Anda di halaman 1dari 13

E-Tech

Volume 00 Number 00 20XX


ISSN: Print 2541-3600 – Online 2621-7759
DOI: 10.1007/XXXXXX-XX-0000-00

Received Month DD, 20YY; Revised Month DD, 20YY; Accepted Month DD, 20yy
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-techr

BELAJAR MENURUT TEORI KOGNITIF

Novrianti
1
Program Studi Teknologi Pendidikan
e-mail: novriantidefrizal@gmail.com

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. 
Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon.  Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari
proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual.  Model belajar
kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya.  Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai
tingkah laku yang nampak.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling
berhubungan dengan konteks situasi tersebut.  Memisah-misahkan atau membagi-bagi
situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya
secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna.  Teori ini berpandangan bahwa belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,
emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.  Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks.  Proses belajar terjadi antara lain mencakup
pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang
sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif

1. Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu :

a. Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif


yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui

2
Novrianti 3

prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses


pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa),
dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b. Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh,
jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.
c.  Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah
ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang
memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain
dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional)
dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi
(operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat
kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan


dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi
dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
2. David Ausubel

E-Tech, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-tech


E-Tech ISSN: 2541-3600 4

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan
(belajar)” didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa.
Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
(mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel
merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan
belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel
menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi
yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan
bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi
merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian
kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau
yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan
belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun
asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan
diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan
tipe belajar, yaitu:

a. Belajar dengan penemuan yang bermakna.


b. Belajar dengan ceramah yang bermakna
c.  Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna.
d. Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.
Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar
dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu
dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan
lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

Bedasarkan Pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausable


mengajukan 4 prinsip pembelajaran, yaitu pengaturan awal (advence organizer),
diferensiasi progresif, belajar superordinat dan penyesuaian integratif.

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN KOGNITIF SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
Novrianti 5

Implikasi teori Ausabel dalam pembelajaran adalah:

a. Penyajian Advance Organizer


Advance organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-
bagian utama yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi
untuk menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi
yang telah berada didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional
terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan. Oleh karena itu, sebelum
pembelajaran dimulai guru hendaknya menyampaikan tujuan pembelajaran dan
mengapersepsi pelajaran sebelumnya dengan pelajaran yang akan dipelajari.

b. Penyajian materi atau tugas belajar.


c. Dalam tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan
menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar
kepada siswa. Ausable menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian
siswa, dan juga pentingya pengorganisasian meteri pelajaran yang dikaitakan dengan
struktur yang terdapat didalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses
yang disebut dengan diferensiasi progresif, dimana pembelajaran berlangsung setahap
demi setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada informasi
spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep lama dengan
konsep baru.
d. Memperkuat organisasi kognitif.
Ausable menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam
stuktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, degan cara
mengingatkan siswa bahwa rincian yang ebrsifat spesifik itu berkaitan dengan
gambaran informasi yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta
mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap
pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah
dimiliki dan pengorgnaisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan
didalam advance organizer samping itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa
dalam rangka menjajagi keluasan pemahaman siswa tentang isi pelajaran.

3. Jerome Bruner
Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar
mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk

E-Tech, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-tech


E-Tech ISSN: 2541-3600 6

menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang
psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas
output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan
mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur
atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan
berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap
itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan
menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui
apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner
mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema
pendidikan yaitu:

a. Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.


b. Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar.
c.  Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi.
d. Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cara untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat
diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap
perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat
mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang
dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori
belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu
informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN KOGNITIF SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
Novrianti 7

Implikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran adalah dengan


menyajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misalnya
contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh
adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

Contoh lain dengan membantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara
konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada siswa seperti berikut ini ” apakah
nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm
ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan? Atau dnegan memberikan satu pertanyaan dan
biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/
sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

4. Gestalt (Mex Wertheimenr)


Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar
pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr  tahun 1880-1943 yang meneliti tentang
pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan
penggunaan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan
pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002).

Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti “Whole Configuration” atau bentuk yang


utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa
harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian
Yanng lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami,
mengerti atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan

belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-


hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu konsep yang
terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak
terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potongan-
potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru
memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan,
dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian.

E-Tech, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-tech


E-Tech ISSN: 2541-3600 8

Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global
terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru
kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima,
menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata
dan telinga.

Implikasi teori Gestalt dalam Pembelajaran

a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini
sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi
masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta
didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta
didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-
susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN KOGNITIF SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
Novrianti 9

yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum


(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap
prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk
kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,
guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok
dari materi yang diajarkannya.
5. Gestalt (Kohler)
Teori yang disampaikan oleh Kohler berdasarkan pada penelitiannya pada seekor
monyetnya dipulau Cannary yang dikembangkan dari teori Gestalt. Kohler menyatakan
bahwa belajar adalah serta mencapainya, hasil adalah proses yang didasarkan ada insight

6. Kurt Lewin
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Conitive-Field dengan menaruh
perhatian kepada kepribadian dan pisikologi sosial. Menurut Lewin, belajar berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Lewin berpendapat bahwa tingkah
laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan baik yang

berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang
berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.

Seorang psikolog, Kurt Lewin (1935,1936) mengkaji perilaku sosial melalui


pendekatan konsep “medan” atau ”field” atau “ruang kehidupan” – life space. Kurt lewin
merumuskan perilaku sebagai B = f (P, E), dimana B, P, dan E berturut-turut adalah
behavior (perilaku), the person (individu), dan the environment (lingkungan). Untuk
memahami konsep ini perlu dipahami bahwa secara tradisional para psikolog
memfokuskan pada keyakinan bahwa karakter individual (instink dan kebiasaan), bebas -
lepas dari pengaruh situasi di mana individu melakukan aktivitas. Namun Lewin kurang
sepaham dengan keyakinan tersebut. Menurutnya penjelasan tentang perilaku yang tidak
memperhitungkan faktor situasi tidaklah lengkap. Dia merasa bahwa semua peristiwa
psikologis apakah itu berupa tindakan, pikiran, impian, harapan, atau apapun,
kesemuanya itu merupakan fungsi dari “ruang kehidupan”- individu dan lingkungan
dipandang sebagai sebuah konstelasi yang saling tergantung satu sama lainnya. Artinya

E-Tech, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-tech


E-Tech ISSN: 2541-3600 10

“ruang kehidupan” merupakan juga merupakan determinan bagi tindakan, impian,


harapan, pikiran seseorang. Lewin memaknakan “ruang kehidupan” sebagai seluruh
peristiwa (masa lampau, sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku dalam
satu situasi tertentu.

Bagi Lewin, pemahaman atas perilaku seseorang senantiasa harus dikaitkan


dengan konteks – lingkungan di mana perilaku tertentu ditampilkan. Intinya, teori medan
berupaya menguraikan bagaimana situasi yang ada (field) di sekeliling individu
bepengaruh pada perilakunya. Sesungguhnya teori medan mirip dengan konsep “gestalt”
dalam psikologi yang memandang bahwa eksistensi bagian-bagian atau unsur-unsur
tidak bisa terlepas satu sama lainnya. Misalnya, kalau kita melihat bangunan, kita tidak
melihat batu bata, semen, kusen, kaca, secara satu persatu. Demikian pula kalau kita
mempelajari perilaku individu, kita tidak bisa melihat individu itu sendiri, lepas dari
konteks di mana individu tersebut berada. Contohnya seorang anak berperilaku agresif
karena dia berada di lingkungan yang agresif (berisi orang-orang yang agresif pula).

Ciri-ciri utama dari teori medan Lewin adalah”: (1) Tingkah laku adalah suatu
fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi,(2) analissis mulai
dengan situasi sebagai keseluruhan darimana bagian-bagian komponennya dipisahkan,
dan (3) orang yang kongrit dalam situasi yang kongrit dapat digambarkan secara
matematis. Medan didefinisikan sebagai “ Keseluruhan fakta-fakta yang bereksistensi
yang dipandang sebagai saling tergantung”

7. Teori Kognitif Sosial Bandura


Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert
Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar
perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada kesan dari isyarat - isyarat pada
perilaku, dan pada proses-proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial
kita akan menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-
penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain.
Dalam pandangan belajar sosial, manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari
dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus- stimulus lingkungan.

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN KOGNITIF SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
Novrianti 11

Teori belajar sosial menekankan, bahawa lingkungan-lingkungan yang


dihadapkan pada seseorang secara kebetulan. lingkungan-lingkungan itu kerap kali
dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura,
sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S., 1997: 14) bahwa sebagian besar manusia
belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti
dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini
merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.

Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning).


Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami
orang lain atau vicarious conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya
dipuji atau ditegur oleh gurunya kerana perbuatannya, maka ia kemudian meniru
melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini
merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious
reinforcement2. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model
meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat
itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari
oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh
seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau
visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M. 1998a:43).

Sama seperti pendekatan teori pembelajaranan terhadap kepribadian, teori


pembelajaran sosial berdasarkan pada hujah yang diutarakan beliau bahawa sebahagian
besar daripada tingkah laku manusia adalah sebahagian daripada hasil pemerolehan, dan
prinsip pembelajaranan sudah mencukupi untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku
berkembang. Akan tetapi, teori -teori sebelumnya kurang memberi perhatian pada
konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul dan kurang memperihalkan fakta bahawa
banyak peristiwa pembelajaranan terjadi dengan perantaraan orang lain. Maksudnya,
semasa melihat tingkah laku orang lain, individu akan pembelajaran meniru tingkah laku
tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai model bagi dirinya.

Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial, salah satu
konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari
fikiran, pemahaman dan evaluasi.Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh

E-Tech, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-tech


E-Tech ISSN: 2541-3600 12

Bandura telah memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh
persekitaran melalui peneguhan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan
(observational learning), dan cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu maklumat
dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi persekitaran dan
menghasilkan peneguhan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang lain
(observational opportunity).

Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain
sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku
dan pengaruh lingkungan. Kondisi  lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada
pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam
lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain judi, atau sebaliknya
menganggap bahwa judi itu adalah tidak baik.

Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang


belajar dalam keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura menghipotesiskan bahwa
tingkah laku, lingkungan dan kejadian -kejadian internal pada pelajar yang
mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh
atau berkaitan. menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas
dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan
sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu.

Hubungan yang aktif dapat mengubah aktiviti seseorang. Seterusnya, menurut


Bandura (1982), penguasaan kemahiran dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya
bergantung pada proses perhatian, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat
dipengaruhi oleh unsur -unsur yang berdasarkan dari diri pelajar sendiri yaitu sense of
self Efficacy dan self regulatory system. Sense of self efficacy adalah keyakinan
pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai seperti yang
berlaku.

Bandura juga menyatakan bahwa perilaku seseorang dan lingkungannnya dapat


dimodifikasi. Buku tidak berpengaruh pada seseorang, kecuali adaorang yang

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN KOGNITIF SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
Novrianti 13

menulisnya dan orang yang memilih untuk membaca. Oleh karena itu hadiah atau
hukuman tidak akan banyak bermakna kecuali diikuti oleh lahirnya perilaku yang
diharapkan. Contohnya Seseorang yang telah berlatih maka akan timbul kepercayaan
dirinya.

DAFTAR BACAAN

Abuddin Nata. 2009. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana

Asri Budiningsih. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rinika Cipta,

Hergenhahn, BR. & Olson, Matthew H. 2008. Theories of Learning (Ed.7) terjemahan: Teori
Belajar oleh Tri Wibowo. 2008. Jakarta: Cempaka

Hill, Winfred F. 2010. Theories of Learning. Terjemahan. Bandung: Nusa Media

Ratna Wilis Dakar. 2011. Teori-teori Belajar. Jakarta: ERLANGGA

Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Santrock, John W.. 2010. Educational Psychologi, Ed. 2.dialih bahasakan oleh Tri Wibowo
B.S., Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories an Aducational Perspective (Ed.8). Boston:


Pearson Education, Inc.

Snelbecker, Glenn E. 1974. Learning Theory, Instructional Theory and Psychoeducational


Design. United States of America: McGraw-Hill

Solso, Robert., at all. 2008. Psikologi Kognitif (Ed8). Alih bahasa Mikael Rahardanto dan
Kritianto Batuadji. Jakarta: Erlangga

Winkel, W.S. 2007. Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Media Abadi

E-Tech, Open Access Journal: http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-tech


E-Tech ISSN: 2541-3600 14

TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN KOGNITIF SERTA IMPLIKASINYA DALAM PROSES BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN

Anda mungkin juga menyukai