Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS PARADIGMA

(FILSAFAT, TEORI, PRAKSIS DAN PRAKTIK)


PENDIDIKAN FUTURISME DAN DIGITALISASI

Oleh:
Novrianti
Nim 19169041

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

0
Ringkasan

A. Futurisme
Futurisme berasal dari bahasa Prancis, futur atau bahasa inggris future
yang keduanya berarti “masa depan” adalah aliran seni yang avant-garde, atau
sebelum masanya, terutama pada tahun 1909 Masehi. Futurisme merupakan
suatu paham dari beberapa orang atau sekelompok orang yang percaya atau
yakin akan adanya masa mendatang yang lebih baik, dalam arti lebih modern,
lebih konkrit, bahkan diyakini bahwa manusia akan mampu menguasai jagad
raya dengan tehnologi yang dimilikinya nanti.
Gerakan Futurisme diproklamirkan pada tahun 1909 oleh seorang
penulis dan penyair Italia, Filippo Tommaso Marinetti. Futurisme adalah
sebuah gerakan seni murni Italia dan sebuah pergerakan kebudayaan pertama
dalam abad ke-20 yang diperkenalkan secara langsung kepada masyarakat
luas. Bermula dari konsep dalam pergerakan sastra, kemudian merasuk ke
dalam bidang kesenian seperti: seni lukis, seni patung, seni musik, desain dan
arsitektur.
Itu semua merupakan semangat baru yang mereka junjung tinggi
dalam sebuah kelompok yang membawanya kepada politik Fasis, ketika
ketergantungan akan keterlibatan emosi dengan gaya hidup kemodernan dan
kebaruan di lingkungan masyarakat. Falsafah yang dipakai oleh kaum Futuris
hampir sebagian besar diambil dari latar belakang sejarah kemunculan
Modernisme. Sebab kita mengetahui, bahwa Futurisme ini merupakan
gerakan awal lahirnya Modernisme. Di samping itu, dengan terjadinya
Revolusi Industri berpengaruh pula pada Futurisme ini. The Machine
Aesthetics atau estetika mesin muncul mempengaruhi ciri-ciri penyusunan
tipografi baik pada poster, sampul buku, dan aneka bentuk grafis lain.
Futurisme merupakan suatu paham dari beberapa orang atau
sekelompok orang yang percaya atau yakin akan adanya masa mendatang
yang lebih baik, dalam arti lebih modern, lebih konkrit, bahkan diyakini

1
bahwa manusia akan mampu menguasai jagad raya denga ntehnologi yang
dimilikinya nanti.
Pandangan pakar futuristic, Jhon Naibit dalam bukunya Megatren
bahwa menyatakan bahwa hidup adalah bekerja, bekerja adalah hidup, dan
keduanya adalah tentang manusia. Tebosan paling menarik dari abad 21 yang
akan terjadi bukanlah teknologi, melainkan karena perluasan konsep
pemikiran apa artinya menjadi manusia. Telah dibuktikan bahwa teknologi
tidak dapat menggantikan hubungan antarpribadi. Namun sebaliknya, justru
hubungan antatr pribadi akan meningkatkan teknologi. Lihat disekeliling
manusia akan terlihat pemandangan lengkap tentang artinaya menjadi
manusia, dan bagaimana kita saling berinteraksi.

B. Digitalisme
Makna digitalisme sebenarnya belumlah dapat dikatakan benar
sebagai istilah. Sebagaimana yang ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, makna digitalisme belum ditemukan, namun yang benar adalah
digitalisasi. Sedangkan makna digitalisasi adalah proses mengubah berbagai
informasi, kabar, atau berita dari format analog menjadi format digital
sehingga lebih mudah untuk diproduksi, disimpan, dikelola, dan
didistribusikan. Informasi yang digitalisasi dapat disajikan dalam bentuk teks,
angka, audio, visual, yang berisi tentang ideologi, sosial, kesehatan dan bisnis.
Digitalisme belum dapat dikatakan sebagai satu aliran ataupun
pandangan, meskipun dikaji dalam kajian filsafat. Hal ini bila dirujuk dalam
kajian penggunaan istilah “-isme” dalam kata digital maka akan menimbulkan
satu persoalan yang salah kaprah. Sufiks -isme berasal dari Yunani -ismos,
Latin -ismus, Prancis Kuno -isme, dan Inggris -ism. Akhiran ini menandakan
suatu paham atau ajaran atau kepercayaan. Beberapa agama yang bersumber
kepada kepercayaan tertentu memiliki sufiks -isme.
Informasi merupakan pesan atau message yang disampaikan oleh
komunikator atau sender kepada komunikan atau receiver dengan tujuan untuk
menyamakan persepsi dan mengubah pola pikir seseorang. Dalam

2
memproduksi, mengolah dan menyebarkan informasi, pada awalnya
masyarakat menggunakan metode tatap muka sebagai sarana penyampaian
informasi. Komunikasi yang sering terjadi dalam metode tatap muka ialah
komunikasi interpersonal di mana seseorang berbicara kepada orang lain, atau
seseorang berbicara dengan kelompok orang yang lain. Dalam komunikasi
tatap muka, pesan yang digunakan bersifat analog karena penyampaian
informasi menggunakan media alami berupa gelombang suara manusia yang
bersifat analog. Pesan lain yang bersifat analog dalam komunikasi tatap muka
ialah ekspresi wajah, intonasi dan nada, serta gerak tubuh yang ditampilkan
secara refleks saat berbicara. Seiring dengan kemajuan teknologi, media massa
dan peralatan teknologi lainnya muncul sebagai pengganti metode tatap muka
untuk memudahkan masyarakat dalam menyebarluaskan informasi. Dengan
adanya media massa dan peralatan teknologi lainnya, maka proses penyebaran
informasi menjadi berkembang dan berubah dari format analog menjadi
format digital. Masyarakat tidak harus bertatap muka jika ingin
menyampaikan informasi, tetapi dapat menggunakan peralatan lain sebagai
media penghantar pesan. Masyarakat dapat menghemat waktu dan tenaga saat
berkomunikasi karena sudah menggunakan alat telekomunikasi seperti telepon
genggam dan komputer, karena media penghantar tersebut dapat
menghantarkan informasi yang sudah mengalami digitalisasi atau yang disebut
dengan informasi digital.

3
Pembahasan

1. Pemikiran tentang Futuristik


1. Analisis Dasar pemikiran
Futurisme ini muncul dari situasi yang ditimbulkan akibat Perang
Dunia I, dengan tujuan meninggalkan kenangan pahit, nostalgia,
pesimistis,kemudian melepaskan materi-materi, elemen-elemen, dan nilai-
nilai lama. Nilai-nilai dari kaum Futuris, dimaksudkan untuk mengiringi
dan mengimbangi pergeseran kebudayaan, kekuatan dinamis pasar yang
luas, era permesinan, dan komunikasi global yang menurut argumentasi
mereka tengah merubah alam realitas dari kebudayaan dunia. Maka
khayalan-khayalan kaum Futuris memakai pola-pola geometris untuk
mewakili arah gerak dan makna dari pergerakan itu sendiri. Para seniman
dan desainer Futurisme biasanya memanfaatkan hari-hari petang untuk
berkumpul, menuliskan manifesto, puisi dan musik.
Sifat agresif dan perilaku yang individualis dari kaum Futuris ini
lambat laun dimanfaatkan untuk menyebarkan paham Fasisme. Salah
seorang Futuris mempublikasikannya dalam surat kabar Perancis, “le
Figaro” bertanggal 20 Februari 1909, dengan membuat pencampuran atau
perpaduan yang tidak mudah di dalam memenuhi kepentingan
nasionalisme Italia, kemiliteran dan kepercayaan baru terhadap mesin yang
selanjutnya dijelmakan dalam produk mobil dan pesawat terbang. Sebelum
Perang Dunia ke II, pergerakan para Futuris Italia yaitu mengantisipasi
kemungkinan terjadinya kendala-kendala desain dalam kehidupan sehari-
hari, melalui penyerapan dan penggambaran kualitas mekanisasi dan
kecepatan, seperti yang telah dibahas oleh Banham dalam bukunya:
“Theory and Design in The First Machine Age”.
Era ini telah mengispirasikan pelukis Futuris, penyair dan arsitek,
diantaranya: Filippo Tommaso Marinetti, Giacomo Balla, Gino Severini,
Fornunato Depero, Carra, dan Antonio Sant’Elia untuk menciptakan

4
sebuah karya yang mencerminkan dunia mereka. Itu semua merupakan
semangat baru yang mereka junjung tinggi dalam sebuah kelompok yang
membawanya kepada politik Fasis, ketika ketergantungan akan
keterlibatan emosi dengan gaya hidup kemodernan dan kebaruan di
lingkungan masyarakat.
Falsafah yang dipakai oleh kaum Futuris hampir sebagian besar
diambil dari latar belakang sejarah kemunculan Modernisme. Sebab kita
mengetahui, bahwa Futurisme ini merupakan gerakan awal lahirnya
Modernisme. Di samping itu, dengan terjadinya Revolusi Industri
berpengaruh pula pada Futurisme ini. The Machine Aesthetics atau
estetika mesin muncul mempengaruhi ciri-ciri penyusunan tipografi baik
pada poster, sampul buku, dan aneka bentuk grafis lain.
Jadi secara filosofi dapat dikatakan ontology dari futurisme adalah
perubahan gaya hidup masyarakat yang mendekat pada kemodernan.
Aksiologi dari futurism adalah bagaimana terjadinya pergeseran nilai
manusia yang digantikan oleh permesinan. Sedangkan epistimologi dari
futurism ini adalah pergantian kerja manusia ke permesinan. Dimana
tenaga manusia menjadi sedikit dibutuhkan, lebih banyak teknologi dan
mesin yang bekerja. Peranan manusia terletak pada pengembangan
teknologi mesin itu sendiri.

2. Analisis Teori
Sejarah awal munculkan futurisme adalah aliran modernisme. Dari
aliran modernisme, berkembang dalam aliran post modernisme. Terdapat
dua asumsi dalam teori modernisasi. Pertama, teori modernisasi berasal
dari konsep-konsep metafora yang diturunkan dari teori evolusi. Kedua,
teori modernisasi berasal dari pola pikir teori fungsionalisme. Berdasarkan
teori evolusi, modernisasi merupakan proses bertahap, proses
homogenisasi, terbentuk sebagai proses Eropanisasi atau Amerikanisasi,
proses yang tidak bergerak mundur, perubahan progresif dan memerlukan
waktu panjang. Sementara itu, berdasarkan teori fungsionalisme

5
modernisasi merupakan proses sistematik, proses transformasi dan proses
yang terus-menerus.
Teori modernisasi mampu menurunkan berbagai implikasi
kebijakan pembangunan yang perlu diikuti negara Dunia Ketiga dalam
memodernkan dirinya. Pertama, teori modernisasi secara implisit
memberikan pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak belakang
antara masyarakat tradisional dan modern. Dalam hal ini Amerika Serikat
dan Eropa Barat sebagai negara maju dan Negara Dunia Ketiga sebagai
masyarakat tradisional dan terbelakang. Kedua, teori modernisasi menilai
ideologi komunisme sebagai ancaman pembangunan Negara Dunia
Ketiga. Oleh karena itu, jika Negara Dunia Ketiga ingin melakukan
modernisasi, mereka perlu menempuh arah yang telah dijalani Amerika
Serikat dan Eropa Barat. Ketiga, teori modernisasi mampu memberikan
legitimasi tentang perlunya bantuan asing, khususnya dari Amerika
Serikat.
Walt Whitman Rostow mengidentifikasi bahwa ada lima tahapan
dalam modernisasi, yaitu:
1. Masyarakat tradisional: tahapan ini ditandai dengan kegiatan bertani
dan barter.
2. Persiapan untuk tinggal landas: tahapan ini ditandai dengan adanya
spesialisasi, produksi barang dan perdagangan. Selain itu, infrastruktur
transportasi dikembangkan untuk mendukung perdagangan. Tahapan
ini pada akhirnya mendorong adanya investasi.
3. Tinggal landas: pada tahapan ini terjadi peningkatan industrialisasi dan
ekonomi beralih dari pertanian ke manufaktur.
4. Menuju kematangan: pada tahap ini terjadi diversifikasi ekonomi ke
daerah baru dan sedikit ketergantungan pada impor.
5. Konsumsi massa: pada tahap ini ekonomi menuju konsumsi massa dan
pelayanan di sektor jasa semakin mendominasi.
Teori postmodern atau postmodernism (Felluga, 2007) merupakan
sebuah gerakan intelektual yang lahir sebagai respon terhadap beberapa

6
tema yang dikemukakan oleh kaum modern atau modernis yang
diartikulasikan pertama kali selama masa Pencerahan. Era
postmodernisme sendiri hanya dibatasi pada akhir abad 20. Beberapa ahli
terkadang menyebutkan bahwa era postmodernisme dimulai setelah
Perang Dunia II berakhir karena adanya kekecewaan eksistensial akibat
terjadinya Holocaust. Setelah postmodernisme berakhir,maka munculah
para pemikir fasis yang berpadangan futuristic.
Ada pun ciri Futurisme antara lain :
1. Penyatuan karakter dari elemen-elemen yang berbeda-beda dalam
sebuah acuan, dan penyusunannya karyanya sebagai suatu kesatuan.
2. Memiliki ide-ide seperti ketertutupan, ketidaksabaran, ekstrim dalam
hubungan langsung dengan nilai-nilai futurisme.
3. Karakteristiknya juga meliputi garis-garis yang tidak rata yang
mengkomunikasikan energy dari gerakannya.
4. Pandangan karya yang mementingkan masa depan.

Futurisme ini muncul dari situasi yang ditimbulkan akibat Perang


Dunia I, dengan tujuan meninggalkan kenangan pahit, nostalgia,
pesimistis, kemudian melepaskan materi-materi, elemen-elemen, dan nilai-
nilai lama. Nilai-nilai dari kaum Futuris, dimaksudkan untuk mengiringi
dan mengimbangi pergeseran kebudayaan, kekuatan dinamis pasar yang
luas, era permesinan, dan komunikasi global yang menurut argumentasi
mereka
Futurism juga banyak mempengaruhi aliran seni pada abad ke 20 seperti
Art Deco, Konstructifisme, Dadaisme, dan Surealism
Futurisme merupakan gerakan awal lahirnya Modern. Dengan
terjadinya Revolusi Industri berpengaruh pula pada Futurisme ini. The
Machine Aesthetics atau estetika mesin muncul mempengaruhi ciri-ciri
penyusunan tipografi baik pada poster, sampul buku, dan aneka bentuk
grafis lain.

7
3. Analisis Praksis
Futuristik maksudnya adalah orang yang berpikir sudah berada di masa
depan, dan mengetahui apa saja yang terjadi dan bagaimana beradaptasi
dimasa depan tersebut. Futuristic
4. Analisis Praktek

6. Pemikiran tentang Digitalisasi


a. Analisis Dasar pemikiran
Manusia menciptakan teknologi pada dasarnya untuk merekayasa
mental, kesadaran, dan pikiran manusia sendiri. Di dalam kultur
teknologi/digital yang kita alami sekarang, otak manusia dianggap sebagai
hardware dari tubuh yang bisa diterjemahkan ke dalam kode/simbol
algoritma. Makanya, semua aktivitas kita (yang berasal dari otak) bisa
diformalisasi ke dalam hukum matematis yang prediktif. Sama seperti
fisika yang mampu merinci hukum eksternal alam semesta, para ilmuwan
pun kelak akan mampu merinci hukum internal pikiran manusia dan
kemudian merekayasanya dengan cara tertentu.
Ketika pikiran manusia bisa ditemukan hukumnya, bisa
diprediksi, bisa dihitung, dan direkayasa, maka kecerdasan dan semua
kemampuan mental kita hanyalah persoalan bagaimana memanipulasi
hukum-hukum ini. Kita bisa memanipulasi pengalaman (dengan cara
memasukkan chip ke otak kita sehingga kita mengalami berlibur ke pantai
tanpa benar-benar ke sana). Kita bisa memanipulasi pengetahuan
(memasukkan chip sehingga ada buku yang bisa langsung kita ketahui
isinya tanpa benar-benar dibaca). Kita bisa memanipulasi percakapan
dengan orang (dengan teknologi telepati).
Maka, akibatnya adalah, akan ada pertanyaan tentang takdir,
karena misalnya ternyata IQ tinggi yang dulu dibilang bakat dari lahir,
kelak akan bisa dimanipulasi. Anak-anak yang sejak lahir punya IQ
jongkok (kayak aku, huhu), nanti akan bisa diutak-atik otaknya supaya IQ-
nya jadi tinggi. Menarik kan?

8
Salah satu keajaiban di dalam dunia digital adalah penciptaan
imaji (salah satunya CGI) yang mampu memperluas dan memperdalam
persepsi manusia hingga menembus batas-batas pengalaman konvensional.
Misalnya, film-film hollywood yang kini bisa menciptakan imaji tentang
astronout yang masuk ke dimensi angkasa yang berbeda, atau tentang
bencana super besar di masa depan (kiamat 2012). Semua imaji-imaji ini
tak mungkin dilihat secara riil di kehidupan sehari-hari, tapi kita bisa
melihat dan merasakannya hanya lewat layar bioskop. Tapi, menurut
beberapa filsuf, kinerja teknologi seperti ini malah akan mengakibatkan
kepercayaan palsu, bahwa segala hal di luar pengalaman konvensional kita
hanyalah persoalan teknis; semuanya bisa diutak-atik dengan hitungan.
Melihat teknologi (robot) yang semakin menguasai dan berperan
dalam hidup kita, Bisakah teknologi mengambil alih kehidupan manusia
sampai 100 persen? Apakah robot bisa menguasai dunia dan menjajah
manusia seperti yang ada film-film? Atau adakah yang otentik/unik dari
diri manusia yang tetap tidak bisa direkayasa oleh robot?
Jawabannya, ada hal-hal dari diri manusia yang selamanya tak
akan bisa digantikan oleh robot. Robot bisa menjadi sangat pintar karena
kepadanya bisa disuntikkan data-data sebanyak mungkin. Maka apa pun
yang ada di otak robot adalah apa-apa yang di-input ke dalamnya. Tapi,
input yang dimasukkan itu tidak bisa membuat robot berpikir sesuai
‘konteks’ (berpikir asosiatif). Sementara salah satu keunikan manusia
adalah mampu memiliki ‘konteks’. Manusia hidup terikat dengan konteks
spesifik yang berhubungan dengan tubuh dan interaksi sosial. ‘Konteks’
ini wilayah personal, isinya makna-makna rumit yang tidak semuanya bisa
dikuasai/diketahui oleh robot.
Misalnya, kalau ada kata ‘merah’, setiap manusia pasti punya
makna berbeda-beda yang muncul di kepalanya. Ada yang terpikir darah,
cabe, lipstik, partai, rasa marah, keberuntungan, dll. Semua asosiasi itu
berhubungan dengan pengalaman manusia yang tak terbatas, budayanya,
dll. Kalau robot, asosiasi yang dia punya itu hanya tergantung yang apa

9
yang di-input kedalamnya, karena dia ga punya pengalaman pribadi,
budaya, dan interaksi pribadi.

Robot tidak akan punya pengalaman pribadi yang didapatkannya


sendiri (sekali lagi karena apapun isi otaknya pasti dari input dari luar).
Padahal pengalaman pribadi itu sangat penting. Ia adalah perpaduan rasa,
imajinasi, keraguan dan kontradiksi yang sangat pribadi. Pada dasarnya,
keraguan, kontradiksi, ambiguitas itu sangat menentukan pertumbuhan
kematangan jiwa manusia.
Keunikan manusia lainnya yang tak bisa diikuti robot adalah
keunikan metabolisme manusia yang berbeda-beda satu sama lain.
Contohnya kenapa satu orang ini alergi sama debu walaupun sedikit, atau
orang lain alergi dengan makanan hewan laut? Kenapa orang ini
rambutnya cepat panjang, yang lain lama? Kalau robot, dia akan selalu
punya sistem tubuh yang sama satu sama lain, karena dia terbuat dari
mesin.
Apakah teknologi itu baik untuk manusia?
Nah, kalau tadi yang dibahas adalah masalah mungkin atau tidak,
berikutnya adalah soal baik atau tidak. Di dalam ilmu filsafat, apakah
teknologi ini baik untuk kehidupan manusia, atau tidak?
Manusia membuat teknologi dalam rangka merekayasa mental,
kesadaran, dan pikiran. Tapi beberapa filsuf mempertanyakan, meskipun
rekayasa itu diakui dibuat ke arah yang baik dan ideal, memangnya baik
dalam arti apa? Ideal macam apa? Apakah merekayasa IQ itu baik?
Menanamkan kenangan (dengan chip di otak) tanpa benar-benar
mengalaminya itu baik? Mengetahui isi buku tanpa membacanya itu baik?
Bila dilihat dari perspektif agama Islam, pahala yang didapatkan
oleh seseorang bergantung kepada usahanya. Membaca buku adalah
ibadah, karena tujuannya untuk mencari ilmu. Tapi jika untuk mengetahui
isi buku itu itu kita tinggal memasukkan chip ke otak, maka tidak ada
usaha apa-apa dong untuk memperoleh ilmu itu?

10
Lagi pula, aku kira semua orang setuju bahwa hidup itu adalah
perjuangan. Hidup kita menjadi bermakna ketika kita berjuang sepenuh
tenaga untuk mencapai keinginan kita. Memangnya, seberapa bahagiakah
manusia yang mampu memperoleh apa-apa yang diinginkannya, jika
proses pemerolehan itu tidak ada usaha dan perjuangan?
Selain itu ada beberapa filsuf yang meragukan ‘niat baik’
teknologi. Jika Sains dan teknologi dianggap paling memahami kebaikan
ideal obyektif-universal, nyatanya pemahaman Sains tentang dunia mental
itu sebenarnya sangat terbatas. Karena, yang dijadikan patokan Sains
hanyalah dunia mental para Western Educated Industrialized Rich
Democratic (WEIRD), atau pengetahuan di dunia Barat. Lalu di
kemanakan dunia mental lain? Dunia non-Barat (yang lebih mengerti
persoalan dunia mental) seperti Shaman, Sufi, Bikhu, Shaolin, atau dunia
binatang? Sebenarnya, banyak sekali spektrum mental, pengalaman pelik
manusia, binatang, spiritualitas yang tidak bisa dideteksi oleh Sains dan
teknologi.

Kekuatan Data dan Algoritma


Data dan algoritma itu sangat powerful, karena dia bisa
memprediksikan apa pun, termasuk prediksi perilaku manusia, hasil
sebuah peradaban, dan hasil konflik-konflik besar di dunia. Algoritma
dapat memprediksikan siapa kita, pekerjaan kita, karakter kita, semuanya.
Dan pada faktanya, itulah yang dilakukan google, facebook, youtube,
kepada kita. Ketika kita memilih terjun ke media-media ini, kita
memasukkan data-data dan informasi kita ke sana, googling hal-hal yang
kita ingin tahu, menonton video-video favorit, semuanya masuk ke sistem
algoritma internet. Algoritma tersebut akhirnya bisa memprediksikan
karakter si pengguna.
Melihat betapa kuat dan masifnya sistem data teknologi, manusia
tidak pernah memahami/menyadari sistem ini secara keseluruhan. Kita
tidak tahu apa dan siapa di baliknya; sebesar apa sistem ini terbangun dan

11
bekerja; apakah ada tujuan tertentu di balik para pemilik modal atau
pembuat teknologi. Ketidaktahuan kita tentang ‘the whole’ menjadikan
manusia rapuh dan terancam akan kekuatan teknologi.

Tetapi, data itu bisa memprediksikan semua perilaku menusia.


Ada satu hal yang sangat sulit diprediksikan oleh data, yaitu pikiran para
seniman. Ide-ide yang muncul di pikiran seniman itu cenderung random,
unpredictable, dan tidak disengaja. Agaknya aku bisa relate dengan hal ini.
Sebagai seorang penulis, penyuka musik, dan punya hobi ngelukis, ide-
ideku bisa datang dari mana saja dan kapan saja, tanpa bisa diduga,
direncanakan, dan diantisipasi. Maka aku pun yakin data teknologi tidak
bisa memprediksikan ide-ideku.

Digital versus Analog


Digital, dalam pengertian sempit, adalah struktur dasar komputer
yang dibangun dengan unit-unit informasi yang selalu berjumlah dua dan
berlawanan. Karena selalu berjumlah dua, jadi disebut struktur ‘biner’ :
on/off, benar/salah, atas/bawah, luar/dalam. Dalam skala besar, struktur
‘biner’ ini membentuk garis, bidang, dan gambar-gambar di layar
komputer.
Dalam pengertian luas, Digital itu tidak hanya menjelaskan cara
kerja komputer, tapi juga cara berpikir manusia. Cara berpikir Digital
artinya cara berpikir secara biner: kita/mereka, kawan/lawan,
feminim/maskulin. Jadi, relasi berpikirnya selalu bertolak belakang.
Sementara, Analog adalah relasi cara berpikir yang lebih
integratif, keserbaragaman; menjelaskan proporsi dan nilai yang beragam
(pendek, sedang, tinggi), dan menuntut pembandingan dan evaluasi
terhadap realitas.
Di zaman teknologi ini, ketika manusia banyak bersentuhan
dengan gadget, manusia lebih berpikir secara Digital. Cara berpikir Digital
selalu berisi nilai tunggal, tidak bisa mengevaluasi, tidak bisa

12
membandingkan, tidak ada pilihan ‘tengah’, karena cara kerja utamanya
selalu membagikan dan memisahkan segala sesuatu. Kalau tidak on, ya
off. Kalau tidak follow, ya unfollow. Kalau tidak log in, berarti log out.
Cara berpikir digital yang nyambung dengan isu kita sekarang ini
yaitu: Kalau dukung Assad, berarti Syiah. Kalau membela Korea Utara,
berarti komunis. Kalau memilih calon gubernur A, berarti kafir.

Manusia seharusnya lebih berpikir secara Analog daripada


Digital. Ada sih, beberapa hal yang hanya bisa dipikir secara Digital
(biner) seperti ‘ada/tiada’, tapi secara umum hal-hal di dunia itu tidak bisa
dilihat secara hitam-putih. Cara berpikir secara Digital itu berbahaya,
karena membuat kita terpecah-belah, mempertentangkan
(Komunis/Liberal), memihak (kawan/lawan), mendominasi dan
menguasai. Sebaliknya, cara pikir Analog menyatukan manusia dalam
berbagai isu, menguniversalkan, dan tidak membeda-bedakan satu sama
lain.
Salah itu contoh cara berpikir Digital bisa dilihat klaim iklan
motor ini: “hanya motor H**** yang paling irit!” (motor lain tidak irit).
Padahal, kita tidak bisa berpikir dengan cara ini. Irit itu kan relatif? Kalau
motor itu dipakai 24 jam perhari kan cepat habis juga? Kalau yang dipakai
bensin murah, kan akhirnya tidak irit juga? Kalau dipakai di jalanan
menanjak kan boros juga? Akhirnya, motor lain yang dipakai hanya
seminggu sekali di jalanan datar dengan kecepatan minimal jadinya lebih
irit dong?

b. Analisis Teori
Alvin Toffler adalah seorang penulis yang telah melahirkan banyak
karya tulis yang berisi tentang berbagai teori mengenai revolusi
komunikasi dan digital. Salah satu bukunya yang cukup fenomenal dan
banyak digunakan dalam pembahasan mengenai revolusi komunikasi
adalah ‘The Third Wave’.

13
Dalam ‘The Third Wave’, Alvin Toffler menjelaskan bahwa
terdapat 3 gelombang peradaban manusia. Gelombang pertama adalah
gelombang agraris, gelombang kedua adalah industri dan gelombang
ketiga adalah informasi. Untuk lebih memahami tentang ketiga gelombang
peradaban manusia dalam The Third Wave, berikut ini adalah sedikit
penjelasan mengenai tiga gelombang peradaban menurut alvin toffler.
Era Agraria
Pada gelombang pertama yang berlangsung pada 800 SM hingga
1500 M ini atau era agraria, manusia bergantung pada teknologi pertanian
yang masih sangat tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Dalam era ini, tidak ada teknologi mutakhir yang serba instan seperti yang
kita jumpai sekarang. Mereka masih menggunakan berbagai hasil alam
yang berupa sinar matahari, angin, air, hewan buruan atau ternak, dan
bentuk alam lainnya.
Teknologi yang digunakan dalam gelombang pertama ini sangatlah
sederhana yakni berupa kincir air, kincir angin, penggerek, pengungkit,
cangkul, garpu, dan lainnya. Teknologi pada gelombang pertama ini
berfungsi untuk membantu menyelesaikan pekerjaan agar tidak terlalu
berat. Penggunaan teknologi pada gelombang pertama ini juga tidak
mencemari lingkungan sehingga keseimbangan alam dan ekosistem tetap
terjaga dengan baik.
Pada era agraria ini, komunikasi tidak secanggih sekarang.
Komunikasi pada manusia di gelombang pertama ini dilakukan dengan
sangat sederhana. Kebanyakan komunikasi dilakukan secara lisan atau
dengan langsung bertatap muka. Untuk pengiriman surat atau
penyampaian pesan jarak jauh biasanya dilakukan dengan mengirim
pengirim pesan atau hewan pengirim pesan seperti merpati untuk
menyampaikan pesan yang jaraknya jauh.
Era Industri
Era industri terjadi pada tahun 1500 M hingga 1970 M. Pada era
ini, masyarakat yang ada di dalamnya jauh lebih berkembang

14
dibandingkan dengan masyarakat pada gelombang pertama. Perekonomian
masyarakatnya juga jauh lebih maju. Perubahan kemajuan ini tidak
terlepas dari peranan Revolusi Perancis.
Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah munculnya
berbagai macam kemajuan dalam bidang industri. Banyak muncul
penemuan baru yang membantu berbagai macam pekerjaan sehingga
pekerjaan jadi jauh lebih cepat dikerjakan. Hasil produksi yang keluar juga
jauh lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan teknologi
sebelumnya. Pekerjaan masyarakat yang dulunya adalah petani pun
bergeser menjadi pekerja pabrik yang jumlahnya meningkat tajam.
Pergeseran lain pada era industri adalah pendidikan yang
sebelumnya kebanyakan dilakukan di rumah, kini telah bergeser menjadi
pendidikan formal yang diadakan di sekolah umum. Selain pendidikan di
sekolah, jumlah media cetak yang banyak dihasilkan pada era industri ini
juga menyebabkan semakin menurunnya jumlah penderita buta huruf.
Masyarakat jadi lebih luas wawasannya berkat kemunculan berbagai
macam media cetak.

Menurut Toffler :“Masyarakat Gelombang Kedua adalah industri


dan berdasarkan produksimassal, distribusi massa, massa konsumsi,
pendidikan massa, media massa, massa rekreasi, massa hiburan, dan
senjata pemusnah massal. Anda menggabungkan mereka hal dengan
standarisasi, sentralisasi , konsentrasi, sinkronisasi dan birokrasi”
Era Komunikasi
Gelombang ketiga adalah era komunikasi. Gelombang ketiga ini
berlangsung pada tahun 1970 M hingga 2000 M. Pada era komunikasi,
banyak hal yang jadi semakin lebih mudah dilakukan. Hal yang paling
mencolok dari era komunikasi adalah perubahan pada komunikasi.
Komunikasi pada masa ini sangatlah mudah dilakukan. Bahkan seolah
menembus batas ruang dan waktu.

15
Pada masa ini, komunikasi yang dilakukan tidak lagi terhambat
dengan jarak. Kini mengirimkan pesan dari satu negara ke negara lain
dapat dilakukan hanya dalam hitungan detik. Tak hanya itu saja,
komunikasi juga dilakukan dengan melihat wajah orang secara langsung
meskipun jaraknya adalah jutaan kilometer. Hal ini berkat adanya satelit
dan internet yang membuat segalanya jadi lebih mudah.
Dari tiga gelombang peradaban menurut alvin toffler, gelombang
ketiga memiliki beberapa karakteristik seperti di bawah ini:
Teknologi Baru : Adanya industri yang dinamis. Kegiatan produksi
didominasi melalui komputer, penerbangan canggih, petrokimia canggih,
komunikasi canggih, sistem teknik, kecerdasan buatan, polimer kimia dan
diversifikasi dan terbarukan, sumber energi serta ilmu ruang angkasa.
Industri ruang: Melahirkan industri luar angkasa. Orang-orang akan dapat
pulang pergi ke luar negeri dengan mudah
Mendekat dengan laut: Laut menjadi sarana dalam memperoleh harta.
Pengembangan dan budidaya laut sangat membantu meningkatkan
kesejahteraan
Industri Genetik: Masyarakat dapat menghasilkan tanaman yang lebih
berkualitas, banyak, dan cepat berkat kecanggihan teknologi.
Itulah penjelasan singkat mengenai tiga gelombang peradaban
menurut alvin toffler. Mungkin saja akan ada gelombang selanjutnya yang
membawa perubahan yang lebih baik dibandingkan dengan saat ini. Dari
teori yang dikembangkan oleh Tofler, terlihat bahwa proses digitalisasi
terjadi sejak era agrarian atau sejak ditemukannya mesin yang membantu
manusia dalam proses industry pertanian. Selanjutkan digitalisasi terjadi
dalam era industry, dimana dalam proses industry telah melibatkan
teknologi berbasis digital yang dapat mengurangi tenaga manusia dalam
melaksanakna produksi. Era komunikasi merupakan era dimana
digitalisasi sudah sangat merambah kehidupan manusia dan sudah menjadi
satu kebudayaan. Bahkan era komunikasi digital sudah merubah gaya
hidup dan pandangan manusia dalam berkomunikasi.

16
Dalam dunia komunikasi saat ini, tidak lagi menjadi satu alas
an bagi manusia untuk berkomunikasi langsung atau tatap muka. Dimana
gesture manusia dalam berkomunikasi sudah tergantikan dengan emoticon
dan emoji yang terkadang dapat pula menjadi masalah. Kesalahan dalam
berkomunikasi dalam dunia digitalisasi juga sudah memberikan rentang
dan jarak pada beberapa generasi.
Perkembangan digitalisasi menjadikan manusia terbagi ataa
beberapa generasi dalam berbagai istilah. Seperti geneasi x, gnerasi Y,
generasi melenium, dan saat ini muncul genarasi revolusi 4.0 dan 5.0.
Pelabelan generasi ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan
teknologi yang berkembang dalam enerasi tersebut dan pelekatan
digitalisasi komunikasi yang sangat kuat.

c. Analisis Praksis
Digitalisasi merupakan bentuk dari perkembangan global yang
mengarah pada proses pola berfikir manusia tradisonal atau analog kearah
digital. Istilah globalisasi sudah memasyarakat di Indonesia sejak awal
dekade 1990 an seiring dengan popularitas tulisan Alvin Toffler,
Powershift (1990), I dan dua tulisan John Naisbitt, Megatrens 2000 (1990)
dan Global Paradox (1994). Globalisasi yang dapat diartikan sebagai
proses saling berhubungan yang mendunia antar individu, bangsa, negara
dan berbagai organisasi kemasyarakatan, didukung oleh alat komunikasi
yang berteknologi tinggi dan semakin kuatnya pengaruh politik, ekonomi,
dan nilai-nilai sosial-budaya. Globalisasi dalam berbagai bentuknya telah
mengubah kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Era globalisasi
menimbulkan tantangan besar yang harus dihadapi setiap masyarakat baik
dalam masa kini maupun dalam masa datang.
Pengaruh utama dari proses-proses globalisasi adalah keterbukaan,
demokratis, dan persaingan dalam konteks kerja sama, dominasi
kecerdasan intelektual (rasio atau nalar), dan sekularisme. Proses asimilasi
sudah mulai terlihat sejak dekade terakhir abad ke-20 (Naisbit, 1995:88)

17
sebagai bagian dari globalisasi, pengaruh Asia, terutama Asia Timur,
Selatan dan Tenggara menjadi semakin kuat dan mendunia. Perubahan
mendasar yang dibawa proses ini adalah percaya diri Asia yang semakin
kuat dan pengaruh budaya Asia ke Barat dan Bagian dunia lainnya.
Beberapa pengaruh utama dari proses sistem informasi yang semakin
canggih adalah semakin sarat-derasnya arus informasi, perkembangan
kecerdasan intelektual dan emosional, simplifikasi, efisiensi, dan
efektivitas dalam komunikasi, bahasa menjadi kebutuhan pokok,
kemandirian memperoleh pengetahuan, dan perubahan sifat lembaga
pendidikan (Tampubolon, 2001:11).
Hakikat manusia sebagai mahluk sosial, kebutuhan ekonomi, dan
tersedianya sarana komunikasi dan transportasi modern merupakan tiga
faktor penting yang saling berkaitan dan sekaligus mendorong
terbentuknya wadah kerja sama regional dan global. Pengaruh globalisasi
komunikasi dan informasi telah mengubah pola aliran informasi secara
mendasar. Globalisasi ekonomi ditandai dengan pasar bebas, arus barang,
jasa dan tenaga ahli akan melintasi batas negara mengalami hambatan.
Beberapa bentuk wadah kerja sama regional dan global dalam bidang
ekonomi adalah Asosiasi Perdagangan Bebas Asia (AFTA), asosiasi
perdagangan Dunia (WTO). Meskipun terlibat dalam wadah kerja sama,
namun persaingan justru semakin ketat.

d. Analisis Praktek
Untuk menghadapi tantangan globalisasi, pendidikan dituntut untuk
semakin berperan dalam memberikan pelayanan, khususnya
menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan dan mampu bersaing
dalam situasi global. Sumber daya manusia (SDM) yang memiliki
kemampuan dan daya saing tingkat tinggi, terutama yang dicapai melalui
sistem pendidikan yang bermutu, merupakan faktor yang paling
menentukan untuk dapat memenangkan persaingan dalam era globalisasi.

18
Uraian-uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya peranan
lembaga pendidikan dalam menghasilkan tenaga-tenaga akademik maupun
profesional untuk merespon berbagai tantangan kehidupan dalam era
globalisasi. Zamroni (2000:90) mengemukakan bahwa permasalahan
mulai dari krisis moneter, ekonomi, politik dan kepercayaan yang tengah
melanda bangsa Indonesia merupakan bukti bahwa sebagai bangsa kita
sudah terseret dalam arus globalisasi.

Salah satu upaya untuk merespon dampak globalisasi adalah


pentingnya mempertimbangkan suatu paradigma baru bagi pendidikan
(Sidi, 2003: 23-25). Untuk menuju suatu masyarakat belajar (Learning
Society), pendidikan yang lebih berorientasi pada teaching (mengajar)
menjadi lebih berorientasi pada learning (belajar). Paradigma Learning ini
jelas terlihat dalam empat visi pendidikan menuju abad ke-21 versi
UNESCO, yaitu, belajar berpikir (Learning to know), belajar
keterampilan dalam kehidupan (Learning to do), belajar hidup bersama
(Learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (Learning to
be).
Oleh karena itu, reformasi pendidikan harus dilakukan untuk
memenuhi isu manajemen pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
globalisasi, paling sedikit ada tiga pandangan filosofis yang dapat
digunakan untuk menjelaskan pengembangan atau reformasi pendidikan
(Berquist, 1995), yaitu elistisme, populisme, dan integralisme. Elitisme
memandang bahwa pendidikan sangat penting terutama untuk
mempertahankan tradisi kebangsawanan dan penyebaran agama, dan
tujuan adalah mutu, bukan pemerataan. Elitisme modern memandang
bahwa mutu tidak semata-mata berkaitan dengan keuangan, melainkan
mutu dikaitkan dengan pemerataan, kelompok elit adalah kelompok the
have. Dalam elitisme modern, pembatasan memperoleh pendidikan bukan
lagi didasari faktor keturunan yang berkaitan dengan status sosial,
melainkan pada kemampuan akademik dan kemampuan mutu, tetapi

19
kemampuan khususnya kurang dalam pembiayaan. Karena itu, di samping
kemampuan akademik, kemampuan ekonomi menjadi satu sarat penting
dalam penerimaan siswa baru.
Pandangan kedua, populisme, timbul dan berkembang dalam era
modern masyarakat industri. Setelah revolusi industri, berkembang
liberalisme yang mendorong perkembangan demokrasi, egalitarianisme,
Individualisme dan sekularisme. Populasi memandang bahwa pendidikan
harus diberikan kepada semua warga masyarakat. Tujuan utama
pendidikan adalah pemerataan untuk merespon tuntutan industrialisasi.
Pandangan ketiga, integralisme, timbul dan berkembang dalam
dekade akhir era modern dan terus berkembang dalam era pasca industri
(pascamodern). Penyelenggaraan pendidikan menurut pandangan ini
bertujuan untuk mutu dan pemerataan. Keduanya harus terpadu atau
terintegritaskan dalam penyelenggaraan pendidikan. Mutu berarti
kesesuaian dengan kebutuhan. mutu pendidikan adalah kesesuaian
produknya dengan kebutuhan siswa, masyarakat dan dunia kerja.
Reformasi pendidikan, khususnya bidang kejuruan menuntut suatu
kerangka berpikir baru atau paradigma baru dalam manajemen pendidikan,
tujuan paradigma baru dalam manajemen pendidikan adalah untuk
meningkatkan mutu dengan memasukkan asas otonomi pendidikan untuk
membuat sistemnya menjadi lebih dinamis, akuntabilitas agar otonomi
terselenggarakan secara bertanggung jawab, akreditasi untuk menjamin
mutu lulusan, dan evaluasi diri agar proses pengambilan keputusan dalam
perencanaan atas data dan informasi empiris (Jalal & Supriadi, 2001:363).

20
Tanggapan

Revolusi Industri ke-4 telah membawa perubahan dalam segi digital


bagi ekonomi dan sistem sosial, yang berakibat pada pergeseran cara kita bekerja
saat ini. Pesatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan dalam pola
hidup manusia. Manusia dengan pekerjaannya nampak semakin lebih mudah.
Bahkan telah di prediksi bahwa dua miliar pekerjaan akan hilang pada tahun 2030.
Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa 65% anak-anak yang saat ini sedang
bersekolah bekerja pada sektor-sektor pekerjaan yang belum ada saat ini.
Teknologi internet mobile dan komputasi awan menjadi pendorong
utama perubahan teknologi, yang memungkinkan lebih efisiennya penyampaian
layanan dan kesempatan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Sementara kemajuan dalam kekuatan komputasi dan big data akan menjadi faktor
pendorong perubahan pada dunia kerja, saat organisasi berusaha untuk
mewujudkan potensi penuh teknologi dalam membantu memahami banyaknya
data yang sangat jumlahnya.
Hal ini jelas menunjukkan perlunya institusi pendidikan tinggi untuk
membekali mahasiswa dengan keahlian yang tepat demi memenuhi tuntutan masa
depan. Dampak dari transformasi digital tentunya relevan dengan perguruan
tinggi. Sudut pandang menarik lainnya tentang kesenjangan keterampilan saat ini
adalah kurangnya keterampilan khusus.

21
Digitalisasi era menegaskan bahwa sumber daya paling berharga di era
digital ini adalah data. Dengan naiknya kebutuhan akan data, maka permintaan
akan kompetensi baru, analisis, pembelajaran virtua, kecerdasan bantuan,
keamanan siber, dan lainnya. Kemudian yang menjadi sorotan adalah apakah
institusi pendidikan saat ini sudah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan masa
depan?
Kemajuannya teknologi yang semakin pesat , salah satu permasalahan
yang sulit ditemukan solusinya adalah interaksi antara manusia dengan iptek itu
sendiri. Manusia sebagai subjek sekaligus objek dalam pengembangan dan
perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tingkat ketergantungan manusia
terhadap teknologi sangat tinggi. Pemanfaatan teknologi menjamur di setiap
bidang kehidupan manusia, termasuk pendidikan.
Digitalisasi dalam konstelasi pendidikan tentunya menuntut respon
balik dari pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan tetap menghasilkan
pendidikan yang sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu menjadi tugas
pendidikan sekarang adalah bagaimana pendidikan itu sendiri mengelola secara
cerdas pendidikannya di era digital.
Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
memberikan kontribusi yang baik terhadap pendidikan. Hal ini dapat dirasakan
oleh masyarakat pendidikan (dosen, guru,siswa) dalam hal mengakses materi
pembelajaran. Materi pembelajaran dapat dengan mudah diakses melalui media
elektronik. Munculnya teknologi digital sebagai salah satu media elektronik telah
membentuk paradigma baru dalam proses belajar dan pengelolaan organisasi
pendidikan.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa
perubahan yang teramat besar di dunia pendidikan. Penerapan teknologi informasi
dan komunikasi khususnya dalam pengembangan pendidikan nasional saat ini
menjadi sesuatu yang wajib. Perkembangan teknologi digital telah memicu

22
kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan konvensional
(tatap muka) ke arah pendidikan yang lebih terbuka. Pendidikan akan lebih
bersifat dua arah, kompetitif, multidisipliner, serta tingginya produktivitas.
Di beberapa negara di asia telah menggunakan “Flexible Learning”,
yaitu layanan pendidikan online. Sebuah bidang ilmu yang kita sebut sebagai
Teknologi Pendidikan semakin berperan penting pada era ini. Hal ini berfungsi
untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Serta
menciptakan sebuah inovasi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pesatnya penggunaan teknologi digital di dalam dunia pendidikan ini
akan tercermin pada perubahan model pembelajaran yakni makin tumbuhnya
pendidikan jarak jauh (distance learning) di mana dosen dan mahasiswa tidak
perlu berada di tempat yang sama, dan semakin banyaknya pilihan sumber belajar
yang tersedia seperti buku elektronik (e-book), mudahnya mengakses aplikasi
digital seperti e-library, e-forum, e-journal dan sebagainya.

Teknologi telah memungkinkan terciptanya lingkungan belajar global terstandar


yang menempatkan mahasiswa di tengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi
oleh berbagai sumber belajar dan layanan belajar elektronik. Untuk itu, sistem
pendidikan konvensional sudah seharusnya menunjukkan sikap yang bersahabat
dengan alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan digitalisasi.
Perusahaan raksasa perangkat lunak (software) Microsoft, di tahun
2016 akhir, melakukan sebuah studi mengenai DIGITAL TRANSFORMATION
pada13 negara dengan hampir 1.500 pemimpin bisnis untuk lebih memahami
dampak transformasi digital pada organisasi mereka. Studi riset ini juga
melibatkan 265 pemimpin dari sektor pendidikan. Hasil Studi menemukan bahwa
87% pemimpin di industri pendidikan sepakat bahwa organisasi mereka perlu
ditransformasi menjadi bisnis digital untuk memungkinkan pertumbuhan dimasa
mendatang, namun hanya 23% yang telah memiliki strategi untuk menghadapi
perubahan ini.

23
Prioritas nomor satu dalam proses transformasi digital mereka saat ini
adalah untuk memberdayakan baik karyawan fakultas maupun non-guru, dan
memberi mereka alat terbaik untuk melibatkan siswa baik di dalam maupun di
luar kelas. Namun, hanya 39% responden yang berpendapat bahwa institusi
mereka memiliki teknologi yang saling terkoneksi sehingga memungkinkan
karyawan tersebut bekerja di luar kampus.

Hal ini diikuti dengan melibatkan siswa sebagai bagian dari proses
transformasi, di mana sekolah mengadopsi teknologi digital, konten interaktif dan
personal, dan mempersiapkan siswa dengan keterampilan agar berhasil di dunia
kerja yang berdinamika saat ini. Ketika ditanya tentang faktor-faktor yang
menghambat proses transformasi digital mereka, responden menyoroti masalah
ancaman siber dan keamanan, kurangnya keterampilan kepemimpinan organisasi,
dan kurangnya tenaga kerja digital yang terampil, sebagai penghalang utama.
Para pendidik dengan jelas menyetujui adanya peran integral yang
dimainkan teknologi dalam meningkatkan pedagogi. Survei yang dilakukan
Microsoft Asia EduTech pada tahun 2016 menemukan bahwa 95% responden
sepakat mengenai pentingnya teknologi dalam sistem pendidikan saat ini. Lebih
dari setengah responden yang merupakan pendidik. Mengidentifikasikan
kurangnya pelatihan sebagai tantangan utama bagi mereka untuk mengoptimalkan
teknologi di dalam kelas.
Hal ini mengarah pada kesenjangan antara mengakui kebutuhan untuk
bertransformasi, dan ketersediaan strategi yang jelas untuk bergerak maju.
Bagaimanapun, sekarang adalah waktu bagi institusi pendidikan untuk
menjadikan organisasi mereka menjadi organisasi digital, agar tetap relevan dan
memastikan bahwa para siswa siap untuk menghadapi perubahan kebutuhan dari
generasi kerja mendatang.

24
Ketika kita memikirkan tentang transformasi digital untuk sektor
pendidikan, harus kita mulai dengan mengetahui cara orang belajar. Hal ini lebih
dari mengimplementasikan teknologi, tetapi juga membahas perubahan paradigma
yang dibawa oleh Revolusi Industri Ke-4.
Transformasi digital perlu dimulai dengan memungkinkan para
pendidik untuk menciptakan lingkungan belajar baru—yang memungkinkan
kegagalan sebagai bagian dari proses pembelajaran. Intinya, slogan untuk kelas
baru seharusnya “gagal lebih cepat, gagal dengan cepat, dan sering gagal”.
Digitalisasi pendidikan memberdayakan setiap institusi pendidikan dan
siswa dalam proses pembelajaran untuk meraih lebih banyak pengetahuan.
Tentunya didukung dengan memberikan silabus dan pelatihan yang tepat bagi
siswa dan pengajar, sehingga mereka dapat menciptakan dunia masa depan.
Pemanfaatan teknologi digital di bidang pendidikan berjalan di empat
pilar berbeda: melibatkan siswa, memberdayakan pendidik, mengoptimalkan
operasi, dan mentransformasi pembelajaran yang kesemuanya didukung oleh
komitmen mendasar lembaga/institusi pendidikan. untuk memberikan program
terpercaya yang dapat dijalankan oleh organisasi tersebut. Institusi pendidikan
sekarang ini telah mulai memanfaatkan teknologi digital diantaranya,
meningkatkan efisiensi dan kinerja, meningkatkan hasil pembelajaran dan
keberhasilan siswa, dan memajukan penelitian dan inovasi.
Dengan memanfaatkan teknologi digital, lebih efisiensi biaya,
menghemat waktu sembari memperluas akses belajar yang terjangkau, mendorong
pembelajaran yang lebih efektif melalui keterlibatan antara siswa dan pengajar
yang lebih baik. Tujuan utamanya adalah memungkinkan kolaborasi penelitian
yang lebih kuat pada seluruh fakultas dan institusi.
Pesatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam dunia
pendidikan saat ini, ditandai dengan berkembangnya model belajar jarak jauh
(Distance Learning), mudahnya menyelenggarakan pendidikan terbuka, sharing
resource bersama antar lembaga pendidikan, perpustakaan dan instrument
pendidikan lainnya (guru, dosen, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber
informasi daripada sekedar rak buku.

25
Digitalisasi pendidikan, melahirkan cara baru dalam proses belajar dan
pembelajaran. Mulanya, buku sebagai satu-satunya acuan sumber belajar untuk
mendapatkan materi dalam dunia pendidikan tetapi kemudian beralih ke sistem
yang berbasis komputer. Proses pengalihan ini mengubah pandangan pendidikan
terhadap buku. Buku tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar untuk
menunjang pencapaian kesuksesan belajar dalam dunia pendidikan. Buku dan
aplikasi teknologi digital merupakan satu-kesatuan sebagai referensi
pembelajaran.
Buku teks pelajaran adalah media pembelajaran (instruksional) yang
dominan perannya di kelas; media penyampaian materi kurikulum; dan bagian
sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1988; Lockeed dan Verspur, 1990;
Altbach, 991; Buckingham dalam Harris, ed, 1980). Buku merupakan alat bantu
pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan teknologi digital, buku teks
pelajaran ditampilkan dalam bentuk digital book atau buku Elektronik. Hal ini
semakin memperjelas pergeseran gaya belajar siswa melalui media elektronik.
Dengan adanya teknologi digital sebagai media elektronik yang
menyajikan materi pembelajaran, pengajar (guru, dosen) bukan lagi satu-satunya
sumber ilmu pengetahuan. Buku manual telah bergerser ke buku digital (digital
book). Hal ini tentunya memudahkan siswa proses belajar karena lebih yang
mudah, praktis dan interaktif. Selain itu, teknologi digital sangat berpotensi
memberikan ruang bagi pengajar dan siswa untuk mengakses pengetahuan dan
informasi lebih luas dan praktis.
Era digital, saat ini, integrasi antara pendidikan dengan teknologi dapat
merevolusi proses belajar mengajar. Bahkan lebih jauh lagi, teknologi dapat
meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan, seraya memberikan
pembelajaran yang lebih sesuai sebuah kebutuhan masing-masing siswa.Tentu
menarik untuk menyaksikan bagaimana dunia pendidikan berevolusi dengan
memanfaatkan inovasi teknologi. Aplikasi teknologi digital di dunia pendidikan
sebagai hal yang mutlak untuk di manfaatkan dalam organisasi pendidikan serta
proses belajar mengajar (PBM).

26
Institusi pendidikan yang masih menggunakan sistem konvensional
tentunya harus segera melakukan inovasi mulai dari proses administrasi,
akademik, keuangan, hingga proses dan metode pembelajaran. Seiring dengan
perkembangan teknologi, pendidikan saat ini sudah menuju proses yang disebut
paperless model.
Sistem dan metode pembelajaran saat ini menuntut suatu perubahan
seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan komunikasi. Tentunya
memerlukan standar, inovasi berkelanjutan, teknologi, sumber daya finansial dan
manusia yang professional. Penggunaan teknologi di dalam pendidikan membuat
proses pembelajaran lebih efektif, hingga memperluas ketersediaan akses
informasi serta sumber pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan pengajar dan
siswa.
Dengan memanfaatkan berbagai unsur teknologi ke dalam proses
pembelajaran, institusi pendidikan harus menyediakan sarana, fasilitas,
infrastruktur IT, seperti trafik, keamanan serta kecepatan jaringan, pengelolaan
beragam perangkat dan aplikasi yang terlibat di dalamnya, hingga pemanfaatan
teknologi cloud dan hybrid untuk mendukung inisiatif ini. Sebaik apapun sistem
dan aplikasi yang dikembangkan, akan menjadi sia-sia jika pengguna tidak dapat
mengaksesnya secara aman dan cepat.
Institusi pendidikan perlu menyadari bahwa tuntutan utama pengguna
teknologi digital adalah ketersediaan aplikasi untuk dapat diakses kapanpun
dibutuhkan secara aman dan cepat. Strategi aplikasi-sentris/yang berpusat pada
aplikasi menjadi semakin penting. Strategi aplikasi-sentris mengedepankan
optimalisasi aplikasi serta jaringan melalui berbagai layanan (application service),
dan sekaligus fokus mengurangi kompleksitas infrastruktur.
Untuk bisa menerapkan strategi aplikasi-sentris, institusi pendidikan
memerlukan bantuan dari ahli-ahli yang memiliki pemahaman mendalam tentang
aplikasi. Mereka dapat memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan dari para ahli
tersebut untuk memastikan ketersediaan, keamanan, dan kinerja aplikasi guna
kelancaran proses digitalisasi pendidikan.

27
Keandalan, ketersediaan, hingga keamanan aplikasi TI menjadi ujung
tombak dari proses digitalisasi pendidikan. Aplikasi teknologi digital menentukan
apakah berbagai inovasi teknologi terbukti mampu mengoptimalkan proses
pendidikan. Inovasi dan sumber daya manusia adalah bagian tak terpisahkan
dalam mewujudkan proses digitalisasi model pendidikan.
Dunia hari ini sedang menghadapi fenomena disruption (disrupsi),
situasi di mana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak lagi linear.
Perubahannya sangat cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan
lama untuk menciptakan tatanan baru.
Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih
inovatif dan disruptif. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia bisnis,
perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini akan
menuntut kita untuk berubah atau punah.
Tidak diragukan lagi, disrupsi akan mendorong terjadinya digitalisasi
sistem pendidikan. Munculnya inovasi aplikasi teknologi seperti Uber atau Gojek
akan menginspirasi lahirnya aplikasi sejenis di bidang pendidikan.
Misalnya MOOC, singkatan dari Massive Open Online Course serta AI
(Artificial Intelligence). MOOC adalah inovasi pembelajaran daring yang
dirancang terbuka, dapat saling berbagi dan saling terhubung atau berjejaring satu
sama lain.
Prinsip ini menandai dimulainya demokratisasi pengetahuan yang
menciptakan kesempatan bagi kita untuk memanfaatkan dunia teknologi dengan
produktif. Sedangkan AI adalah mesin kecerdasan buatan yang dirancang untuk
melakukan pekerjaan yang spesifik dalam membantu keseharian manusia. Di
bidang pendidikan, AI akan membantu pembelajaran yang bersifat individual.
Sebab, AI mampu melakukan pencarian informasi yang diinginkan sekaligus
menyajikannya dengan cepat, akurat, dan interaktif. Baik MOOC maupun AI akan
mengacak-acak metode pendidikan lama. Kegiatan belajar-mengajar akan berubah
total. Ruang kelas mengalami evolusi dengan pola pembelajaran digital yang
memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih kreatif, partisipatif, beragam,
dan menyeluruh.

28
Evolusi pembelajaran yang ditawarkan oleh MOOC dan AI akan
memunculkan pertanyaan kritis, "Masih relevankah peran guru ke depan?" Chief
Executive Officer TheHubEdu, Tiffany Reiss berpendapat, guru memiliki peran
penting dalam melakukan kontekstualisasi informasi serta bimbingan terhadap
siswa dalam penggunaan praktis diskusi daring.
Jack Ma, pendiri Alibaba, perusahaan transaksi daring terbesar di dunia
juga mengatakan, fungsi guru pada era digital ini berbeda dibandingkan guru
masa lalu.
Kini, guru tidak mungkin mampu bersaing dengan mesin dalam hal
melaksanakan pekerjaan hapalan, hitungan, hingga pencarian sumber informasi.
Mesin jauh lebih cerdas, berpengetahuan, dan efektif dibandingkan kita karena
tidak pernah lelah melaksanakan tugasnya.
Karena itu, fungsi guru bergeser lebih mengajarkan nilai-nilai etika,
budaya, kebijaksanaan, pengalaman hingga empati sosial karena nilai-nilai itulah
yang tidak dapat diajarkan oleh mesin. Jika tidak, wajah masa depan pendidikan
kita akan suram.
Guru perlu untuk memulai mengubah cara mereka mengajar,
meninggalkan cara-cara lamanya serta fleksibel dalam memahami hal-hal baru
dengan lebih cepat. Teknologi digital dapat membantu guru belajar lebih cepat
dan lebih efektif untuk berubah dan berkembang.
Mereka akan lebih cakap mengubah pelajaran yang membosankan dan
tidak inovatif menjadi pembelajaran multi-stimulan sehingga menjadi lebih
menyenangkan dan menarik. Pertanyaannya adalah apakah guru-guru saat ini
telah disiapkan untuk menghadapi perubahan peran ini? Ini bukan hanya
persoalan mengganti kelas tatap muka konvensional menjadi pembelajaran daring.
Namun yang lebih penting adalah revolusi peran guru sebagai sumber belajar atau
pemberi pengetahuan menjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan inspirator
mengembangkan imajinasi, kreativitas, karakter, serta team work siswa yang
dibutuhkan pada masa depan.

29
Kesimpulan

Futurism dan digitalisme merupakan satu perubahan yang terjadi setelah masa
aliran modern dan postmodernisme. Futuristic merupakan salah satu aliran yang
memandang bahwa kehidupan manusia harus melihat pada perubahan dan
perkembangan yang terjadi dimasa mendatang. Perkembangan budaya yang
merubah kehidupan manusia dari tenaga manusia menjadi permesinan adalah
bentuk aliran futurism. Permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat kita adalah,
meski pandangan kita mengarah pada futurism, tetapi kita tetap seperti berada
dalam enkapsulis, artinya kita merasa pembaharuan yang terjadi tetap dipandang
belum lah baik bagi manusia itu sendiri.
Digitalisme merupakan istilah yang dapat dikatakan belumlah tepa. Mengingat
digitalisme bukan lah pembawaan sifat atau perilaku yang kata tersebut belum
berlaku dalam KBBI. Tetapi digitalisasi adalah satu proses perubahan kehidupan
manusia yang berbasis teknologi analog kearah digital. Artinya perubahan yang

30
terjadi pada masa futurime, dikatakan sebagai masa analog dan digeser menjadi
digital dalam kemajuannya. Efek digitalisasi dalam kehidupan manusia adalah,
semakin efektifnya kehidupan manusia dalam beraktiiftas. Namun disatu sisi,
manusia semakin malas untuk berfikir dan memanfaatkan krtical thhingkingnya,
karena pada masa digitalisasi semua dapat diatasi dan terjawab secara instan.

Daftar Pustaka

Agus Sugiyono, Metodologi Ekonomi Positivisme, 2001.

Akbar S. Ahmed, Postmodernisme dan Islam, 1992.

Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008. Filsafat Umum. Pustaka
Setia, Bandung.

Bambang Sugiharto. Postmodernisme:Tantangan bagi Filsafat.


Yogyakarta,Kanisius, 1996.

Frans Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, Yogyakarta. Yogyakarta, Kanisius,


2005.

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta, Penerbit


Kanisius. 1980.

J. Michael Armer, John Katsillis. "Modernization Theory". Diakses tanggal 1


Mei 2014.

31
J. Matunhu (2011). "A critique of modernization and dependency theories in
Africa: Critical assessment" (PDF). African Journal of History and
Culture.

Henry Bernstein. "Modernization Theory and The Sociological Study of


Development" (PDF).

Suwarsono, Alvin Y. So (1991). Perubahan Sosial dan Pembangunan di


Indonesia: Teori-teori Modernisasi, Dependensi dan Sistem Dunia.
Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
hlm. 95-204.

Kamus Inggris Indonesia, John M. Echols, Gramedia Jakarta, 1982, hal 439

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Penerbit Kanisius, hal110.

32

Anda mungkin juga menyukai