Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS PARADIGMA (FILSAFAT, TEORI, PRAKSIS DAN PRAKTIK)

PENDIDIKAN NASRANISME DAN KONGHUCUISME

RINGKASAN

Dalam kajian filsafat ini akan dibahas tentang bagaimana pandangan


nasranisme dan konghucuisme terhadap Pendidikan. Makna nasranisme dan
konghucuisme merupakan satu aliran atau kepercayaan yang berlandaskan pada
agama atau kepercayaan tertentu. Kepercayaan atau aliran tertentu belum dapat
dikatakan bahwa sebagai agama, namun dapat saja itu berupa lingkup filsafat.
Karena makna agama berarti suatu pengakuan adanya Tuhan, sedangkan
kepercayaan lebih mengarah pada leluhur atau dewa yang bukan tunggal.
Dalam hal ini akan dibahas lebih mendalam lagi tentang pandangan
filsafat terhadap Pendidikan dalam nasranisme dan konghucuisme, tidak
membahas tentang persoalan latar pandangan agama. Hal ini diyakini, bahwa
filsafat berawal dari keraguan dan berakhir dengan keraguan, sedang kan agama
berawal dari keyakinan, maka berakhir tetap pada keyakinan. Oleh sebab itu,
adalah hal yang sangat “membahayakan” apabila kajian filsafat dihubungkan
dengan agama selain Islam yang rahmatanlilalamin.

A. Pendidikan Nasranisme
Ontologi
Pendidikan dalam bingkai dan perspektif Alkitab mengembalikan pola
pendidikan itu dengan cara-cara yang tepat; memenuhi hukum dan aturan
main yang berlaku, Alkitab mendorong pendidikan berlangsung dalam
keluarga, dikerjakan oleh para orangtua mendidik, mengajar dan juga
menuntun anak-anak mereka sehingga dapat bertumbuh dalam pengembalaan
anak Tuhannya (dalam hal ini dinamakan sebagai manusia yang menjadi
penerus alkitab atau guru). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ajaran
Nasrani lebih menekankan Pendidikan sebagai penerusan ajaran alkitab untuk
mempersiapkan anak-anak mereka sebagai pengabdi tuhannya (Pengembala
anak tuhan).

Epistimologi
Dalam Alkitab, nabi Isa AS menjadi tokoh utama pendidik. Dalam diri
Nabi Isa AS, umat nasrani mendapatkan bagaimana mengerti tugas-tugas
mendidik dan mengajar. Perjanjian Baru melaporkan bahwa Nabi Isa AS
mengajar para murid, Ia juga mengajar orang banyak, dan bahkan masih
banyak lagi pola-pola pengajaran yang dibuat oleh Nabi Isa AS. Dalam
konteks ini maka dapat disebutkan bahwa tokoh yang utama dalam pendidikan
adalah Nabi Isa AS, sebagai tokoh pendidik ia melegitimasi diri sebagai guru
bagi para murid-murid. sebutan rabbi (guru) dalam teks Perjanjian Baru
hendak menerangkan bagaimana nabi Isa As melakukan tugas-tugas
pendidikan. Pola pembelajaran yang dilaksanakan nabi Isa As jelas dengan
memberikan keteladanan, memberikan pengalaman iman bagi murid-murid
dan juga mendorong mereka menjadi pelaku bukan hanya pendengar.

Aksiologi
Dalam tata nilai ajaran Pendidikan Nasrani lebih menekankan pada
Pendidikan dari manusia dan untuk manusia. Artinya Pendidikan dalam
konteks Nasrani memiliki makna bahwa manusia itu hidup untuk mendidik
manusia lain, untuk menjadi pengabdi bagi manusia lain, atau memanusiakan
manusia.

B. Pendidikan Konghucuisme
Ontologis
Kong Hu Cu adalah seorang ahli Filsafat Cina yang terkenal sebagai
pengembang sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Cina
yang mendasar. Ajarannya menyangkut kesusilaan perorangan dan gagasan
bagi pemerintah agar melaksanakan pemerintahan dan melayani rakyat dengan
teladan berperilaku yang baik. Ajaran Kong Hu Cu mengandung unsur
pembentukan akhlak yang mulia bagi bangsa Tiongkok. Kong Hu Cu selalu
menghindari pembicaraan tentang metafisika, ketuhanan, jiwa, dan berbagai
hal yang ajaib. Namun ia tidak meragukan tentang adanya Tuhan Yang Maha
Esa yang dianut masyarakatnya.

Epistimologis
Khonghucu dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan
daya upaya untuk menumbuhkan budi pekerti yang luhur. Dengan demikian,
pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan moral
yang baik. Menurut ajaran Konghucu semua manusia ketika dilahirkan ke
dunia membawa kodrat sebagai makhluk yang pada hakikatnya baik adanya.
Kodrat manusia yang baik itu disebut Xing atau watak sejati. Xing adalah
benih yang harus ditumbuhkembangkan. Manakala terdapat badan manusiawi,
maka terdapatlah Xing yang utamanya adalah hati yang bercinta kasih. Cinta
kasih adalah hati manusia. Agar Xing dapat berkembang dan manusia menjadi
makhluk yang sempurna, maka manusia harus senantiasa berada dalam jalan
kebenaran (jalan suci). Karena manusia mempunyai sifat hewani yang apabila
tidak dikendalikan merupakan sumber kelemahan, maka manusia memerlukan
suatu tuntunan agar manusia hidup di dalam jalan kebenaran. Tuntunan ke
dalam Jalan Kebenaran (Suci) itulah yang disebut Agama.
Manusia haruslah memanusiakan dirinya. Caranya dengan
mengembangkan benih-benih kebajikan yang sudah ada dalam watak sejatinya
yang antara lain mempunyai kualitas Jien (cinta kasih). Yong dan Gie (berani
menegakkan kebenaran, karena mampu membedakan mana yang benar dan
mana pula yang salah). Lee (kesusilaan/mengenal ketertiban dan hukum), ti
(hikmat kebijaksanaan) dan sien (tulus ikhlas/dapat dipercaya).
Ia mengajarkan tentang enam seni yaitu tata upacara, musik, ilmu
memanah, berkereta kuda, menulis dan ilmu hitung. Selain itu, ia juga
memberikan latihan untuk bersikap baik, latihan upacara, latihan tata cara
kehidupan, dan dan keahlian lainnya. Pada masa itu para pendidik lee
mendapat dukungan dari keluarga bangsawan dan hanya orang-orang yang
mempunyai kedudukan saja yang mempunyai kesempatan untuk mempelajari
Lee tersebut. Kong hu chu berusaha untuk mengubah keadaan tersebut. Kong
hu chu hanya mengenakan biaya yang sangat murah. Bahkan, orang miskin
pun mampu menjangkaunya.

Aksiologi
Tatanan nilai dalam ajaran konghucu adalah terbagi atas 2 hal pokok
yaitu Yen dan Li. Yen mengandung suatu pengertian hubungan ideal diantara
sesama manusia. Setiap manusia harus terdapat dalam dirinya suatu kebaikan,
budi pekerti, cinta dan kemanusiaan. Orang yang telah memiliki Yen, akan
senantiasa bersedia mengurbankan dirinya untuk menjaga keseimbangan
dirinya dengan orang lain. Li artinya keserangkaian antara perilaku, ibadah,
adat istiadat, tata krama dan sopan santun. Untuk tetap menjaga Li dalam
kaidah dan peraturan keseimbangan maka Kong Hu Cu mengajarkan hal-hal
sebagai berikut
1. Orang harus menggunakan nama-nama yang baik dan benar,
2. Orang harus memiliki sifat-sifat yang disebut “Chung Yung” yaitu sifat
atau sikap yang senantiasa tetap berada ditengah-tengah antara hidup
berlebih-lebihan dan kekurangan yang dapat memberikan keseimbangan
terhadap perbuatan berlebih-lebihan serta mengendalikan perbuatan-
perbuatan tersebut sebelum terwujud.
3. Orang harus menjaga adanya lima hubungan timbal balik sebagai sesuatu
lingkaran keseimbangan hidup,
Kong Hu Cu juga mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadi
tempat orang besar, yaitu kagum terhadap perintah Tuhan, kagum terhadap
orang-orang penting dan kagum terhadap kata-kata bijaksana.
PEMBAHASAN

A. Nasranisme
1. Analisis filosofis
Pendidikan Nasrani berasal dari Tritunggal yang mereka
pahami, bahwa Pendidikan itu adalah satu proses penggambaran tuhan
mereka kedalam sosok dan prilaku manusia. Penggambaran itu
ditempatkan dalam tiga sosok yang memiliki peran yaitu yesus (Nabi
Isa AS), Bapa Tuhan (pengganti peran nabi Isa AS karena diperkirakan
mati dalam pancungan) dan roh kudus (nabi Isa AS yang dinantikan
akan turun). Ajaran dalam ketiga Tritunggal tersebut adalah kedamaian
dan kebenaran. Bagi ajaran Nasrani, Pendidikan merupakan transfer
ilmu terhadap gambar dan rupa tuhannya yang Tritunggal. Dalam
konteks ini, apabila guru mendapatkan kesulitan dalam memberikan
kepastian gambar dan rupa tuhannya, maka adalah kewajiban siswa
untuk memahami sendiri bagaimana gambar dan rupa tuhan. Inilahh
yang menimbulkan gambaran dan rupa tuhan kedalam Tritunggal
tersebut.
Untuk mencapai tujuan ini maka diperlukan education for
shalom. Education for shalom berarti hidup dalam pendidikan yang
mendamaikan manusia dengan tuhan. Pendamaian ini hanya dapat
dilakukan melalui Kristusnya. Salah satu penerapannya adalah dengan
mengajarkan kepada siswa mengenai kasih. Apabila siswa diajarkan
tentang kasih, maka siswa akan mengaplikasikannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Baik dalam menghadapi sesamanya, orang tua,
saudara, dan orang-orang di sekitarnya. Untuk mencapai tujuan ini
bukanlah hal yang mudah. Kecenderungan manusia yang selalu
berbuat dosa membawa manusia ke dalam sikap yang egois.
Dalam Pendidikan Nasrani mengakui bahwa Alkitab adalah
dasar dari kebenaran. Ilmu pengetahuan yang akan diajarkan kepada
murid harus dibawa kepada kebenaran di dalam Alkitab. Alkitab
merupakan framework dari segala pemikiran manusia. Namun disatu
sisi dikatakan bahwa alkitab bukanlah pernyataan dari tuhannya secara
langsung (atau wahyu dalam konteks Islam) tetapi merupakan
sekumpulan pemikiran-pemikiran terhadap apa yang disampaikan
tuhannya. Artinya disini adalah, filosofi Nasrani dapat menimbulkan
beragam argument yang berbeda pada setiap penganutnya.

2. Analisis teori
Dalam Pendidikan nasranisme, E. G. Homrighausen
menyatakan pendidikan berpusat pada keluarga, pemberian tuhan
yang tidak ternilai harganya dan keluarga yang memegang peranan
yang penting dari segala jalan lain yang dipakai Gereja untuk
pendidikan.
Hopes Antone, menyatakan pendidikan adalah kebutuhan
untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya secara penuh untuk
memperoleh/ mencapai kehidupan yang lebih berarti dan lebih kaya
untuk seorang yang terbaik baik bagi dirinya.
Bushell, Pendidikan adalah pendidikan kepada anak-anak yang
dimana anak-anak ditanamkan iman dalam diri anak dari keluarga,
yang dimana supaya anak memeluk nilai-nila kristiani dari jemaat
tanpa mengharuskan kaum muda lebih dahulu mengalami pertobatan
umum tertentu.
Tujuan pelayanan Pendidikan Nasrani disebut dengan
“dorongan-dorongan” yakni jemaat menyediakan dana dan tenaga
demi pelayanan mendidik, yang mendorong seseorang rela
mengorbankan waktu dan tenaga demi tugas mengajar di kalangan
gereja. Tujuan Pendidikan Nasrani ini adalah menolong orang-orang
menjadi sadar akan penyingkapan diri tuhannya dalam yang
senantiasa mencari orang serta menjawabnya dengan kepercayaan dan
kasih, agar mereka mengetahui siapa diri sebenarnya dan bertumbuh
sebagai anak-anak Allah.
Sebagaimana dalam kajian epistimologi, bahwa dalam
menjalankan pendidikannya, Nasrani menjadikan Nabi Isa AS dan
yang lainnya sebagai satu contoh tauladan yang harus diikuti anak
anak agar dalam tujuan Pendidikan itu dapat tercapai. Apa yang
menjadi tujuan pendidikan nasranisme adalah perwujudan tuhannya
dalam bentuk gambar dan rupa. Artinya anak-anak diwajibkan
memiliki imajinasi yang kuat tentang sosok tauladannya.

3. Analisis praksis
Praksis adalah cara mengetahui yang berdasarkan hubungan,
pengalaman dan bersifat reflektif, dimana dengan refleksi kritis asas
pengalaman yang hidup, orang-orang menemukan dan
mengungkapkan cerita dan visi miliknya sendiri, dan dalam konteks
pendidikan Nasrani. Dengan demikian, praksis itu menggabungkan
pengetahuan yang muncul dari pengalaman hidup masa kini dengan
apa yang diketahui oleh orang-orang Nasrani. Selanjutnya pengetahuan
yang timbul dari perjumpaan dengan cerita dan visi Nasrani yang
berdasarkan pengalaman/bersifat reflektif menuju iman Nasrani yang
hidup oleh anugerah tuhannya. Dalam sejarah Nasrani konteks teologi
membentuk teori pendidikan.
Dari pendekatan praksis teologi dalam perspektif pendidikan
nasrani memiliki dua arah yang mempertahankan “theoria” dan
“praksis” dalam kesatuan dialektis. Pertama-pertama, pendidikan
dalam tradisi iman nasrani harus diinformasikan oleh pemahaman
mutakhir yang terbaik yang orang Nasrani miliki dari tradisi mereka.
Pendidikan Nasrani yang tidak diinformasikan teologi adalah sebuah
penyimpangan yang sangat mungkin menggagalkan tujuan pendidikan
yang diharapkan. Program-program pelatihan guru bagi para pendidik
harus memperhatikan pembentukan teologis dan perkembangan
pendidikan.

Di sisi lain, meskipun pendidikan harus diinformasikan oleh


pengetahuan teologi yang dapat dipercaya, para pakar harus juga
diinformasikan oleh iman yang hidup dari komunitas Nasrani. Pada
saat para pakar memberi perhatian pada sumber-sumber tradisi, mereka
harus juga diinformasikan oleh pengalaman historis masa kini dari
komunitas iman yang direfleksikan dari sudut tradisi itu. Dalam arti
ini, teologi harus timbul dari dan diinformasikan oleh refleksi atas
tindakan masa kini yang terjadi dalam kelompok berbagi praksis.
Sesungguhnya, ketika sekelompok orang merefleksikan pengalaman
historis masa kini secara kritis dari sudut Cerita/Visi Nasrani
dikatakan sedang “berteologi”. Teologi harus timbul dari praksis
Nasrani sebanyak teologi harus menginformasikan praksis Nasrani
yang selanjutnya. Kita harus memandang teologi dan pendidikan
sebagai mitra yang setara dalam panggilan komunitas untuk
menghidupkan iman di mana komunitas meminta untuk percaya dan
membentuk orang-orang di dalamnya. Tanpa hubungan kerja sama
timbal balik kedua usaha tersebut sangat miskin.

Fenomena yang ada memperlihatkan bahwa sebagian


pendekatan praksis teologi hanya menekankan kompetensi untuk
menafsirkan, menjelaskan pembebasan yang kontekstual tanpa
memperhatikan penerapan praktis teologis terhadap pendidikan.
Richard P.Mc Brien mengatakan bahwa Teologi yang baik sangat
penting bagi pendidikan agama yang baik; dan teori serta praktik
pendidikan yang baik sangat penting untuk mempelajari dan
mengkomunikasikan teologi yang baik. Akibatnya, tidak ada hubungan
yang lain yang dapat diterima antara pendidikan agama dan teologi
kecuali hubungan saling menghargai dan kerja sama.
Fenomena yang ada memperlihatkan bahwa
mengomunikasikan teologi melalui studi kritis Alkitab selalu mulai
dengan mempertanyakan segala sesuatu yang sudah diterima umum,
khususnya Gereja dan Nasrani; bahkan mempertanyakan ulang yang
sudah mendarah daging. Hal itu terjadi juga karena kesimpulan-
kesimpulan yang dihasilkan oleh studi kritis tersebut sering kurang
dapat diterima oleh banyak orang. Untuk itu diperlukan orang-orang
yang mampu menerapkan teologi secara praktis dalam pendidikan,
karena Pendidikan bersumber dari Alkitab.

Dasar teologis pendidikan adalah alasan alkitabiah tentang


pentingnya pendidikan agama yang terdiri dari tugas, proses dan tujuan
pendidikan agama. Dalam ajaran Nasrani diajarkan hal-hal yang
berkaitan dengan kewajiban menyampaikan dan menyebarkan pesa-
pesan tuhannya. Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan
para murid Kristus, yaitu memberitakan injil, membaptis dan
mengajar.

Sasaran menginjil, membaptis dan mengajar adalah


menjadikan mereka sebagai murid Kristus. Proses Pendidikan Nasrani
adalah memuridkan bahwa tujuan mengajar adalah agar dapat
mengajar kepada orang lain. Inilah yang dimaksud dengan pemuridan.
Para pendidik Kristen terpanggil untuk tetap setia di dalam teori dan
praktik pendidikan Kristen terpanggil untuk kembali mengevaluasi
pikiran dan praktik yang berkaitan dengan pendidikan Kristen. Alkitab
adalah sebuah instrument kritis yang mampu membedakan dan menilai
para pendidik, peserta didik, serta proses pendidikan.

4. Analisis praktik
Proses Pendidikan di kalangan keluarga Yahudi dalam
Perjanjian Lama dicerminkan dalam pengertian „didache‟. Didache
dalam Perjanjian Lama, merupakan inti dari pendidikan Yahudi, yang
dasarnya dimulai dalam keluarga. Didache sendiri dapat diartikan
sebagai jalan pengajaran atau jalan hidup, dalam hal ini dimaksudkan
tidak hanya sebagai tindakan tetapi isi dari pengajaran itu. Dalam
didache ini berpusat pada diri dan pekerjaan Nabi Isa As. Sejak dari
permulaan Injil, Yesus digambarkan sebagai guru.
Sesudah itu menyusul para gembala dan pengajar yang
kapanpun tak bisa tidak ada di dalam Gereja. Perbedaan antara kedua
jabatan ini adalah: pengajar tidak memegang pimpinan dalam hal
disiplin Gereja ataupun pelayanan sakramen, atau dalam hal peringatan
dan teguran, tetapi hanya dalam hal tafsiran Alkitab, supaya ajaran
yang murni dan sejati terpelihara di antara orang-orang percaya. Akan
tetapi, jabatan gembala mencakup semua itu.
Pendekatan praktis teologi dalam pendidikan Nasrani
berdampak pada respons manusiawi yang memahami sikap pluralisme
antara satu dengan yang lainya sehingga bersikap terbuka terhadap
komitmen-komitmen untuk memberi dan menerima penemuan,
pemahaman, dan transformasi bersama. Setiap pendidik mempunyai
satu teologi. Pada titik tertentu teologi seseorang harus di
demonstrasikan dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan, dan
antara dirinya dengan orang lain. Dalam hubunganlah kita dapat
memeriksa nilai, kepercayaan dan perilaku yang mengalir dari
keyakinan teologis. Karena ada ruang untuk perbedaan pendapat dalam
masalah-masalah teologis, di dalam gereja harus ada tingkat toleransi
yang memadai untuk cara seseorang memperlihatkan keyakinan
teologis.
Teologis dalam Nasrani yang menjadi pedoman bagi mereka
banyak tingkatannya. Dan kesemua teoligis ini tidak semua pendidik
mempelajarinya. Artinya setiap guru harus memiliki satu pemahaman
teologis, yang tentunya inilah yang dapat memecah pandangan
ketuhanan dalam diri mereka dan anak anak sebagai subjek Pendidikan
Nasrani.
B. Konghucuisme
1. Analisis filosofis
Kong Hu Cu selalu menghindari pembicaraan mengenai
metafisika, ketuhanan, jiwa, dan berbagai hal yang ajaib. Namun ia
tidak meragukan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dianut
masyarakatnya. Bahkan ia lebih meneguhkan pemujaan terhadap
leluhur, dengan kesetiaan terhadap sanak keluarga dan penghormatan
terhadap orang tua. Ia mengajarkan betapa penting artinya
penghormatan dan ketaatan istri terhadap suami, ataupun rakyat
terhadap penguasanya. Menurut Kong Hu Cu hidup ini ada dua nilai
yaitu Yen dan Li. Yen artinya cinta atau keramahtamahan dalam
hubungan dengan seseorang, sedangkan Li artinya keserangkaian
antara perilaku, ibadah, adat istiadat, tata karma dan sopan santun.
Kong Hu Cu mengatakan bahwa ada tiga hal yang menjadi
tempat orang besar, yaitu kagum terhadap perintah Tuhan, kagum
terhadap orang-orang penting, dan kagum terhadap kata-kata yang
bijaksana. Orang yang tidak kagum terhadap ketiga hal tersebut atau
malahan berperilaku tidak sopan dan menghina kata-kata bijaksana
adalah orang-orang yang picik. Ia berkeyakinan bahwa adanya Negara
itu tak lain untuk melayani kepentingan rakyat, bukan rakyat untuk
(penguasa) Negara. Maka penguasa pemerintahan harus member
contoh suri tauladan yang moralis terhadap rakyat dan bukan bertindak
zalim. Kong Hu Cu berkata “apa yang kamu tidak suka orang lain
berbuat atas dirimu, jangan lakukan”.
Kong Hu Cu mengatakan bahwa Pemerintah hanya meletakkan
dasar-dasar yang benar. Jika anda memimpin dengan contoh yang
benar, siapa yang berani menggugat anda (Lun Yu 12:17), jika
penguasa berbuat benar, ia akan berpengaruh terhadap rakyat tanpa
perintah-perintah, jika penguasa sendiri berbuat tidak benar, maka
semua perintahnya menjadi tidak berguna (Lun Yu 13:6).
Kong Hu Cu mengatakan “Jika penguasa meralat tindakan
sendiri, bagi pemerintah itu soal yang mudah, jika ia tidak meralat
tindakannya sendiri, bagaimana ia dapat meralat orang lain” (Lun Yu
13.13). maka untuk memajukan rakyat sesuai dengan aturan-aturan
Tuhan, bimbinglah rakyat dengan kebijaksanaan, periksalah atau
aturlah mereka dengan sanksi hukuman, maka rakyat akan berusaha
bermukim di luar penjara, tanpa rasa hormat dan rasa malu.
Bimbinglah rakyat dengan kebijaksanaan, periksalah atau aturlah
mereka dengan aturan-aturan kesopanan, maka rakyat akan
mempunyai rasa hormat menghormati (Lun Yu .2.3.).
Pandangan Kong Hu Cu tentang dunia, bahwa dunia itu
dibangun atas dasar moral, jika masyarakat dan negara rusak moralnya,
maka begitu pula tatanan alam menjadi terganggu, terjadilah bahaya
peperangan, banjir, gempa, kemarau panjang, penyakit merajalela dan
lainnya. Oleh karenanya manusia mempunyai tempat terhormat yang
tinggi yang harus diberkati dengan cahaya ketuhanan. Kong Hu Cu
mengatakan bahwa “Bukan system yang membuat manusia itu hebat,
melainkan orang-orang yang membuat system itu yang hebat” (Lun Yu
15:29). Ia percaya bahwa asal manusia itu baik, dan akan kembali ke
sifat yang baik, oleh karenanya tidak diperlukan adanya juru selamat.

2. Analisis teori
Ajaran-ajaran Khonghucu yang terdapat dalam kitab-kitab
sucinya terutama Su Si dan Haw King, tampaknya Khonghucu sangat
menekankan pentingnya nilai-nilai etika, baik itu dalam kehidupan
rumah tangga, di masyarakat, dan di pemerintahan. Menurut
Khonghucu etika itu penting untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Untuk mencapai tujuan yang lebih besar itu, Khonghucu
menganjurkan agar dimulai dari yang lebih kecil. Dengan kata lain,
apabila kita hendak mewujudkan perdamaian dunia, hendaklah
dimualai dari kehidupan rumah tangga.
Konsep yang diajarkan Khonghucu antara lain:
1. Watak Sejati
Menurut Ajaran Agama Khonghucu, manusia dapat berbudi
luhur jika mengembangkan “Watak Sejati” nya. Watak Sejati
merupakan anugrah Tuhan kepada manusia. Baik buruk perilaku
seseorang tergantung dari bagaimana ia mengembangkan watak
sejatinya. Adapun Watak Sejati (Xing), terdiri dari:
Cinta Kasih adalah kemampuan afeksi (perasaan). Cinta Kasih
dapat berwujud berupa perasaan kasihan dan tidak tega terhadap
sesama manusia dan bahkan mahluk lainnya. Cinta Kasih merupakan
kemampuan empati yang harus terus di asah dan dikembangkan untuk
dapat memahami orang lain dan lingkungan disekitarnya.
Menjunjung Tinggi Kebenaran / Keadilan (Yi), Memahami
mana pikiran dan tindakan yang benar, dan mana pikiran dan tindakan
yang salah, akan membentuk pola pikir manusia untuk selalu melalui
jalan yang benar. Mengikuti aturan-aturan yang ada didalam
kehidupan dengan mempertimbangkan kebenaran dan keadilan.
Kesusilaan (Li), Kesadaran seorang manusia untuk mengikuti
dan mengembangkan tatanan kehidupan yang lebih baik, didasari oleh
kemampuan orang tersebut menghayati rasa cintakasih dan memahami
kebenaran. Selanjutnya dapat mengembangkan dan menerapkan etika
dan tata krama yang positif di lingkungan sekitarnya. Orang yang
sampai pada tahap menyukai kesusilaan berarti menyukai keindahan,
keteraturan dan keharmonisan.
Kebijaksanaan (Zhi), Untuk memperoleh tahapan
kebijaksanaan seseorang sudah harus memahami makna dari
cintakasih, menjunjung tinggi kebenaran dan kesusilaan. Proses
mengumpulkan informasi dengan membaca pengetahuan-pengetahuan
akan membuat kebijaksanaan orang bertambah. Tetapi kebijaksanaan
bukan sekedar menumpulkan informasi saja, tetapi lebih kepada
analisa informasi yang ada. Analisa kebenaran-kebenaran yang
diterima sesuai konteksnya.

2. Delapan Program Pengembangan diri


Ajaran Agama khonghucu mengajarkan 8 program pembinaan
diri, yaitu:

Meneliti hakikat perkara (Ge Wu), Pendidikan secara umum


dimulai dari usia dini dengan mengenal berbagai macam nama-nama
benda. Dilanjutkan dengan memahami masalah-masalah dan
fenomena yang ada disekitar kita.

Mencukupkan Pengetahuan (Zhi Zhi), Mempelajari berbagai


pengetahuan sebanyak-banyaknya baik secara formal maupun
informal. Sumber pengetahuan bisa berasal dari buku-buku, guru
ataupun fenomena disekitar kita.

Mengimankan tekad (Cheng Yi), Setelah memiliki pengetahuan


yang cukup, diharapkan memiliki tujuan yang mantap, tujuan yang
positif. Sebuah cita-cita yang berfokus pada kebajikan.

Meluruskan Hati (Zheng Xin), Untuk dapat bertekad mencapai


cita-cita yang sesuai dengan kebajikan, maka manusia harus dapat
mengendalikan emosinya. Senantiasa dapat merefleksi diri, instropeksi
diri dan tepasarira.

Membina diri (Xiu Shen), Ajaran Agama Khonghucu


mewajibkan umatnya untuk selalu membina diri. Mengembangkan
watak sejatinya. Membina pikiran dan perbuatannya sehingga dapat
mencapai kesuksesan dalam hidup secara lahir dan bathin. Bekerja
sesuai dengan posisi / kedudukannya. Berusaha sebaik mungkin untuk
kebaikkan masyrakatnya.

Membina rumah tangga ( Qi Jia ), Setelah manusia belajar


membina diri, maka tahap selanjutnya adalah dapat membina
keluarganya. Membuat keluarganya bahagia dan sejahtera. Mencukupi
anak-anak nya dengan pengetahuan-pengetahuan yang benar.

Mengatur negara (Zhi Guo), Seseorang yang dapat membina


rumah tangganya dengan baik, akan lebih mampu untuk ikut mengatur
pemerintahan, berperan serta didalam mensejahterakan masyarakat
banyak dalam kehidupan yang harmonis.

Menjaga perdamaian dunia (Ping Tian Xia ), Jika semua


lapisan masyarakat dapat hidup harmonis, maka Perdamaian Dunia
akan dapat di rasakan. Dan semua itu kembali lagi pada terciptanya
pribadi-pribadi dengan pendidikan yang baik.

3. Analisis praksis
Konfusius merupakan pribadi yang gemar belajar. Baginya
belajar mengandung arti pengumpulan pengetahuan untuk kepentingan
membimbing tingkah laku seseorang. Konfusius sendiri kemudian
dianggap sebagai teladan moral yang merupakan objek pelajaran atau
peniruan. Prinsip belajar sampai mati dan hanya kematianlah yang
menghentikan kegiatan belajar merupakan prinsip yang sudah ada dan
ditanamkan sejak Konfusius. Belajar ini harus sudah tertanam sejak
masa kanak-kanak dan tidak boleh menundanya sampai usia tua.
Belajar adalah pekerjaan sepanjang hayat dan Cina telah memberikan
status pada kegiatan belajar lebih dari masyarakat mana pun.
Menurut Konfusius demikian pentingnya belajar sehingga
ditekankan enam kualitas dalam belajar, yaitu:
1. Kebajikan tanpa belajar mengakibatkan ketololan
2. Kesadaran tanpa belajar mengakibatkan pemborosan
3. Keyakinan tanpa belajar mengakibatkan kejahatan
4. Keterusterangan tanpa belajar mengakibatkan ketidaksabaran
5. Keberanian tanpa belajar mengakibatkan ketidaktenteraman
6. Kekuatan tanpa belajar mengakibatkan kesombongan.
Tujuan belajar adalah untuk mencapai kebenaran. Dengan
mengikuti prinsip mencari kebenaran, belajar itu adalah untuk
memperoleh kebenaran. Orang yang bertanya tentang kebenaran harus
lebih dihargai ketimbang mereka yang bertanya tentang uang dan
kedudukan. Meskipun kekayaan dan penghargaan merupakan dua hal
yang diunggulkan oleh manusia, tetapi keduanya hendaknya diperoleh
dengan cara-cara yang benar. Demikian pentingnya belajar dan
mencari kebenaran, sampai-sampai ia mengatakan „bila seseorang
telah mempelajari kebenaran di pagi hari maka cukup baginya dan
ia bisa mati di sore harinya tanpa menyesal‟.

4. Analisis praktik
Pendekatan mengajar Konfusius merefleksikan tujuan
pembelajarannya. Dalam keinginannya melihat muridnya
berkembang menjadi manusia bijak dan memiliki kualitas
kemanusiaan, dia menerima muridnya dengan apa adanya, mencoba
memahami mereka dan dengan sabar membimbing mereka. Bimbingan
dilakukan melalui beberapa tahap, supaya para murid memperoleh
pengalaman hidup yang berarti dan memperoleh kualifikasi tertentu
sesuai dengan peran mereka dalam masyarakat. Menurut Sprengler
pendekatan ini mirip dengan metode mengajar yang
dikembangkan sekarang yaitu metode heuristik.
Konfusius menekankan pentingnya dimensi psikomotorik dalam
pendidikan. Bahan-bahan yang penting untuk dipelajari adalah puisi,
upacara keagamaan, dan music, orang dirangsang dengan puisi,
dibentuk dengan upacara, dan disempurnakan dengan musik.‟ Bagi
Konfusius semua mata pelajaran bahkan kesusasteraan diusahakan
dengan tujuan praksisnya. Menurutnya puisi dianggap dapat
mempertinggi perasaan seseorang dan memudahkannya dalam
melaksanakan tugas sosial yang menjadi tanggung jawab utamanya
dengan lebih baik, karena tujuan akhir dari pendidikan adalah
mendapatkan salah satu jabatan dalam pemerintahan.
Musik juga mempunyai pengaruh besar terhadap jiwa dan
perasaan manusia, yang dapat memperhalus budi pekerti dan tingkah
laku manusia. Para murid diwajibkan untuk berlatih mengajar sehingga
ketika mereka meninggalkan sekolah mereka mempunyai kemampuan
mengajar. Berbagai metode belajar yang digunakan adalah metode
dialog, tanya jawab, pemecahan masalah, dan diskusi kelompok. Nilai-
nilai moral selalu disampaikan kepada murid-muridnya secara
integratif dengan memadukan antara belajar, berpikir, dan praktek.
Konfusius mempraktekkan sikap dan tingkah laku seorang teladan.
Keteladanan dari seorang guru merupakan unsur penting yang
menjadi kunci keberhasilan pendidikan afektif.
Guru dalam pandangan Konfusius adalah seorang yang
berperangai lemah lembut namun teguh hati, memerintah tetapi tidak
secara kasar, dan disegani tetapi ramah. Sebaliknya Konfusius
menekankan bahwa siswa harus menghormati gurunya. Para murid
harus mencintai gurunya seperti halnya menncintai bapaknya.
Namun demikian meskipun hormat kepada guru, para murid
harus tetap bersikap kritis terhadap guru mereka. Konfusius juga
menekankan pentingnya pertemanan di antara sesama murid,
mengembangkan hubungan yang baik, dan mengembangkan sikap
kritis dan harmonis. Para murid juga diminta untuk tidak melupakan
kejujuran dalam mencapai segala yang diinginkan. Pemeliharaan moral
harus diintegrasikan dalam pendidikan, dan hal ini dipandang sebagai
cara yang penting untuk mengembangkan karakter seseorang.

TANGGAPAN

Memahami pemikiran Pendidikan aliran nasranisme dan konghucuisme


merupakan salah satu pemikiran yang cukup sulit karena pada dasarnya
pemahaman aliran tersebut sangat berhubungan dengan kepercayaan atau agama
yang melekat dan menjadi indentitas aliran tersebut. Sebagaimana aliran filsafat
nasranisme, dikatakan sebagai aliran sebenarnya dapat dibantah, karena
nasranisme itu sendiri berasal dari kata Nasrani yang merupakan satu agama yang
dalam sejarah dan disebutkan dalam Alquran. Sehingga ketika kita mengkaji
nasranisme terkait dengan pemikiran tentang Pendidikan, maka secara jelas kita
juga mendalami nilai-nilai agama dalam Nasrani tersebut. Tentunya dalam kajian
filsafat ilmu dan teori Pendidikan ini agak rancu, karena didalam pembahasannya
akan lebih banyak terkait dengan nilai agama dan kepercayaan, yang secara pasti
akan bersentuhan dengan nilai nilai sara.
Namun demikian, dapat menjadi satu perdebatan bagi kita bagaimana
Nasrani atau lebih dekat kajiannya dengan Pendidikan Kristen, menjalankan
Pendidikan sebagai bagian dari misi penyebaran dalam alkitab mereka.
Sebagaimana diketahui, Nasrani memiliki keyakinan dalam ajarannya yaitu
tritunggal, yang dapat dimaknai sebagai “penggambaran dan rupa tuhan”. Ini
adalah perkataan yang berulang-ulang tersebut dalam alkitab dan ajaran dalam
teologi Nasrani. Pemaknaan dari penggambaran dan rupa tuhan dalam tritunggal
memiliki arti bahwa mereka menyakini bahwa tuhan satu dengan bentuk
penyerupaan hingga 3 sosok yang memiliki peran sendiri,
Peranan guru dalam Pendidikan Nasrani adalah memberikan pemahaman
terkait dengan istilah “gembala” yaitu orang yang berperan menjadikan anak anak
menjadi pengikut tuhannya. Satu guru menyampaikan satu ajaran teologi,
sehingga dalam keyakinan Nasrani setiap pandangan guru dalam menyampiakan
ilmunya dapat berbeda. Disinilah yang memberikan peluannya adanya perbedaan
pada anak anak terhadap pencitraan dan rupa tuhannya. Dan perbedaan tersebut
dikembalikan pada anak anak untuk meimajinasikan pesan-pesan yang
disampaikan gurunya.
Nasrani menekankan bahwa sebelum anak anak masuk kesekolah atau
gereja untuk mendapatkan pendalaman ilmu, maka peranan keluarga dalam
memberikan Pendidikan awal adalah yang sangat penting. Hal ini difaktori bahwa
Pendidikan yang paling utama yang harus diberikan pada anak ada dalam
keluarga. Sebagaimana yang dikatakan Al-Gazali dalam konsep pendidikan
mengatakan bahwa pendidikan Agama harus dimulai sejak usia dini. Pada usia ini anak
dalam keadaan siap untuk menerima aqidah-aqidah agama semata- mata atas dasar iman,
tanpa meminta dalil untuk menguatkannya, atau menuntut kepastian dan penjelasan.
Oleh karena itu, dalam mengajarkan agama kepada anak-anak, hendaknya dimulai
dengan menghafap qaidah-qaidah dan dasar-dasarnya. Setelah itu baru guru menjelaskan
maknanya sehingga memahami dan kemudian menyakini dan membenarkannya.
Anak usia dini menurut Al-Ghazali seyogyanya dikenalkan dengan agama.
Karena manusia dilahirkan telah membawa agama sebagaimana agama yang dibawa oleh
kedua orang tuanya (ayah-ibu). Oleh karena itu seorang anak akan mengikuti agama kedua
orang tuanya serta guru. Konsep ini menjadikan kedua orang tua sebagai pendidik yang
utama menjadi kekuatan dalam diri anak, agar anak tumbuh-kembang ke arah pensucian
jiwa, berakhlak yang mulia bertaqwa dan diharapkan menyebarkan keutamaan ke seluruh
umat manusia.
Dalam Pendidikan Nasrani Alkitab adalah dasar dari kebenaran. Ilmu
pengetahuan yang akan diajarkan kepada murid harus dibawa kepada kebenaran
di dalam Alkitab. Alkitab merupakan framework dari segala pemikiran manusia.
Namun disatu sisi dikatakan bahwa alkitab bukanlah pernyataan dari tuhannya
secara langsung (atau wahyu dalam konteks Islam) tetapi merupakan sekumpulan
pemikiran-pemikiran terhadap apa yang disampaikan tuhannya. Artinya disini
adalah, filosofi Nasrani dapat menimbulkan beragam argument yang berbeda pada
setiap penganutnya. Sehingga dapat dikatakna bahwa alkitab bukanlah
sebagaimana wahyu yang disampaikan tuhan kepada umatnya, tetapi alkitab
merupakan proses pemikiran dan pemahaman umat terhadap perintah perintah
yang disampaikan tuhannya melalui tritunggal yang mereka yakini.
Dalam ajaran Nasrani diajarkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban
menyampaikan dan menyebarkan pesan-pesan tuhannya. Dengan kata lain ada
tiga hal yang harus dilakukan para murid Kristus, yaitu memberitakan injil,
membaptis dan mengajar. Proses ini dinamakan pemuridan, yang kemudian
murid-murid inilah yang berperan secara aktif menyebarkan ajaran alkitab.
Dalam konteks ini, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan bagi Nasrani
adalah satu keharusan dalam usaha penyebaran nilai-nilai agamanya yang bermula
dalam keluarga untuk penguatannya. Selanjutnya adalah tugas murid atau hasil
didikan guru-guru teologinya untuk menyebarkan ajaran tersebut, dimana ajaran
tersebut menngarah pada tritunggal yang memiliki gambar dan rupa tuhannya
dalam imajinasi setiap anak.
Konghucu merupakan aliran kepercayaan yang memiliki garis yang
sama dengan budhisme. Kong Hu Cu selalu menghindari pembicaraan mengenai
metafisika, ketuhanan, jiwa, dan berbagai hal yang ajaib. Namun ia tidak
meragukan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dianut masyarakatnya.
Bahkan ia lebih meneguhkan pemujaan terhadap leluhur, dengan kesetiaan
terhadap sanak keluarga dan penghormatan terhadap orang tua. Menurut Kong Hu
Cu hidup ini ada dua nilai yaitu Yen dan Li. Yen artinya cinta atau
keramahtamahan dalam hubungan dengan seseorang, sedangkan Li artinya
keserangkaian antara perilaku, ibadah, adat istiadat, tata karma dan sopan santun.
Ajaran konghucu lebih menekankan pada nilai nilai tatanan dalam
kehidupaan bermasyarakat. Mengapa kongucu menghindari pembicaraan seputar
dunia metafisika, ketuhan dan berbagai hal yang berkaitan dengan keyakinan dan
kepercayaan. Hal ini dapat diyakini bahwa, konghucu melihat kepercayaan dan
keyakinan adalah persoalan pribadi dalam diri manusia yang menjadi hak manusia
itu sendiri, tak ada yang mengaturnya. Karenanya bagi konghucu, tatanan nilai
hidup bermasyaakat akan lebih penting untuk menciptakan keharmonisan dalam
hidup.
Prinsip belajar sampai mati dan hanya kematianlah yang menghentikan
kegiatan belajar merupakan prinsip yang sudah ada dan ditanamkan sejak
Konfusius. Belajar ini harus sudah tertanam sejak masa kanak-kanak dan tidak
boleh menundanya sampai usia tua. Belajar adalah pekerjaan sepanjang hayat dan
Cina telah memberikan status pada kegiatan belajar lebih dari masyarakat mana
pun.
Berdasarkan makna belajar yang ditekankan pada konghucu, maka
sesuailah peribahasa menyampaikan bahwa tuntutlah ilmu sampai kenegeri cina.
Hal ini membuktikan bahwa, cina sejak zaman konfusius sudah menekankan pada
masyarakatnya betapa pentingnya belajar untuk mencapai kehidupan yang baik.
Akan lebih terhormat pada masa tersebut apabila ada orang yang belajar dari pada
orang yang memiliki uang.
Menurut Konfusius demikian pentingnya belajar sehingga ditekankan
enam kualitas dalam belajar, yaitu:
1. Kebajikan tanpa belajar mengakibatkan ketololan
2. Kesadaran tanpa belajar mengakibatkan pemborosan
3. Keyakinan tanpa belajar mengakibatkan kejahatan
4. Keterusterangan tanpa belajar mengakibatkan ketidaksabaran
5. Keberanian tanpa belajar mengakibatkan ketidaktenteraman
6. Kekuatan tanpa belajar mengakibatkan kesombongan.
Artinya dalam hal ini segala sesuatu yang dimiliki orang sebagai nilai
baik dalam kehidupan bermasyarakat, adalah satu kesia-siaan apabila orang
tersebut belum melakukan proses belajar. Dalam artian pengalaman tanpa belajar
adalah omong kosong.
Guru dalam pandangan Konfusius adalah seorang yang berperangai
lemah lembut namun teguh hati, memerintah tetapi tidak secara kasar, dan
disegani tetapi ramah. Sebaliknya Konfusius menekankan bahwa siswa harus
menghormati gurunya. Para murid harus mencintai gurunya seperti halnya
menncintai bapaknya.
Namun demikian meskipun hormat kepada guru, para murid harus tetap
bersikap kritis terhadap guru mereka. Konfusius juga menekankan pentingnya
pertemanan di antara sesama murid, mengembangkan hubungan yang baik, dan
mengembangkan sikap kritis dan harmonis. Para murid juga diminta untuk tidak
melupakan kejujuran dalam mencapai segala yang diinginkan. Pemeliharaan
moral harus diintegrasikan dalam pendidikan, dan hal ini dipandang sebagai cara
yang penting untuk mengembangkan karakter seseorang.
Dalam ajaran yang disampaikan konghucu, ada satu penekanan bahwa
guru adalah orang yang harus dipatuhi tetapi tetap harus dapat menerima kritikan
dari siswanya terkait dengan apa yang menjadi keraguan bagi siswanya. Ini adalah
bentuk Pendidikan demokratis yang diajarkan dalam pemikiran konghucu.
Bagaimanapun, pemikiran Pendidikan dari aliran Nasrani dan kongucu
adalah pemikiran yang berasal dari kepercayaan dalam ajaran agama mereka. Satu
hal yang tak bisa dikaji adalah baik buruknya pandangan mereka dalam
Pendidikan untuk mencapai nilai-nilai ketuhanan, bukan lah satu hal yang dapat
dikatakan sebagai pembenaran dalam diskusi ini. Dan tidak dapat dijadikan
pembanding, sebab filsafat Pendidikan adalah filsafat yang mengkaji terkait
tentang pola dan proses Pendidikan yang dilakukan sekelompok manusia, dan
memberikan tatanan nilai dalam masyarakat mereka sendiri.
“la akum diinukum waliyadin”
Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Artinya dalam konteks ini, tidak ada
pembenaran agama lain selain agama yang kita yakini.

SIMPULAN
Pendekatan teologi dalam Kristen menegaskan penekanan pola pikir
praktek pendidikan yang menghasilkan elemen dari otoritas Alkitab yaitu
firman Allah, pentingnya pertobatan melalui pemberitaan injil dan
melengkapi katekisasi. Fondasi pendidikan agama Kristen akan lebih baik
jika pengajaran yang dilakukan memenuhi pertimbangan teologis yang
dilakukan secara praksis. Pengalaman iman yang hidup yang
diinformasikan oleh tradisi iman Kristen dan pemakaian tradisi yang
diinfomasikan oleh pengalaman iman yang hidup dalam konteks
pengalaman iman hidup. Hanya dengan demikian cara pendekatan
praksis teologis untuk menerapkan metode pengajaran yang direfleksikan
dalam pendidikan. Manusia dan pendidikan merupakan dua komponen
penting dalam pendidikan dalam pencarian filsafat pendidikan, bahkan dapat
kita katakan, manusia pun harus menjadi orientasi pencarian filsafat
(manusia) pendidikan. Pengabaian terhadap manusia dalam proses
pendidikan harus dipandang sebagai penyimpangan. Karena itu,
pendidik dan peserta didik, terutama pendidik sebagai orang “dewasa
(iman)” harus mendidik dalam perspektif “gambar dan rupa Allah”.
Konfusius sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi manusia,
karena baginya pendidikan dapat mengubah serta menghapuskan kebodohan
yang ada dalam masyarakat. Pendidikan merupakan hak setiap orang tanpa
melihat status kekayaannya. Pendidikan adalah hal yang mendasar bagi
penyelenggaraan suatu pemerintahan yang baik, adil, dan makmur.
Pendidikan merupakan jalan yang akan mengantarkan suatu negeri
mencapai kemakmurannya.

Banyak prinsip dan praktek pendidikan Konfusius yang masih


relevan sampai saat ini, antara lain mengenai teori belajar dan mengajar,
pendekatan pengajaran, hubungan antara guru dengan murid, maupun
pentingnya kepribadian seorang guru. Agar tujuan pendidikan tercapai,
Konfusius menerapkan metode pembelajaran yang variatif, meliputi metode
ceramah, tanya jawab, dialog, pemecahan masalah, dan diskusi kelompok.
Pada saat yang bersamaan, nilai-nilai moral selalu ditekankan kepada
murid-muridnya secara integratif dengan memadukan antara belajar,
berfikir, dan praktek. Ia pun sangat menekankan pentingnya model atau
tokoh dalam pendidikannya, yaitu dengan menempatkan guru sebagai suri
tauladan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Antone Hopes,Pendidika Kristiani Kontekstual, Jakarta :BPK-GM,2010
Boehlke Robert R, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Kristen dari
Yohanes Amos Cornelius sampai perkembangan pendidikan Kristen di
Indonesia,Jakarta:BPK-GM,2003

Cheng Hanbang, “Confucian Ethics and Moral Education of Contemporary


Students”, dalam Krieger, Silke, and Trautzettel, Rolf, (ed.),
Confucianism and the Modernization of China, Mainz: Hase & Koehler
Verlag, 1991.

Creel, H.G., Alam Pikiran Cina, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.

Dawson, Raymond, Konghucu: Penata Budaya Kerajaan Langit, Jakarta: PT


Temprint,
1999.
Edward Farley, Theologia:Fragmentatiuon and Unity of Theological Education,
Philadelphia: Fortress Press, 1993
Fung Yu Lan, Sejarah Ringkas Filsafat Cina: Sejak Konfusius Sampai Han Fei
Tzu, Yogyakarta: Liberty, 1990.
Saragih, Erman S. (2018). Analisis dan Makna Teologi Ketuhanan Yang Maha
Esa dalam Konteks Pluralisme Agama Di Indonesia. Jurnal Teologi
Cultivation, 2 (1), 290-303.
James Donal Butler, Religious Education, Harper, 2007
Richards, Theolgy of Christian Education, Grand Rapids: Publishing house, 1975

Krieger, Silke, and Trautzettel, Rolf,(ed.), Confucianism and the Modernization


of China, Mainz: Hase & Koehler Verlag, 1991.

Lin Yutang, Penguasa Bijak: Berguru pada Demokrasi Cina Kuno, Jakarta:
Curiosita, 2004.

Sprenger, Arnold, “Confusius and Modernization in China: An Educational


Perspective” dalam Krieger, Silke and Trauzettel, Rolf, (ed.),
Confucianism and the Modernization of China, Mainz: Hase & Koehler
Verlag, 1991.

ANALISIS PARADIGMA
(FILSAFAT, TEORI, PRAKSIS DAN PRAKTIK)
PENDIDIKAN NASRANISME DAN KONGHUCUISME
Oleh:
Novrianti
Nim 19169041

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

Anda mungkin juga menyukai