Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisiolgi pada Program Studi Ilmu
Farmasi

Dosen Pembina

D. Saeful Hidayat Yusuf, M. Farm., Apt

Oleh

Yuliana Anggraeni

NPM A181 047

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

YAYASAN KHAZANAH

BANDUNG

2020
GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh diatur
sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.3
Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat
mengubah kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi
harus memiliki pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi.
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor
fisiologis dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan.
Dengan kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh
mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis)
yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan
tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini
dinamakan “homeostasis”

Perubahan komposisi dan volume cairan tubuh yang disebabkan oleh


gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit disebabkan oleh berbagai macam
keadaan atau penyakit. Sebagian besar gangguan ini disebabkan oleh penyakit
saluran cerna. Di dalam tubuh homeostasis dijaga oleh aktifitas yang merupakan
kerjasama antara lingkungan, hormonal, ginjal, adaptasi vaskuler untuk perubahan
volume dan tekanan osmotic. Total cairan tubuh yang mengambil 55-72% massa
tubuh, beragam menurut jenis kelamin, umur dan kadar lemak yang mengambil
bagian antara intraseluler dan ekstraseluler. Cairan ekstra seluler yang merupakan
1/3 total cairan tubuh, terdiri dari cairan plasma intravaskuler, dan cairan
interstisiil ekstravaskuler. Ion2 elektrolit yang utama adalah Na+, Cl-, HCO3,
sedangkan yang jumlahnya sedikit adalah K+, Mg, Ca, fosfat, sulfat, asam
organic, dan protein. Komponen cairan intraseluler ialah K+, protein, Mg, Sulfat,
dan Fosfat. Dalam cairan ekstraseluler Na+ dan Cl- mengisi lebih dari 90%
larutannya. Konsentrasi serum Na menggambarkan jumlah relatif air dan natrium
dalam plasma.
Mempertahankan konsentrasi natrium dalam keadaan normal berarti ikut
bagian dalam pengaturan volume cairan tubuh. Besarnya kandungan dalam cairan
ekstraselluler dan intraselluler tergantung pada jumlah air di dalamnya, sedangkan
distribusi air tergantung pada osmolalitasnya. Osmolalitas larutan merupakan
fungsi dari jumlah partikel larutan atau osmolar per unit volume. Satuan
osmolalitas diukur dengan mOsm/L.

Harga normal osmolalitas serum 265 sampai 285 yang dipertahankan oleh
fungsi ginjal, zat yang terlarut atau konsentrasi dari urin. Hal ini diatur oleh
berbagai mekanisme seperti filtrasi glomerulus, tekanan arteri, aliran darah, faktor
fisik dalam ginjal, sistem syaraf simpatik dan hormon seperti aldosteron, faktor
natruretik atrium, vasopressin, dan dopamin. Sistim ini ditujukan untuk
mengendalikan keseimbangan air dan elektrolit melalui ultrafiltrasi glomeruler
plasma diikuti dengan perubahan kandungan elektrolit pada ultrafiltrasi ini oleh
reabsorpsi dan sekresi tubuler. Mekanisme ini bersama sama dengan rasa haus
mengendalikan baik volume maupun osmolalitas plasma. Kelainan akibat
perubahan volume dan komposisi cairan tubuh perlu diatasi dengan penambahan
kebutuhan rumatan, koreksi defisit volume dan elektrolit, dan mengganti
kehilangan yang sedang berlangsung.

A. Kebutuhan cairan rumatan dan elektrolit

Kebutuhan cairan rumatan untuk mengganti kehilangan cairan sensible dan


insensible harus dihitung secara teliti dan tergantung pada pemakaian energi,
meskipun jumlah itu bisa dihitung berdasarkan berat badan. Kehilangan insensible
melalui kulit dan saluran napas yang biasanya bebas elektrolit lebih besar pada
bayi baru lahir dari pada orang dewasa. Kehilangan sensible terutama dari urin
mengambil porsi 50% kebutuhan cairan. Jadi kehilangan cairan melalui urin tidak
perlu diganti sepanjang output urin tidak lebih dari 50-60% cairan rumatan.

Kebutuhan kalori untuk tumbuh bisa di perkirakan equivalent dengan kcal


untuk setiap cc kebutuhan air. Faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan kalori
dan air ialah panas (10% untuk setiap 1 derajat C), aktifitas fisik, kehilangan
gastrointestinal yang sedang berlangsung, hiperventilasi, keadaan hipermetabolik.
Kebalikan dari keadaan diatas seperti anuria, oligouria atau gagal jantung
kongestif, bisa mengurangi kebutuhan cairan. Kebutuhan rumatan untuk air
bervariasi tergantung berat dan dapat dihitung seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan cairan dan elektrolit rumatan berdasarkan berat badan

Cairan Berat badan (kg)


dan Elektrolit 0 - 10 10 - 20 <20
Total air 100 mL/kg 1000 mL + 50 mL/kg 1500mL+ 20 mL/kg
Untuk setiap kg>10 kg untuk setiap kg>20 kg

Natrium 3 mEq/kg 3 mEq/kg 3 mEq/kg

Kalium 2 mEq/kg 2 mEq/kg 2 mEq/kg

Khlorida 5 mEq/kg 5 mEq/kg 5 mEq/kg

Pengeluaran tidak normal seperti stoma, aspirasi nasogastrik, diare


berkepanjangan, luka bakar, harus di analisa dan diukur secara betul untuk
menghitung jumlah cairan yang diperlukan. Kekurangan cairan dan elektrolit
biasanya akibat kehilangan normal atau berlebihan atau penurunan menentukan
berapa persen dehidrasi yang terjadi sehingga bisa diperhitungkan seperti
misalnya dehidrasi 10% berhubungan dengan defisit 100 ml/ kg berat badan.

Pengukuran elektrolit tidak dibutuhkan jika defisit hanya kurang dari 5% berat
badan tapi jika lebih dari 5% berat badan maka perlu diperhitungkan kadar
elektrolit dan hasil pemeriksaan laboratorium lainnya seperti asam basa darah.

B. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh

Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia
satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan
dalam tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain
itu, faktor kandungan lemak juga mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam
tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, seperti pada
wanita, semakin semakin kurang kandungan cairan yang ada.

Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500 ml, termasuk 300 ml
hasil metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak
2500 ml dimana ia terbahagi kepada 1500 ml hasil urin, 400 ml terevaporasi lewat
respiratori, 400 ml lewat evaporasi kulit, 100 ml lewat peluh dan 100 ml melalui
tinja. Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting kerna ia memainkan
peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia mengkontrol sekitar 20-25%
kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume sel bisa
menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel, terutama ada
otak. Satu bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau
kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan volume.

1. Overhidrasi

Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di
konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang
menyeimbangi kemasukan cairan tersebut.

Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran


cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam
aliran darah menjadi sangat rendah. Penyebab overhidrasi meliputi, adanya
gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang
berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi
prostat transuretra, dan korban tenggelam. Gejala overhidrasi meliputi, sesak
nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular, edema paru akut dan gagal
jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam plasma. Terapi terdiri
dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi
ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat.

2. Dehidrasi

Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan
yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3
bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis
diuretik), hipotonik (Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih
banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di
kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume intravaskular minimal).

Tabel 2. Penilaian dehidrasi

Jenis Dehidrasi
Parameter Ringan Sedang Berat
Kehilangan BB pada 5% 10% 15%
bayi

Kehiangan BB pada 3-4% 6-8% 10%


anak

Nadi Normal Meningkat ringan Sangat meningkat

Tekanan Darah Normal normal untuk ortostatik, ortostatik sampai


> 10 mmHg turun syok

Keadaan Umum Normal Gelisah, haus sampai letargi sangat gelisah

Rasa Haus Ringan Sedang sangat/tidak bisa


minum

Mukosa Normal Kering Sangat Kering

Air Mata Ada Menurun Tidak ada, mata


cekung

Ubun-ubun besar Normal Normal sampai cekung Cekung sekali

Vena jugularis Tampak tak tampak kecuali dengan tak tampak walau
tekanan supraklavikular dengan tekanan
supraclavikular

Kulit Cubitan cubitan lambat kembali cubitan sangat lambat


cepat kembali < 2-4 detik kembali >4 detik,
dingin, sianosis

Berat Jenis Urin >1.020 > 1.020, oligo uri oligouri sampai anuri

a. Rehidrasi parenteral

Langkah awal dari rehidrasi adalah mengisi isi vaskuler secara cepat dengan
tujuan mencegah terjadinya syok dan meningkatkan fungsi ginjal. Cairan
fisiologis (salin normal) atau ringer laktat (10-20 cc/kg) harus diberikan dalam
waktu 1 jam. Jumlah ini harus diluar jumlah kebutuhan cairan perharinya. Cara
lain yang dikembangkan WHO adalah 100 mL/kg diberikan sesuai umur, yaitu
untuk bayi diberikan 1 jam pertama 30 mL/kg, kemudian 5 jam berikutnya 70
mL/.kg, sedangkan untuk anak 30 ml/kg diberikan dalam ½ jam pertama, sisanya
70 mL/ kg diberikan dalam 21/2 jam berikutnya.

b. Rehidrasi Oral

Rehidrasi oral sangat effektif untuk penggantian cairan pada diare bahkan juga
pada diare yang sedang berlangsung dengan muntah. Rehidrasi oral diberikan
pada dehidrasi ringan/sedang. Pemberian rehidrasi oral diberikan sedikit demi
sedikit sampai mencapai dosis 75cc/kg selama 4-6 jam untuk dehidrasi
ringan/sedang. Jika sudah membaik dilanjutkan dengan 100cc/kg perhari.

4. Dehidrasi hiponatremik dan hiponatremia

Diagnosis hiponatremia harus dibedakan pada kontek hipovolemia, euvolemia


atau hipervolemia untuk menyatakan apakah rendahnya kadar Natrium benar
benar diikuti kadar Na+ tubuh yang rendah. Gejala dan tanda hiponatremia
berhubungan dengan berat dan cepatnya penurunan kadar Na+ serum. Gejala di
sistema syarat pusat meliputi apatis, mual, muntah, sakit kepala, kejang atau
koma. Sedangkan gejala muskuloskeletal berupa kramp dan lemah.

Jadi bayi atau anak dengan dehidrasi hiponatremik tampak sakit berat, karena
kehilangan cairan bersama hiponatremia yang menyebabkan kegagalan sirkulasi
karena pengurangan volume cairan ekstraselluler yang tidak seimbang. Jika
osmolilalitas serum turun maka air akan masuk kedalam sel menyebabkan
disfungsi muskuloskeletal dan sel otak akan mengalami udem. Otak akan
beradaptasi terhadap hiponatremia dengan mendorong cairan interstisiil kedalam
cairan cerebrospinal juga dengan mengubah larutan selluler terutama dengan
Kalium dan asam amino.

Hal yang penting untuk diketahui pada keadaan ini adalah bahwa proses
rehidrasi jangan terlalu cepat melebihi kemampuan otak mengatur larutannya.
Oleh karena itu pada dehidrasi hiponatremia koreksi Natrium+ plasma tidak boleh
melebihi 10-12 mEq/L perhari untuk menghindari pertukaran cairan.

Hiponatremia hipovolemia disebabkan terutama karena diare dan muntah


infeksi pada gastroenteritis karena virus. Sedangkan penyebab lain adalah
kehilangan cairan perkutaneus seperti asites, luka bakar, dan peritonitis.
Euvolemia hiponatremia terjadi pada sindrom karena kelainan sekresi antidiuretik
hormon (ADH). Hiponatremia hipervolemia disebabkan oleh keadaan yang
berhubungan dengan udem seperti pada nefrosis, gagal jantung, sirosis dan gagal
ginjal.

5. Dehidrasi hipernatremik dan hipernatremia

Dehidrasi hipernatremik terjadi apabila jumlah cairan yang keluar lebih


banyak dibanding larutannya atau Na+. Sebetulnya kadar Natrium+ tubuh
mungkin naik atau normal atau bahkan turun, seperti pada hiponatremia, kadar
Natrium+ serum tidak menggambarkan kadar Natrium+ tubuh. Hipernatremia
menyebabkan plasma menjadi hipertonik, sehingga badan akan merespon dengan
mengeluarkan ADH dengan merangsang rasa haus. Individu yang tak bisa
mengeluarkan atau merespon ADH akan cenderung mengalami hipernatremia.

Gejala yang timbul adalah penurunan kesadaran seperti letargi atau bingung,
iritabel seperti berkedipan, refleks meningkat atau bahkan kejang, kadang-kadang
disertai demam dan kulit teraba lebih tebal. Hipertonik ekstrasel akan
menyebabkan air akan keluar dari sel dan sel akan menjadi lebih kecil ukurannya.
Di otak keadaan ini akan menyebabkan berkerutnya jaringan arahnoid sampai
terjadi perdarahan subarahnoid, intradural atau subdural. Apabila keadaan
hipertonik berlanjut maka sel otak akan beradaptasi dengan mengatur osmolar
intraselluler yang disebut proses produk osmolar idiogenik.

Proses menurunkan gardien osmolar ekstraseluler ke intraseluler dapat


melindungi sel dari penyusutan atau berkerut. Untuk mencegah terjadinya udem
otak pada saat dilakukan koreksi plasma hipertonis, perlu diketahui bahwa
peralihan osmoler intraseluler lambat. Oleh karena itu koreksi hipernatremia harus
dilakukan perlahan lahan. Hipernatremia berat ( Na+ > 160 mEq/L) bisa
menyebabkan sekuele (sisa gejala) yang permanen dengan mortalitas yang tinggi
mencapai 10%. Diare yang tadinya iso atau hiponatremia bisa berkembang
menjadi dehidrasi hipernatremia apabila diikuti dengan panas yang lama,
anoreksia, muntah dan masukan cairan yang tidak adekwat. Pada bayi prematur
dengan kemampuan mengatur pemasukan air yang masih kurang, fungsi ginjal
belum sempurna, disertai dengan infeksi saluran cerna serta malabsorpsi sering
terjadi hipernatremia.

C. Gangguan Keseimbangan Elektrolit


Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel
yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan
ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai
elektronetralitas. 1-4 Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan
dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat
menyebabkan banyak gangguan. Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah
penting bagi kelangsungan hidup semua organisme. Pemeliharaan tekanan
osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi
utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+ ), kalium (K+ ), klorida (Cl- ),
dan bikarbonat (HCO3 - ). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam
klinis dikenal sebagai ”profil elektrolit”.
D. Fisiologi Natrium, Kalium Dan Klorida
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas cairan
ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan interstisial.
1. Fisiologi Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa
mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10- 14
mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga
perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium.
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh
keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan
ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel
yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+ K + ). Kadar
natrium dalam cairan ekstrasel dan cairan intrasel dapat dilihat pada Tabel 4.
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara natrium
yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal dari
diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya
melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit. Pemasukan dan
pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq.

Tabel. 4 Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel

Plasma mEq/L Cairan Interstitial Cairan Intraseluler


mEq/L mEq/L
+¿¿
Na 140 148 13
K +¿¿ 4,5 5,0 140
5,0 4,0 1x10−7
Ca2+¿ ¿
1,7 1,5 7,0
Mg 2+¿¿
104 115 3,0
Cl−¿¿
24 27 10
HCO3
1,0 1,2 -
2+¿¿
SO 4 2,0 2,3 107
2−¿ ¿
PO 4 15 8 40
Protein 5,0 5,0 -
Anion Organik

Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang dari
10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L4 .
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan
natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah pengeluaran
keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar pada
lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini
dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di
glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama
dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di
lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi
natrium di urine <1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi
natrium bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-
angiotensin-aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas.
Nilai Rujukan Natrium
Nilai rujukan kadar natrium pada:
- serum bayi : 134-150 mmol/L
- serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- feses : kurang dari 10 mmol/hari
Gangguan Keseimbangan Natrium
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam
tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145
mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas
normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan
hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas

Hiponatremia

Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi
natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada
dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat
yang berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel
seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan.

Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak


dalam jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium
dalam relatif lebih hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin
encer dengan osmolalitas serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001)
memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih dari 10 L air gratis per hari jika
diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini, hiponatremia 7 hampir selalu
merupakan efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas
urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c gravitasi> 1,003).

Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika


< 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka
akan timbul gejala kejang, koma. Antara penyebab terjadinya Hiponatremia
adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli
ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,
nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih
agresif.

Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang


menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit
addison, serta retensi air yang berlebihan (overhidrasi hipo-osmotik) akibat
hormon antidiuretik. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respons fisiologis dari
hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (osmolaritas
urine rendah). Pseudohiponatremia dapat dijumpai pada penurunan fraksi plasma,
yaitu pada kondisi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia, hiperproteinemia dan
hiperglikemia serta kelebihan pemberian manitol dan glisin.

Hipernatremia

Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan


ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan
natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air
oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium
klorida dalam cairan ekstrasel.

Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada


defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air
yang kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible
water loss atau keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol,
diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa
atau manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau
gangguan vaskular.

Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut


meningkatkan relatif terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan
dengan hipernatremia ([Na +]> 145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa
hipernatremia dapat dilihat selama hiperglikemia ditandai atau mengikuti
akumulasi zat osmotik aktif normal dalam plasma. Konsentrasi natrium plasma
dapat benar-benar berkurang karena air diambil dari intraseluler ke kompartemen
ekstraseluler.

Untuk setiap 100 mg peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa plasma,


natrium plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu
merupakan hasil dari baik kerugian relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan
rugi) atau retensi dalam jumlah besar natrium. Bahkan ketika kemampuan
berkonsentrasi ginjal terganggu, haus biasanya sangat efektif dalam mencegah
hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling sering terlihat pada pasien lemah
yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien dengan
gangguan kesadaran.

Pasien dengan hipernatremia mungkin memiliki konten natrium tubuh total


yang rendah, normal, atau tinggi.1 Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan
timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.3
Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien dengan
hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan
hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian.
Gejala berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak
daripada tingkat absolut hipernatremia.

Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak pecah
dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan
kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan
hipernatremia akut ketika plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia
kronis biasanya ditoleransi lebih baik berbanding dengan bentuk akut.
2. Fisiologi Kalium

Kalium adalah kation intraselular yang terbanyak, jadi perubahan akut


dalam serum tidak menggambarkan persediaan kalium total tubuh. Sekitar 98%
jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium
intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar
2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram
berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis
kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan
jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak.

Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial


dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium
cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif
(transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium).

Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang


masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari
jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi
60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium
difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70- 80%) direabsorpsi secara aktif
maupun pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan
klorida di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus
gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.

Nilai rujukan kalium serum pada:

- serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L

- serum anak : 3,5-5,5 mmo/L

- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L

- urine anak : 17-57 mmol/24 jam

- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam

- cairan lambung : 10 mmol/L


Gangguan Keseimbangan Kalium

Perubahan kronis, terutama hipokalemia lebih menggambarkan persediaan


kalium tubuh. Konsentrasi kalium serum diatur di nefron terminal ginjal dan
dikeluarkan juga dengan jumlah sedikit melalui tinja. Rasio kalium intra dan
ekstraselluler merupakan faktor penentu potential listrik di sel membran; hal ini
berperan dalam bangkitan potensial jaringan syaraf dan otot. Gangguan kadar
Kalium+ serum sangat mempengaruhi kelangsungan hidup karena effeknya
terhadap fungsi jantung, yaitu karena peran Kalium+ terhadap irritabilitas
neuromuskuler dan metabolisme sel. Pada asidemia konsentrasi K+ dalam cairan
ekstraseluler meningkat karena sekresi K+ dari dalam sel, dengan perkiraan setiap
penurunan pH 0.1 unit terdapat kenaikan K+ 1 mEq/L, sedangkan pada alkalosis
terjadi sebaliknya.

Hipokalemia

Hipokalemia ialah keadaan kadar kalium serum kurang dari 3 mEq/L. Sering
terjadi pada penyakit saluran cerna seperti muntah muntah atau pengambilan
cairan dari pipa nasogastrik; hal ini disebabkan konsentrasi K+ didalam ciran
lambung sangat tinggi. Hampir semua K+ berada di intraselular maka
hipokalemia bisa disebabkan karena perpindahan transselular yaitu dari serum ke
sel misalnya pada alkalosis akut.

Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :

a. Asupan Kalium Kurang

Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum alkohol yang
berat sehingga jarang makan dan tidak makan dengan baik, atau pada pasien sakit
berat yang tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui mulut atau disertai
oleh masalah lain misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah
kalori pada program menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia.

b. Pengeluaran Kalium Berlebihan

Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna seperti


muntah-muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik, kelebihan hormon
mineralokortikoid primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom bartter atau
sindrom gitelman) atau melalui keringat yang berlebihan.

Diare, tumor kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar menyebabkan


kalium keluar bersama bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah (asidosis
metabolik). Licorice (semacam permen) yang mengandung senyawa yang bekerja
mirip aldosteron, dapat menyebabkan hipokalemia jika dimakan berlebihan.

c. Kalium Masuk ke Dalam Sel

Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2- agonis), paralisis
periodik hipokalemik, dan hipotermia

Manifestasi yang berat sebagai akibat hipokalemia adalah aritmia, eksitabilitas


neuromuskuler (hiporefleksia atau paralysis, penurunan peristaltik atau ileus) dan
rhabdomiosis. EKG adalah pemeriksaan yang bisa memperkirakan gangguan
kalium intraseluler; akan didapat gelombang T datar, pemendekan PR dan QRS
dan akhirnya terdapat gelombang U. Pemberian KCl intravena dilakukan apabila
terjadi aritmia, kelemahan otot yang berat, distress respirasi.

Pemberian intravena ini harus dilakukan bersama monitor jantung yang ketat.
Setelah kadar K+ stabil maka pemberian diganti per oral. Pemberian preparat K+
disesuaikan dengan etilogi. Pada penyakit saluran cerna yang biasanya diikuti
dengan hipofosfatemia maka pemberian K+ desertai dengan garam fosfat.
Sedangkan pada hipokalemia akibat alkalosis metabolik maka KCl yang dipakai.

3. Hiperkalemia

Hiperkalemia ialah keadaan kadar K+ > 5.5 mEq/L. Pada penyakit saluran
cerna hiperkalemia paling sering terjadi pada asidosis metabolik, dengan
perpindahan K+ transselular. Pada asidosis metabolik terjadi perpindahan K+ dari
intraseluler ke ekstraselular (serum) sebagai ganti dari ion Na yang hilang
bersama tinja. Hiperkalemia menyebabkan gejala aritmia jantung, parestesia,
kelemahan otot atau paralisis.

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh :


a. Keluarnya Kalium dari Intrasel ke Ekstrasel

Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan
oleh asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme
jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik, dan
pseudohiperkalemia.

b. Berkurangnya Ekskresi Kalium melalui Ginjal

Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan


hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian
siklosporin atau akibat koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus-kasus yang
mendapat terapi angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium sparing
diuretics

Gambaran EKG menunjukkan gelombang pendek gelombang T tinggi, QT


memendek; hal ini terjadi jika K+ > 6 mEq/L. Jika kadar K+ > 8 mEq/L maka
terjadi penekanan gelombang ST dan pelebaran QRS. Pada penderita dengan
hiperkalemia harus terpasang EKG. Pemberian kalsium intravena sangat
menolong dari ancaman kematian karena hiperkalemia. Waktu pemberian harus
cepat tidak boleh lebih dari 30 menit. Aliran K+ menuju intraseluler dipengaruhi
juga oleh pemberian NaHCO3, glukosa atau insulin. Pemberian natrium
polistirene sulfonat (Kayexalate) sebagai pengubah ion resins bisa diberikan
peroral setelah koreksi intravena. Pada penderita hiperkalemia berat perlu
dilakukan dialisis untuk mengeluarkan K+.

3. Fisiologi Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan
konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada
gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap.
Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat
badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam
cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada
anak-anak dan dewasa.
Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan
interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus
membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan
cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel.
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida
yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang
dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari,
dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung
atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari.
Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran
keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari.
Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal.
Nilai Rujukan Klorida
- serum bayi baru lahir : 94-112 mmol/L
- serum anak : 98-105 mmol/L
- serum dewasa : 95-105 mmol/L
- keringat anak : 2 mmol/24 jam

Hipoklorinemia
Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan.
Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada
alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia, defisit klorida tidak disertai defisit
natrium. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan
retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratorik kronik dengan
kompensasi ginjal.

Hiperklorinemia
Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan
mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab hiperklorinemia sama
dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada kasus dehidrasi,
asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebabkan
karena diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus,
hiperfungsi status adrenokortikal dan penggunaan larutan salin yang berlebihan,
alkalosis respiratorik. Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada
gangguan tubulus ginjal yang luas.

4. Hipokalsemia

Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan


konsentrasi kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion
kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi
otot, pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah, dan metabolisme
tulang, dan kelainan pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan
derangements fisiologis yang mendalam.

Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan


kalsium terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel.
Kalsium juga disekresi ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya
konstan dan independen dari penyerapan. Hingga 80% dari asupan kalsium harian
biasanya hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian besar
ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun dapat
bervariasi dari serendah 50 mg / d ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari
kalsium disaring dan diserap kembali.

Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal proksimal


dan loop menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium
tergantung pada hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium
tergantung pada sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan
reabsorpsi kalsium distal dan dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium urin.
90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya
terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan karena
hipoparatiroidism, kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3
pada gagal ginjal kronik, dan hiperfosfatemia.
Manifestasi dari hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan
kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani
dengan spasme karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda
Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan bronkospasme. EKG dapat
mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT perpanjangan yang mungkin
tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia.

Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung,


hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik
agonis juga dapat terjadi. Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu
kondisi yang gawat darurat karena menyebabkan kejang umum dan henti jantung.
Dapat diberikan 20-30 ml preparat kalsium glukonas 10% atau CaCl 10% dapat
diulang 30-60 menit kemudian sampai tercapai kadar kalsium plasma yang
optimal. Pada kasus kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.

Keseimbangan asam basa

Keasaman tubuh atau pH cairan tubuh normal antara 7.35 -7.45. Jika pH
berada diluar kisaran ini maka salah satu dari 2 cara mekanisme homeostasis akan
melakukan koreksi dengan buffer perubahan pH. Dua mekanisme buffer tersebut
dilakukan melalui paru dan ginjal maka akan terjadi modifikasi rasio tekanan
parsial CO2 (pCO2) ke dalam konsentrasi HCO3. Di dalam plasma sistim asam
karbonat-bikarbonat berpengaruh baik pada pCO2 maupun HCO3. Hubungan ini
dijelaskan dengan rumus dari Henderson-Hasselback; 6.1 adalah negatif logaritma
dari dissosiasi kontanta asam karbonat; sedangkan konsentrasi H2CO3 sering
dinyatakan dengan tekanan parsial CO2 (normal 35-45 mmHg).

Proses homeostasis asam dilakukan dengan basa memakai buffer dengan


mengabsorpsi kelebihan ion H+. Pada mekanisme pertama, pH ditentukan oleh
baik buffer ekstraselluler seperti sistim asam karbonat/ bikarbonat dan serum
protein maupun buffer intraselluler seperti protein, fosfat dan hemoglobin. Pada
mekanisme kedua, pH dipertahankan dengan mengatur pCO2 alveoler. Kadar
pCO2 atau HCO3 yang normal tidak akan selalu menggambarkan pH darah
normal. Sehingga untuk menilai adanya gangguan asam basa, diperlukan
pemeriksaan gas darah arteri atau vena serta kadar elektrolit. Perlu diingat bahwa
bayi mempunyai kadar HCO3 lebih rendah ( 21.5 – 23.5 mEq/L) dibanding orang
dewasa ( 23-25 mEq/L). Gangguan asam basa merupakan akibat gangguan baik
pada pCO2 maupun HCO3, dimana terjadi perubahan produksi asam, buffer asam
atau pengeluaran asam. Perubahan pada HCO3 menyebabkan alkalosis atau
asidosis metabolik; sedangkan perubahan pada pCO2 menyebabkan alkalosis atau
asidosis respiratorik.

Asidosis metabolik

Asidosis merupakan akibat dari bertambahnya asam atau berkurangnya /


hilangnya basa dari cairan tubuh. Asidosis akan memacu respon kompensasi
berupa meningkatnya ventilasi alveolar (alkalosis respiratorik) dan turunnya
pCO2. Adaptasi ini, hiperpnea ( nafas dalam dan tak teratur ), biasanya tidak
diikuti dengan pH menjadi kembali normal, dan terjadi sangat cepat dalam
beberapa menit. Manifestasi klinis dari asidosis adalah penekanan pada kontraktil
miokardium, aritmia, dilatasi arteri, hipotensi, dan bahkan udem paru.

Pemberian natrium bikarbonat adalah satu satunya pilihan pada asidosis


apapun penyebabnya. Ini dilakukan jika kadar HCO3 < 5 mmol/L Bikarbonat
harus ditambahkan pada larutan hipotonis dan diberikan dalam 1 jam.

Rumus untuk penambahan bikarbonat, sebagai berikut:

Mmol bikarbonat = kekurangan bikarbonat x berat dalam kg x 0,3

Pada diare, berat ringannya asidosis tergantung penyebabnya. Pada diare


cair akut HCO3 dalam tinja bisa mencapai 40 mEq/\l, ini menyebabkan asidosis
metabolik derajat sedang sampai berat. Pada saat rehidrasi dibutuhkan
penambahan HCO3 ke dalam cairan intravena. Tapi sebelum menambahkan
HCO3 harus diukur dulu kadar K+ serum, sebab penambahan HCO3 akan
menyebabkan hipokalemia, sehingga akan memperburuk hipokalemia jika
sebelumnya sudah terjadi hipokalemia. Jadi pada pasien dengan asidosis sedang
sampai berat (10 sampai 15 mEq/L) atau pH > 7.2, diperlukan koreksi dehidrasi
dan kehilangan elektrolitnya agar ginjal dapat mengeluarkan kelebihan H+ secara
efektif.

Alkalosis metabolik
Alkalosis adalah keadaan sebagai akibat dari meningkatnya basa atau
hilangnya asam. Keadaan ini akan mengakibatkan hipoksia, perubahan sistim
syaraf pusat, iritabel otot2 dan bisa melanjut ke kejang dan aritmia. Gejala klinis
yang sering terjadi adalah letargi, bingung, iritabel dan kejang. Kadang beberapa
pasien menderita nafas tersengal sebagai usaha mengurangi CO2. Pada penyakit
saluran cerna alkalosis metabolik biasanya terjadi karena kehilangan khlorida dan
asam yaitu pada kasus muntah dan aspirasi nasogastrik dimana pada anak
berhubungan dengan keadaan hipokalemia. Pada pasien demikian kadar khlorida
urin dibawah 20 mEq/L.

Terapi dipusatkan pada pengobatan penyebab utamanya. Pada alkalosis


derajat sedang sampai berat pemberian Cl- akan memacu ginjal untuk
mengeluarkan kelebihan basa. Pada alkalosis berat pemberian asam hidrochloride
mungkin dibutuhkan. Alternatif lain adalah pemberian ammonium klorid atau
arginin mono klorid walaupun kontraindikasi pada penyakit hepar dan ginjal.
Pada muntah dan aspirasi nasogastrik pemberian garam klorida 1-2 mEq/kg per
hari dianjurkan. Karena alkalosis biasanya disertai dengan hipokalemia maka
keadaan hipokalemia ini harus segera dikoreksi.

Asidosis respiratorik

Asidosis respiratorik adalah keadaan yang disebabkan karena meningkatnya


pCO2 dan penurunnya pH plasma secara cepat. Keadaan ini biasanya bukan
karena penyakit saluran cerna, tetapi bisa terjadi jika ada penyakit penyerta seperti
obstruksi jalan nafas. Pengelolaan asidosis respiratorik banyak ditujukan ke
penyakit penyebabnya tidak diperlukan pemberian alkali.

Alkalosis respiratorik

Alkalosis respiratorik adalah keadaan yang disebabkan oleh menurunnya


pCO2 karena hiperventilasi. Penyakit saluran cerna tidak menyebabkan keadaan
ini kecuali disertai keadaan hiperventilasi.

Pemeriksaan Laboratorium
Bahan Pemeriksaan

Pemeriksaan dapat dilakukan pada sampel whole blood, plasma, serum, urine,
keringat, feses, dan cairan tubuh. Pemeriksaan pada whole blood biasanya
dilakukan bersama dengan pemeriksaan pH dan gas darah dan harus segera
diperiksa (kurang dari 1 jam). Sampel serum, plasma atau urine dapat disimpan
pada refrigerator dalam tabung tertutup pada suhu 20C - 8 0C dan dihangatkan
kembali pada suhu ruangan (150C -300C) sebelum diperiksa. 14 Sampel feses
harus cair, disaring dan diputar (sentrifugasi) sebelum dilakukan pemeriksaan

Metode Pemeriksaan

1. Pemeriksaan dengan Metode Elektroda Ion Selektif (Ion Selective


Electrode/ISE)

Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan klorida dengan metode elektroda ion
selektif (Ion Selective Electrode/ISE) adalah yang paling sering digunakan. Data
dari College of American Pathologists (CAP) pada 5400 laboratorium yang
memeriksa natrium dan kalium, lebih dari 99% menggunakan metode ISE.
Metode ISE mempunyai akurasi yang baik, koefisien variasi kurang dari 1,5%,
kalibrator dapat dipercaya dan mempunyai program pemantapan mutu yang baik.

ISE ada dua macam yaitu ISE direk dan ISE indirek. ISE direk memeriksa
secara langsung pada sampel plasma, serum dan darah utuh. Metode inilah yang
umumnya digunakan pada laboratorium gawat darurat. Metode ISE indirek yang
diberkembang lebih dulu dalam sejarah teknologi ISE, yaitu memeriksa sampel
yang sudah diencerkan.

- Prinsip Pengukuran

Prinsip Pengukuran Pada dasarnya alat yang menggunakan metode ISE untuk
menghitung kadar ion sampel dengan membandingkan kadar ion yang tidak
diketahui nilainya dengan kadar ion yang diketahui nilainya. Membran ion
selektif pada alat mengalami reaksi dengan elektrolit sampel. Membran
merupakan penukar ion, bereaksi terhadap perubahan listrik ion sehingga
menyebabkan perubahan potensial membran. Perubahan potensial membran ini
diukur, dihitung menggunakan persamaan Nerst, hasilnya kemudian dihubungkan
dengan amplifier dan ditampilkan oleh alat.

2. Pemeriksaan dengan Spektrofotometer Emisi Nyala (Flame Emission


Spectrofotometry/FES)
Spektrofotometer emisi nyala digunakan untuk pengukuran kadar natrium dan
kalium. Penggunaan spektrofotometer emisi nyala di laboratorium berlangsung
tidak lama, selanjutnya penggunaannya dikombinasi dengan elektrokimia untuk
mempertahankan penggunaan dan keamanan prosedurnya.

Prinsip pemeriksaan spektrofotometer emisi nyala adalah sampel diencerkan


dengan cairan pengencer yang berisi litium atau cesium, kemudian dihisap dan
dibakar pada nyala gas propan. Ion natrium, kalium, litium, atau sesium bila
mengalami pemanasan akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu (natrium berwarna kuning dengan panjang gelombang 589nm, kalium
berwarna ungu dengan panjang gelombang 768 nm, litium 671 nm, sesium 825
nm). Pancaran cahaya akibat pemanasan ion dipisahkan dengan filter dan dibawa
ke detektor sinar. 14 pectrofotometry/FES)

3. Pemeriksaan dengan Spektrofotometer berdasarkan Aktivasi Enzim


Prinsip pemeriksaan kadar natrium dengan metode spektrofotometer yang
berdasarkan aktivasi enzim yaitu aktivasi enzim beta-galaktosidase oleh ion
natrium untuk menghidrolisis substrat o-nitrophenyl-βD-galaktipyranoside
(ONPG). Jumlah galaktosa dan onitrofenol yang terbentuk diukur pada panjang
gelombang 420 nm. 14 Prinsip pemeriksaan kalium dengan metode
spektrofotometer adalah ion K+ mengaktivasi enzim tryptophanase. 14 Prinsip
pemeriksaan klorida dengan metode spektrofotometer adalah reaksi klorida
dengan merkuri thiosianat menjadi merkuri klorida dan ion thiosianat. Ion
thiosianat bereaksi dengan ion ferri dan dibaca pada panjang gelombang 480 nm
4. Pemeriksaan dengan spektrofotometer atom serapan (Atomic Absorption
Spectrophotometry/ AAS)
Prinsip pemeriksaan dengan spektrofotometer atom serapan adalah teknik
emisi dengan elemen pada sampel mendapat sinar dari hollow cathode dan cahaya
yang ditimbulkan diukur sebagai level energi yang paling rendah. Elemen yang
mendapat sinar dalam bentuk ikatan kimia (atom) dan ditempatkan pada ground
state (atom netral). Metode spektrofotometer atom serapan mempunyai
sensitivitas spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan metode spektrofotometer
nyala emisi.
5. Pemeriksaan Kadar Klorida dengan Metode Titrasi Merkurimeter
Prinsip: Spesimen filtrat yang bebas protein dititrasi dengan larutan merkuri
nitrat, dengan penambahan diphenylcarbazone sebagai indikator. Hg2+ yang
bebas, bersama klorida membentuk larutan merkuri klorida yang tidak
terionisasi14 . Kelebihan ion Hg2+ bereaksi dengan diphenylcarbazone
membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Titik akhir dari titrasi adalah
saat mulai timbul perubahan warna.
6. Pemeriksaan Kadar Klorida dengan Metode Titrasi Kolorimetrik-
Amperometrik
Prinsip pemeriksaan kadar klorida dengan metode titrasi kolorimetrik-
amperometrik bergantung pada generasi Ag+ dari elektroda perak yang konstan
dan pada reaksi dengan klorida membentuk klorida perak tang tidak larut. Interval
waktu yang digunakan sebanding dengan kadar klorida pada sampel.

Sumber

Jufri,M. 2004. Artikel Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada


Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit
Saluran Cerna. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Rasyida, Diya.2017. Skripsi Gangguan Keseimbangan dan elektrolit. Faskultas


Kedokteran Udayana.

Yaswir, Rismayanti, Ira Ferawati. Jurnal FK Unand . Padang

Anda mungkin juga menyukai