PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
METODE…………………………………………………………………………………………5
ISi....................................................................................................................................................6
A. DEFINISI .............................................................................................................................7
B. EPIDEMIOLOGI..................................................................................................................7
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO..................................................................................8
D. PATOFISIOLOGI..............................................................................................................10
E. DIAGNOSIS.......................................................................................................................12
F. PRINSIP PENATALAKSANAAN....................................................................................13
G. KOMPLIKASI....................................................................................................................16
H. PENCEGAHAN.................................................................................................................17
I. PROGRAM PEMERINTAH TERKAIT DIARE (MTBS)………..…………….……....18
KESIMPULAN............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare akut pada anak adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi secara tiba-tiba akibat
kandungan air didalam tinja melebihi batas normal yaitu 10 ml/kgBb.hari. masih banyak di
Indonesia kasus diare akut yang terjadi pada anak anak dan merupakan kasus terbesar kedua
setelah pneumonia. Diare akut pada anak disebabkan oleh beberapa factor yaitu infeksi enteral
dan paraenteral, malabsorpsi karbohidrat, lemak dan protein, diare yang disebabkan oleh virus,
parasit, dan bakteri, psikologis seperti cemas dan alergi pada makanan. 3 faktor yang dapat
mempengaruhi diare pada anak. Faktor yang pertama adalah faktor lingkungan, mencakup
pembuangan tinja, dan sumber air minum. Faktor yang kedua yaitu faktor sosiodemografi,
diantaranya adalah pendidikan dan pekerjaan orang tua serta umur anak. Faktor ketiga yaitu
faktor perilaku, yang termasuk faktor perilaku adalah pemberian ASI eksklusif dan perilaku
mencuci tangan. Berdasarkan patofisiologinya Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis
dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan
invasi bakteri dan sitotoksin di kolon, Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh
enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah.
Pada diagnosis diare akut pada anak harus dimulai dari anamnesis pasien melalui hetero
anamnesis atau autoanamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dan melakukan tatalaksana
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Pada pembuatan karya tulis ini berdasarkan dari berbagai macam kepustakaan
yang berkaitan tentang diare akut pada anak. Berbagai macam referensi yang dipakai
pada pembuatan karya tulis ilmiah ini seperti jurnal ilmiah edisi 10 tahun terakhir, buku
kedokteran, artikel ilmiah kedokteran yang berasal dari internet. Jenis data yang
didapatkan kuantitatif.
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan data berasal informasi didapatkan dari berbagai literatur dan
disusun berdasarkan hasil studi dari data dan informasi yang diperoleh. Penulisan
makalah saling terkait antar satu sama lain dan sesuai dengan topik yang dibahas.
C. Analisis Data
Berdasarkan data yang telah dibuat telah melalui proses seleksi, sehingga
pembuatan karya tulis ilmiah berdasarkan data dan informasi yang valid. Teknik
penulisan karya tulis ini bersifat deskriptif argumentatif.
D. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan pada penulisan karya ilmiah ini didapatkan berasal dari rumusan
masalah dari diare akut pada anak, tujuan penelitan, isi kerya tulis ilmiah. Sehingga
didapatkan kesimpulan dari pokok pembahasan karya tulis, serta didukung dengan saran
untuk karya tulis selanjutnya.
ISI
A. Definisi
Diare akut pada anak adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat
kandungan air didalam tinja melebihi normal (10 ml/kgBb/hari) dengan peningkatan frekuensi
defekasi lebih dari 14 hari. Pola defkasi neonates dari bayi hingga usia 4-6 bulan yang defekasi >
3 kali/hari dan konsistensinya cair atau lembek masih dianggap normal selama tumbuh
kembangnya baik.1
Menurut WHO diare adalah buang air besar yang lunak atau cair dengan frekuensi 3 kali
atau lebih per hari. 9 Biasanya merupakan gejala pada gastrointestinal yang dapat disebabkan
oleh berbagai agen infeksi seperti bakteri, virus, dan parasit. Infeksi dapat menular dari makanan
yang terkontaminasi dan hygiene yang kurang.12
B. Epidemiologi
Data dari WHO melalui pencatatan laporan UNICEF pada tahun 2010, terdapat
801.000 anak usia dibawah 5 tahun yang meninggal karena diare. DiIndonesia
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan insiden diare pada kelompok usia
balita sebesar 6,7%, dan di Provinsi Kalimantan Tengah insidennya sebesar 5,5%.
Kejadian penyakit diare pada balita di Kabupaten Kotawaringin Timur berdasarkan data
Profil Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur tahun 2013, selama 3 tahun terakhir (2010-
2012) mengalami kenaikan signifikan yaitu 14,6% (2010), 17,0% (2011) dan 18,6% (2012),
tahun 2013 mengalami penurunan 9,3%.3
Di Indonesia dilaporkan bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1-3 episode per
tahun. Di Kalimantan Selatan khususnya di Banjarmasin juga tidak terlepas akan
permasalahan diare. Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan didapatkan
insiden diare akut selama bulan Januari –Desember tahun 2013 sebesar 11. 822 dan
bulan Januari –Desember 2014 sebesar 11.623 kasus.Data dari poliklinik anak RSUD
Ulin Banjarmasin tercatat pada tahun 2014 pasien yang terdiagnosis diare akut sebanyak
220 anak dan menempati penyakit terbanyak kedua.4
D. Patofisologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis
yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara
makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit
polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare
cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau
tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang
tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok
osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang
tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma
sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau
akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya
toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non
osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga
dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus
besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti
gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus
menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada
dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare.
Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan
bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi
enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut
untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria
atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih
dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan
pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang
melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium
intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang
ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis
kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam
sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan
multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie
yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E.
Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik
hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara
biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu
subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan
konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT
serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein
kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural
5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik
serta neuron sekretori VIPergik.
Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural
ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron
pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan
berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat
antisekretorik pada enterosit.8
E. Diagnosis
Anamnesis :
Perlu ditanyakan deskripsi diare ( frekuensi, lama diare berlangsung, warna, konsistensi
tinja, adanya lender darah dalam tinja) adanya muntah tanda dehidrasi (rasa haus, anak
rewel/lemah, BAK terakhir), demam, kejang, jumlah cairan masuk, riwayat makan dan
minum, penderita sekitar, pengobatan yang diterima dan gejala invaginasi (tangisan keras
dan bayi pucat).
Pemeriksaan fisik :
-Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda vital, berat badan dan tinggi badan.
-Selidiki tanda-tanda dehidrasi, rewel/gelisah, letargis/kesadaran berkurang, mata
cekung cubitan kulit perut kembali lamat (turgor abdomen), haus/minum lahap,
malas/tidak data minum, ubun ubun cekung, air mata berkurang/tidak ada, keadaan
mukosa mulut.
-Tanda tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektolit, kembung akibat
hypokalemia, kejang akibat gangguan natrium, nafas cepat, dan dalam akibat asidosis
metabolik.
Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan tinja, namun tidak rutin dilakukan kecuali ada tanda-tanda intoleransi
laktosa dan kecurigaan amubiasis. Dapat dilakukan secara makroskopis dapat melihat
warna tinja ditemukan ada darah atau tidak, konsistensi tinja, bau tinja dan
mikroskopisuntuk melihat apakah terdapat leukosit pada tinja pasien, maupun kimiawi.
Pada pemeriksaan tinja juga dapat mengetahui bahwa pasien terkena diare disebabkan
oleh berbagai macam seperti bakteri, virus dan parasit
- Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
- Urine : urin lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.1,5
F. Prinsip penatalaksanaan
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian karena
diare adalah sebagai berikut :
Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana kesehatan
maupun di rumah tangga
Melaksanakan surveilans epidemiologi & Penanggulan Kejadian Luar Biasa
Mengembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit Diare
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program yang
meliputi aspek manejerial dan teknis medis.
Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program
Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare.
Melaksanakan evaluasi sabagai dasar perencanaan selanjutnya.
Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah :
1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui lima
langkah tuntaskan diare ( LINTAS Diare).
2. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar.
3. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare.
4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.
LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )
1. Berikan Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar
di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita
diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera
di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
- Keadaan Umum : baik
- Mata : Normal - Rasa haus : Normal, minum biasa
- Turgor kulit : kembali cepat
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda
di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan
pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c) Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum :
Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik) Penderita diare yang tidak dapat
minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.
2. Berikan obat Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %. Berdasarkan bukti ini
semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc
pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak
diare.
3.Pemberian ASI / Makanan : Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu
formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan
diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
4.Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin
karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan
ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.9
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak yang menderita diare akut :
1. Dehidrasi
Terjadinya dehidrasi dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit tubuh.
Dapat mengakibatkan penurunan kesadaran karena berkurangnya cairan dalam tubuh.
2. Gangguan Elektrolit
a. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi
sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan
edema.
b. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan
berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah
cara terbaik dan paling aman. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam.
c. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L. Hipokalemi dapat menyebabkan
kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung.
d. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L.
3. Diare Persisten
Diare melanjut dapat menyebabkan malnutrisi, defisiensi mikronutrien,
meningkatkan risiko morbiditas, dan mortalitas penyakit lain terkait diare serta
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.
4. Malnutrisi
Diare dan malnutrisi mempunyai hubungan yang bermakna. Hal tersebut sesuai
dengan laporan yang dibuat oleh International Center for Diarrheal Disease in
Bangladesh bahwa diare dapat menyebabkan anakanak menjadi malnutrisi.22 Balita
dengan riwayat diare berisiko 10,00 kali untuk masuk ke dalam kriteria gizi kurang
(malnutrisi).10,11,12
H. Pencegahan
Diare dapat dicegah dengan cara memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan
diteruskan sampai 2 tahun, memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur,
memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup,
mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, buang
air besar di jamban, membuang tinja bayi dengan benar, dan yang terakhir adalah
memberikan imunisasi campak.13
I. Program pemerintah terkait diare
b. Mampu mengidentifikasi:
1) Empat tanda bahaya umum pada balita sakit, yaitu tidak bisa minum/menyusu, memuntahkan
semua, kejang, bergerak hanya jika disentuh; dan melakukan rujukan bila didapati salah satu dari
tanda bahaya tersebut.
2) Tanda atau gejala penyakit pneumonia, diare dan demam pada balita dengan melakukan
penilaian, yaitu:
a) Menghitung napas dan melihat tarikan dinding dada ke dalam.
b) Mengidentifikasi diare 14 hari (2 minggu) atau lebih.
c) Mengidentifikasi minum dengan lahap atau tidak bisa minum dan cubitan kulit perut kembali
3) Mampu menentukan klasifikasi penyakit pada balita sakit, yaitu:
a) Klasifikasi Batuk Bukan Pneumonia dan Pneumonia.
b) Klasifikasi Diare Tanpa Dehidrasi dan Diare Dengan Dehidrasi. lambat.
Penyiapan logistik
1. Penyiapan Obat dan Alat. Obat-obatan yang dibutuhkan dalam pelayanan MTBS-M
meliputi oralit, zinc, paracetamol, gentamycin injeksi, salep mata, gentian violet dan
kotrimoksazol untuk daerah sulit akses. Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah ARI
timer, timbangan bayi, termometerserta alat dan bahan untuk tes diagnostik cepat atau
RDT. Kebutuhan oralit dan tablet zinc dapat ditentukan berdasarkan jumlah penderita
diare yang datang, sedangkan perkiraan jumlah penderita diare dihitung berdasarkan
perkiraan penemuan penderita, angka kesakitan diare dan jumlah penduduk di suatu
wilayah. Contoh menghitung kebutuhan oralit dan zinc:
Panduan diare anak pada MTBS 14,15
KESIMPULAN
Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa diare akut pada anak masih banyak
terjadi di Indonesia dan diare akut merupakan kasus terbanyak kedua setelah pneumonia, untuk
tatalaksana diare akut pemerintah telah membuat program yang bernama lintas diare(lima
langkah tuntaskan diare) serta untuk menekan angka kejadian diare anak, pemerintah melakukan
terobosan berupa penerapan MTBS yang meliputi tiga komponen utama, yaitu peningkatan
keterampilan petugas kesehatan, peningkatan dukungan sistem kesehatan, serta peningkatan
praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan balita sakit di rumah. Dengan MTBS, bidan
dan perawat di puskesmas maupun orang tua dapat mendeteksi secara dini penyakit anak yang
ada didalam panduan dan segera merujuk jika diketahui terdapat salah satu tanda dari penyakit
anak. Serta untuk pencegahan diare akut anak dapat melalui sanitasi yang bersih, pembuatan
jamban yang baik, dan lingkungan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suprapto, N., & karyanti, m. r. (2014). kapita selekta kedokteran. jakarta: media
aesculapius.
2. Arsurya Y, Rini EA, Abdiana A. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
Penanganan Diare dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Korong Gadang
Kecamatan Kuranji Kota Padang. J Kesehatan Andalas. 2017;6(2):452.
3. Poernomo H, Setiawati M, Hadisaputro S, Budhi K, Adi MS. Faktor Risiko Kejadian
Diare Akut pada Anak Balita (Studi Epidemiologis di Puskesmas Baamang Unit I
Kabupaten Kotawaringin Timur). J Epidemiol Kesehat Komunitas [Internet].
2016;1(2):77–82. Available from:
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jekk/article/view/3946
4. Muttaqin GME, Hartoyo E, Marisa D. Gambaran Isolat Bakteri Aerob Diare pada Anak
yang Dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015. ULM Kedokteran. 2016;12(1):87.
5. Subagyo, B., Santoso, N.B. Diare akut. Dalam: Buku ajar gastroenterologi-hepatologi.
edisi ke-1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010. h.87-
110
6. Workie GY, Akalu TY, Baraki AG. Environmental factors affecting childhood diarrheal
disease among under-five children in Jamma district, South Wello zone, Northeast
Ethiopia. BMC Infect Dis. 2019;19(1):804.
7. Fadli MY, Pratignyo RB, Mutiara H, Astika D, Anak B, Sakit R, et al. Faktor-faktor yang
MempengaruhiDiare Akutpada Balita Factors Related To Acute Diarrhea In Under Five-
Aged Children. 2016;6:97–100.
8. Zein U. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Univ Stuttgart. 2014;(December):1–15.
9. Subdit pengendalian diare dan infeksi saluran pencernaan. Bulletin jendela data dan
informasi kesehatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI : 2011
10. Utama, A.S.H. Hubungan kebersihan diri dengan kejadian diare pada petugas kebersihan
tempat pembuangan akhir Bakung Bandar Lampung. [Skripsi]. [Bandar Lampung]:
Universitas Lampung; 2019
11. Das, S., Rahman, R. Application of ordinal logistic regression analysis in determining
risk factors of child malnutrition in Bangladesh. Nutr J. 2011;10:124
12. Marlia, D.L., Dwipoerwantoro, P.G., Advani, N. Defisiensi zinc sebagai salah satu faktor
risiko diare akut menjadi diare lanjut. Sari Pediatri. 2015; 16(5): 229-304
13. Utami N, Luthfiana N. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare pada Anak.
Majority. 2016;5(4):101–6.
14. Departemen Kesehatan RI. Buku bagan manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2015
15. Departemen Kesehatan RI. Buku saku lintas diare untuk petugas kesehatan. Jakarta:
Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; 2015