyebabkan air akan keluar dari sel dan sel akan menjadi lebih kecil ukurannya.
Di otak keadaan ini akan menyebabkan berkerutnya jaringan arahnoid sampai
terjadi perdarahan subarahnoid, intradural atau subdural. Apabila keadaan
hipertonik berlanjut maka sel otak akan beradaptasi dengan mengatur osmolar
intraselluler yang disebut proses produk osmolar idiogenik.
Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari
10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L4 .
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan
natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah pengeluaran
keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar pada
lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini
dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di
glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama
dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di
lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi
natrium di urine <1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi
natrium bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-
angiotensin-aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas.
Nilai Rujukan Natrium
Nilai rujukan kadar natrium pada:
- serum bayi : 134-150 mmol/L
- serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- feses : kurang dari 10 mmol/hari
Gangguan Keseimbangan Natrium
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam
tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145
mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas
normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan
hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas
Hiponatremia
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan.
Hipernatremia
Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah
dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan
kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan
hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia
kronis biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan bentuk akut.
2. Fisiologi Kalium
Hipokalemia
Hipokalemia ialah keadaan kadar kalium serum kurang dari 3 mEq/L. Sering
terjadi pada penyakit saluran cerna seperti muntah muntah atau pengambilan
cairan dari pipa nasogastrik; hal ini disebabkan konsentrasi K+ didalam ciran
lambung sangat tinggi. Hampir semua K+ berada di intraselular maka
hipokalemia bisa disebabkan karena perpindahan transselular yaitu dari serum ke
sel misalnya pada alkalosis akut.
Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum alkohol yang
berat sehingga jarang makan dan tidak makan dengan baik, atau pada pasien sakit
berat yang tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui mulut atau disertai
oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah
kalori pada program menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia.
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2- agonis), paralisis
periodik hipokalemik, dan hipotermia
Pemberian intravena ini harus dilakukan bersama monitor jantung yang ketat.
Setelah kadar K+ stabil maka pemberian diganti per oral. Pemberian preparat K+
disesuaikan dengan etilogi. Pada penyakit saluran cerna yang biasanya diikuti
dengan hipofosfatemia maka pemberian K+ desertai dengan garam fosfat.
Sedangkan pada hipokalemia akibat alkalosis metabolik maka KCl yang dipakai.
3. Hiperkalemia
Hiperkalemia ialah keadaan kadar K+ > 5.5 mEq/L. Pada penyakit saluran
cerna hiperkalemia paling sering terjadi pada asidosis metabolik, dengan
perpindahan K+ transselular. Pada asidosis metabolik terjadi perpindahan K+ dari
intraseluler ke ekstraselular (serum) sebagai ganti dari ion Na yang hilang
bersama tinja. Hiperkalemia menyebabkan gejala aritmia jantung, parestesia,
kelemahan otot atau paralisis.
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan
oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme
jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik, dan
pseudohiperkalemia.
3. Fisiologi Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan
konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada
gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap.
Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat
badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam
cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada
anak-anak dan dewasa.
Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan
interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus
membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan
cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel.
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida
yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang
dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari,
dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung
atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari.
Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran
keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari.
Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal.
Nilai Rujukan Klorida
- serum bayi baru lahir : 94-112 mmol/L
- serum anak : 98-105 mmol/L
- serum dewasa : 95-105 mmol/L
- keringat anak : 2 mmol/24 jam
Hipoklorinemia
Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan.
Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada
alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia, defisit klorida tidak disertai defisit
natrium. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan
retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratorik kronik dengan
kompensasi ginjal.
Hiperklorinemia
Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan
mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab hiperklorinemia sama
dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada kasus dehidrasi,
asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebabkan
karena diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus,
hiperfungsi status adrenokortikal dan penggunaan larutan salin yang berlebihan,
alkalosis respiratorik. Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada
gangguan tubulus ginjal yang luas.
4. Hipokalsemia
Keasaman tubuh atau pH cairan tubuh normal antara 7.35 -7.45. Jika pH
berada diluar kisaran ini maka salah satu dari 2 cara mekanisme homeostasis akan
melakukan koreksi dengan buffer perubahan pH. Dua mekanisme buffer tersebut
dilakukan melalui paru dan ginjal maka akan terjadi modifikasi rasio tekanan
parsial CO2 (pCO2) ke dalam konsentrasi HCO3. Di dalam plasma sistim asam
karbonat-bikarbonat berpengaruh baik pada pCO2 maupun HCO3. Hubungan ini
dijelaskan dengan rumus dari Henderson-Hasselback; 6.1 adalah negatif logaritma
dari dissosiasi kontanta asam karbonat; sedangkan konsentrasi H2CO3 sering
dinyatakan dengan tekanan parsial CO2 (normal 35-45 mmHg).
Asidosis metabolik
Alkalosis metabolik
Alkalosis adalah keadaan sebagai akibat dari meningkatnya basa atau
hilangnya asam. Keadaan ini akan mengakibatkan hipoksia, perubahan sistim
syaraf pusat, iritabel otot2 dan bisa melanjut ke kejang dan aritmia. Gejala klinis
yang sering terjadi adalah letargi, bingung, iritabel dan kejang. Kadang beberapa
pasien menderita nafas tersengal sebagai usaha mengurangi CO2. Pada penyakit
saluran cerna alkalosis metabolik biasanya terjadi karena kehilangan khlorida dan
asam yaitu pada kasus muntah dan aspirasi nasogastrik dimana pada anak
berhubungan dengan keadaan hipokalemia. Pada pasien demikian kadar khlorida
urin dibawah 20 mEq/L.
Asidosis respiratorik
Alkalosis respiratorik
Pemeriksaan Laboratorium
Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan pada sampel whole blood, plasma, serum, urine,
keringat, feses, dan cairan tubuh. Pemeriksaan pada whole blood biasanya
dilakukan bersama dengan pemeriksaan pH dan gas darah dan harus segera
diperiksa (kurang dari 1 jam). Sampel serum, plasma atau urine dapat disimpan
pada refrigerator dalam tabung tertutup pada suhu 20C - 8 0C dan dihangatkan
kembali pada suhu ruangan (150C -300C) sebelum diperiksa. 14 Sampel feses
harus cair, disaring dan diputar (sentrifugasi) sebelum dilakukan pemeriksaan
Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan klorida dengan metode elektroda ion
selektif (Ion Selective Electrode/ISE) adalah yang paling sering digunakan. Data
dari College of American Pathologists (CAP) pada 5400 laboratorium yang
memeriksa natrium dan kalium, lebih dari 99% menggunakan metode ISE.
Metode ISE mempunyai akurasi yang baik, koefisien variasi kurang dari 1,5%,
kalibrator dapat dipercaya dan mempunyai program pemantapan mutu yang baik.
ISE ada dua macam yaitu ISE direk dan ISE indirek. ISE direk memeriksa
secara langsung pada sampel plasma, serum dan darah utuh. Metode inilah yang
umumnya digunakan pada laboratorium gawat darurat. Metode ISE indirek yang
diberkembang lebih dulu dalam sejarah teknologi ISE, yaitu memeriksa sampel
yang sudah diencerkan.
- Prinsip Pengukuran
Prinsip Pengukuran Pada dasarnya alat yang menggunakan metode ISE untuk
menghitung kadar ion sampel dengan membandingkan kadar ion yang tidak
diketahui nilainya dengan kadar ion yang diketahui nilainya. Membran ion
selektif pada alat mengalami reaksi dengan elektrolit sampel. Membran
merupakan penukar ion, bereaksi terhadap perubahan listrik ion sehingga
menyebabkan perubahan potensial membran. Perubahan potensial membran ini
diukur, dihitung menggunakan persamaan Nerst, hasilnya kemudian dihubungkan
dengan amplifier dan ditampilkan oleh alat.
Sumber