Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Pandemi virus Corona memang menjadi permasalahan yang sangat pelik di bidang
kesehatan seluruh dunia. Mengingat persebarannya yang sangat cepat, tentu saja menjadi
kekhawatiran bagi berbagai pihak hingga lapisan masyarakat. Bukan hanya sebagai masalah
di bidang kesehatan saja. Adanya kasus virus Corona yang melanda sejumlah negara juga
mempengaruhi pergerakan dan pertumbuhan ekonomi secara global. Sehingga
menimbulkan masalah krisis ekonomi global termasuk di indonesia. Sehingga penanganan
vius corona baru ini memerluka kerja sama dari seluruh kalangan masyarakat dan
pemerintah. Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah dinyatakan oleh WHO sebagai
pandemic dan Pemerintah Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) telah menyatakan COVID-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang
wajib dilakukan upaya penanggulangan. Dalam rangka upaya penanggulangan dilakukan
penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama


pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sebagai bentuk perlindungan terhadap kesehatan
masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat sehingga wabah dan
kedaruratan kesehatan masyarakat COVID-19 dapat segera diatasi. Kekarantinaan
kesehatan dilakukan melalui kegiatan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan
masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang, dan/atau iingkungan, serta respons
terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekarantinaan
kesehatan. salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan berupa Pembatasan Sosial Berskala
Besar.

Penyebaran COVID-19 di Indonesia saat ini sudah semakin meningkat dan meluas
lintas wilayah dan lintas negara yang diiringi dengan jumlah kasus dan/atau jumlah
kematian. Peningkatan tersebut berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan, dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, sehingga
diperlukan percepatan penanganan COVID-19 dalam bentuk tindakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam rangka menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas. Tindakan
tersebut meliputi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang
diduga terinfeksi COVID-19 termasuk pembatasan terhadap pergerakan orang dan/atau
barang untuk satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu untuk mencegah penyebaran
COVID-19. Pembatasan tersebut paling sedikit dilakukan melalui peliburan sekolah dan
tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat
atau fasilitas umum.

Dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, Indonesia telah


mengambil kebijakan untuk melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang pada
prinsipnya dilaksanakan untuk menekan penyebaran COVID-19 semakin meluas, yang
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan
sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.
Kebijakan tersebut dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19).

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala


Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
mengatur bahwa Menteri Kesehatan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
berdasarkan usul gubernur/bupati/walikota atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam
Peraturan Pemerintah tersebut, Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi
peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala
Besar telah ditetapkan oleh Menteri, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan
memperhatikan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan.

Coronavirus sebenarnya sudah ada sejak tahun 1930-an. Corona adalah suatu kelompok
virus yang bisa menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Nama corona sendiri
diambil dari bahasa Latin yang berarti mahkota karena virus ini berbentuk seperti mahkota.
Jenis-jenis virus corona yang menginfeksi manusia bervariasi bergantung pada seberapa
parah penyakit yang ditimbulkan dan seberapa jauh penyebarannya. Namun, kini ada 7 jenis
coronavirus yang dikenal dapat menginfeksi manusia, yaitu:

1. Human coronavirus yang terdiri dari 229E (alpha coronavirus), NL63 (alpha
coronavirus), OC43 (betha coronavirus), dan HKU1 (betha coronavirus)
2. MERS-CoV yang menyebabkan penyakit MERS (Middle East Respiratory Syndrome)
3. SARS-CoV yang menyebabkan penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
4. SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19

Beberapa jenis virus ini dapat menyebabkan timbulnya infeksi saluran pernapasan mulai
dari batuk, pilek, hingga masalah yang lebih serius. Di antara satu sama lain, virus ini
memiliki kemiripan dalam morfologi dan struktur kimia. Umumnya, virus corona ditemukan
dalam spesies mamalia. Sebagian infeksi akibat virus corona, termasuk MERS dan SARS
berasal dari kelelawar. Pada kasus infeksi MERS-CoV, ketika air liur atau urine kelelawar
yang membawa virus termakan unta, maka unta akan terinfeksi dan menjadi perantara.

Masa Inkubasi dan Gejala

Masa inkubasi virus ini adalag dua hingga 14 hari. Awalnya, gejala virus corona mirip dengan
flu, yakni demam yang disertai batuk. Jika infeksi bertambah parah, pasien akan mengalami
kesulitan bernapas lalu kegagalan fungsi paru-paru yang bisa berakibat kematian. Di
Indonesia sendiri, pemerintah telah menunjuk 100 rumah sakit rujukan jika seseorang
merasa memiliki gejala infeksi virus corona.

Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan
COVID-19

Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan


Penanganan COVID-19 adalah kelanjutan dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487).

PSBB dalam Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19 adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana
juga dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19).

Sebagaimana kita ketahui saat ini dunia tengah menghadapi krisis dan wabah
Pandemi Corona Virus Disease 2019 dengan jumlah kematian dan kasus infeksi yang
melebihi satu juta orang sehingga memiliki dampak serius terhadap berbagai aspek
kehidupan, dan cilakanya juga sampai saat ini belum ada treatmen, obat, antivirus dan
serum untuk Pandemi Coronavirus.

Organisasi Kesehatan Dunia dan negara-negara di dunia hanya memiliki tritmen


pembatasan sosial dengan physical distancing (membuat jarak fisik antar individu), protokol-
protokol kesehatan dan sebagainya yang pada akhirnya juga berujung pada penguatan
antibodi masing-masing individu dalam menghadapi COVID-19. Kebingungan merebak
dimana-mana, antara yang patuh dengan protokol kesehatan ataupun yang
mengabaikannya, dan sebagainya. Pencarian tritmen dan pengobatan Corona Virus menjadi
ajang yang sangat serius dan dibutuhkan masyarakat dunia saat ini.

Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan


Penanganan COVID-19 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020 oleh Menteri
Kesehatan Terawan Agus Putranto. Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam
rangka Percepatan Penanganan COVID-19 diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020
oleh Dirjen PUU Kemenkumham RI Widodo Ekatjahjana.

LATAR BELAKANG

Pertimbangan dalam Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19 adalah:

1. bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dengan jumlah kasus
dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas
negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia;
2. bahwa dalam upaya menekan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
semakin meluas, Menteri Kesehatan dapat menetapkan pembatasan sosial berskala
besar;
3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19);

TANGGAPAN MENGENAI PMK Nomor 9 TAHUN 2020

Virus corona jenis baru mulai menjadi perhatian masyarakat dunia setelah pada 20 Januari
2020, otoritas kesehatan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, mengatakan tiga orang
tewas di Wuhan setelah menderita pneumonia yang disebabkan virus tersebut. Penyebaran
virus ini sangat cepat sehingga berdampak pada isolasi kota Wuhan. Di Indonesia sendiri
mulai terjangkit pada maret bulan lalu, saat presiden Joko Widodo mengumumkan tepatnya
pada 3 Maret 2020 bahwa dua warga negara Indonesia (WNI) positif terjangkit virus corona
novel (COVID-19) usai melakukan kontak dengan seorang warga negara (WNA) Jepang yang
juga terinfeksi corona.

Dan dari saat itu dengan cepat virus ini menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia terutama
Jakarta, Depok, Bogor Bekasi dan Bandung yang menjadi zona merah. Dampak dari pandemi
ini tidak hanya pada kesehatan, selain telah merengut banyak nyawa, virus ini juga
menyebabkan dampak yang buruk terhadap perekonomian di Indonesia, terutama yang
paling merasakan dampak adalah kalangan menengah kebawah. Selain itu pengaruh dari
pandemi ini meliputi pendidikan, sosial, bahkan keagamaan yang cukup membuat polemik
di kalangan masayarakat.

Dampak terhadap pendidikan dengan ditiadakan kegiatan belajar di sekolah mulai dari TK
sampai perguruan tinggi, ditiadakannya UN serta pembelajaran melaui daring. Dampak pada
sosial dan ekonomi adalah dilarangnya mengadakan perkumpulan-perkumpulan bahkan
untuk warung dan kafe di batasi bahkan di tutup oprasionalnya, para pedagang kecil yang
kehilangan penghasilan.

Hal-hal tersebut merupakan dampak yang terjadi karena di berlakukannya Permenkes no 9


Tahun 2020, hal ini merupakan dampak negatif dari di berlakukannya sosial distancing,
namun dampak positif yang terjadi dari di berlakukannya kebijakan sosial distencing adalah
harapan dapat dengan segera memutus mata rantai penyebaran Virus ini. Hal ini dapat
terwujud dengan dukungan dari berbagai kalangan baik pemerintah pusat dan daerah,
masyarakat dan medis. Kedisiplinan dan kepatuhan terhadap aturan yang di berlakukan
merupakan poin penting dalam terwujudnya kehidupan yang sehat dan normal seperti
sebelum terdampak pandemi ini.

Dengan di keluarkan permenkes 9 Tahun 2020 tersebut, tak lepas dari perhatian pemerintah
pusat maupun daerah mengenai dampak negatif dari aturan tersebut, terutama pada
masyarakat kalangan menengah kebawah yang mengalami dampak paling berat dari
peraturan tersebut, karena pokok utama perekonomian mereka terhambat, satu sisi
masalah kesehatan yang semakin menyebar bila tidak diputus mata rantai penyebarannya,
disisilain sebagian besar kalangan kehilangan sumber perekonomian terutama untuk
pedagang-pedagang kecil, dan hal ini baiknya menjadi perhatian pemerintah sebelum
memberlakukan aturan tersebut.

PENANGGULANGAN DAMPAK SOSIAL DISTANCING

Memang dalam mengadapi polemik ini bukan hanya persoalan pemerintah saja, namun
menjadi permsalahan seluruh rakyat Indonesia untuk saling membantu, bahu membahu
dalam menghadapi pandemi yang sedang terjadi sekarang diantaranya saran yang kelompok
kami kemukakan adalah:

1. Adanya perhatian dari pemerintah pusat baik dalam hal membantu dan mendukung
pengadaan alkes dan kebutuhan Medis lainnya.
2. Serta perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah untuk kalangan masyarakat
menengah kebawah, sehingga tidak menimbulkan polemik lain seperti kelaparan dan
kekurangan gizi, dengan memberikan kompensasi kebutuhan pokok dll,
3. Memantau harga-harga medis dan sembako sehingga tidak terjadi kenaikan harga
yang di atas batas normal bakhan sampai kelangkaan.

Anda mungkin juga menyukai