Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makanan merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung


penyembuhan pasien di RS. Makanan yang diberikan tidak hanya harus
memenuhi unsur gizi tetapi juga unsur keamanannya, dalam arti harus bebas dri
komponen-komponen yang menyebabkan penyakit sesuai dengan peraturan
pemerintah nomor 28tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi makanan
(Kemenkes RI, 2013).
Keamanan makanan adalah kondisi dan upaya yangdiperlukan untuk
mencegah makanan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan, sehingga
menjadi hal yang mutlah harus dipenuhi dalam proses pengolahan makanan di
rumah sakit. Makanan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang
disebut foodborn disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat
mengkonsumsi makanan yang mengandung atau tercemar bahan/ senyawa
beracun atau organisme pathogen (Kemenkes RI, 2013).
Keamanan pangan menurut Join FAO/WHO Expert Committe of Food
Safety adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama produksi,
pengolahan, penyimpanan, distribusi, dan penyiapan makanan untuk memastikan
bahwa makanan tersebut aman, bebas penyakit, sehat, dan baik untuk konsumsi
manusia. Makna keamanan pangan di Indonesia tidak cukup hanya diartikan
sebagai bebas dari tiga macam cemaran, tapi juga harus bebas dari cemaran yang
dapat menyebabkan pangan menjadi tidak halal yang dapat mengganggu
ketenangan batiniah (Sulaeman dan Syarief 2007).
Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point) yaitu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta
adanya tuntutan dalam pasar bebas telah dikembangkan suatu sistem jaminan
mutu oleh Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang
telah diakui secara internasional. Secara umum konsep HACCP ini merupakan
suatu sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin
mutu sejak bahan baku hingga produk akhir (Sudarmaji, 2008).
Salah satu pelayanan yang harus diberikan pengawasan dengan baik dan
tepat pada penyelenggaraan makanannya adalah rumah sakit. Pelayanan gizi di
rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan kondisi pasien dan

1
berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi
pasien sangat berpengaruh terhadap penyembuhan penyakit, sebaliknya proses
perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap gizi pasien. Proses
penyembuhan dapat berjalan dengan baik bila pemenuhan kebutuhan gizi pasien
tercukupi (Depkes, 2007)
Makanan yang disajikan di rumah sakit kepada pasien memerlukan
resiko tinggi terkena bahaya, baik itu biologi, kimia atau fisik. Makanan yang
disajikan di rumah sakit terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayur, buah dan makanan selingan. Salah satu tugas Instalasi Gizi adalah sebagai
penyelenggaraan makanan yang melayani makan bagi pasien. Pasien merupakan
orang yang rentan terhadap bahaya kontaminan sehingga perlu adanya sistem
penyelenggaraan makanan yang higienis dan aman (Depkes, 2007).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilaksanakan pemantauan
terhadap mutu keamanan pangan dengan menggunakan HACCP pada salah satu
produk makanan yang diolah di RSI Sultan Agung Semarang yaitu asam buncis
wortel labu siam yang merupakan menu sayur yang digunakan pada menu VI
sore. Tujuan dari penerapan HACCP ini adalah untuk menganalisis dan
mengevaluasi proses pengolahan asam buncis wortel labu siam sehingga dapat
memberikan kepuasan dan jaminan mutu pada pasien terhadap produk (menu)
yang dihasilkan.
B. Rumusan Masalah
Apakah produk asam asam buncis wortel labu siam yang diproduksi
sudah melalui tahap pengawasan mutu (HACCP) ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum mengetahui penerapan HACCP dari proses penerimaan,
penyimpanan, pengolahan dan distribusi asam asam buncis wortel labu siam.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan produk sapo putih telur


b. Mendeskripsikan identifikasi bahaya dan cara penanggulangan
c. Mendeskripsikan penerapan CCP
d. Mendeskripsikan penetapan batas kritis
e. Mendeskripsikan pemantauan CCP
f. Mendeskripsikan menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan
CCP

D. Manfaat
2
1. Bagi Institusi
Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk meningkatkan mutu dan
pelayanan makanan bagi konsumen dalam hal ini pasien khususnya untuk
produk sapo putih telur di RSI Sultan Agung Semarang.
2. Bagi Pasien
Pasien terhindar dari bahaya makanan
2. Bagi Peneliti
Mampu mengaplikasikan teori Hazard Analysisi Critical Point
(HACCP) yang diperoleh dibangku perkuliahan sehingga dapat lebih
memahami penerapan HACCP.

3
PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP)
PADA PRODUKSI SAPO PUTIH TELUR DI RUMAH SAKIT
ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan
agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana, instruksi,
pedoman, standar, peraturan dan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya agar
mencapai tujuan yang diharapkan (Depkes, 2005).
Pengawasan mutu adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa
proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Kegiatan pengawasan mutu adalah mengevaluasi kinerja nyata proses
dan membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan. Hal tersebut meliputi
semua kegiatan dalam rangka pengawasan rutin mulai dari bahan baku, proses
produksi hingga produk akhir. Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai
sasaran dikembangkannya peraturan di bidang proses sehingga produk yang
dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan masyarakat dan konsumen
(Puspitasari, 2004).
Salah satu bentuk dalam penyelenggaraan makanan adalah pengawasan
mutu makanan. Pengawasan mutu makanan yang dilakuakan adalah
menggunakan metode (Hazard Analysis Critical Control Poin) HACCP. Konsep
HACCP merupakan suatu metode manajemen keamaanan makanan yang
sistematik dan didasarkan pada prinsip–prinsip yang sudah dikenal yang di
tunjukkan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya) yang dapat terjadi pada setiap
tahapan dalam rantai persediaan bahan makanan, dan tindakan pengendalian yang
ditetapkan untuk mencegah munculnya hazard tersebut.
Metode ini sangat logis untuk mengkaji semua tahapan di dalam produksi
makanan mulai dari tahapan penanaman sampai konsumen termasuk semua
proses diantaranya dan aktifitas pendistribusian (Mortimore Dan Ewllance, 2005).
Penerapan metode HACCP untuk pengolahan bahan makanan di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang sudah dipakai, namun belum diterapkan
dengan benar. Sehingga petugas perlu memperhatikan dan memahami setiap
proses dalam pencegahan hazard pada bahan makanan yang akan diberikan
kepada konsumen atau yang dibutuhkan oleh konsumen untuk memenuhi
kebutuhan.

4
Tabel 1. Pengelompokkan Produk Berdasarkan Bahaya
Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya
A Makanan non-steril untuk konsumen resiko tinggi (pasien dan golongan resiko
tinggi)
B Makanan yang mengandung bahan/ ingridient yang SENSITIF terhadap bahaya
biologis, kimia, atau fisik
C Di dalam proses pengolahan makanan TIDAK terdapat tahap yang dapat
membunuh mikroorganisme berbahaya atau mencegah/menghilangkan bahaya
kimia/ fisik

D Makanan kemungkinan mengalami PENCEMARAN KEMBALI setelah


pengolahan SEBELUM pengemasan /penyajian
E Kemungkinan dapat terjadi KONTAMINASI KEMBALI atau penanganan yang
salah SELAMA distribusi, penanganan oleh konsumen ,sehingga makanan
menjadi berbahaya bila di konsumsi.
F Tidak ada proses pemanasan setelah pengemasan/ penyajian atau waktu yang
dipersiapkan di tingkat konsumen yang dapat memusnahkan/menghilangkan
BAHAYA BIOLOGIS
Atau tidak ada cara bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan, atau
menghancurkan BAHAYA KIMIA atau FISIK
A. Penerapan Hazard Analysis Critical Points (HACCP)Pada Produksi Sapo
Putih Telur
Tabel 2. Deskripsi Produk Sapo Putih Telur
Nama Produk Sapo putih telur
Waktu pemasakan ± 45 menit
Komposisi Bahan utama : Putih telur, sawi sendok, dan jamur
kuping.
Bahan tambahan : Bawang merah, bawang bombay, jahe,
merica, garam dan gula.
Bahan lain : Minyak kelapa sawit
Pengemasan primer Piring kecil
Pengemasan sekunder Plastik wrap
Kondisi penyimpanan Di wadah yang tertutup rapat
Cara distribusi Sapo putih telur didistribusikan menggunakan trolley
yang tertutup
Masa kadaluarsa I hari

5
Deskripsi proses a. Putih telur, sawi sendok, dan jamur kuping dipesan
melalui rekanan dan dilakukan penerimaan bahan
makanan.
b. Telur ayam, sawi sendok dan jamur kuping yang
diterima sesuai dengan spesifikasi bahan makanan
yang telah di tetapkan oleh Instalasi Gizi.
c. Bahan lain yang digunakan dalam pengolahan sapo
putih telur adalah bawang bombay, bawang putih,
merica, jahe, gula, garam garam, dan minyak kelapa
sawit. Bahan- bahan tersebut merupakan bahan
makanan kering yang telah tersedia di gudang
penyimpanan bahan makanan kering dan tidak
dilakukan penerimaan pada hari itu.
d. Sapo putih telur yang terdiri dari putih telur sudah
bersih dari kulitnya, dan sawi sendok serta jaur
kuping kemudian dicuci dengan air mengalir. Jamur
kuping direndam dengan air bersih hingga
mengembang. Kemudian, bumbu-bumbu ditumbuk
kasar lalu dicampurkan merica.
e. Bumbu ditumis, kemudian putih telur, jamur kuping
dimasukkan ke dalam tumisan bumbu, setelah itu
sawi dimasukkan. Tunggu sampai sapo putih telur
matang ± ¾ jam kemudian diangkat dan disimpan
disuhu ruang untuk kemudian dilakukan
pendistribusian.

Persyaratan konsumen Pasien


Konsumen tujuan Pasien rawat inap kelas VIP dan VVIP Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang pada hari Sabtu, 4 April
2014
Cara penyiapan Sapo putih telur disiapkan di tempat mangkok sedang
kemudian dibungkus dengan plastik wrap.

6
B. Identifikasi Bahaya
Nama Masakan : Sapo Putih Telur
Tabel 3. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya Pada Sapo Putih Telur

No. BAHAN MENTAH BAHAYA JENIS BAHAYA CARA PENCEGAHAN


M/K/F
1. Putih telur Biologis Salmonella Dimasak hingga matang dengan suhu ± 100°C selama 15 menit

Fisik Pecahan Memotong putih telur dengan hati-hati

2. Sawi sendok Biologis e.coli dan salmonella Memasak sayuran dengan suhu ± 100°C selama 15 menit
thypi
Fisik Tanah, serangga Dicuci dengan air mengalir ditempat pencucian sayuran

Kimia Pestisida Memasak sayuran dengan suhu ± 100°C selama 15 menit

3. Jamur kuping Biologis Streptococcus Disimpan disuhu yang tidak lembab


thermopillus
Fisik Sisa tali rafia atau Dicuci yang bersih
plastik
4. Bawang merah Mikrobiologis Ulat bawang, S. Pembersihan dari tanah dan akar yang masih tersisa.
litura dan S. exigua Disimpan di tempat yang kering dan terpisah dari bahan makanan lainnya.
Thrips.
jamur Alternaria
porii

7
Kimia Pestisida Saat pencucian bahan menggunakan air mendidih, air mengalir, maupun ozon terlarut,
pembersihan, pengupasan, dan pemotongan bagian akar maupun kulit terluar, pencelupan
dalam air panas serta jauhkan dari benda yang berbau tajam
Fisik Kulit, akar, dan Teliti saat pembersihan, dan hati-hati saat pemasakan
tanah
5. Bawang Bombay Mikrobilogis Jamur Dibersihkan dari kulit luarnya, kemudian dicuci menggunakan air bersih yang mengalir
Kimia Pestisida Saat pencucian bahan menggunakan air mengalir, pembersihan, pengupasan, dan
pemotongan bagian akar maupun kulit terluar. Pemilihan bahan sesuai dengan s
Fisik Kulit, plastik, tanah Teliti saat pembersihan, dan hati-hati saat pemasakan
dan akar.

4. Merica f isik Kerikil kecil Teliti saat pemilihan, pembersihan, dan hati-hati saat pemasakan
5. Jahe Fisik Sisa kulit kering, Teliti saat sortasi dan hati-hati saat pemasakan
tanah
6. Gula pasir Fisik Semut atau serangga Simpan diwadah tertutup tanpa udara
7. Garam Kimia Logam berat Teliti saat membeli, penyortiran bahan sesuai spesifikasi yang sudah bersertifikasi SNI
8.
Teliti saat pemilihan, pembersihan, dan hati-hati saat pemasakan
10. Minyak goreng Kimia Hasil dari reaksi Disimpan ditempat yang tidak terkena sinar matahari langsung, disimpan di tempat yang
oksidasi sejuk, tidak disimpan di tempat yang korosif.

8
C. Kategori resiko
Tabel 4. Kategori Resiko Makanan
KATEGORI KARAKTERISTIK KETERANGAN
RESIKO BAHAYA
0 0 (tidak ada bahaya) TIDAK mengandung bahaya A s.d. F
I (+) Mengandung SATU bahaya B s.d. F
II (++) Mengandung DUA bahaya B s.d. F
III (+++) Mengandung TIGA bahaya B s.d. F
IV (++++) Mengandung EMPAT bahaya B s.d. F
V (+++++) Mengandung LIMA bahaya B s.d. F
VI A+ (katagori khusus) Katagori resiko paling tinggi(semua makanan yang
mengandung BAHAYA A, baik DENGAN/TANPA
bahaya
B-F

Tabel 5. Analisis Resiko Bahaya Masakan Sapo putih telur


No. Bahan Kelompok bahaya Kategori resiko
A B C D E F

Produk sapo putih √ √ √ √ VI


telur
1. Putih telur √ √ VI
2. Sawi sendok √ √ VI
3. Jamur kuping √ √ VI
3. Bawang putih √ √ VI
4. Merica √ √ VI
5. Jahe √ √ VI
6. Gula pasir √ √ VI
7. Garam √ √ VI

9
D. Diagram Alir Proses Sapo Putih Telur
Putih telur, sawi,
K
jamur kuping
Bawang putih,
eterangan gula pasir dan
Jahe Merica
Bwang bombay, garam

pensortiran
pensortiran pensortiran

pencucian
pengupasan pengupasan

Perendaman
pencucian pencucian

Ditumbuk kasar Dimemarkan


Penumisan

Pemasakan

Pendistribusian

Keterangan :
: Bahan Makanan

: Tahap proses

Gambar1. Diagram alir produksi

10
E. Penetapan CCP
CCP atau titik kendali kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapatditerapkan dan bahaya keamanan pangandapat
dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampaikebatas yang dapat diterima. Pada
setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya. Maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan
diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision
tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin munul dalam
suatu langkahproses dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasibahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk menghindari
kontaminasi silang.

P1. Apakah terdapat bahaya dalam bahan baku ini?

Ya Tidak bukan CCP

P2. Apakah proses atau konsumen akan menghilangkan bahaya tersebut?

Ya Tidak CCP

P3. Apakahada resiko kontaminasi silang terhadap pasilitas atau produk lain yang tidak dapat di kendalikan?

Tidak Ya CCP

Bukan CCP

Gambar 1. Decision Tree untuk penetapan CCP pada bahan baku

P1. Apakah terdapat bahaya pada tahap proses ini ?

Ya tidak (bukan CCP

P2. Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut ?

Ya tidak ( bukan CCP)

P3. Apakah proses ini dirancang khusus untuk menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai aman?

Tidak Ya (CCP)

P4. Apakah bahaya dapat meningkat sampai batas tidak aman ?

Ya tidak (bukan CCP)

P5. Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya ?

Ya (bukan CCP) Tidak (CCP)

Gambar 2. Decision Tree untuk penetapan CCP pada pengolahan

11
1. CCP Bahan
Tabel 6. Decision Tree untuk penetapan CCP pada bahan baku
No Bahan P1 P2 P3 Keterangan (CCP/ bukan CCP)

1 Putih telur Ya Tidak Bukan CCP


2 Sawi sendok Ya Tidak Bukan CCP
3 Jamur kuping Ya Tidak Bukan CCP
4 Bawang putih Ya Tidak Bukan CCP
5 Bawang Ya Tidak Bukan CCP
Bombay
6 Merica Ya Tidak Bukan CCP
7 Jahe Ya Tidak Bukan CCP
8 Gula pasir Ya Tidak Bukan CCP
9 Garam Ya Tidak Bukan CCP
10 Minyak kelapa Ya Tidak Bukan CCP
sawit

No Proses P1 P2 P3 P4 P5 Keterangan
(CCP/ bukan CCP)
1. Pencucian Ya Ya Ya CCP
2. Penghalusan Ya Ya Tidak Ya Tidak CCP
3. Penumisan bumbu Ya Ya Ya CCP
4. Pencampuran bahan Ya Ya Tidak Ya Tidak CCP
dengan bumbu dalam air
(pemasakan)
5. Penyajian Ya Ya Tidak Ya Tidak CCP
6. Pendistribusian Ya Ya Tidak Ya Tidak CCP
2. CCP Proses
Tabel 7. Decision Tree untuk penetapan CCP pada tahapan proses

Tabel 8. Penetapan Batas kritis


CCP BATAS KRITIS
Pencucian bawang bombay, bawang putih, jahe Air yang digunakan bersih, tidak berwarna
dan merica. dan airnya mengalir.
Menggunakan peralatan yang bersih
Pemasakan sapo putih telur Suhu pemasakan ± 100°C
Waktu pemasakan sampai bahan makanan
matang ± 45 menit
Higyne petugas
Menggunakan peralatan yang bersih dan
APD lengkap

12
Operasional Matrik Rencana HACCP

Tabel 9. Matrik Rencana HACCP

CCP Bahaya Cara Pengendalian Pemantauan Tindak Koreksi


Pencucian bawang Fisik Mencuci dengan air yang Inspeksi bahan dari persiapan Bahan – bahan mentah yang digunakan sudah bersih dan di cuci menggunakan air yang
bombay, bawang putih, (Tanah, mengalir, alat yang hingga pengolahan mengalir.
jahe. Merica kerikil) digunakan untuk mencuci Memberi checklist pada petugas
bersih. apakah sudah mencuci dengan baik
Mengambil dan membuang dan benar atau belum.
kerikil
Pencucian sapo putih Fisik Mencuci bahan makanan Mengontrol kegiatan pencucian Menghilangkan cemaran fisik, Bahan makanan di cuci sebelum di gunakanan.
telur, sawi, dan jamur (plastik, tanah) menggunakan air mengalir. alat pengolahan dan bahan Menghilangkan bahaya dan cemaran biologi/ mikrobiologi, Alat dicuci bersih sebelum
kuping makanan. digunakan.
Higiene petugas. Memantau petugas pengolah saat
Kimia melakukan pengolahan.

Pengolahan sapo putih Mikrobiologis Memimalisir cemaran Hygiene wadah dan petugas Alat – alat yang digunakan dalam keadaan bersih.
telur mikrobiologi dengan pengemasan
hygiene wadah dan petugas
pengolahan menggunakan
APD lengkap
Pendistribusian sapo Fisik Produk yang akan Mengamati dan memantau Menghilangkan cemaran fisik, makanan ditutup rapat sehingga Produk aman selama
putih telur didistribusi sebelumnya kegiatan persiapan sebelum distribusi.
akan di bungkus pendistribusian dan selama
menggunakan kegiatan distribusi berlangsung.
plastik wrap atau

13
ditempatkan dalam wadah
tertutup.

14
1. STANDAR OPERATING PROSEDURE (SOP)
Standar operating procedur (SOP) adalah cara/teknik yang ditetapkan
sebagai pedoman/cara yang benar untuk kegiatan sehari-hari dalam proses
penyelenggaraan makanan. Terlampir.
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanggal 4 april 2015
terhadap pelaksanaan HACCP di Instlasi Gizi RSI Sultan Agung Semarang, tim
HACCP di Instalasi Gizi RSI Sultan Agung Semarang terdiri dari bagian
administrasi, tenaga pengolahan, ahli gizi, dan pramusaji. Masakan yang diamati
yaitu “ Sapo putih telur”. Sapo putih telur merupakan salah satu menu yang
disajikan pada pasien kelas III jenis diet biasa. Berikut adalah tahapan – tahapan
yang diamati pada HACCP produk sapo putih telur :
1. Penyortiran
Pada tahap pensortiran bahan – bahan yang digunakan pada sapo putih
telur adalah putih telur, sawi, jamur kuping, bawang bombay, bawang putih,
merica, jahe, gula pasir, garam dan minyak kelapa sawit. Semua bahan
tersebut memiliki resiko terhadap bahaya biologis, fisik, dan kimia. Bahan –
bahan tersebut diterima oleh petugas administrasi guna di periksa kualitasnya.
Meskipun demikian petugas administrasi tidak dapat meminimalkan bahaya
fisik yang terdapat pada bahan mentah karena area administrasi dan
penerimaan bahan makanan adalah area yang rentan dengan kontaminasi.
Oleh sebab itu, tahap penyortiran masuk ke dalam resiko bahaya fisik (CCP).
2. Persiapan
Saat bahan mentah diterima, petugas administrasi menyerahkan bahan –
bahan mentah tersebut ke penanggung jawab pengolahan yang selanjutnya
diserahkan kepada penanggung jawab bumbu yaitu berupa bawang bombay,
bawang putih, merica, jahe, garam, dan gula pasir. Untuk garam dan minyak
kelapa sawit biasanya menggunakan persediaan yang masih ada sebelumnya
dan menyerahkan putih telur, sai, jamur kuping ke persiapan lauk. Saat bahan
– bahan mentah di terima kemudian penanggung jawab bumbu mengupas
bawang bombay, bawang putih dan jahe. Kemudian bahan –bahan tersebut
dicuci menggunakan air bersih yang mengalir. Bahan – bahan mentah yang
dihaluskan meliputi bawang bombay, bawang putih dan merica. Lain halnya
dengan jahe, yaitu dari penerimaan, kemudian dicuci dan dimemarkan. Bahan
– bahan mentah yang sudah dihaluskan, yaitu jahe dicampur kemudian di olah
dengan teknik sauteering yaitu memasak cepat dengan sedikit lemak.

15
Untuk persiapan sapo putih telur dimulai dari putih telur, sawi, dan
jamur pencucian dengan air bersih yang mengalir, setelah itu jamur
direndam dengan air bersih. Dari kegiatan persiapan penanggung jawab
persiapan bumbu dan persiapan lauk sudah sesuai dengan prosedur
persiapan selain itu petugas sudah menggunakan APD lengkap diantaranya
celemek, masker, penutup kepala dan safety shoes. Meskipun demikian,
tidak dapat meminimalisir resiko bahaya fisik, kimia dan mikrobiologis
yang terdapat pada bahan – bahan mentah tersebut. oleh karena itu proses
persiapan termasuk dalam kategori CCP.
3. Pengolahan
Bahan – bahan yang sudah disiapkan kemudian masuk ke tahap
pengolahan, yaitu dengan penumisan bumbu. Setelah itu, bahan-bahan
utama seperti putih telur, jamur kuping dan sawi sendok dicampur ke dalam
bumbu yang ditumis. Bahan – bahan tersebut diolah dengan teknik
penumisan (Depkes,2007). Waktu pemasakan sapo putih telur 45 menit,
kemungkinan resiko bahaya biologis belum dapat diminimalisir. Pada tahap
pengolahan dikatakan CCP karena merupakan proses akhir dari pengolahan
sehingga perlu adanya pengendalian dan pengontrolan terutama suhu saat
memasak, kebersihan alat yang digunakan, petugas mengguankan APD
lengkap, waktu atau lamanya memasak karena bahan yang digunakan
termasuk bahan makanan yang rawan terhadap bakteri seperti salmonella sp.
4. Pendistribusian
Sapo putih telur yang sudah matang kemudian ditempatkan pada
wadah stainless yang tertutup untuk pasien kelas VIP, dan disajikan pada
mangkok sedang yang ditutup dengan plastik wrap untuk pasien kelas VIP
dan VVIP. Selanjutnya didistribusikan menggunakan menggunakan trolley
yang tertutup. Jadwal distribusi makanan yang terdapat di Instalasi Gizi
RSI Sultan Agung juga merupakan pengendali yang dapat menjaga
keamanan suhu dan kualitas sapo putih telur atau disebut holding time yaitu
makanan sampai ke pasien dengan suhu yang aman. Namun tahap di
Dengan demikian produk sapo putih telur pada tahap ini diharapkan aman
sampai ke pasien.

16
3. Kesimpulan
a. Sapo putih termasuk dalam kategori resiko VI.
b. Produk sapo putih telur merupakan produk yang aman untuk
dikonsumsi namun beresiko karena produk yang dihasilkan
merupakan kelompok produk yang mudah terkontaminasi atau
tercemar baik sebelum pengolahan, dan saat pengolahan.
c. Ada tujuh tahap yang harus dikendalikan dan merupakan CCP
dalam pengolahan hidangan sapo putih telur yaitu tahap
pensortiran, pengupasan, pencucian, penghalusan, penumisan
bumbu, pengolahan, penyajian, dan tahap pendistribusian
produk sapo putih telur.

17
Daftar Pustaka
Depkes RI, 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta
Puspitasari, D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu
Pada Industri Pengolahan Tahu. Institut Pertanian Bogor, Bogor

18

Anda mungkin juga menyukai