Anda di halaman 1dari 134

PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, UKURAN PERUSAHAAN,

PERSENTASE SAHAM YANG DITAWARKAN, EARNING PER SHARE,


DAN KONDISI PASAR TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA
SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) TAHUN 2012-2015

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta


untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
HERBANU PUTRO L
12812141046

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, UKURAN PERUSAHAAN,
PERSENTASE SAHAM YANG DITAWARKAN, EARNING PER SHARE,
DAN KONDISI PASAR TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA
SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) TAHUN 2012-2015

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta


untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi

HALAMAN JUDUL

Oleh:
HERBANU PUTRO L
12812141046

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

i
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yangbertanda tangan di bawah ini, saya:


Nama : Herbanu Putro L
NIM : 12812141046
Program Studi : Akuntansi
Fakultas : Ekonomi
Judul Skripsi : PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, UKURAN
PERUSAHAAN, PERSENTASE SAHAM YANG
DITAWARKAN, EARNING PER SHARE, DAN
KONDISI PASAR TERHADAP UNDERPRICING
SAHAM PADA SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING
(lPQ) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEl) TAHUN
2012-2015

Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya


sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi
yang ditulis oleh orang lain kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil
sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah
yang lazim.

Apabila terbukti bahwa pemyataan ini tidak benar maka sepenuhnya


menjadi tanggungjawab saya.

Yogyakarta, 25 September
Penulis,

Herbanu Putro L
NIM. 12812141046
IV
MOTTO

“Hidup itu memang kejam dan penuh tantangan. Tetapi ketika kamu memiliki
sebuah bintang, kamu tak perlu takut lagi untuk melangkah ke depan bahkan
ketika berjalan digelapnya malam. Karena cahaya bintang akan selalu
menuntunmu ke tempat tujuan tanpa harus kehilangan arah. Jadikanlah Tuhan
sebagai bintang hidupmu, karena Tuhan tidak akan pernah sekalipun menghilang
dari kehidupanmu.”
- Hertzer -

“Menunggu dan membuat orang lain menunggu adalah hal yang kubenci”.
- Sasori Si Pasir Merah -

PERSEMBAHAN

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan hidayah-Nya, karya sederhana ini penulis persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ph. Sugiyono dan Alm. Ibu tercinta Ninik

Ari Dwi M yang dengan kasih sayang dan untaian doa tulus selalu

mendukung, memberikan semangat, serta menjadi motivasi kuat bagi

penulis. Terima kasih untuk semuanya.

2. Mbak dan Adik tersayang, Lia Patma N dan Fiokta Wening S atas dukungan

dan semangat yang telah diberikan untuk penulis.

v
PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, UKURAN PERUSAHAAN,
PERSENTASE SAHAM YANG DITAWARKAN, EARNING PER SHARE,
DAN KONDISI PASAR TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA
SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI) TAHUN 2012-2015

Oleh:
HERBANU PUTRO L
12812141046

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengaruh Umur Perusahaan


terhadap Underpricing Saham, (2) Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap
Underpricing Saham, (3) Pengaruh Persentase Saham yang Ditawarkan terhadap
Underpricing Saham, (4) Pengaruh Earning Per Share terhadap Underpricing
Saham, (5) Pengaruh Kondisi Pasar terhadap Underpricing Saham, (6) Pengaruh
Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan,
Earning Per Share, dan Kondisi Pasar terhadap Underpricing Saham pada saat
Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2012-2015.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kausal komparatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2015. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Sampel berjumlah 66 perusahaan dari 90
perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI tahun 2012-2015.
Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif data, uji asumsi
klasik, regresi linear sederhana dan analisis regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Umur Perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap Underpricing Saham, ditunjukkan dengan
koefisien regresi sebesar -0,001 dan signifikansi > 0,05 yaitu 0,587. (2) Ukuran
Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Underpricing Saham,
ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar -0, 071 dan nilai signifikansi < 0,05
yaitu 0,016. (3) Persentase Saham yang Ditawarkan berpengaruh positif signifikan
terhadap Underpricing Saham, ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar 0, 007
dan nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,015. (4) Earning Per Share berpengaruh positif
signifikan terhadap Underpricing Saham, ditunjukkan dengan kefisien regresi
sebesar 0,001 dan signifikansi < 0,05 yaitu 0,037. (5) Kondisi Pasar tidak
berpengaruh signifikan terhadap Underpricing Saham, hal ini ditunjukkan dengan
nilai signifikansi > 0,05 yaitu 0,656. (6) Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan,
Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar secara
simultan berpengaruh terhadap Underpricing, ditunjukkan dengan nilai F hasil > F
tabel (3,080 > 2,37) dan signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,015.

Kata Kunci: Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang


Ditawarkan, Earning Per Share, Kondisi Pasar, Underpricing Saham

vi
THE EFFECT OF COMPANY SIZE, COMPANY AGE, PERCENTAGE OF
SHARE, EARNING PER SHARE, AND CONDITION OF MARKET ON
UNDERPRICING OF THE STOCK AT THE TIME OF THE INITIAL
PUBLIC OFFERING IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE ON 2012-2015

by:
HERBANU PUTRO L
12812141046

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine: (1) the effect of company size
on underpricing, (2) the effect of company age on underpricing, (3) the effect of
percentage of share on underpricing, (4) the effect of earning per share on
underpricing, (5) the effect of market condition on underpricing, (6) the effect of
company size, company age, percentage of share, earning per share, and condition
of market on underpricing of the stock at the time of the initial public offering in
Indonesian stock exchange on 2012-2015.
This type of this research was causal comparative research. The population in
this study is Company at the time of the initial public offering in Indonesian Stock
Exchange on 2012-2015. Sampling technique that used in this study was purposive
sampling. The number of samples used in this study was 66 companies from total
90 companies at the time of the initial public offering in Indonesian Stock Exchange
on 2012-2015. The data analysis technique used descriptive statistical analysis, the
classical assumption test, a simple and multiple linear regression analysis.
The results showed that: (1) company size was not affect the underpricing as
show by regresion coefficient -0,001 and the significance value more than 0,05 was
at 0,587. (2) company age affected the underpricing as show by regresion
coefficient -0,071 and the significance value less than 0,05 was at 0,016. (3)
percentage of share affected the underpricing as show by regresion coefficient
0,007 and the significance value less than 0,05 was at 0,015. (4) earning per share
affected the underpricing as show by regresion coefficient 0,001 and the
significance value less than 0,05 was at 0,037. (5) market condition was not affect
the underpricing as show by significance value more than 0,05 was at 0,656. (6)
company size, company age, percentage of share, earning per share, and condition
of market together affected the underpricing as show by F value more than F table
(3,080 > 2,37) and the significance value less than 0,05 was at 0,015.

Keyword: Company Size, Company Age, Percentage of Share, Earning Per Share,
Condition of Market, Underpricing

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas semua

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir Skripsi yang berjudul “Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan,

Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar

terhadap Underpricing Saham pada saat Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI) Tahun 2012-2015”. Tugas Akhir Skripsi ini disusun untuk

memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Peneliti menyadari sepenuhnya tanpa bimbingan dari berbagai pihak Tugas

Akhir Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik dan benar. Oleh karena

itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan berdoa

semoga Allah menambah kebaikan atas mereka khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dr. Sugiharsono, M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta.

3. Dr. Denies Priantinah, S.E., M.Si., Ak. Ketua Program Studi Akuntansi

Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Mimin Nur Aisyah, M. Sc., Ak. Dosen Pembimbing Akademik atas saran dan

masukannya selama ini.

5. Dr. Denies Priantinah, S.E., M.Si., Ak. Dosen Pembimbing yang telah dengan

sabar memberikan bimbingan dan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, selama

menyusun skripsi.
viii
6. Amanita Novi Yushita, S.E., M.Si., Dosen narasumber yang te1ah

memberikan koreksi, pendapat, dan ilmu, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan baik..

7. Se1uruh pihak yang te1ah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak

langsung dalam penye1esaian skripsi ini.

Yogyakarta, 25 September 2017


Penulis,

Herbanu Putro L
NIM. 12812141046

ix
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................................... i
PERSETUJUAN ..................................................................................................... ii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI................................................................ iv
MOTTO ...................................................................................................................v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ..........................................................................................9
C. Pembatasan Masalah .......................................................................................10
D. Rumusan Masalah ...........................................................................................11
E. Tujuan Penelitian ............................................................................................12
F. Manfaat Penelitian ..........................................................................................13
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................15
A. Kajian Teori ....................................................................................................15
1. Pasar Modal ................................................................................................15
2. Saham .........................................................................................................18
3. Initial Public Offering (IPO) ......................................................................20
4. Underpricing Saham ..................................................................................26
B. Penelitian Relevan ..........................................................................................31
C. Kerangka Berpikir ...........................................................................................34
1. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Saham ......................34
2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Saham ...................34
3. Pengaruh Persentase Saham yang Ditawarkan terhadap Underpricing
Saham .........................................................................................................35

x
4. Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing Saham .........36
5. Pengaruh Kondisi Pasar terhadap Underpricing Saham ............................36
6. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang
Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar terhadap Underpricing
Saham .........................................................................................................37
D. Paradigma Penelitian ......................................................................................38
E. Hipotesis Penelitian ........................................................................................38
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................40
A. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................................40
B. Desain Penelitian ............................................................................................40
C. Definisi Operasional Variabel.........................................................................40
D. Populasi dan Sampel .......................................................................................43
E. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................44
F. Teknik Analisis Data ......................................................................................45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................53
A. Deskripsi Data Penelitian................................................................................53
B. Analisis Statistik Deskriptif ............................................................................54
C. Hasil Uji Asumsi Klasik .................................................................................58
1. Uji Normalitas ............................................................................................58
2. Uji Multikolinearitas ..................................................................................58
3. Uji Heteroskedastisitas ...............................................................................59
4. Uji Autokorelasi .........................................................................................60
D. Hasil Uji Hipotesis ..........................................................................................61
1. Uji Hiptesis Pertama ..................................................................................61
2. Uji Hiptesis Kedua .....................................................................................63
3. Uji Hipotesis Ketiga ...................................................................................65
4. Uji Hipotesis Keempat ...............................................................................67
5. Uji Hipotesis Kelima ..................................................................................68
6. Uji Hipotesis Keenam ................................................................................70
E. Pembahasan dan Hasil Penelitian ...................................................................73
1. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Saham pada saat
Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI) ...73

xi
2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Saham pada saat
Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI) ...75
3. Pengaruh Persentase Saham yang Ditawarkan terhadap Underpricing
Saham pada saat Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek
Indoneia (BEI) ............................................................................................76
4. Pengaruh Earning Per Share terhadap Underpricing Saham pada saat
Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI) ...78
5. Pengaruh Kondisi Pasar terhadap Underpricing Saham pada saat
Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI) ...80
6. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perussahaan, Persentae Saham yang
Ditawarkan, Earning Per share, dan Kondisi Pasar Secara Simultan
terhadap Underpricing Saham pada saat Melakukan Initial Public Offering
(IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI) ...........................................................82
F. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................85
A. Kesimpulan .....................................................................................................85
B. Saran ..........................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................88
LAMPIRAN ...........................................................................................................94

xii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Prosedur Penarikan Sampel ................................................................ 53
2. Hasil Statistik Deskriptif .................................................................... 54
3. Hasil Uji Normalitas........................................................................... 58
4. Hasil Uji Multikolinearitas ................................................................. 59
5. Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 60
6. Hasil Uji Autokorelasi ........................................................................ 61
7. Hasil Uji Hipotesis Pertama ............................................................... 62
8. Hasil Uji Hipotesis Kedua .................................................................. 63
9. Hasil Uji Hipotesis Ketiga.................................................................. 65
10. Hasil Uji Hipotesis Keempat .............................................................. 67
11. Hasil Uji Hipotesis Kelima ................................................................ 69
12. Hasil Uji Hipotesis Keenam ............................................................... 70

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Paradigma Penelitian .......................................................................... 38

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Populasi Penelitian................................................................ 95


2. Daftar Sampel Penelitian ................................................................. 98
3. Data Umur Perusahaan .................................................................... 100
4. Data Ukuran Perusahaan .................................................................. 102
5. Data Persentase Saham yang Ditawarkan ........................................ 104
6. Data Earning Per Share ................................................................... 106
7. Data Kondisi Pasar ........................................................................... 108
8. Data Underpricing Saham ............................................................... 110
9. Uji Statitik Deskriptif....................................................................... 112
10. Uji Asumsi Klasik ............................................................................ 113
11. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana ......................................... 115
12. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda .......................................... 118

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan pasar modal Indonesia yang sangat pesat dan naik

turunnya jumlah emiten yang menjual sahamnya ke masyarakat juga tidak

terlepas pada kemungkinan terjadinya proses belajar para pemodal. Husnan

(2001) menyatakan salah satu indikasi proses belajar tersebut adalah pasar

modal tersebut semakin efisien. Indonesia telah menunjukkan perkembangan

yang cukup menggairahkan, menjadikan semakin banyaknya saham yang

terdaftar di Bursa Efek, hal ini tentunya memerlukan strategi tertentu untuk

membeli saham yang kiranya akan menguntungkan, dimana saham-saham

yang dijual pada pasar perdana dapat menjadi pilihan untuk berinvestasi.

Pasar modal sebagai tempat untuk memperjualbelikan saham berperan

penting bagi pembangunan ekonomi sebagai salah satu sumber pembiayaan

eksternal bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Pasar modal

merupakan salah satu sarana guna memenuhi permintaan dan penawaran

modal. Di tempat inilah para investor dapat melakukan investasi dengan cara

membeli surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan. Melalui pasar

modal, suatu perusahaan dapat menjual sahamnya kepada publik guna

memperoleh sumber dana untuk kegiatan ekspansi atau operasi perusahaan.

Melalui pasar modal para investor dapat menanamkan modalnya (berinvestasi)

dengan membeli sejumlah efek dengan harapan akan memperoleh keuntungan

dari hasil kegiatan tersebut, sehingga investasi dapat diartikan sebagai suatu

1
2

kegiatan menempatkan dana pada satu aset atau lebih selama periode tertentu

dengan harapan akan memperoleh keuntungan.

Banyak hal yang membuat orang menumbuhkan minat terhadap dunia

pasar modal, terutama bagi investor pemula salah satunya yaitu untuk membeli

saham perdana. Saham yang telah dibeli dapat memberikan keuntungan berupa

capital gain. Capital gain adalah selisih lebih antara harga di pasar sekunder

dengan harga perdananya. Selisih tersebut merupakan kompensasi dari dana

investasi yang ditanam (Syarifah, 2009).

Setiap perusahaan mempunyai tujuan untuk terus berkembang dan

memperluas perusahaannya, salah satu hal yang bisa dilakukan untuk

memperluas perusahaan yaitu dengan mengadakan ekspansi. Untuk melakukan

ekspansi sendiri, perusahan membutuhkan dana tambahan yang cukup besar.

Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, seringkali dana yang

diambil dari dalam perusahaan tidaklah cukup. Untuk itu diperlukan dana

tambahan dari luar perusahaan, yaitu dengan cara melakukan emisi efek atau

sering disebut dengan penawaran umum (Sri Retno, 2008). Dalam hal ini

perusahaan akan menerbitkan dan menjual surat berharga, baik berupa saham

biasa atau saham preferen atau bisa juga berupa obligasi kepada masyarakat

umum. Perusahaan yang membutuhkan dana dapat menjual surat berharganya

di pasar modal. Dalam pasar modal, perusahaan penerbitan saham disebut

Emiten atau Investee. Sedangkan pembeli saham disebut Investor (Jogiyanto,

2014).
3

Go public sendiri mempunyai arti perusahaan yang menjual saham biasa

atau saham preferen atau obligasi yang merupakan modal perusahaan (ekuitas

dan utang jangka panjang) untuk pertama kalinya kepada masyarakat luas. Bagi

investor, membeli saham perusahaan yang melakukan penawaran umum akan

memberikan alternatif lain dalam memperoleh penghasilan. Dengan membeli

saham atau obligasi, pemodal akan mendapat penghasilan dari sumber lain

yaitu dividen, capital gain dan bunga obligasi (Widoatmodjo, 2009).

Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di bursa efek

terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana.

Surat berharga yang baru dikeluarkan oleh perusahaan akan dijual di pasar

primer (primary market). Surat berharga yang baru dijual dapat berupa

penawaran perdana ke public (initial public offering atau IPO) atau tambahan

surat berharga baru jika perusahaan sudah going public (sekuritas tambahan ini

sering disebut dengan seasoned new issues). Masalah penawaran saham

perdana (initial public offering atau IPO) merupakan salah satu masalah yang

cukup menarik dalam dunia pasar modal, karena pada umumnya IPO

memberikan abnormal return yang positif bagi para pemodal segera setelah

saham-saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder (Husnan, 2001).

Keadaan ini menunjukkan bahwa harga saham pada saat initial public offering

(IPO) relatif lebih murah, sehingga para investor akan memperoleh keuntungan

yang relatif besar. IPO yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan

Badan Usaha Milik Swasta memberikan initial return yang positif yang cukup

besar bagi pemodal segera setelah saham-saham tersebut diperdagangkan di


4

bursa efek (Salis, 2001). Kondisi-kondisi seperti di atas sering disebut dengan

underpricing, yang menunjukkan sebenarnya harga saham pada waktu

penawaran perdana relatif murah. Sehingga timbul pertanyaan bagaimana hal

ini bisa terjadi dan apakah emiten merasa dirugikan jika penawaran perdana

sahamnya terlalu murah.

Underpricing terjadi disaat harga saham di pasar perdana lebih rendah

dibanding harga saham di pasar sekunder dan selisih positif antara harga saham

dipasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana pada saat IPO dikenal

dengan istilah initial return atau return positif bagi investor (Yolana dan

Martani, 2005). Kondisi underpricing merugikan bagi perusahaan yang

melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari publik tidak maksimum.

Sebaliknya jika terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka

tidak menerima initial return (return awal). Initial return adalah keuntungan

yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di

pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar sekunder

(Arum dan Kusuma, 2001).

Para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalisasikan situasi

underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer

kemakmuran dari pemilik kepada para investor (Beatty, 1989). Penjualan

saham oleh perusahaan yang semula ditujukan untuk memperoleh dana guna

untuk melakukan ekspansi atau operasi perusahaan menjadi kurang maksimal.

Adanya perbedaan harga saham ketika berada di pasar primer dengan harga

saham di pasar sekunder ini menjadikan dana yang seharusnya diterima oleh
5

perusahaan menjadi sebuah keuntungan bagi para investor. Untuk menciptakan

harga saham yang ideal, perusahaan harus mengetahui dan mengerti tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi gejala underpricing. Ketika pemilik

perusahaan mengetahui penyebab terjadinya underpricing saham, maka

pemilik perusahaan memungkinkan untuk dapat menghindarkan perusahaan

yang akan go public terhadap kerugian karena underestimate atas nilai pasar

sahamnya.

Publik disuguhkan oleh polemik Krakatau Steel Tbk (KRAS), sebagian

mempersoalkan harga IPO saham produsen baja terlalu rendah. Saham yang

saat IPO dilepas dengan harga Rp 850 dalam waktu singkat naik menjadi Rp

1.270. Namun, kondisi bertolak belakang justru dialami oleh PT Garuda

Indonesia Tbk (GIAA) yang go public pada tahun 2011 dan melakukan

penawaran perdana dengan harga Rp 750 saat memasuki Bursa Efek Indonesia

harga perlembar saham turun menjadi Rp 600. Dua kondisi yang berbeda ini

menggambarkan bahwa IPO tidak hanya diukur pada saat penjualan di pasar

perdana, tetapi juga ditentukan oleh performance saham ketika masuk di pasar

sekunder (okezone.com, 1 November 2016).

Pada dasarnya ketika suatu perusahaan baru saja berdiri maka informasi

mengenai perusahaan tersebut masih jarang tersebar luas dan sulit diketahui

masyarakat terutama para investor dibandingkan dengan perusahaan yang telah

lama berdiri. Informasi yang sulit didapatkan oleh investor akan memperbesar

tingkat ketidakpastian perusahaan. Hal ini menjadikan umur perusahaan

memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap underpricing saham. Dimana


6

perusahaan yang baru saja berdiri akan memiliki kemungkinan mengalami

underpricing lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama

berdiri. Penelitian yang dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002) menyatakan

bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.

Sedangkan hasil dari penelitian Nasirwan (2000) membuktikan bahwa umur

perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing.

Ukuran perusahaan merupakan besar atau kecilnya suatu perusahaan

dilihat dari total kekayaan, total aset, jumlah penjualan atau nilai buku suatu

perusahaan. Menurut Badab Standarisasi Nasional, kategori perusahaan ada 3

yaitu : 1.) perusahaan kecil dengan kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta

sampai dengan maksimal Rp 500 juta; 2.) perusahaan menengah dengan

kekayaan antara Rp 500 juta hingga Rp 10 milyar; dan 3.) perusahaan besar

dengan kekayaan bersih lebih dari Rp 10 milyar. Pada dasarnya perusahaan

dengan skala kecil jarang dikenal oleh masyarakat luas dibanding dengan

perusahaan yang berskala besaar. Dengan sedikitnya informasi yang bisa

diperoleh oleh calon investor, maka tingkat ketidakpastian perusahaan dimasa

mendatang tidak mudah diketahui. Dengan demikian besarnya skala

perusahaan memiliki pengaruh yang cukup kut terhadap tingkat underpricing

perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2003) yang menyatakan

bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

underpricing, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah &

Mohd (2004) ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap underpricing.


7

Besarnya persentase saham yang ditawarkan oleh perusahaan dinilai

memberikan pengaruh terhadap ketidakpastian perusahaan dimasa depan dan

pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya tingkat underpricing saham.

Perusahaan yang menawarkan saham dengan persentase yang besar dinilai

akan meningkatkan ketidakpastian perusahaan dimasa depan dan pada

akhirnya akan memperbesar tingkat underpricing saham. Penelitian yang

dilakukan oleh Rista Maya (2013) menyatakan bahwa persentase saham yang

ditawarkan berpengaruh signifikan positif terhadap underpricing saham yang

melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI), namun

berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (1999) yang

menyatakan bahwa prosentase penawaran saham tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap underpricing.

Earning per share atau EPS diartikan sebagai besarnya laba yang

didapat perusahaan tiap lembar saham. Perusahaan yang memberikan earning

per share terlalu banyak dirasa akan membuat perusahaan kesulitan untuk

berkembang pesat karena semua dana hasil pendapatan perusahaan diberikan

kepada pemegang saham, sehingga perusahaan tidak memiliki tambahan dana

untuk berkembang. Hal ini membuat ketidakpastian perusahaan meningkat,

sehingga akan memperbesar tingkat underpricing saham. Penelitian yang

dilakukan oleh Sulistio (2005) yang menyatakan bahwa earning per share

(EPS) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, sedangkan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardiansyah (2004), menyatakan adanya


8

hubungan negatif dan signifikan antara earning per share (EPS) dengan

underpricing.

Kondisi pasar adalah keadaan pasar modal yang biasanya tercermin

dalam perbedaan angka indeks harga saham. Indeks saham adalah harga

saham yang dinyatakan dalam angka indeks. Indeks saham digunakan untuk

tujuan analisis dan menghindari dampak negatif dari penggunaan harga saham

dalam rupiah. Kondisi pasar akan mempengaruhi perilaku pasar dalam

menentukan harga saham perdana perusahaan yang dijaminkan (Samsul,

2006). Kondisi pasar yang sangat unpredictable mengakibatkan begitu banyak

investor yang tidak tertarik untuk membeli saham yang ada di pasar modal,

sehingga akan memperbesar tingkat underpricing saham. Rista Maya (2013)

menyatakan bahwa kondisi pasar tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap

underpricing saham yang melakukan initial public offering (IPO) di Bursa

Efek Indonesia (BEI). Hasil ini didukung oleh hasil dari penelitian Halil

Kiymaz (2000) dan Arifin Sabeni (2002) yang hasilnya menyatakan bahwa

variabel kondisi pasar tidak mempengaruhi terjadinya underpricing.

Terdapat banyak variabel independen yang dapat mempengaruhi

underpricing. Dari banyaknya variabel tersebut, peneliti tertarik untuk menguji

variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi underpicing antara lain

umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan,

earning per share, dan konsidi pasar.

BERDASARKAN URAIAN LATAR BELAKANG DI ATAS, MAKA

PENELITI TERTARIK UNTUK MELAKUKAN PENELITIAN DENGAN


9

JUDUL “PENGARUH UMUR PERUSAHAAN, UKURAN PERUSAHAAN,

PERSENTASE SAHAM YANG DITAWARKAN, EARNING PER SHARE,

DAN KONSIDI PASAR TERHADAP UNDERPRICING SAHAM PADA

SAAT INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

1. Penetapan pada harga perdana (Offering Price) saham suatu perusahaan

untuk pertama kalinya ke publik (go public) merupakan hal yang tidak

mudah untuk dilakukan. Banyak perushaan mengalami underpricing

saham saat melakukan initial public offering (IPO) sebagai salah satu

masalah yang sering muncul dalam penawaran umum di pasar perdana.

2. Umur perusahaan yang masih tergolong baru sangat rentan mengalami

underpricing saham pada saat melakukan penawaran umum perdana di

pasar modal karena tidak banyak informasi perusahaan yang diketahui

oleh para invesstor.

3. Ukuran perusahaan yang masih kecil tidak memiliki cukup informasi yang

dibutuhkan oleh para investor sehingga tingkat ketidakpastian investor

akan masa depan sulit diketahui.

4. Perusahaan yang menawarkan saham dengan persentase yang besar

dinilai akan meningkatkan ketidakpastian perusahaan dimasa depan dan

pada akhirnya akan memperbesar tingkat underpricing saham.


10

5. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan earning per share yang positif

akan membuat para investor tertarik untuk membeli saham tersebut.

Ketertarikan para investor untuk memiliki saham tersebut akan membuat

harga saham melonjak, sehingga akan memperbesar tingkat underpricing

saham.

6. Kondisi pasar yang sangat unpredictable mengakibatkan begitu banyak

permasalahan dalam harga saham yang ditawarkan oleh perusahaan.

7. Faktor umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar menjadi beberapa faktor

yang masih membingungkan jika dilihat dari berbagai hasil peneletian

terdahulu yang saling bertolak belakang.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan, maka terdapat pembatasan masalah mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi underpricing saham. Terdapat banyak faktor yang dapat

mempengaruhi underpricing saham apabila peneliti melakukan penelitian

terhadap semua faktor. Agar penelitian ini dapat mendapatkan hasil yang

terfokus dan tidak menghasilkan penafsiran yang menyimpang, maka peneliti

membatasi masalah pada lima faktor yang mempengaruhi underpricing saham

yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan,

earning per share, dan konsidi pasar.


11

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah

dipaparkan, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh umur perusahaan terhadap terjadinya underpricing

saham pada saat initial public offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh ukuran perusahaan terhadap terjadinya underpricing

saham pada saat initial public offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh persentase saham yang ditawarkan terhadap

terjadinya underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di

Bursa Efek Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh earning per share (EPS) terhadap terjadinya

underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di Bursa Efek

Indonesia?

5. Bagaimana pengaruh kondisi pasar berpengaruh terhadap terjadinya

underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di Bursa Efek

Indonesia?

6. Bagaimana pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase

saham yang ditawarkan, earning per share, dan konsidi pasar secara

bersama-sama terhadap terjadinya underpricing saham pada saat initial

public offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia?


12

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh variabel umur perusahaan terhadap terjadinya

underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di Bursa Efek

Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh variabel ukuran perusahaan terhadap

terjadinya underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di

Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh variabel persentase saham yang ditawarkan

terhadap terjadinya underpricing saham pada saat initial public offering

(IPO) Di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui pengaruh variabel earning per share terhadap

terjadinya underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di

Bursa Efek Indonesia.

5. Untuk mengetahui pengaruh variabel kondisi terhadap terjadinya

underpricing saham pada saat initial public offering (IPO) Di Bursa Efek

Indonesia.

6. Untuk mengetahui pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan,

persentase saham yang ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar

secara bersama-sama terhadap terjadinya underpricing saham pada saat

initial public offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia.


13

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat

seperti:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada peneliti

selanjutnya terkait faktor-faktor yang mempengaruhi underpricicng

saham.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber bacaan bagi

penelitian lain dalam pengembangan teori terkait dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi underpricing saham.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

penelitian-penelitian di bidang pasar modal.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Emiten

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi

manajemen untuk mengambil langkah-langkah yang paling tepat saat

melakukan initial public offering (IPO). Perusahaan yang telah

mengambil langkah yang tepat nantinya dapat memperoleh harga yang

baik, sehingga semua saham yang ditawarkan oleh perusahaan bisa

terjual semuanya di pasar modal.

b. Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebuah

pertimbangan oleh para calon investor ketika menginvestasikan


14

dananya di pasar modal. Sehingga para investor dapat

memaksimalkan dana yang telah mereka investasikan pada

perusahaan yang menjual sahamnuya. Dengan demikian investor dapt

memperoleh keuntungan baik berupa dividen maupun capital gain.

c. Bagi Peneliti

Manfaat yang diperoleh peneliti dari hasil penelitian ini yaitu,

menambah pengetahuan mengenai seberapa besar umur perusahaan,

ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning per

share, dan kondisi pasar dapat mempengaruhi underpricing saham.

Peneliti juga memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru terkait

dengan dunia pasar modal, khususnya tentang underpricing saham

dan faktor yang mempengaruhinya.

d. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sekaligus untuk memperluas pengetahuan sebagai sumber referensi

dalam pemikiran dan penalaran untuk masalah yang baru dalam

penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Teori yang akan menjadi dasar dalam penelitian ini mencakup hal-hal

yang berkaitan langsung dengan variabel-variabel yang ada dalam penelitain

ini. Uraian diawali dengan pengertian pasar modal sebagai hal yang paling

mendasar sebelum mengetahui detail dari variabel-variabel yang akan diteliti.

1. Pasar Modal

a. Pengertian Pasar Modal

Pengertian pasar modal ini, yang dalam terminologi bahasa

Inggris disebut Stock Exchange atau Stock Market, adalah: An organized

market or exchange where shares (stocks) are trade, yaitu suatu pasar

yang terorganisir dimana berbagai jenis-jenis efek yang diperdagangkan

(Sitompul, 2000). Menurut Anoraga dan Pakarti (2001) pasar modal

adalah pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya

yaitu bank dan lembaga pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya

yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini

disebut investor dengan peminjam dana yang dalam hal ini disebut

emiten (perusahaan yang go public). Menurut Jogiyanto (2000) pasar

modal merupakan tempat bertemu antara penjual dan pembeli dengan

resiko untung atau rugi. Kebutuhan jangka pendek umumnya diperoleh

dari pasar uang. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk

meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham

15
16

atau mengeluarkan obligasi. Dari definisi-definisi pasar modal diatas

dapat disimpulkan bahwa pasar modal merupakan suatu tempat sebagai

pelengkap di sector keuangan yang digunakan untuk memperdagangkan

berbagai jenis efek.

b. Jenis-jenis Pasar Modal

Jenis–jenis pasar modal ada beberapa macam (Sunariyah, 2003),

yaitu:

1) Pasar Perdana (Primary Market)

Pasar perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang

menerbitkan saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang

ditetapkan sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar

sekunder. Pengertian tersebut menunjukkan, bahwa pasar perdana

merupakan pasar modal yang memperdagangkan saham–saham atau

sekuritas lainnya yang dijual untuk pertama kalinya (penawaran

umum) sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa. Pada pasar

perdana, hasil penjualan saham keseluruhannya masuk sebagai

modal perusahaan.

2) Pasar Sekunder (Secondary Market)

Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah

melewati masa penawaran pada pasar perdana. Oleh karena itu pasar

sekunder merupakan tempat di mana saham dan sekuritas lain

diperjual-belikan secara luas, setelah melalui masa penjualan di

pasar perdana. Harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh


17

permintaan dan penawaran antara pembeli dan penjual. Perdagangan

pasar sekunder, bila dibandingkan dengan perdagangan pasar

perdana mempunyai volume perdagangan yang jauh lebih besar.

Hasil penjualan saham pada pasar sekunder biasanya tidak lagi

masuk modal perusahaan, melainkan masuk ke dalam kas para

pemegang saham yang bersangkutan.

3) Pasar Ketiga (Third Market)

Pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat

pasar kedua tutup (Jogiyanto, 2003). Pasar ketiga dijalankan oleh

broker (dapat diterjemahkan sebagai makelar atau wali amanat atau

pialang) yang mempertemukan pembeli dan penjual pada saat pasar

kedua tutup.

4) Pasar Keempat (Fourth Market)

Pasar keempat merupakan bentuk perdagangan efek antar pemodal

atau dengan kata lain pengalihan saham dari suatu pemegang saham

ke pemegang lainnya tanpa melalui perantara pedagang efek. Pasar

keempat umumnya menggunakan jaringan komunikasi untuk

memperdagangkan saham dalam jumlah blok yang besar (Jogiyanto,

2003).

Dari empat jenis pasar modal sendiri, underricing saham terjadi

pada pasar primer dimana perusahaan menerbitkan saham kepada pemodar

sebelum diperdagangkan ke pasar sekunder. Ketika harga saham yang

diterbitkan atau dijual di pasar primer kepada pemodal terlalu murah dan
18

kemudian pada saat dijual-belikan di pasar sekunder harganya menjadi

lebih tinggi, maka kondisi seperti itulah yang disebut fenomena

underpricing saham.

2. Saham

1) Pengertian Saham

Menurut Darmadji (2001), saham dapat didefinisikan sebagai

tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu

perusahaan atau perseroan terbatas. Anoraga dan Pakarti (2001)

mendefinisikan saham sebagai surat berharga bukti penyertaan atau

pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Saham

bias juga diartikan secara singkat sebagai sebuah bukti kepemilikan atas

suatu perusahaan. Manfaat yang dapat diperoleh jika memiliki saham

suatu perusahaan adalah:

1) Dividen, bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada

pemilik saham.

2) Capital Gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual

dengan harga belinya.

3) Manfaat non finansial, yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan,

memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.


19

2) Jenis-jenis Saham

Perusahaan dapat menerbitkan dua jenis saham, yaitu saham

biasa dan saham preferen.

1) Saham biasa, merupakan pemilik sebenarnya dari perusahaan.

Mereka menanggung semua resiko dan mendapatkan keuntungan.

Pada kondisi yang jelek, mereka tidak akan mendapat dividen.

Namun sebaliknya, jika kondisi perusahaan baik, maka mereka akan

memperoleh dividen yang lebih besar. Pemegang saham ini

memiliki hak suara dalam RUPS (rapat umum pemegang saham).

2) Saham preferen, merupakan saham yang pemiliknya mendapat hak

istimewa dalam pembayaran dividen dibanding pemilik saham

biasa. Jika perusahaan likuidasi, pemegang saham preferen akan

mendapatkan prioritas pengembalian atas apa yang telah mereka

investasikan dan kemudian ketika masih ada sisa asset perusahaan

barulah akan dibagikan kepada pemegang saham biasa.

Ketika underpricing saham terjadi maka pemilik saham yang

menjual sahamnya kembali akan mendapat banyak keuntungan berupa

selisih dari harga beli saham pada saat di pasar primer dengan harga jual

saham pada saat di pasar sekunder.


20

3. Initial Public Offering (IPO)

a. Pengertian Initial Public Offering (IPO)

Penawaran umum atau Public Offering atau yang lebih dikenal

dengan istilah go public adalah kegiatan penjualan saham perdana oleh

suatu perusahaan kepada masyarakat (public) di pasar modal. Undang-

Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

mendefinisikan bahwa: “Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran

Efek yang dilakukan oleh Emitan untuk menjual Efek kepada

masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang ini

dan peraturan pelaksanaannya.”

Menurut Jogiyanto (2010), initial public offering merupakan

penawaran saham untuk pertama kalinya. Selanjutnya saham yang

ditawarkan atau dijual kepada masyarakat, maka saham tersebut

biasanya dicatatkan di suatu bursa efek tertentu sehingga transaksi jual

beli selanjutnya dapat berlangsung di bursa efek tersebut. Transaksi di

bursa efek sesudah pasar perdana ini disebut pasar sekunder (secondary

market). Initial public offering secara sederhana diartikan sebagai suatu

kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dimana perusahaan menjual

sahamnya ke public untuk pertama kalinya.

Menurut Darmadji (2001), penawaran umum perdana

mencangkup kegiatan-kegitan berikut:

1) Periode pasar perdana, yaitu ketika efek ditawarkan kepada pemodal

oleh penjamin emisi melalui agen penjual yang ditunjuk;


21

2) Penjatahan saham, yaitu pengalokasian efek pesanan para pemodal

sesuai dengan jumlah efek yang tersedia;

3) Pencatatan efek dibursa, yaitu saat efek tersebut mulai

diperdagangkan di bursa.

Initial Public Offering (IPO) merupakan suatu persyaratan yang

harus dilakukan bagi emiten yang baru pertama kali menjual sahamnya

di Bursa Efek. Keputusan perusahaan untuk menjadi perusahaan go

public merupakan keputusan yang tidak tanpa perhitungan karena

perusahaan dihadapkan pada beberapa konsekuensi yang

menguntungkan (benefits) maupun yang merugikan (cost). Alasan

dilakukan go public adalah karena dorongan atas kebutuhan modal

(capital need). Perusahaan yang go public adalah perusahaan yang

mengalami pertumbuhan yang pesat. Karena pertumbuhan yang pesat,

perusahaan dituntut untuk mampu menyediakan dana untuk keperluan

ekspansi dan untuk keperluan investasi baru.

Pada saat perusahaan memutuskan untuk melakukan IPO (Initial

Public Offering), permasalahan penting yang dihadapi adalah penentuan

besarnya harga penawaran perdana. Penetapan pada harga perdana

(Offering Price) saham suatu perusahaan untuk pertama kalinya ke

publik (go public) merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan.

Ada banyak hal atau faktor yang harus dipertimbangkan, seperti: umur

perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang akan

ditawarkan, earning per share, kondisi pasar, dan lainnya.


22

Ketepatan harga pada penawaran perdana akan memiliki

konsekuensi langsung terhadap tingkat kesejahteraan pemilik lama

(emiten). Pihak emiten tentu mengharapkan harga jual yang tinggi,

karena dengan harga jual yang tinggi penerimaan dari hasil penawaran

akan tinggi pula, yang berarti tingkat kesejahteraan mereka juga akan

semakin baik. Di sisi lain, harga yang tinggi akan mempengaruhi respon

atau minat calon investor untuk membeli atau memesan saham yang

ditawarkan. Bila harga terlalu tinggi dan minat investor rendah, besar

kemungkinan saham yang ditawarkan akan tidak begitu laku (kurang

laku).

Saham yang dijual melalui Public Offering dapat digolongkan

dalam dua kelompok (Reilly and Brown, 2006):

1) Seasoned equity issues, adalah penjualan lembar saham tambahan

dari lembar saham yang sudah beredar di pasar modal dan oleh

karenanya investor memiliki pegangan dalam menentukan harga

saham baru yang akan dijual yang setidaknya akan dihargai sebesar

atau mendekati harga saham yang beredar.

2) Initial public offering (IPO), adalah perusahaan pertama kali

menjual saham kepada masyarakat dan oleh karena itu tidak ada

harga pasar yang ditetapkan bagi saham-saham baru ini di pasar

modal.
23

Beberapa keuntungan yang bisa diperoleh bila perusahaan Go

public menurut Jogiyanto (2014:35), diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang.

Untuk perusahaan yang tertutup, calon investor biasanya enggan

untuk menanamkan modalnya disebabkan kurangnya keterbukaan

informasi keuangan antara pemilik dan investor. Sedangkan untuk

perusahaan yang sudah going public, informasi keuangan harus

dilaporkan secara regular yang kelayakannya sudah diperiksa oleh

akuntan publik.

2) Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham.

Untuk perusahaan yang masih tertutup yang belum mempunyai

pasar untuk sahamnya, pemegang saham akan lebih sulit untuk

menjual sahamnya dibandingkan bila perusahaan sudah going

public.

3) Nilai pasar perusahaan diketahui.

Untuk alasan-alasan tertentu, nilai pasar perusahaan perlu untuk

diketahui. Misalnya jika perusahaan ingin memberikan insentif

dalam bentuk opsi saham (stock option) kepada manajer-

manajernya, maka nilai sebenarnya dari opsi tersebut perlu

diketahui. Jika perusahaan masih tertutup, nilai dari opsi sulit

ditentukan.
24

Selain keuntungan-keuntungan di atas, terdapat beberapa

kerugian yang akan dihadapi oleh perusahaan yang melakukan going

public menurut Jogiyanto (2014:35-36) diantaranya adalah sebagai

berikut:

1) Biaya laporan yang meningkat.

Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal dan

tahunnya harus menyerahkan laporan-laporan kepada regulator.

Laporan-laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang

ukurannya kecil.

2) Pengungkapan (disclosure).

Beberapa pihak di dalam perusahaan umumnya keberatan dengan

ide pengungkapan. Manajer enggan mengungkapkan semua

informasi yang dimiliki karena dapat digunakan oleh pesaing.

Sedang pemilik juga enggan mengungkapkan informasi tentang

saham yang dimilikinya karena publik akan mengetahui besarnya

kekayaan yang dimiliki.

3) Ketakutan untuk diambil alih.

Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan

khawatir apabila perusahaan going public. Manajer perusahaan

publik dengan hak veto yang rendah umumnya dapat diganti dengan

manajer yang baru jika perusahaan diambil alih

Jika perusahaan memutuskan untuk going public dan

melemparkan saham perdananya ke publik (initial public offering), isu


25

utama yang muncul adalah tipe saham apa yang akan dilempar dan

berapa harga yang harus ditetapkan untuk selembar saham yang paling

tepat. Untuk itu perlu sebuah pertimbangan agar tidak salah dalam

mengambil keputusan ketika ingin melemparkan saham perusahaannya

ke public.

b. Tahapan Penawaran Saham Umum (Initial Public Offering)


Walaupun sudah lebih singkat namun dalam proses Initial Public

Offering, calon emiten harus melewati beberapa tahapan (Darmadji dan

Hendy M.Fakhruddin, 2011) yaitu sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan yang paling panjang diantara

tahapan yang lain, kegiatan yang dilakukan tahapan ini merupakan

persiapan sebelum mendaftar ke Bapepam (Badan Pengawas Pasar

Modal).

2) Tahap Pemasaran

Pada tahap ini, Bapepam akan melakukan penelitian tentang

keabsahan dokumen, keterbukaan seluruh aspek legal, akuntansi,

keuangan dan manajemen. Langkah selanjutnya adalah pernyataan

pendaftaran yang diajukan ke bapepam sampai pernyataan

pendaftaran yang efektif.

3) Tahap Penawaran Umum

Pada tahap ini calon emiten menerbitkan prospektus ringkas di dua

media cetak yang berbahasa Indonesia, yang dilanjutkan dengan


26

penyebaran prospektus lengkap final, melakukan penjatahan, refund

dan akhirnya penyerahan Surat Kolektif Saham (SKS) bagi yang

mendapat jatahnya.

4) Tahap Perdagangan di Pasar Sekunder

Tahap ini meliputi tahapan melakukan pendaftaran ke bursa efek

untuk mencatatkan sahamnya sesuai dengan kelanjutan perjanjian

pendahuluan penca-tatan yang telah disetujui. Setelah tercatat maka

saham dapat diperdagangkan dilantai bursa.

4. Underpricing Saham

a. Pengertian Underpricing

Underpricing adalah suatu kondisi di mana, secara rata-rata,

harga pasar perusahaan yang baru go public, biasanya dalam hitungan

hari atau minggu, lebih tinggi dibandingkan dengan harga

penawarannya. Kebalikan dari underpricing adalah overpricing, yaitu

suatu kondisi di mana harga pasar saham yang baru ditawarkan secara

rata-rata cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga

penawarannya. Fenomena terjadinya underpricing dijumpai di hampir

semua pasar modal yang ada di dunia.

Menurut Pujiharjanto dalam Triani Apriliani dan Nikmah pada

Simposium Nasional Akuntasi (2006); Underpricing terjadi ketika harga

pada saat IPO lebih rendah dibandingkan pada saat diperdagangkan di

pasar sekunder. Keadaan ini umum terjadi pada hampir setiap pasar

modal baik di Indonesia maupun di luar negeri. Underpricing harus


27

diminilalisir oleh perusahaan agar nantinya dana yang diterima oleh

perusahaan bisa maksimal.

Harga saham pada saat IPO merupakan faktor yang penting

dalam penentuan seberapa besar jumlah dana yang akan diperoleh

perusahaan. Jumlah dana yang diterima perusahaan adalah jumlah

perkalian antara jumlah lembar saham yang ditawarkan dengan harga

per lembar saham. Jika harga tinggi, maka dana yang akan diperoleh

perusahaan juga besar. Namun, berbeda dengan para investor yang

menginginkan harga yang rendah pada saat membeli saham perusahaan

yang melakukan IPO sehingga dapat memperoleh return pada pasar

sekunder. Dari uraian tadi terdapat perbedaan kepentingan antara emiten

yang menginginkan harga tinggi dengan para investor yang

menginginkan harga rendah inilah yang menjadikan perusahaan sedikit

kesulitan dalam menentukan harga saham. Perusahaan akan berusaha

untuk menentukan harga saham setepat mungkin agar saham yang akan

mereka jual tidak terlalu murah. Namun pada kenyataannya, banyak

perusahaan yang gagal dalam menentukan harga saham yang tepat pada

saat melakukan IPO sehingga terjadi underpricing saham.

Underpricing bisa terjadi karena kurangnya perhitungan dalam

menentukan harga saham pada saat IPO. Banyak faktor-faktor yang

dipertimbangkan dalam menentukan besarnya harga saham. Faktor-

faktor tersebutlah yang akan mempengaruhi seberapa besar tingkat

underpricing dari perusahaan yang melakukan IPO di BEI.


28

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham

1) Umur perusahaan

Umur perusahaan menunjukkan berapa lama perusahaan

tersebut bertahan dalam persaingan bisnis. Semakin tua umur

perusahaan, semakin banyak informasi yang dimiliki masyarakat

tentang perusahaan tersebut. Umur perusahaan mengurangi asimetri

informasi dan mengurangi ketidakpastian dimasa yang akan datang

sehingga dapat menambah kepercayaan investor untuk berinvestasi

(Martani, et al., 2012). Perusahaan dengan umur operasi yang lama

kemungkinan menyediakan publikasi informasi yang lebih luas dan

lebih banyak bila dibandingkan dengan perusahaan yang baru

berdiri (Sri Retno, 2008).

2) Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian,

karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh

masyarakat daripada perusahaan yang berskala kecil. Karena lebih

dikenal, maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak

dibandingkan perusahaan yang berukuran kecil. Bila informasi yang

ada ditangan investor banyak, maka tingkat ketidakpastian investor

akan masa depan perusahaan bisa diketahui. Oleh karena itu,

investor bisa mengambil keputusan lebih tepat bila dibandingkan

dengan pengambilan keputusan tanpa informasi (Kartini dan

Payamta, 2002). Dengan demikian, perusahaan yang berskala besar


29

mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah daripada

perusahaan yang berskala kecil.

3) Persentase saham yang ditawarkan

Persentase penawaran kepada publik menunjukkan porsi

kepemilikan saham yang mungkin dikuasai oleh publik. Ljungqvist

(2000) menyatakan bahwa kepedulian pemilik perusahaan terhadap

underpricing diukur dari berapa banyak saham yang dijual pada saat

IPO. Persentase penawaran kepada publik dimoderasi oleh nilai

kapitalisasi pasar dan jumlah hutang perusahan. Nilai kapitalisasi

pasar menggambarkan jumlah dana yang diharapkan perusahaan

dari kegiatan penawaran umum, semakin besar dana yang

diharapkan maka semakin besar persentase penawaran kepada

publik. Jumlah hutang menggambarkan kemungkinan perusahaan

menggunakan dana dari hasil penawaran umum untuk membayar

hutangnya. Yong (2009) menyatakan bahwa persentase penawaran

kepada publik dapat dijadikan indikator untuk melihat aktivitas

investor di pasar sekunder, karena persentase penawaran

berhubungan dengan kegiatan spekulatif dari investor.

4) Earning Per Share (EPS)

Earning per share (laba per saham) yang dibagikan

merupakan salah satu informasi penting bagi investor di pasar modal

untuk pengambilan keputusan investasinya. Earning per share

(EPS) merupakan pendapatan bersih yang tersedia bagi saham biasa


30

yang beredar. Earning per Share (EPS) menggambarkan jumlah

rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa atau laba

bersih per lembar saham biasa. Jumlah keuntungan yang tersedia

bagi pemegang saham adalah keuntungan setelah dikurangi pajak

pendapatan. Pertumbuhan earning per share yang positif

memperoleh bagian laba yang lebih besar dimasa yang akan datang

atas setiap lembar saham yang dimilikinya. Menurut Ang (1997),

earning per share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih

setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang

diterbitkan (Outstanding Shares).

5) Kondisi pasar

Kondisi pasar adalah keadaan pasar modal yang biasanya

tercermin dalam perbedaan angka indeks harga saham. Kondisi

pasar diwakili oleh tingkat return pasar pada hari dimana suatu

saham perusahaan mulai diperdagangkan pertama kalinya di pasar

sekunder. Kiymaz (2000) mengemukakan bahwa kondisi pasar tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap initial return dan tanda dari

koefisien regresi kondisi pasar ini adalah positif.

Menurut Samsul (2006) harga saham akan bergerak secara

acak tergantung pada informasi baru yang akan diterima, tetapi

informasi tersebut tidak diketahui kapan akan diterimanya sehingga

informasi baru dan harga saham itu disebut unpredictable. Informasi

yang mempengaruhi harga saham nantinya akan berpengaruh


31

kepada kondisi pasar. Jika informasi bersifat kabar baik (good news)

maka harga saham akan cenderung mengalami kenaikan dan pasar

berada pada keadaan baik atau stabil. Sebaliknya informasi yang

bersifat buruk (bad news) harga saham akan mengalami penurunan

dan kondisi pasar akan cenderung tidak stabil.

B. Penelitian Relevan

Beberapa penelitain terdahulu yang berkaitan dengan underpricing

saham telah banyak dilakukan. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan

sumber referensi untuk penelitian ini. Berikut ini merupakan penelitain-

penelitaian yang berkaitan dengan penelitian ini akan dijelaskan lebih rinci,

sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rista Maya tahun 2013

Penelitian Rista Maya (2013) berjudul “Pengaruh Kondisi Pasar,

Persentase Saham yang Ditawarkan, Financial Leverage, dan Profitabilitas

Terhadap Underpricing Saham yang IPO di BEI Periode 2007-2011”.

Berdasarkan analisis data yang Rista Maya lakukan, menunjukkan hasil

bahwa kondisi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing

saham yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Sedangkan variabel persentase saham yang ditawarkan

berpengaruh signifikan positif terhadap underpricing saham yang

melakukan IPO di BEI.

Persamaan penelitian Rista Maya dengan penelitian yang sekarang

yaitu sama-sama menggunakan variabel kondisi pasar dan persentase saham


32

yang ditawarkan sebagai variabel bebas serta variabel underpricing sebagai

variabel terikatnya. Sedangkan perbedaan penelitian Rista Maya dengan

sekarang yaitu adanya variabel baru yaitu umur perusahaan, ukuran

perusahaan, dan earning per share. Perusahaan yang diteliti pada penelitian

Rista yaitu perusahaan yang listing di BEI tahun 2007-2011.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ridho Sucahyo (2009)

Penelitian Ridho Sucahyo (2009) berjudul “Pengaruh financial

leverage, return on assets, dan earning per share terhadap underpricing

pada perusahaan yang melakukan initial public offering di Bursa Efek

Indonesia tahun 2003-2007”. Hasil analisis regresi berganda dari penelitian

ini menunjukkan bahwa variabel EPS berpengaruh terhadap tingkat

underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI, namun

koefisien regresi positif mengindikasi bahwa semakin tinggi EPS,

menyebabkan semakin tinggi tingkat underpricing.

Persamaan penelitian Ridho Sucahyo dengan penelitian yang

sekarang yaitu sama-sama menggunakan variabel earning per share (EPS)

sebagai variabel bebas serta variabel underpricing sebagai variabel

terikatnya. Sedangkan perbedaan penelitian Ridho Sucahyo dengn yang

sekarng yaitu adanya variabel baru yaitu umur perusahaan, ukuran

perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, dan kondisi pasar.

Perusahaan yang diteliti pada penelitian Ridho Sucahyo yaitu perusahaan

non jasa perbankan dan asuransi yang listing di BEI tahun 2003-2007.
33

3. Penelitian yang dilakukan oleh Aji Candra Sukma (2013)

Penelitian Aji Candra Sukma (2013) berjudul “Analisis faktor-faktor

yang memperngaruhi underpricing saham pada pernawaran umum perdana

di bursa efek Indonesia tahun 2009-2011”. Hasil analisis yang telah

dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa umur perusahaan

berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat underpricing saham.

Sedangkan untuk hasil analisis dari variabel ukuran perusahaan

menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap

undepricing saham.

Persamaan penelitian Aji Candra Sukma dengan penelitian yang

sekarang yaitu sama-sama menggunakan variabel umur perusahaan dan

ukuran perusahaan sebagai variabel bebas dan underpricing sebagai

variabel terikatnya. Sedangkan perbedaan penelitian Aji Candra Sukma

dengan penelitian yang sekarang yaitu adanya variabel baru yaitu variabel

earning per share, persentase saham yang ditawarkan dan kondisi pasar.

Periode tahun perusahaan yang diteliti juga berbeda yakni pada penelitian

Aji Candra periode tahun 2009-2011 sedangkan penelitian saya

menggunakan periode tahun 2012-2015.

C. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Saham

Umur perusahaan merupakan lamanya perusahaan berdiri dihitung

dari tanggal pendirian perusahaan yang tertera pada akta perusahaan sampai

saat ini. Perusahaan yang sudah berdiri lama akan sangat mungkin memiliki
34

banyak informasi untuk menentukan harga saham yang tepat untuk dijual

pada masyarakat luas pada pasar modal. Dengan hal tersebut besar

dimungkinkan untuk menghindari adanya underpricing saham pada saat

IPO di pasar modal.

Berdasarkan penelitian Lee, Taylor dan Walter (1996) umur

perusahaan berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Ghozali dan Mansur (2002) dan juga Sri

Retno (2008) yang mengatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh

signifikan terhadap underpricing. Berbeda lagi dengan penelitan Wardhani

(2003) dengan hasil bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap

underpricing.

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Saham

Ukuran perusahaan merupakan besar atau kecilnya suatu perusahaan

yang dapat diukur berdasarkan nilai nominalnya seperti dengan

menggunakan jumlah kekayaan (total asset), jumlah penjualan dalam satu

periode penjualan, jumlah tenaga kerja, dan total nilai buku tetap

perusahaan. Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan diukur dengan besar

kecilnya total asset yang dimiliki perusahaan tersebut.

Suatu perusahaan yang memiliki skala ekonomi yang tinggi

diharapkan akan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Perusahaan yang

sudah berskala besar pada umumnya dimungkinkan akan memiliki banyak

informasi dalam penentuan harga saham yang nantinya akan dijual pada
35

public. Kebanyakan investor lebih memilih untuk menginvestasikan

modalnya di perusahaan yang memiliki skala ekonomi yanglebih tinggi.

Berdasarkan penelitian Abdullah & Mohd (2004) ukuran perusahaan

berpengaruh positif terhadap underpricing. Penelitian Ritter (1991) dan

Hanley (1993) (dalam Sulistio, 2005) menunjukkan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing. Sedangkan

penelitian Suyatmin & Sujadi (2006) dan juga Sri Retno (2008) ukuran

perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing.

3. Pengaruh Persentase Saham yang Ditawarkan terhadap Underpricing

Saham

Persentase saham yang ditawarkan kepada masyarakat yaitu

persentase dari banyaknya lembar saham yang ditawarkan kepada public

dibagi dengan total saham yang beredar dimasyarakat. Semakin banyaknya

persentase saham yang ditawarkan kepada public menandakan banyak

saham yang ditawarkan kepada masyarakat oleh perusahaan.

Berdasarkan penelitian Syukriy Abdullah (2000) dan juga Sri Retno

(2008) yang mengatakan bahwa persentase saham yang ditawarkan tidak

berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Sedangkan Rista Maya

(2013) melakukan penelitian dengan hasil yang mengatakan bahwa

persentase saham yang ditawarkan berpengaruh signifikan terhadap

underpricing saham.
36

4. Pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap Underpricing Saham

Earning Per Share (EPS) merupakan laba bersih perusahaan setelah

pajak dan bunga (EAT) dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Dalam

kondisi normal, ketika suatu perusahaan mendapatkan laba yang tinggi

berarti perusahaan tersebut tidak memiliki masalah yang berarti pada

persahaan tersebut. Namun, ketika perushaan memberikan EPS yang terlalu

tinggi akan membuat perusahaan kesulitan untuk berkembang dikarenakan

pendapatan perusahaan yang dibagikan terlalu banyak, sehingga tidak

mampu memberikan tambahan dana untuk memperluas perusahaan. Begitu

pula dengan pemberian harga saham pada saat IPO terlalu murah

(merugikan perusahaan), sehingga perusahaan tidak dapat memperoleh laba

bersih yang cukup tinggi.

Berdasarkan penelitian Sri Retno (2008) menyatakan bahwa EPS

berpengaruh terhadap underpricing saham yang sekaligus mendukung

temuan yang dilakukan oleh Ardiansyah (2004).

5. Pengaruh Kondisi Pasar terhadap Underpricing Saham

Kondisi pasar adalah keadaan pasar modal yang biasanya tercermin

dalam perbedaan angka indeks harga saham. Kondisi pasar dalam penelitian

ini diartikan sebagai kondisi IHSG pembukaan pada hari pertama

perusahaan melakukan IPO dikurangi dengan IHSG penutupan pada hari

pertama setelah perusahaan melakukan IPO pada Bursa Efek Indonesia.

Semakin besar angka yang diperoleh pada kondisi pasar ini dimungkinkan

akan terjadi underpricing saham begitu juga sebaliknya.


37

Berdasarkan penelitian Rista Maya (2013) kondisi pasar tidak

berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing saham pada

perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI).

6. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham

yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar terhadap

Underpricing Saham

Umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar secara bersama-sama akan

sangat mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham di pasar modal, baik

pengaruh positif ataupun negatif. Adanya keempat faktor tersebut akan

mempempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Penetapan harga saham

yang kurang tepat pada saat Initial Public Offering (IPO) dapat

mengakibatkan harga saham di pasar sekunder lebih mahal dibanding pasa

saat diperdagangkan di pasar primer (underpricing) ataupun sebaliknya

harga saham pada saat IPO lebih mahal dibanding harga di pasar sekunder

(overpricing).
38

D. Paradigma Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dapat dibuat paradigma

penelitian dengan variabel bebas yaitu umur perusahaan, ukuran perusahaan,

persentase saham yang ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar, serta

variabel terkait yaitu underpricing saham, dapat digambarkan pada bagan

sebagai berikut:

Umur Perusahaan
(X1)
H1
Ukuran Perusahaan
(X2) H2
Underpricing
(Y)
Persentase Saham H3
(X3)
H4
Earning Per Share
H6
(X4)
H5

Kondisi Pasar
(X5)

Gambar 1. Paradigma Penelitian

Keterangan:
= pengujian secara parsial
= pengujian secara simultan

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan informasi yang telah dituliskan dan juga hasil dari

penelitian-penelitian terdahulu, hipotesis yang dapat diturunkan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:


39

H1: Umur perusahaan berpengaruh negatif antara umur perusahaan

terhadap underpricing saham pada saat melakukan initial

public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

H2: Ukuran perusahaan (firm size) berpengaruh negatif terhadap

underpricing saham pada saat melakukan initial public

offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

H3: Persentase saham yang ditawarkan berpengaruh positif

terhadap underpricing saham pada saat melakukan initial

public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

H4: Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap

besarnya tingkat underpricing saham pada saat melakukan

initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

H5: Kondisi pasar berpengaruh positif terhadap underpricing

saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di

Bursa Efek Indonesia (BEI).

H6: Umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar berpengaruh

secara simultan terhadap tingkat underpricing saham pada saat

melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melakukan

IPO (Initial Public Offering) di BEI selama periode 2012-2015. Penelitian ini

dimulai pada bulan Agustus 2016.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif (causal

comparative research) yaitu tipe penelitian dengan tujuan untuk menyelidiki

kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan dasar pengamatan terhadap

akibat yang ada atau mencari faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui

data tertentu (Sumandi Suryabrata, 2012: 84)

Data yang digunakan dalam penelitian ini berjenis data kuantitatif,

yaitu data dalam variabel berupa angka dalam arti sesungguhnya.

C. Definisi Operasional Variabel

Dalam rangka menguji hipotesis yang telah diajukan, variabel yang akan

diteliti dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua variabel, yaitu

variabel dependen dan variabel independen. Definisi operasional variabel-

variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel Dependen (Y)

Dependent variabel (Y) atau variabel terikat adalah variabel yang

nilainya dipengaruhi oleh variabel independen (Husein Umar, 2011: 48).

40
41

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah underpricing saham pada

perusahaan yang melakukan Initial Public Offering pada Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2015. Underpricing saham adalah suatu kondisi

dimana harga saham yang ditawarkan oleh suatu perusahaan pada saat

pertama kali menjualnya ke public atau yang dijual di pasar perdana lebih

murah dibandingkan dengan harga saham yang dijual di pasar sekunder.

Pada penelitian ini, underpricing dihitung sebagai selisih harga

saham pada hari pertama penutupan pada pasar sekunder dengan harga

penawaran di pasar primer dibagi dengan harga penawaran perdana. Rumus

pada penelitian ini untuk menghitung tingkat underpricing saham adalah

sebagai berikut:

P1 − P0
𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟𝑝𝑟𝑖𝑐𝑖𝑛𝑔 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 = x 100%
P0

Ketrangan:
P1 = Harga saham pada hari pertama penutupan pada pasar sekunder
P0 = Harga penawaran di pasar primer

2. Variabel Independen (X)

Independent variabel (X) atau variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi variabel lainnya (Husein Umar, 2011: 48). Variabel bebas

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu umur perusahaan, ukuran

perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning per share, dan

kondisi pasar.
42

a. Umur Perusahaan (X1)

Variabel umur perusahaan ini diukur dengan lamanya

perusahaan beroperasi sejak didirikan berdasarkan akte pendirian

sampai dengan saat perusahaan tersebut melakukan penawaran umum

perdana (IPO). Umur perusahaan ini dihitung dengan skala tahunan.

Pengukuran ini juga dipergunakan oleh Trisnawati (1999) dan

Nurhidayati (1998).

b. Ukuran Perusahaan (X2)

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat

diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan dari nilai ukuran

nominalnya, seperti jumlah kekayaan atau total asset, total nilai buku,

jumlah tenaga kerja, dan lainnya. Ukuran perusahaan dalam penelitian

ini dihitung dari besarnya total aset tahun terakhir yang dimiliki

perusahaan sebelum perusahaan tersebut go public di pasar modal.

Besar kecilnya total asset prusahaan menentukan ukuran perusahaan

dalam penelitian ini. Adapun pengukurannya dengan menggunakan

rumus:

SIZE = log natural Total Asset

c. Persentase Saham yang Ditawarkan (X3)

Persentase saham yang ditawarkan merupakan persentase saham

yang yang ditawarkan ke public ketika perusahaan melakukan IPO.

Dalam penelitian ini, persentase saham yang ditawarkan dihitung

dengan rumus sebagai berikut:


43

Jumlah Saham yang Ditawarkan


PS = x 100%
Total Saham Beredar

d. Earning Per Share (X4)

Earning per share menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk

setiap lembar saham biasa atau laba bersih perlembar saham biasa. Nilai

dari EPS dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

Laba Bersih Setelah Pajak & Bunga (EAT)


EPS =
Jumlah Saham Beredar

e. Kondisi Pasar (X5)

Kondisi pasar diwakili oleh tingkat return pasar pada hari

dimana suatu saham perusahaan pertama kali diperdagangkan di pasar

sekunder. Tingkat return pasar dihitung dengan cara sebagai berikut:

𝐼𝐻𝑆𝐺𝐶𝑙𝑜𝑠𝑒 − 𝐼𝐻𝑆𝐺𝑂𝑝𝑒𝑛
𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 = ( ) 𝑥 100%
𝐼𝐻𝑆𝐺𝑂𝑝𝑒𝑛

Keterangan:
IHSG open = IHSG pembukaan pada hari pertama setelah perusahaan
listing di BEI
IHSG close = IHSG penutupan pada hari pertama setelah perusahaan
listing di BEI

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk

dipelajari dan kemudian diambil kesimpulan (Sugiyono, 2009:115).

Populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang melakukan Initial


44

Public Offering di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2015 yang

berjumlah 90 perusahaan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009:91). Dalam penelitian ini, teknik

yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah dengan menggunakan

metode purposive sampling yaitu merupakan teknik pemilihan sampel

secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan

kriteria tertentu (Sugiyono, 2009:216). Kriteria-kriteria yang digunakan

dalam pemilihan sempel dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) di Bursa Efek

Indonesia pada tahun 2012-2015 dan mengalami underpricing saham.

b. Perusahaan menggunakan mata uang rupiah dalam laporan

keuangannya.

Berdasarkan kriteria di atas, maka perusahaan-perusahaan yang

memenuhi syarat untuk bisa digunakan menjadi sampel dalam penelitian ini

berjumlah 66 perusahaan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan cara menyalin dan

mengarsip data-data dari sumber yang tersedia yaitu menggunakan data

sekunder yang berasal dari situs BEI di www.idx.co.id. Data sekunder lain juga

diperoleh dari artikel, jurnal, dan literature yang berkaitan dengan penelitian.
45

F. Teknik Analisis Data

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian

dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan.

Statistik deskritif bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberikan

gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi

(Wiratna dan Poly, 2012:9). Penelitian ini menjabarkan jumlah data, nilai

minimum, nilai maksimum, rata-rata, standar deviasi. Statistik deskriptif

dihitung dengan menggunakan program aplikasi microsoft excel untuk

mempermudah perhitungan.

2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, data penelitian perlu diuji

dengan menggunakan uji asumsi klasik dengan tujuan untuk memperoleh

hasil yang akurat dan tidak menyesatkan. Uji asumsi klasik terdiri dari

pengujian-pengujian sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai

distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah

memiliki distribusi normal atau atau mendekati normal. Ada dua cara

untuk mendeteksi apakah residual distribusi normal atau tidak yaitu

dengan analisis grafik dan uji statistik (Imam Ghozali, 2011:160).


46

Pada penelitian ini, akan dilakukan pengamatan terhadap nilai

residual dan juga distribusi variabel-variabel yang akan diteliti. Uji

normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Dasar pengembalian dalam uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) adalah

apabila nilai signifikan atau nilai probabilitas > 0,05 atau 5% maka data

terdistribusi secara normal dan apabila nilai signifikansi atau

probabilitas < 0,05 atau 5% maka data tidak terdistribusi normal (Imam

Ghozali, 2011:34).

b. Uji Multikolinearitas

Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan

linear antara variabel-variabel bebas dalam model regresi maupun

untuk menunjukkan ada tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi

diantara varibel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas berkorelasi

dengan sempurna maka disebut multikolinearitasnya sempurna (perfect

multicoliniarity), yang berarti model kuadrat terkecil tersebut tidak

dapat digunakan.

Dalam penelitian ini, uji multikolineriaritas dapat dilihat dari

tolerance value dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh

variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen yang terpilih tidak dijelaskan oleh variabel independen

lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang

tinggi. Nilai cut-off yang umum adalah:


47

1) Jika nilai tolerance > 10 persen dan VIF < 10 persen, maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel

independen dalam suatu model regresi.

2) Jika nilai tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10 persen, maka

dapat disimpulkan bahwa terjadi multikolinearitas antar variabel

independen dalam suatu model regresi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari suatu

pengamatan itu adalah tetap maka disebut homoskedastisitas, dan jika

varians berbeda maka terjadi heteroskedastisitas.

Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas menggunakan uji

glejser. Menurut Sofyan Yamin dkk (2011:17-18), uji glejser

merupakan uji untuk meregresikn antara harga mutlak residual

unstandardized dan nilai variabel independen atau variabel independen

yang telah ditransformasi. Kriteria pengambilan keputusan adalah

signifikansi dari variabel independen lebih besar dari 0,05 maka tidak

terjadi heteroskedastisitas. Persamaan glesjer adalah:

|û| = β1 + β2X1 + v1

d. Uji Autokorelasi

Menurut Husein Umar (2011:179), uji autokorelasi dilakukan

untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linear terdapat


48

hubungan yang kuat baik positif ataupun negatif antar data yang ada

pada variabel-variabel penelitian. Apabila terjadi autokorelasi maka

akan menyebabkan informasi yang diberikan menjadi menyesatkan.

Oleh karena itu, regresi yang baik adalah tidak terjadi autokorelasi.

Dalam penelitian ini, uji autokorelasi menggunakan uji Durbin

Waston (DW-Test), dimana dalam pengambilan keputusan melihat

beberapa jumlah sampel yang diteliti yang kemudian dilihat angka

ketentuannya pada table Durbin Waston. Nilai Durbin Waston (DW)

harus dihitung terlebih dahulu, kemudian dibandingkan dengan nilai

batas atas (dU) dan nilai batas bawah (dL) untuk nilai n (jumlah sampel)

dan k (jumlah variabel bebas) yang ada dalam table Durbin Waston

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. DW < dL, terdapat autokorelasi positif (+)

2. dL < DW < dU, tidak dapat disimpulkan

3. dU < DW < 4-dU, tidak terjadi autokorelasi

4. 4-dU < DW < 4-dL, tidak dapat disimpulkan

5. DW < 4-dL, terdapat autokorelasi negative (-)

(Wahid Sulaiman, 2004:16)


49

3. Analisis Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham

yang ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar terhadap

underpricing saham. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis

regresi linear sederhana dan analisis regresi linear berganda.

a. Analisis Regresi Linear Sederhana

Regresi linear sederhana merupakan metode statistik untuk

menguji hubungan antara satu variabel bebas dengan satu variabel

terikat (Imam Ghozali, 2011:7).

1) Membuat garis regresi linear sederhana

Persamaan umum regresi linear sederhana:

Y = a + bX

Keterangan:
P1−P0
Y = Underpricing Saham ( P0 x 100%)
a = Harga Y bila X = 0 (konstanta)
b = Koefisiensi regresi
X = Untuk variabel Umur Perusahaan, Ukuran
Perusahaan, Earning Per Share (EPS), Persentase
Saham yang Diterbitkan, dan Kondisi Pasar.
(Winarta dan Poly, 2012:83-84)

2) Menguji signifikansi dengan Uji t

Uji t dimaksudkan untuk melihat signifikansi dari pengaruh

variabel independen secara individual terhadap variabel dependen

dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, menggunakan

rumus:
50

r √(n − 2)
t=
√(1 − 𝑟 2 )

Keterangan:
t = t hitung
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel
(Sugiyono, 2010: 250)

Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara

membandingkan t hitung dengan t tabel dngan taraf signifiknsi 5%.

Jika t hitung lebih besar atau sma dengan t tabel maka terdapat

pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara

signifikan.

b. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji

pengaruh variabel independen secara bersama-sama (simultan)

terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2009:277). Analisis regresi

linear berganda bertujuan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik

atau turunnya) variabel dependen, jika dua atau lebih variabel

independen sebagai faktor yang dapat dimanipulasi nilainya. Langkah-

langkah dalam melakukan analisis regresi linear berganda adalah

sebagai berikut:
51

1) Membuat persamaan garis regresi sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5

Keterangan:
Y = Underpricing saham
b1, b2, b3, b4, b5 = Koefisien regresi
a = Konstanta
X1 = Umur perusahaan
X2 = Ukuran perusahaan
X3 = Pesentase saham yang ditawarkan
X4 = Earning per share
X5 = Kondisi pasar
(Winarta dan Poly, 2012:88)

2) Mencari koefisiean determinasi antara X1, X2, X3, X4 dan X5

bersama-sama dengan Y, dengan rumus sebagai berikut:

𝑏1 ∑ 𝑋1 𝑌 + 𝑏2 ∑ 𝑋2 𝑌 + 𝑏3 ∑ 𝑋3 𝑌 + 𝑏4 ∑ 𝑋4 𝑌 + 𝑏5 ∑ 𝑋5 𝑌
𝑅2𝑦(1,2,3,4,5) = 2
∑𝑌

Keterangan:
𝑅2𝑦(1,2,3,4,5) = koefisien determinasi antara underpricing
dengan umur perusahaan, ukuran
penusahaan, persentase saham yang
ditawarkan, earning per share, dan kondisi
pasar
b1, b2, b3, b4, b5 = koefisien umur perusahaan, ukuran
penusahaan, persentase saham yang
ditawarkan, earning per share, dan kondisi
pasar
∑X1Y = jumlah produk antara umur perusahaan
dengan underpricing
∑X2Y = jumlah produk antara ukuran perusahaan
dengan underpricing
∑X3Y = jumlah produk antara persentase saham
yang ditawarkan dengan underpricing
∑X4Y = jumlah produk antara earning per share
dengan underpricing
∑X5Y = jumlah produk antara kondisi pasar dengan
underpricing
∑Y2 = jumlah kuadrat underpricing
(Danang Sunyoto, 2007: 20)
52

3) Menguji signifikansi regrsi berganda dengan uji F dngan rumus

sebagai berikut:

𝑅 2 (𝑛 − 𝑚 − 1)
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑚(1 − 𝑅 2 )

Keterangan:
Fhitung = harga F garis regresi
n = jumlah sampel
m = jumlah prediktor
R2 = koefisien determinsi antara kriterium dan prediktor
(Danang Sunyoto, 2007: 20)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang

diperoleh dari website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan juga

website www.e-bursa.com. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik dokumentasi, yaitu dengan melihat dokumen yang telah

ada sebelumnya (laporan keuangan perusahaan). Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 2012-

2015. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel

adalah dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu merupakan

teknik pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan

menggunakan kriteria tertentu. Berikut ini kriteria yang digunakan dalam

pemilihan dan pengambilan sempel dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) di Bursa Efek

Indonesia pada tahun 2012-2015 dan mengalami underpricing saham.

2. Perusahaan menggunakan mata uang rupiah dalam menerbitkan laporan

keuangannya.

Tabel 1. Prosedur Penarikan Sampel


Tahun
No. Keterangan
2012-2015
Perusahan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2012-
1 90
2015.
Perusahaan yang melakukan IPO tahun 2012-2015 dan
2 68
menerbitkan laporan keuangan dalam satuan rupiah.
3 Perusahaan yang memiliki data meragukan. (2)
4 Jumlah perusahaan yang menjadi sampel. 66
Sumber : www.idx.co.id dan www.e-bursa.com (data diolah)

53
54

Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dengan menggunakan

metode purposive sampling, maka perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia yang memenuhi persyaratan sebanyak 66 perusahaan.

B. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi nilai

minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi. Pengolahan data

untuk analisis deskriptif ini menggunakan IBM SPSS Statistic 20. Deskripsi

data masing-masing variabel secara rinci dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif


Std. Ket.
Variabel N Min. Max. Mean
Deviation satuan
Umur
66 3 58 21,26 12,949 Tahun
Perusahaan
Ukuran
66 25,62 30,84 27,8120 1,01963 LN Aset
Perusahaan
Persentase
Saham 66 0,13 59,05 21,7153 10,95251 Persen
Ditwarkan
Earning Per
66 -36,20 384,13 36,8164 60,10061 Rupiah
Share
Kondisi
66 -0,0317 0,0243 -0,002441 0,0110447 Desimal
Pasar
Underpricing 66 0,0035 0,7000 0,282192 0,2452833 Desimal
Sumber: Data sekunder yang diolah

1. Underpricing Saham

Underpricing saham diukur dengan membandingkan harga saham

pada hari pertama penutupan pada pasar sekunder dikurangi dengan harga

saham pada saat penawaran di pasar primer dibagi dengan harga saham pada

saat penawaran di pasar primer. Berdasarkan analisis statistik deskriptif

pada Tabel 2, dapat diketahui besarnya underpricing saham berkisar antara

0,0035 hingga 0,7000 dengan nilai mean sebesar 0,282192 dan standar
55

deviasi sebesar 0,2452833. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai

underpricing saham berkisar antara 0,0035 hingga 0,7000 dan mempunyai

nilai rata-rata 0,282192. Besarnya standar deviassi dari underpricing saham

adalah 0,2452833. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa PT

Golden Plantation Tbk memiliki nilai underpricing saham paling rendah

dan nilai maksimum dimiliki oleh tiga perusahaan, yaitu PT Bank Agris

Tbk, PT Bank Dinar Indonesia Tbk, dan PT Mitra Komunikasi Nusantara

Tbk.

2. Umur Perusahaan

Umur perusahaan ditunjukkan dengan lamanya perusahaan berdiri

berdasarkan akta pendirian sampai dengan perusahaan melakukan IPO di

BEI. Berdasarkan analisis statistik deskriptif pada Tabel 2, dapat diketahui

besarnya umur perusahaan berkisar antara 3 hingga 58 dengan nilai mean

sebesar 21,26 dan standar deviasi sebesar 12,949. Hal tersebut menunjukkan

bahwa umur perusahaan berkisar antara 3 tahun hingga 58 tahun dan

mempunyai nilai rata-rata 21,26 tahun. Besarnya standar deviassi dari umur

perusahaan adalah 12,949. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa

Dua Putra Utama Makmur Tbk memiliki umur perusahaan paling rendah

dan umur perusahaan paling lama dimiliki oleh PT Asuransi Kresna Mitra

Tbk.

3. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan diukur dengan besarnya total asset perusahaan

pada saat melakukan IPO di BEI. Berdasarkan analisis statistik deskriptif


56

pada Tabel 2, dapat diketahui besarnya ukuran perusahaan berkisar antara

25,62 hingga 30,84 dengan nilai mean sebesar 27,8120 dan standar deviasi

sebesar 1,01963. Hal tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan

berkisar antara Rp. 133.241.086.443 dimiliki oleh PT Mitra Komunikasi

Nusantara Tbk hingga Rp. 24.846.516.000.000 dimiliki oleh PT Bank

Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.

4. Persentase Saham yang Ditawarkan

Persentase saham yang ditawarkan diukur berdasarkan persentase

dari jumlah saham yang ditawarkan disbanding total saham beredar.

Berdasarkan analisis statistik deskriptif pada Tabel 2, dapat diketahui

besarnya persentase saham yang ditawarkan antara 0,13 hingga 59,05

dengan nilai mean sebesar 21,7153dan standar deviasi sebesar 10,95251.

Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase saham yang ditawarkan

berkisar antara 0,13% hingga 59,05% dan mempunyai nilai rata-rata sebesar

21,7153%. Besarnya standar deviassi dari umur perusahaan adalah

10,95251. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa PT Batavia

Prosperindo Internasional Tbk memiliki persentase saham yang ditawarkan

paling rendah dan persentase saham yang ditawarkan paling tinggi dimiliki

oleh PT Magna Finance Tbk.

5. Earning Per Share

Earning per share (EPS) diukur dengan besarnya laba bersih setelah

pajak (EAT) dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Berdasarkan

analisis statistik deskriptif pada Tabel 2, dapat diketahui besarnya earning


57

per share antara -36,20 hingga 384,13 dengan nilai mean sebesar 36,8164

dan standar deviasi sebesar 60,10061. Hal tersebut menunjukkan bahwa

earning pershare berkisar antara Rp. -36,20 hingga Rp. 384,13 dan

mempunyai nilai rata-rata sebanyak Rp. 36,82. Besarnya standar deviassi

dari earning per share adalah 60,10061. Dari perhitungan tersebut dapat

diketahui bahwa PT Graha Layar Prima Tbk memiliki earning per share

paling rendah dan PT Impack Pratama Industri Tbk memiliki earning per

share paling tinggi.

6. Kondisi Pasar

Kondisi pasar diwakili oleh besarnya tingkat return pasar pada hari

dimana suatu saham perusahaan pertama kali diperdagangkan di pasar

sekunder. Besarnya kondisi pasar diukur dengan besarnya IHSG penutupan

saat listing di BEI dikurangi dengan IHSG pembukaan saat listing di BEI

dibanding dengan IHSG pembukaan saat listing di BEI. Berdasarkan

analisis statistik deskriptif pada Tabel 2, dapat diketahui besarnya kondisi

pasar antara -0,0317 hingga 0,0243 dengan nilai mean sebesar -0,002441

dan standar deviasi sebesar 0,0110447. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kondisi pasar berkisar antara -0,0317 hingga 0,0243 dan mempunyai nilai

rata-rata -0,002441. Besarnya standar deviassi dari umur perusahaan adalah

0,0110447. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa kondisi pasar

paling rendah terjadi pada tiga perusahaan saat melakukan listing di BEI,

yaitu: PT Multipolar Technology Tbk, PT Victoria Investama Tbk, dan PT


58

Bank Mestika Dharma Tbk. Sedangkan kondisi pasar paling tinggi terjadi

pada saat PT Dharma Satya Nusantara Tbk melakukan IPO di BEI.

C. Hasil Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Uji normalits bertujuan untuk mengetahui apakah variable-variabel

dalam penelitaian memiliki sebaran distribusi normal atau tidak. Dalam

penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik

Kolmogrov-Smirnov. Sebuah data yang baik harus memiliki distribusi yang

normal. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas yakni jika nilai

signifikansi lebih bessar dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal.

Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dar 0,05 maka data tersebut

tidak berdistribusi normal. Berikut adalah hasil perhitungan Kolmogrov-

Smirnov dengan bantuan SPSS.

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas


Kolmogrov-Smirnov Sig Keterangan
1,137 0,151 Data Normal
Sumber: Data sekunder yang diolah

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui nilai signifikansinya sebesar

0,151 yang berarti lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan data dalam

penelitian ini berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi

yang baik ditunjukkan dengan tidak ada gejala multikolinieritas antar

variabel independennya. Multikolinieritas antar variabel independen dapat


59

dilihat dari besarnya nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation Factor

(VIF). Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai Tolerence ≥ 0,10, maka model regresi

bebas dari multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas yang dilakukan

dengan IBM SPSS Statistics 20 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas


Perhitungan
Variabel Keterangan
Tolerance VIF
Tidak terjadi
Umur Perusahaan 0,940 1,063
multikolineritas
Ukuran Tidak terjadi
0,883 1,133
Perusahaan multikolineritas
Persentase Saham Tidak terjadi
0,914 1,094
Ditwarkan multikolineritas
Tidak terjadi
Earning Per Share 0,968 1,033
multikolineritas
Tidak terjadi
Kondisi Pasar 0,992 1,008
multikolineritas
Sumber: Data sekunder yang diolah

Berdasarkan Tabel 4, hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua

variabel independen mempunyai nilai Tolerance ≥ 0,10. Nilai VIF

berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan semua variabel independen

mempunyai nilai VIF ≤ 10. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

seluruh variabel independen dalam penelitian ini tidak terjadi

multikolinieritas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan

ke pengamatan lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda


60

disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi heteroskedastisitas. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan

untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas adalah Uji Glejser

menggunakan progam SPSS. Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka

tidak terjadi heteroskedastisitas dan jika nilai signifikansi lebih kecil dari

0,05 maka disimpulkan terjadi heteroskedastisitas.

Tabel 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas


Variabel Sig Keterangan
Tidak terjadi
Umur Perusahaan 0,593
heteroskedstisitass
Tidak terjadi
Ukuran Perusahaan 0,431
heteroskedstisitass
Persentase Saham Tidak terjadi
0,695
Ditwarkan heteroskedstisitass
Tidak terjadi
Earning Per Share 0,549
heteroskedstisitass
Tidak terjadi
Kondisi Pasar 0,285
heteroskedstisitass
Sumber: Data sekunder yang diolah

Berdasarkan Tabel 6, semua variabel bebas mempunyai nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, hal ini dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi hetroskedastisitas dalam model regresi.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara residual periode t dengan residual pada

periode t-1 (periode sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka ada masalah

autokorelasi. Autokorelasi terjadi karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah
61

regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk melihat adanya autokorelasi

digunakan Durbin Watson Test (DW).

Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi


Durbin Watson Keterangan
2,163 Tidak terjdi autokorelasi
Sumber: Data sekunder yang diolah

Hasil uji autokorelasi pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai

Durbin-Watson adalah 2,163 lebih besar dari nilai dU 1,7676 pada tingkat

signifikansi 0,05. Nilai DW 2,163 lebih kecil dari 4-dU yakni 2,2324

sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi

autokorelasi.

D. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotsi dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini uji hipotesis pertama, kedua,

ketiga, keempat, dan kelima menggunakan analis regresi linear sederhana,

sedangkan untuk uji hipotesis keenam menggunakan analisi regresi linear

berganda.

1. Uji Hiptesis Pertama

Hipotesis pertama mengatakan bahwa “umur perusahaan

berpengaruh negatif antara umur perusahaan terhadap underpricing saham

pada saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia

(BEI)”. Dari analisis regresi linear sederhana diperoleh rangkuman hasil

sebagai berikut:
62

Tabel 7. Hasil Uji Hipotesis Pertama


Model Koefisien
Keterangan t Hitung Sig.
Regresi Regresi
1 Konstanta 0,310 5,276 0,000
X1 -0,001 -0,546 0,587
R Square = 0,005
Sumber: Data sekunder yang diolah

Berdasarkan Tabel 7, dapat disimpulkan bahwa nilai konstanta

adalah sebesar 0,310 dan koefisien regresi dari umur perusahaan terhadap

underpricing saham sebesar -0,001. Dari hasil tersebut, dapat dibuat

persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0,310 + (-0,001 X1)

Keterangan:
Y : Underpricing saham
X1 : Umur perusahaan

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui apabila variabel

umur perusahaan dianggap konstan, maka perubahan underpricing saham

adalah sebesar 0,310 satuan. Dari persamaan regresi di atas juga dapat

diketahui jika variabel umur perusahaan naik sebesar satu satuan, maka akan

menurunkan variabel underpricing saham sebesar 0,001 satuan. Hasil pada

Tabel 7 menunjukkan nilai R square sebesar 0,005 yang berarti bahwa

underpricing saham dapat dijelaskan oleh umur perusahaan sebesar 0,005

atau 0,5% sedangkan sisanya sebesar 99,5% dipengaruhi oleh faktor lain

diluar penelitian ini.

Uji t untuk variabel umur perusahaan pada Tabel 7 menunjukkan

nilai t hitung -0,546 < t tabel 1,997 (tingkat signifikansi 5%, df=65). Hal

tersebut menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap


63

underpricing saham. Hal ini juga didukung oleh nilai signifikansi sebesar

0,587 > 0,05 yang artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara

umur perusahaan terhadap underpricing saham.

Berdasarkan uji hipotesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa

variabel umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap

underpricing saham. Dengan demikian, hipotesis pertama yang mengatakan

umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing saham pada

saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia

ditolak.

2. Uji Hiptesis Kedua

Hipotesis kedua mengatakan bahwa “Ukuran perusahaan (firm size)

berpengaruh negatif terhadap underpricing saham pada saat melakukan

initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Dari analisis

regresi linear sederhana diperoleh rangkuman hasil sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Kedua


Model Koefisien
Keterangan t Hitung Sig.
Regresi Regresi
1 Konstanta 2,267 2,836 0,006
X2 -0,071 -2,485 0,016
R Square = 0,088
Sumber: Data sekunder yang diolah

Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa nilai konstanta

adalah sebesar 2,267 dan koefisien regresi dari ukuran perusahaan terhadap

underpricing saham sebesar -0,071. Dengan melihat nilai koefisien regresi

dari variabel ukuran perusahaan sebesar -0,071 menunjukkan bahwa


64

terdapat hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan underpricing

saham. Dari hasil tersebut, dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 2,267 + (-0,071 X2)

Keterangan:
Y : Underpricing saham
X1 : Ukuran perusahaan

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui apabila variabel

ukuran perusahaan dianggap konstan, maka perubahan underpricing saham

adalah sebesar 2,267 satuan. Dari persamaan regresi di atas juga dapat

diketahui jika variabel umur perusahaan naik sebesar satu satuan, maka akan

menurunkan variabel underpricing saham sebesar 0,071 satuan. Hasil pada

Tabel 8 menunjukkan nilai R square sebesar 0,088 yang berarti bahwa

underpricing saham dapat dijelaskan oleh umur perusahaan sebesar 0,088

atau 8,8% sedangkan sisanya sebesar 81,2% dipengaruhi oleh faktor lain

diluar penelitian ini.

Uji t untuk variabel ukuran perusahaan pada Tabel 8 menunjukkan

nilai t hitung -2,485 dan t tabel 1,997 (tingkat signifikansi 5%, df=65). Nilai

t hitung dalam IMB SPSS Statistic adalah nilai absolut, sehingga tanda

negatif diabaikan (Wahana Komputer, 2006,253). Jika keduanya

dibandingkan, maka t hitung lebih besar dari t tabel (2,485 > 1,997). Hal

tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

underpricing saham. Hal ini juga didukung oleh nilai signifikansi sebesar

0,016 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara umur

perusahaan terhadap underpricing saham.


65

Berdasarkan uji hipotesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa

variabel ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

underpricing saham pada saat melakukan IPO di BEI. Dengan demikian,

hipotesis kedua yang mengatakan ukuran perusahaan berpengaruh negatif

terhadap underpricing saham pada saat melakukan initial public offering

(IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diterima.

3. Uji Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga mengatakan bahwa “Persentase saham yang

ditawarkan berpengaruh positif terhadap underpricing saham pada saat

melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.

Dari analisis regresi linear sederhana diperoleh rangkuman hasil sebagai

berikut:

Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Ketiga


Model Koefisien
Keterangan t Hitung Sig.
Regresi Regresi
1 Konstanta 0,137 2,109 0,039
X3 0,007 2,507 0,015
R Square = 0,089
Sumber: Data sekunder yang diolah

Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa nilai konstanta adalah

sebesar 0,137 dan koefisien regresi dari persentase saham yang ditawarkan

terhadap underpricing saham sebesar 0,007. Dengan melihat nilai koefisien

regresi dari variabel persentase saham yang ditawarkan sebesar 0,007

menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara persentase saham

yang ditawarkan dan underpricing saham. Dari hasil tersebut, dapat dibuat

persamaan regresi sebagai berikut:


66

Y = 0,137 + 0,007 X3

Keterangan:
Y : Underpricing saham
X1 : Persentase saham yang ditawarkan

Dari persamaan tersebut dapat diketahui apabila variabel persentase

saham yang ditawarkan dianggap konstan, maka perubahan underpricing

saham adalah sebesar 0,137 satuan. Dari persamaan regresi di atas juga

dapat diketahui jika variabel persentase saham yang ditawarkan naik sebesar

satu satuan, maka akan meningkatkan variabel underpricing saham sebesar

0,007 satuan. Hasil pada Tabel 9 menunjukkan nilai R square sebesar 0,089

yang berarti bahwa underpricing saham dapat dijelaskan oleh persentase

saham yang ditawarkan sebesar 0,089 atau 8,9% sedangkan sisanya sebesar

91,1% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian ini.

Uji t pada Tabel 9 menunjukkan nilai t hitung 2,507 > t tabel 1,997

(tingkat signifikansi 5%, df=65). Hal tersebut menunjukkan bahwa

persentase saham yang ditawarkan berpengaruh terhadap underpricing

saham. Hal ini juga didukung oleh nilai signifikansi sebesar 0,015 < 0,05

yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara persentase saham

yang ditawarkan terhadap underpricing saham.

Berdasarkan uji hipotesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa

variabel persentase saham yang ditawarkan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap underpricing saham. Dengan demikian, hipotesis ketiga

yang mengatakan persentase saham yang ditawarkan berpengaruh positif


67

terhadap underpricing saham pada saat melakukan initial public offering

(IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diterima.

4. Uji Hipotesis Keempat

Hipotesis keempat mengatakan bahwa “Earning Per Share (EPS)

berpengaruh positif terhadap besarnya tingkat underpricing saham pada saat

melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”.

Dari analisis regresi linear sederhana diperoleh rangkuman hasil sebagai

berikut:

Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis Keempat


Model Koefisien
Keterangan t Hitung Sig.
Regresi Regresi
1 Konstanta 0,244 7,048 0,000
X4 0,001 2,131 0,037
R Square = 0,066
Sumber: Data sekunder yang diolah

Hasil uji hipotesis keempat menunjukkan bahwa nilai konstanta

adalah sebesar 0,244 dan koefisien regresi dari earning per share terhadap

underpricing saham sebesar 0,001. Dengan melihat nilai koefisien regresi

dari variabel earning per share sebesar 0,001 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif antara earning per share dan underpricing saham. Dari

hasil tersebut, dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 0,244 + 0,001 X4

Keterangan:
Y : Underpricing saham
X1 : Earning per share

Dari persamaan tersebut dapat diketahui apabila variabel earning

per share dianggap konstan, maka perubahan underpricing saham adalah


68

sebesar 0,244 satuan. Dari persamaan regresi di atas juga dapat diketahui

jika variabel earning per share naik sebesar satu satuan, maka akan

meningkatkan variabel underpricing saham sebesar 0,001 satuan. Hasil

pada Tabel 10 menunjukkan nilai R square sebesar 0,066 yang berarti bahwa

underpricing saham dapat dijelaskan oleh persentase saham yang

ditawarkan sebesar 0,066 atau 6,6% sedangkan sisanya sebesar 93,4%

dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian ini.

Uji t pada Tabel 10 menunjukkan nilai t hitung 2,131 > t tabel 1,997

(tingkat signifikansi 5%, df=65). Hal tersebut menunjukkan bahwa earning

per share berpengaruh terhadap underpricing saham. Hal ini juga didukung

oleh nilai signifikansi sebesar 0,037 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh

yang signifikan antara earning per share terhadap underpricing saham.

Berdasarkan uji hipotesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa

variabel earning per share berpengaruh positif dan signifikan terhadap

underpricing saham. Dengan demikian, hipotesis keempat yang

mengatakan Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap

besarnya tingkat underpricing saham pada saat melakukan initial public

offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diterima.

5. Uji Hipotesis Kelima

Hipotesis kelima mengatakan bahwa “Kondisi pasar berpengaruh

positif terhadap underpricing saham pada saat melakukan initial public

offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. Dari analisis regresi linear

sederhana diperoleh rangkuman hasil sebagai berikut:


69

Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis Kelima


Model Koefisien
Keterangan t Hitung Sig.
Regresi Regresi
1 Konstanta 0,279 8,969 0,000
X5 -1,241 -0,448 0,656
R Square = 0,003
Sumber: Data sekunder yang diolah

Dari tabel 11 menunjukkan bahwa nilai konstanta adalah sebesar

0,279 dan koefisien regresi dari kondisi pasar terhadap underpricing saham

sebesar -1,241. Dari hasil tersebut, dapat dibuat persamaan regresi sebagai

berikut:

Y = 0,279 + (-1,241 X5)

Keterangan:
Y : Underpricing saham
X1 : Kondisi pasar

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui apabila variabel

kondisi pasar dianggap konstan, maka perubahan underpricing saham

adalah sebesar 0,279 satuan. Dari persamaan regresi di atas juga dapat

diketahui jika variabel kondisi pasar naik sebesar satu satuan, maka akan

menurunkan variabel underpricing saham sebesar 1,241 satuan. Hasil pada

Tabel 11 menunjukkan nilai R square sebesar 0,003 yang berarti bahwa

underpricing saham dapat dijelaskan oleh kondisi pasar sebesar 0,003 atau

0,3% sedangkan sisanya sebesar 99,7% dipengaruhi oleh faktor lain diluar

penelitian ini.

Uji t untuk variabel kondisi pasar pada Tabel 11 menunjukkan nilai

t hitung -0,448 < t tabel 1,997 (tingkat signifikansi 5%, df=65). Hal tersebut
70

menunjukkan bahwa kondisi pasar tidak berpengaruh terhadap

underpricing saham. Hal ini juga didukung oleh nilai signifikansi sebesar

0,656 > 0,05 yang artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara

kondisi pasar terhadap underpricing saham.

Berdasarkan uji hipotesis tersebut, dapat disimpulkan bahwa

variabel kondisi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing

saham. Dengan demikian, hipotesis kelima yang mengatakan kondisi pasar

berpengaruh positif terhadap underpricing saham pada saat melakukan

initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditolak.

6. Uji Hipotesis Keenam

Hipotesis keenam mengatakan bahwa “Umur perusahaan, ukuran

perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning per share, dan

kondisi pasar berpengaruh secara simultan terhadap tingkat underpricing

saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI)”. Dari analisis regresi linear sederhana diperoleh

rangkuman hasil sebagai berikut:

Tabel 12. Hasil Uji Hipotesis Keenam


Koefisien
Variabel T hitung Sig.
Regresi
Konstanta 1,855
Age 0,000 -0,203 0,840
Size -0,061 -2,075 0,042
PS 0,004 1,659 0,102
EPS 0,001 2,104 0,040
Market -1,601 -0,624 0,535
F hitung = 3,080
R Square = 0,204
Sig. = 0,015
Sumber: Data sekunder yang diolah
71

Dari Tabel 12 maka diketahui koefisien dari masing-masing variabel

dalam persamaan regresi linear berganda. Umur perusahaan (X1) dan ukuran

perusahaan (X2) memiliki koefisien 0,000 dan -0,061. Persentase saham

yang ditawarkan (X3) dan earning per share (X4) memiliki koefisien 0,004

dan 0,001. Sedangkan variabel kondisi psar memiliki koefisien sebesar -

1,601. Berikut adalah persamaan regresi yang terbentuk dari analisis

tersebut:

Y = 1,855 + 0,000 X1 + (-0,061 X2) + 0,004 X3 + 0,001 X4 + (-1,601 X5)

Keterangan:
Y : Underpricing saham
X1 : Umur perusahaan
X2 : Ukuran perusahaan
X3 : Persentase saham yang ditawarkan
X4 : Earning per share
X5 : Kondisi pasar

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa:

a) Nilai konstanta menunjukkan nilai Underpricing Saham saat

melakukan IPO di BEI apabila nilai Umur Perusahaan, Ukuran

Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share,

dan Kondisi Pasar sama dengn 0 adalah 1,855.

b) Koefisien Umur Perusahaan = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa besar

kecilnya umur perusahaan tidak mempengaruhi Underpricing Saham

pada saat melakukan IPO di BEI.

c) Koefisien Ukuran Perusahaan = -0,061. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap kenaikan Ukuran Perusahaan sebesar 1 satuan akan menyebabkan


72

nilai Underpricing Saham turun sebesar 0,061 (variabel lain dianggap

konstan).

d) Koefisien Persentase Saham yang Ditawarkan = 0,004. Hal ini

menunjukkan bahwa setiap kenaikan Persentase Saham yang

Ditawarkan sebesar 1 satuan akan menyebabkan nilai Underpricing

Saham naik sebesar 0,004 (variabel lain dianggap konstan).

e) Koefisien Earning Per Share = 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap kenaikan Earning Per Share sebesar 1 satuan akan menyebabkan

nilai Underpricing Saham naik sebesar 0,001 (variabel lain dianggap

konstan).

f) Koefisien Kondisi Pasar = -1,601. Hal ini menunjukkan bahwa setiap

kenaikan Kondisi Paar sebesar 1 satuan akan menyebabkan nilai

Underpricing Saham turun sebesar 1,601 (variabel lain dianggap

konstan).

Berikutnya nilai F hitung 3,080 lebih besar dari nilai F tabel 2,37

dan tingkat signifikan 0,015 menunjukkan bahwa secara bersama-sama

Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan,

Earning Per Share, dan Kondisi Pasar berpengaruh signifikan terhadap

Underpricing Saham. Koefisien determinasi yang ditunjukkan melalui R

square sebesar 0,204 atau 20,4% mengandung arti bahwa variabel

Underpricing Saham dapat dijelaskan oleh variabel Umur Perusahaan,

Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per


73

Share, dan Kondisi Pasar sebesar 20,4%, sedangkan sisanya sebesar 79,6%

dijelaskan oleh faktor lain yang tidak ada dalam penelitian ini.

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam uji hipotesis keenam ini yaitu

terdapat pengaruh yang signifikan antara Umur Perusahaan, Ukuran

Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan

Kondisi Pasar secara bersama-sama terhadap Underpricing Saham pada

saat melakukan IPO di BEI. Oleh karena itu hipotesis keenam yang

mengatakan bahwa Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase

Saham yang Ditawarkan, Earning Per Share, dan Kondisi Pasar

berpengaruh secara simultan terhadap tingkat Underpricing Saham pada

saat melakukan initial public offering di Bursa Efek Indonesia diterima.

E. Pembahasan dan Hasil Penelitian

1. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Underpricing Saham pada saat

Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI)

Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis pertama yang

menyatakan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap

underpricing saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di

Bursa Efek Indonesia (BEI). Koefisien korelasi umur perusahaan yaitu

sebesar 0,068 yang menunjukkan bahwa hubungan antara umur perusahaan

dan underpricing saham adalah lemah. Selain itu, nilai koefisien

determinan sebesar 0,005 menunjukkan bahwa underpricing saham yang

dijelaskan oleh umur perusahaan sebesar 0,5% sedangkan sisanya

dijelaskan oleh faktor lain.


74

Nilai koefisien regresi umur perusahaan (X1) sebesar -0,001 yang

artinya setiap kenaikan umur perusahaan sebesar 1 satuan akan

menurunkan underpricing saham sebesar 0,001 satuan. Jika umur

perusahaan semakin besar, maka underpricing saham semakin kecil. Selain

itu, t hitung lebih kecil dari t tabel (0,546 < 1,997). Hal ini mengindikasikan

bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara umur perusahaan terhadap

underpricing saham. Dengan begitu, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing saham

pada saat melakukan initial public offering di Bursa Efek Indonesia.

Umur perusahaan menunjukkan lamanya suatu perusahaan

beroperasi sejak didirikan berdasarkan akte pendirian sampai dengan

perusahaan tersebut melakukan penawaran umum perdana di BEI.

Perusahaan yang telah lama berdiri tidak menjamin perusahaan tersebut

telah berkembang pesat dan memiliki banyak informasi yang tersedia untuk

para investor, sehingga umur perusahaan tidak mempengaruhi underpricing

saham.

Penelitian ini tidak mendukung penelitian Aji Candra Sukma (2013)

yang berjudul “Analisis faktor-faktor yang memperngaruhi underpricing

saham pada pernawaran umum perdana di bursa efek Indonesia tahun 2009-

2011”. Hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian Aji Candra

menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh secara signifikan

terhadap tingkat underpricing saham.


75

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Saham pada

saat Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia

(BEI)

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua yang menyatakan

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing

saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Koefisien korelasi ukuran perusahaan yaitu sebesar 0,297

yang menunjukkan bahwa hubungan antara ukuran perusahaan dan

underpricing saham lemah. Selain itu, nilai koefisien determinan sebesar

0,088 menunjukkan bahwa underpricing saham yang dijelaskan oleh

ukuran perusahaan adalah sebesar 8,8% sedangkan sisanya dijelaskan oleh

faktor lain.

Nilai koefisien regresi ukuran perusahaan (X2) sebesar -0,071

yang artinya setiap kenaikan ukuran perusahaan sebesar 1 satuan akan

menurunkan underpricing saham sebesar 0,071 satuan. Selain itu, t hitung

lebih besar dari t tabel (2,485 > 1,997). Hal ini mengindikasikan bahwa

ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham.

Dengan begitu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

negatif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap underpricing saham

pada saat melakukan initial public offering di Bursa Efek Indonesia.

Semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat underpricing saham akan

semakin kecil.
76

Ukuran perusahaan merupakan besar kecilnya suatu perusahaan

dilihat dari nilai ukuran nominalnya, seperti jumlah kekayaan atau total aset,

total nilai buku, jumlah tenaga kerja, dan lainnya. Perusahaan yang memiliki

total aset yang besar akan dikenal oleh banyak investor, sehaingga informasi

terkait perusahaan tersebut cukup banyak beredar di masyarakat. Dengan

banyaknya informasi yang ada di masyarakat, maka tingkat ketidakpastian

di masa depan akan semakin kecil. Tingkat ketidakpastian perusahaan di

masa depan yang kecil akan membuat tingkat underpricing saham juga

semakin kecil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aji Candra Sukma

(2013) yang berjudul “Analisis faktor-faktor yang memperngaruhi

underpricing saham pada pernawaran umum perdana di bursa efek

Indonesia tahun 2009-2011”. Hasil analisis yang telah dilakukan dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat underpricing saham.

3. Pengaruh Persentase Saham yang Ditawarkan terhadap Underpricing

Saham pada saat Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa

Efek Indoneia (BEI)

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis ketiga yang menyatakan

bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara persentae saham yang

ditawarkan terhadap underpricing saham pada saat melakukan initial public

offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Koefisien korelasi persentase

saham yang ditawarkan yaitu sebesar 0,299 yang menunjukkan bahwa


77

hubungan antara persentase saham yang ditawarkan dan underpricing

saham lemah. Selain itu, nilai koefisien determinan sebesar 0,089

menunjukkan bahwa underpricing saham yang dijelaskan oleh persentase

saham yang ditawarkan adalah sebesar 8,9% sedangkan sisanya dijelaskan

oleh faktor lain.

Nilai koefisien regresi persentase saham yang ditawarkan (X3)

sebesar 0,007 yang artinya setiap kenaikan persentase saham yang

ditawarkan sebesar 1 satuan akan meningkatkan underpricing saham

sebesar 0,007 satuan. Selain itu, t hitung lebih besar dari t tabel (2,507 >

1,997). Hal ini mengindikasikan bahwa persentase saham yang ditawarkan

berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham. Dengan begitu, hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan

antara persentase saham yang ditawarkan terhadap underpricing saham

pada saat melakukan initial public offering di Bursa Efek Indonesia.

Semakin besar persentase saham yang ditawarkan maka tingkat

underpricing saham akan semakin besar.

Persentase saham yang ditawarkan merupakan porsi kepemilikan

saham yang mungkin dikuasai oleh publik. Persentase penawaran kepada

publik dimoderasi oleh nilai kapitalisasi pasar dan jumlah hutang

perusahaan. Nilai kapitalisasi pasar menggambarkan jumlah dana yang

diharapkan perusahaan dari kegiatan penawaran umum, semakin besar dana

yang diharapkan maka semakin besar persentase penawaran kepada publik.

Jumlah hutang menggambarkan kemungkinan perusahaan menggunakan


78

dana dari hasil penawaran umum untuk membayar hutangnya. Persentase

penawaran yang besar akan memperlihatkan bahwa nilai kapitalisasi pasar

dan jumlah hutang perusahaan yang besar. Hal ini membuat ketidakpastian

perusahaan dimasa depan meningkat, sehingga akan mempengaruhi tingkat

underpricing saham.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rista Maya (2013)

yang berjudul “Pengaruh kondisi pasar, persentase saham yang ditawarkan,

financial leverage, dan profitabilitas terhadap underpricing saham yang

IPO di BEI periode 2007-2011”. Hasil analisis yang telah dilakukan oleh

Rista Maya (2013) menunjukkan bahwa persentase saham yang ditawarkan

berpengaruh signifikan positif terhadap underpricing saham yang

melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

4. Pengaruh Earning Per Share terhadap Underpricing Saham pada saat

Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI)

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis keempat yang bahwa

Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap besarnya tingkat

underpricing saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di

Bursa Efek Indonesia (BEI). Koefisien korelasi earning per share yaitu

sebesar 0,257 yang menunjukkan bahwa hubungan antara earning per share

dan underpricing saham lemah. Selain itu, nilai koefisien determinan

sebesar 0,066 menunjukkan bahwa underpricing saham yang dijelaskan

oleh earning per share adalah sebesar 6,6% sedangkan sisanya dijelaskan

oleh faktor lain.


79

Nilai koefisien regresi earning per share (X4) sebesar 0,001 yang

artinya setiap kenaikan earning per share sebesar 1 satuan akan

meningkatkan underpricing saham sebesar 0,001 satuan. Selain itu, t hitung

lebih besar dari t tabel (2,131 > 1,997). Hal ini mengindikasikan bahwa

earning per share berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham.

Dengan begitu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

positif signifikan antara earning per share terhadap underpricing saham

pada saat melakukan initial public offering di Bursa Efek Indonesia.

Semakin besar earning per share maka tingkat underpricing saham akan

semakin besar.

Earning Per Share (EPS) menggambarkan jumlah rupiah yang

diperoleh untuk setiap lembar sahamnya. Perusahaan yang memberikan

earning per share terlalu banyak dirasa akan membuat perusahaan kesulitan

untuk berkembang pesat karena semua dana hasil pendapatan perusahaan

diberikan kepada pemegang saham, sehingga perusahaan tidak memiliki

tambahan dana untuk berkembang. Earnign per share yang rendah juga

akan membuat para investor tidak tertarik untuk mebeli saham perusahaan

tersebut, sehingga tingakat ketidakpastian perusahaan akan mengingkat.

Perusahaan yang memiliki ketidakpastian dimasa depan akan

mempengaruhi tingkat underpricing saham.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ridho Sucahyo (2009)

yang berjudul “Pengaruh financial leverage, return on assets, dan earning

per share terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan initial


80

public offering di Bursa Efek Indonesia tahun 2003 – 2007”. Hasil analisis

yang telah dilakukan oleh Ridho Sucahyo (2009) menunjukkan bahwa

earning per share berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing pada

perusahaan yang melakukan IPO di BEI

5. Pengaruh Kondisi Pasar terhadap Underpricing Saham pada saat

Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI)

Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis kelima yang

menyatakan bahwa kondisi pasar berpengaruh positif terhadap

underpricing saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di

Bursa Efek Indonesia (BEI). Koefisien korelasi kondisi pasar yaitu sebesar

0,056 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kondisi pasar dan

underpricing saham adalah lemah. Selain itu, nilai koefisien determinan

sebesar 0,003 menunjukkan bahwa underpricing saham yang dijelaskan

oleh kondisi pasar hanya sebesar 0,3% sedangkan sisanya dijelaskan oleh

faktor lain.

Nilai koefisien regresi kondisi pasar (X5) sebesar -1,241 yang

artinya setiap kenaikan kondisi pasar sebesar 1 satuan akan menurunkan

underpricing saham sebesar 1,241 satuan. Jika kondisi pasar semakin

besar, maka underpricing saham semakin kecil. Selain itu, t hitung lebih

kecil dari t tabel (0,448 < 1,997). Hal ini mengindikasikan bahwa tidak

terdapat pengaruh signifikan antara kondisi pasar terhadap underpricing

saham. Dengan begitu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi


81

pasar tidak berpengaruh terhadap underpricing saham pada saat melakukan

initial public offering di Bursa Efek Indonesia.

Kondisi pasar menunjukkan keadaan pasar modal yang biasanya

tercermin dalam perbedaan angka indeks harga saham. Harga saham akan

bergerak secara acak dan bergantung pada informasi yang baru diterima,

tetapi informasi tersebut tidak diketahui kapan akan diterima. Harga indeks

saham yang selalu berubah dan sangat unpredictable tidak memberikan

dampak yang begitu besar terhadap underpricing saham. Hal ini disebabkan

karena indeks saham tidak mampu mewakili seluruh pergerakan saham

semua perusahaan, sehingga kondisi pasar tidak mempengaruhi

underpricing saham.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rista Maya (2013)

yang berjudul “Pengaruh kondisi pasar, persentase saham yang ditawarkan,

financial leverage, dan profitabilitas terhadap underpricing saham yang

IPO di BEI periode 2007-2011”. Hasil analisis yang telah dilakukan oleh

Rista Maya (2013) menunjukkan bahwa kondisi pasar tidak berpengaruh

signifikan terhadap underpricing saham yang melakukan initial public

offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).


82

6. Pengaruh Umur Perusahaan, Ukuran Perussahaan, Persentae Saham

yang Ditawarkan, Earning Per share, dan Kondisi Pasar Secara

Simultan terhadap Underpricing Saham pada saat Melakukan Initial

Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indoneia (BEI)

Pada penelitian ini hasil uji hipotesis keenam menunjukkan nilai

signifikansi sebesar 0,015 yang berarti lebih kecil dari 0,05 dan nilai F

sebesar 3,080 > F tabel 2,37. Dilihat dari nilai F dan nilai signifikansinya

bisa diketahui jika umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham

yang ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham. Hal tersebut dapat

dilihat dari persamaan regresi berikut:

Y = 1,855 + 0,000 X1 + (-0,061 X2) + 0,004 X3 + 0,001 X4 + (-1,601 X5)

Umur perusahaan secara bersama-sama menghasilkan koefisien

0,000 yang berarti variabel umur perusahaan tidak memberikan pengaruh

yang begitu signifikan. Ukuran peruahaan secara bersama-sama

menghasilkan nilai koefisien sebesar -0,061 yang berarti ukuran perusahaan

berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing saham. Persentase

saham yang ditawarkan dan earning per share masing-masing

menghasilkan koefisien positif sebesar 0,004 dan 0,001 yang berarti secara

simultan berpengaruh positif terhadap underpricing saham. Sedangkan

kondisi pasar memiliki koefisien negatif sebesar -1,601.

Dilihat dari R square sebesar 0,204 dapat diartikan bahwa umur

perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning


83

per share, dan kondisi pasar secara simultan mempengaruhi underpricing

saham sebear 20,4% sedangkan sisanya 79,6% dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain di luar variabel yang diteliti.

Hasil penelitian ini mengindikasi bahwa terdapat pengaruh

signifikan antara umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham

yang ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar secara simultan

terhadap underpricing saham pada saat IPO di BEI. Dari analisis di atas

dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam yang menyatakan bahwa umur

perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning

per share, dan kondisi pasar berpengaruh secara simultan terhadap tingkat

underpricing saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di

Bursa Efek Indonesia (BEI) dapat diterima.

F. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat memengaruhi

hasil penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1) Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian hanya hanya berjuamlah 66

perusahaan, dari total perusahaan yang melakukan IPO tahun 2012-2015

sebanyak 90 perusahaan.

2) Periode pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini hanya empat tahun

yaitu tahun 2012-2015.

3) Temuan dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa selain Umur

Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan,

Earning Per Share, dan Kondisi Pasar terdapat faktor-faktor lain yang
84

digunakan dalam studi mengenai underpricing saham pada Perusahaan

yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2015. Umur

Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Persentase Saham yang Ditawarkan,

Earning Per Share, dan Kondisi Pasar memberikan pengaruh sebesar

20,4% terhadap underpricing saham pada Perusahaan yang melakukan

IPO di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2015. Sebesar 79,6% sisanya

dijelaskan oleh faktor lain di luar penelitian ini.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai

pengaruh umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar terhadap underpricing saham.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka peneliti

dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing

saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Hasil uji t untuk variabel ini menunjukkan nilai

koefisien regresi sebesar -0,001, t hitung -0,546 < t tabel 1,997, serta

nilai signifikansi 0,587 yang berarti lebih besar dari 0,05.

2. Ukuran perusahaan (firm size) berpengaruh negatif terhadap

underpricing saham pada saat melakukan initial public offering (IPO)

di Bursa Efek Indonesia (BEI). R square sebesar 0,088 (8,8%)

menunjukkan bahwa underpricing saham pada saat IPO di BEI dapat

dijelaskan oleh ukuran perusahaan sebesar 8,8%. Hal tersebut

dibuktikan dengan nilai t hitung -2,485 > t tabel 1,997, taraf signifikansi

0,016 < 0,05, dan koefisien regresi sebesar -0,071. Hal ini berarti

apabila terjadi kenaikan pada ukuran perusahaan maka akan

menyebabkan penurunan pada tingkat underpricing saham pada saat

IPO di BEI.

85
86

3. Persentase saham ditawarkan berpengaruh positif terhadap

underpricing saham pada saat melakukan initial public offering (IPO)

di Bursa Efek Indonesia (BEI). R square sebesar 0,089 (8,9%)

menunjukkan bahwa underpricing saham pada saat IPO di BEI dapat

dijelaskan oleh persentase saham yang ditawarkan sebesar 8,9%. Hal

tersebut dibuktikan dengan nilai t hitung 2,507 > t tabel 1,997, taraf

signifikansi 0,015 < 0,05, dan koefisien regresi sebesar 0,007. Hal ini

berarti apabila terjadi kenaikan pada persentase saham yang ditawarkan

maka akan menyebabkan kenaikan pada tingkat underpricing saham

pada saat IPO di BEI.

4. Earning per share berpengaruh positif terhadap underpricing saham

pada saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI). R square sebesar 0,066 (6,6%) menunjukkan bahwa

underpricing saham pada saat IPO di BEI dapat dijelaskan oleh earning

per share sebesar 6,6%. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai t hitung

2,131 > t tabel 1,997, taraf signifikansi 0,037 < 0,05, dan koefisien

regresi sebesar 0,001. Hal ini berarti apabila terjadi kenaikan pada

earning per share maka akan menyebabkan kenaikan pada tingkat

underpricing saham pada saat IPO di BEI.

5. Kondisi pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing

saham pada saat melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek

Indonesia (BEI). Uji t untuk variabel ini menayatakan nilai koefisien


87

regresi sebesar -1,241, t hitung -0,448 < t tabel 1,997, serta nilai

signifikansi 0,656 yang berarti lebih besar dari 0,05.

6. Umur perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang

ditawarkan, earning per share, dan kondisi pasar secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada saat IPO di

BEI. Hal ini dibuktikan dengan nilai f hitung 3,080 > F tabel 2,37, taraf

signifikansi 0,015 < 0,05. R square sebesar 0,204 (20,4%)

menunjukkan bahwa underpricing saham pada saat initial public

offering (IPO) di BEI dapat dijelaskan oleh umur perusahaan, ukuran

perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning per share, dan

kondisi pasar sebesar 20,4%. Sedangkan sisanya 79,6% dijelaskan oleh

faktor lain diluar variabel yang diteliti.

B. Saran

Berdasrkan hasil penelitian dan kesimpulan maka saran-saran yang

dapat peneliti berikan berkaitan dengan pengaruh umur perusahaan, ukuran

perusahaan, persentase saham yang ditawarkan, earning per share, dan kondisi

pasar terhadap underpricing saham, yaitu:

1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan jumlah

perusahaan yang dijadikan sampel penelitian.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk bisa mempertimbangkan dengan

menambah variabel-variabel lain seperti Debt to Equity Ratio, Return

On Asset, Leverage, Reputasi Underwriter, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Nur-Adiana H. and Kamarun N. T. Mohd. (2004). “Factors Influencing


The Underpricing of Initial Public Offering in An Emerging Market:
Malaysian Evidence”. IIUM Journal of Economics and Management. Vol
12 No. 2. Hlm. 1-23.

Abdullah, Syukriy. (2000). “Fenomena Underpricing dalam Penawaran Saham


Perdana (IPO) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”. Jurnal
Manajemen & Bisni. Vol. 3 No. 1.

Aini, Shoviyah Nur. (2013). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing


Saham pada Perusahaan IPO di BEI Periode 2007-2011”. Jurnal Ilmiah
Manajemen. Vol. 1 No. 1, Januari 2013. Hlm. 1-15.

Aini, Syarifah. (2009). “Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan Terhadap
Underpricing pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering
(IPO)”. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Ang, Robert. (1997). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Media Soft Indonesia.

Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. (2008). Pengantar Pasar Modal. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ardiansyah, Misnen. 2004. Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan
Return 15 hari setelah IPO serta Moderasi Besaran Perusahaan terhadap
Hubungan antara Variabel Keuangan dengan Return Awal dan Return 15
hari setelah IPO di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.7 No.2. hal.
125-153.

Astuti, Asih Yuli dan Syahyunan. “Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan
Terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial
Public Offering di Bursa Efek Indonesia”. Alumni Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara dan Staf Pengajar FE USU Departemen
Manajemen.

Beatty, Randolph P. (1989). “Auditor Reputation and the Pricing of Initial public
Offering”. Journal of Financial economic. Vol.15 .

Darmadji, Tjipto dan Hendy M. Fakhruddin. (2001). Pasar Modal Indonesia


Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat.

Fitriani, Dini. (2002). “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Underpricing


setelah IPO (Studi Kasus IPO Perusahaan Listing di Bursa Efek Indonesia
periode 2005-2010)”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

88
89

Ghozali, Imam dan Mansur Al, M. (2002). “Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Tingkat Underpricing di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi. Vol.4. No.1.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IMB SPSS
19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Handayani, Sri Retno. (2008). “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Underpricing pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus Pada
Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-
2006)”. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Husnan, Suad. (2001). Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Jogiyanto. (2000). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE-


Yogyakarta.

________ (2003). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketiga.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

________ (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Ketujuh.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

________ (2014). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kesembilan.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Junaeni, Irawati dan Rendi Agustian. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang
Melakukan Initial Public Offering Di BEI”. Jurnal Ilmiah WIDYA (Vol. 1
Nomor 1 Mei-Juni 20013). Hlm. 1-8.

Kartini & Payamta. (2002). Analisis Perilaku Harga Saham dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya pada Penawaran Perdana di BEJ. Perspektif. Vol. 7 No.
2. Hlm. 93-103.

Kiymaz, Halil. (2000). “The Initial and After Market; Evidence From Instambul
Stock Exchange”. Journal of Multinational Finance Management. Vol X.
Hlm 213-227.

Lee, Taylor and Walter. (1996). “Australia IPO Pricing in The Short and Long Run”.
Journal of Banking and Finance. Hlm. 1189-1210.
90

Martani, D., Sinaga, L. I., and Syahroza, A. 2012. Analysis on Factors Affecting
IPO Underpricing and their Effects on Earning Persistence. “World Review
of Business Research”, Vol. 2. No. 2. March 2012. Pp. 1 – 15.

Maya, Rista. (2013). “Pengaruh Kondisi Pasar, Persentase Saham yang Ditawarkan,
Financial Leverage, dan Profitabilitas Terhadap Underpricing Saham Yang
IPO Di BEI Periode 2007-2011”. Skripsi. Padang: Universitas Negeri
Padang.

Nasirwan. (2000). “Reputasi Penjamin Emisi, Return Awal, Return 15 Hari setelah
IPO dan Kinerja Perusahaan 1 Tahun Setelah IPO di BEJ”. Simposium
Nasional Akuntansi III. Hlm. 573-591. Jakarta.

Nurhidayati. (1998). “Anlisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat


Underpriced pada Penawran Perdana di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal
Ekonomi dn Bisnis Indonesi. Vol. 13 No. 1. Hlm. 21-30.

Okezone. (2010). Pembelajaran dari IPO Krakatau Steel. Diambil dari


http://okezone.com/read/2010/11/15/279 /393267/pembelajaran-dari-ipo-
krakatau-steel, pada tanggal 1 November 2016.

Prastiwi, Arum dan Indra Wijaya Kusuma. (2001). “Analisis Kinerja Surat
Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia”. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia. Vol.16 No.2

Purbalingga, Ade. (2013). “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada


Penawaran Umum Saham Perdana”. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Reilly, Frank K and Keith C. Brown. (2006). Investment Analysis and Portfolio
Management, Eight Edition. USA: Thomson South-Western.

Retnowati, Eka. (2013). “Penyebab Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana


Di Indonesia”. Accounting Analysis Journal. AAJ 2 (2). Hlm. 1-9.

Rosyati dan Arifin Sabeni. (2002). “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta
(Tahun 1997-2000)”. Simposium Nasional Akuntansi V. IAI.

Ritter. (1991). “The Long-Run Performance of Initial Public Offering”. Journal of


Finance. Vol. XL No. 1.

Salis. (2001). “Analisis Underpricing Perusahaan Perbankan Pada penawaran


Perdana di Bursa Efek Jakarta”. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
91

Samsul. (2006). Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Edisi Kedelapan. Jakarta:
Erlangga.

Sandhiaji, Bram Nugroho. (2004). “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Tingkat Underpricing pada Penawaran Perdana (IPO) Periode Tahun 1996-
2002 (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Go Pubic di Bursa
Efek Jakarta tahun 1996-2002”. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sitompul, Asri. (2000). Penawaran Umum dan Permasalahannya. Bandung: Citra


Aditya Bakti.

Sucahyo, Ridho. (2009). “Pengaruh Financial Leverage, Return On Assets, Dan


Earning Per Share Terhadap Underpricing Pada Perusahaan yang
Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-
2007”. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sujarweni, V. Wiratna dan Poly Endrayanto. (2012). Statistika Untuk Penelitian.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono. (2009). Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukma, Aji Candra. (2013). “Analisis faktor-faktor yang memperngaruhi


underpricing saham pada pernawaran umum perdana di bursa efek
Indonesia tahun 2009-2011”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

Sulaiman, Wahid. (2004). Analisis Regresi Menggunakan SPSS Contoh Kasus dan
Pemecahannya. Yogyakarta: Amara Books.

Sulistio, Helen. 2005. Pengaruh Informasi Akuntansi dan Non Akuntansi Terhadap
Initial Return: Studi pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public
Offering di Bursa Efek Jakarta. SNA VIII Solo.

Sunariyah, (2003). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi ketiga. Yogyakarta:


OPP AMP YKPN.

Sunyoto, Danang. (2007). Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat: Ringkasan dan
Kasus. Ytogyakarta: Amara Books.

Suryabrata, Sumadi. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada


92

Suyatmin dan Sujadi. (2006) “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing


Pada Penawaran Umum Perdana di. BEJ”. Skripsi S1. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Triani, Apriliani dan Nikmah.(2006). “Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor,


Presentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan dan Fenomena
Underpricing: Studi Empiris Pada BEJ”. Simposium Nasional Akuntansi 9.
Padang.

Trisnawati, Rina. (1999). “Pengaruh Informasi Prospektus Pada Return Saham di


Pasar Modal”. Makalah Seminar Universitas Brawijaya. Malang.

Umar, Husein. (2011). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Raja Grafindo.

Wahyusari, Ayu. (2013). “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Underpricing Saham Saat IPO di BEI”. Accounting Analysis Journal (AAJ
2 (4) 2013). Hlm. 1-9.

Yamin, Sofyan, dkk. (2011). Regresi dan Korelasi Dalam Genggaman Anda:
Aplikasi dengan Software SPSS, Eviews, MINITAB, dan STATGRAPHICS.
Jakarta: Salemba Empat.

Wardhani, Dwi Erlina. (2003). “Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi


Underpricing dalam Penawaran Saham Perdana (Tahun 1999-2001)”. Tesis.
Semarang: Universitas Diponegoro.

Widoatmodjo, Sawidji. 2004. Jurus Jitu Go Public. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

Witjaksono, Lydia Soeryadjaya. (2012). “Analisis Faktor-Faktor Keuangan Yang


Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Perusahaan Sektor Keuangan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2002-2010”. Berkala Ilmiah
Mahasiswa Akuntansi. Vol 1, No. 1. Hlm. 1-5.

Yolana, C., dan Dwi M. 2005. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena


Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001,
Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo. September: 538-553.

Yong, O. 2009. Significance of Investor Demand, Firm Size, Offer Type and Offer
Size on The Initial Premium, First Day Price Spread and Flipping Activity
of Malaysian IPOs.”Prosiding Perkem IV”. Jilid 1. 2009. 395-412.

Zirman dan Edfan Darlis. “Pengaruh Informasi Akuntansi Dan Non Akuntansi
Terhadap Kecenderungan Underpricing: Studi Pada Perusahaan Yang
93

Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Bursa Efek Indonesia. Jurusan


Akuntansi Fakultas Ekonomi UR.
LAMPIRAN

94
95

Lampiran 1. Daftar Populasi Penelitian

Daftar Nama Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO)


Tahun 2012-2015 di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Tanggal
No. Kode Nama Emiten
IPO
1 PADI PT Minna Padi Investama Tbk 9-Jan-12
2 TELE PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk 12-Jan-12
3 ESSA PT Surya Esa Indonesia Tbk 1-Feb-12
4 BEST PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk 10-Apr-12
5 RANC PT Supra Boga Lestari Tbk 7-Jun-12
6 TRIS PT Trisula Internasional Tbk 28-Jun-12
7 KOBX PT Kobexindo Tractors Tbk 5-Jul-12
8 TOBA PT Toba Bara Sejaktera Tbk 6-Jul-12
9 MSKY PT MNC Sky Vision Tbk 9-Jul-12
10 ALTO PT Tri Banyan Tirta Tbk 10-Jul-12
11 GLOB PT Global Teleshop Tbk 10-Jul-12
12 GAMA PT Gading Development Tbk 11-Jul-12
13 BJTM PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk 12-Jul-12
14 IBST PT Inti Bangun Sejahtera Tbk 31-Aug-12
15 NIRO PT Nirvana Development Tbk 13-Sep-12
16 PALM PT Provident Agro Tbk 8-Oct-12
17 NELY PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk 11-Oct-12
18 TAXI PT Express Trasindo Utama Tbk 2-Nov-12
19 BSSR PT Baramulti Suksessarana Tbk 8-Nov-12
20 ASSA PT Adi Sarana Armada Tbk 12-Nov-12
21 WIIM PT Wismilak Int Makmur Tbk 18-Nov-12
22 WSKT PT Wakita Karya (Persero) Tbk 19-Nov-12
23 BBRM PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk 9-Jan-13
24 HOTL PT Sarswati Griya Lestari Tbk 10-Jan-13
25 SAME PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk 11-Jan-13
26 MAGP PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk 16-Jan-13
27 TPMA PT Trans Power Marine Tbk 20-Feb-13
28 ISSP PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk 22-Feb-13
29 DYAN PT Dyandra Media Internasional Tbk 25-Mar-13
30 ANJT PT Austrindo Nusantara Jaya Tbk 8-May-13
31 NOBU PT Bank Nationalnobu Tbk 20-May-13
32 MPMX PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk 29-May-13
33 DSNG PT Dharma Satya Nusantara Tbk 14-Jun-13
96

34 SRIL PT Sri Rejeki Isman Tbk. 17-Jun-13


Tanggal
No. Kode Nama Emiten
IPO
35 ACST PT Acset Indonusa Tbk. 24-Jun-13
36 SRTG PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. 26-Jun-13
37 NRCA PT Nusa Raya Cipta Tbk. 27-Jun-13
38 SMBR PT Semen Baturaja Tbk. 28-Jun-13
39 ECII PT Electronic City Indonesia Tbk. 3-Jul-13
40 BBMD PT Bank Mestika Dharma Tbk. 8-Jul-13
41 MLPT PT Multipolar Technology Tbk. 8-Jul-13
42 VICO PT Victoria Investama Tbk. 8-Jul-13
43 CPGT PT Cipaganti Citra Graha Tbk. 9-Jul-13
44 NAGA PT Bank Mintraniaga Tbk. 9-Jul-13
45 BMAS PT Bank Maspion Indonesia Tbk. 11-Jul-13
46 SILO PT Siloam International Hospitals Tbk. 12-Sep-13
47 APII PT Arita Prima Indonesia Tbk 30-Oct-13
48 KRAH PT Grand kartech Tbk 8-Nov-13
49 IMJS PT Indomobil Multi Jasa Tbk 10-Dec-13
50 LEAD PT Logindo Samudera Makmur Tbk 11-Dec-13
51 SSMS PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk 12-Dec-13
52 SIDO PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 18-Dec-13
53 PNBS PT Bank Panin Syariah Tbk 15-Jan-14
54 ASMI PT Asuransi Mitra Maparya Tbk 16-Jan-14
55 BINA PT Bank Ina Perdana Tbk 16-Jan-14
56 CANI PT Capitol Nusantara Indonesia Tbk 16-Jan-14
57 BALI PT Bali Towerindo Sentra Tbk 13-Mar-14
58 WTON PT Wijaya karya Beton Tbk 8-Apr-14
59 BLTZ PT Graha layar Prima Tbk 10-Apr-14
60 MDIA PT Intermedia Capital Indonesia Tbk 11-Apr-14
61 LRNA PT Eka Sari Lorena transport Tbk 15-Apr-14
62 DAJK PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk 14-Apr-14
63 LINK PT Link Net Tbk 2-Jun-14
64 CINT PT Chitose Internasional Tbk 27-Jun-14
65 MGNA PT Magna Finance Tbk 7-Jul-14
66 BPII PT Batavia prosperindo Internasional Tbk 8-Jul-14
67 MBAP PT Mitrabara Adiperdana Tbk 10-Jul-14
68 TARA PT Sitara propertindo Tbk 11-Jul-14
69 DNAR PT Bank Dinar Indonesia Tbk 11-Jul-14
70 BIRD PT Blue Bird Tbk 5-Nov-14
97

71 SOCI PT Soechi Lines Tbk 3-Dec-14


Tanggal
No. Kode Nama Emiten
IPO
72 IMPC PT Impack Pratama Industri Tbk 17-Dec-14
73 AGRS PT Bank Agris Tbk 22-Dec-14
74 IBFN PT Intan Baruprana Finance Tbk 22-Dec-14
75 GOLL PT Golden Plantation Tbk 23-Dec-14
76 BBYB PT Bank Yudha Bhakti Tbk 13-Jan-15
77 MIKA PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk 24-Mar-15
78 PPRO PT PP Properti Tbk 19-May-15
79 DMAS PT Puradelta Lestari Tbk 29-May-15
80 MMLP PT Mega Manunggal Property Tbk 12-Jun-15
81 MDKA PT Merdeka Copper Gold Tbk 19-Jun-15
82 BOLT PT Garuda Metalindo Tbk 7-Jul-15
83 ATIC PT Anabatic Technologies Tbk 8-Jul-15
84 BIKA PT Binakarya Jaya Abadi Tbk 14-Jul-15
85 BBHI PT Bank Harda Internasional Tbk 12-Aug-15
86 MKNT PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk 26-Oct-15
87 DPUM PT Dua Putra Utama Makmur Tbk 8-Dec-15
88 IDPR PT Indonesia Pondasi Raya Tbk 10-Dec-15
89 AMIN PT Ateliers Mecaniques D'Indonesie Tbk 10-Dec-15
90 KINO PT Kino Indonesia Tbk 11-Dec-15
Sumber : IDX 2012-2015 (Data Diolah)
98

Lampiran 2. Daftar Sampel Penelitian

Daftar Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian


Tanggal
No. Kode Nama Emiten
IPO
1 PADI PT Minna Padi Investama Tbk 9-Jan-12
2 TELE PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk 12-Jan-12
3 BEST PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk 10-Apr-12
4 RANC PT Supra Boga Lestari Tbk 7-Jun-12
5 TRIS PT Trisula Internasional Tbk 28-Jun-12
6 MSKY PT MNC Sky Vision Tbk 9-Jul-12
7 ALTO PT Tri Banyan Tirta Tbk 10-Jul-12
8 GAMA PT Gading Development Tbk 11-Jul-12
9 BJTM PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk 12-Jul-12
10 IBST PT Inti Bangun Sejahtera Tbk 31-Aug-12
11 NIRO PT Nirvana Development Tbk 13-Sep-12
12 PALM PT Provident Agro Tbk 8-Oct-12
13 NELY PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk 11-Oct-12
14 TAXI PT Express Trasindo Utama Tbk 2-Nov-12
15 ASSA PT Adi Sarana Armada Tbk 12-Nov-12
16 WIIM PT Wismilak Int Makmur Tbk 18-Nov-12
17 WSKT PT Wakita Karya (Persero) Tbk 19-Nov-12
18 HOTL PT Sarswati Griya Lestari Tbk 10-Jan-13
19 SAME PT Sarana Mediatama Metropolitan Tbk 11-Jan-13
20 DYAN PT Dyandra Media Internasional Tbk 25-Mar-13
21 NOBU PT Bank Nationalnobu Tbk 20-May-13
22 DSNG PT Dharma Satya Nusantara Tbk 14-Jun-13
23 SRIL PT Sri Rejeki Isman Tbk. 17-Jun-13
24 ACST PT Acset Indonusa Tbk. 24-Jun-13
25 NRCA PT Nusa Raya Cipta Tbk. 27-Jun-13
26 SMBR PT Semen Baturaja Tbk. 28-Jun-13
27 BBMD PT Bank Mestika Dharma Tbk. 8-Jul-13
28 MLPT PT Multipolar Technology Tbk. 8-Jul-13
29 VICO PT Victoria Investama Tbk. 8-Jul-13
30 NAGA PT Bank Mintraniaga Tbk. 9-Jul-13
31 BMAS PT Bank Maspion Indonesia Tbk. 11-Jul-13
32 SILO PT Siloam International Hospitals Tbk. 12-Sep-13
33 APII PT Arita Prima Indonesia Tbk 30-Oct-13
34 KRAH PT Grand kartech Tbk 8-Nov-13
99

35 IMJS PT Indomobil Multi Jasa Tbk 10-Dec-13


Tanggal
No. Kode Nama Emiten
IPO
36 SSMS PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk 12-Dec-13
37 SIDO PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 18-Dec-13
38 ASMI PT Asuransi Mitra Maparya Tbk 16-Jan-14
39 BINA PT Bank Ina Perdana Tbk 16-Jan-14
40 WTON PT Wijaya karya Beton Tbk 8-Apr-14
41 BLTZ PT Graha layar Prima Tbk 10-Apr-14
42 MDIA PT Intermedia Capital Indonesia Tbk 11-Apr-14
43 DAJK PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk 14-Apr-14
44 LINK PT Link Net Tbk 2-Jun-14
45 CINT PT Chitose Internasional Tbk 27-Jun-14
46 MGNA PT Magna Finance Tbk 7-Jul-14
47 BPII PT Batavia prosperindo Internasional Tbk 8-Jul-14
48 TARA PT Sitara propertindo Tbk 11-Jul-14
49 DNAR PT Bank Dinar Indonesia Tbk 11-Jul-14
50 BIRD PT Blue Bird Tbk 5-Nov-14
51 IMPC PT Impack Pratama Industri Tbk 17-Dec-14
52 AGRS PT Bank Agris Tbk 22-Dec-14
53 IBFN PT Intan Baruprana Finance Tbk 22-Dec-14
54 GOLL PT Golden Plantation Tbk 23-Dec-14
55 BBYB PT Bank Yudha Bhakti Tbk 13-Jan-15
56 MIKA PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk 24-Mar-15
57 DMAS PT Puradelta Lestari Tbk 29-May-15
58 MMLP PT Mega Manunggal Property Tbk 12-Jun-15
59 BOLT PT Garuda Metalindo Tbk 7-Jul-15
60 ATIC PT Anabatic Technologies Tbk 8-Jul-15
61 BIKA PT Binakarya Jaya Abadi Tbk 14-Jul-15
62 BBHI PT Bank Harda Internasional Tbk 12-Aug-15
63 MKNT PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk 26-Oct-15
64 DPUM PT Dua Putra Utama Makmur Tbk 8-Dec-15
65 IDPR PT Indonesia Pondasi Raya Tbk 10-Dec-15
66 KINO PT Kino Indonesia Tbk 11-Dec-15
Sumber : IDX 2012-2015 (Data Diolah)
100

Lampiran 3. Data Umur Perusahaan

Data Perhitungan Umur Perusahaan


Tahun
No. Kode Perusahaan Tahun IPO Umur
Berdiri
1 WSKT 2012 1973 39
2 WIIM 2012 1994 18
3 ASSA 2012 1999 13
4 TAXI 2012 1981 31
5 NELY 2012 1977 35
6 PALM 2012 2006 6
7 NIRO 2012 2003 9
8 IBST 2012 2006 6
9 BJTM 2012 1961 51
10 GAMA 2012 2003 9
11 ALTO 2012 1997 15
12 MSKY 2012 1988 24
13 TRIS 2012 2004 8
14 RANC 2012 1997 15
15 BEST 2012 1989 23
16 TELE 2012 2008 4
17 PADI 2012 1998 14
18 SIDO 2013 1975 38
19 SSMS 2013 1995 18
20 IMJS 2013 2004 9
21 KRAH 2013 1990 23
22 APII 2013 2000 13
23 SILO 2013 1996 17
24 BMAS 2013 1989 24
25 NAGA 2013 1989 24
26 MLPT 2013 2001 12
27 VICO 2013 1989 24
28 BBMD 2013 1955 58
29 SMBR 2013 1974 39
30 NRCA 2013 1975 38
31 ACST 2013 1995 18
32 SRIL 2013 1978 35
33 DSNG 2013 1980 33
101

34 NOBU 2013 1990 23


Tahun
No. Kode Perusahaan Tahun IPO Umur
Berdiri
35 DYAN 2013 2007 6
36 SAME 2013 1984 29
37 HOTL 2013 2006 7
38 GOLL 2014 2007 7
39 IBFN 2014 1991 23
40 AGRS 2014 1974 40
41 IMPC 2014 1981 33
42 BIRD 2014 2001 13
43 TARA 2014 2006 8
44 DNAR 2014 1990 24
45 BPII 2014 1998 16
46 MGNA 2014 1984 30
47 CINT 2014 1978 36
48 LINK 2014 1996 18
49 DAJK 2014 1997 17
50 MDIA 2014 2008 6
51 BLTZ 2014 2004 10
52 WTON 2014 1997 17
53 BINA 2014 1990 24
54 ASMI 2014 1956 58
55 KINO 2015 1999 16
56 IDPR 2015 1977 38
57 DPUM 2015 2012 3
58 MKNT 2015 2008 7
59 BBHI 2015 1992 23
60 BIKA 2015 2007 8
61 ATIC 2015 2001 14
62 BOLT 2015 1982 33
63 MMLP 2015 2010 5
64 DMAS 2015 1993 22
65 MIKA 2015 1995 20
66 BBYB 2015 1989 26
102

Lampiran 4. Data Ukuran Perusahaan

Data Perhitungan Ukuran Perusahaan


No. Kode Perusahaan Total Aset Size
1 WSKT 5,116,001,714,508 29.2634
2 WIIM 741,062,811,864 27.3314
3 ASSA 1,421,780,986,309 27.9829
4 TAXI 999,156,515,000 27.6302
5 NELY 304,812,483,824 26.443
6 PALM 2,809,367,920,000 28.664
7 NIRO 2,102,358,283,886 28.3741
8 IBST 1,589,194,634,733 28.0942
9 BJTM 24,846,516,000,000 30.8437
10 GAMA 1,041,748,952,642 27.6719
11 ALTO 213,200,517,834 26.0855
12 MSKY 3,447,663,000,000 28.8687
13 TRIS 237,957,245,281 26.1954
14 RANC 404,072,915,226 26.7249
15 BEST 1,643,945,423,275 28.1281
16 TELE 1,189,437,000,000 27.8045
17 PADI 245,422,864,410 26.2262
18 SIDO 2,150,999,000,000 28.397
19 SSMS 2,113,611,112,000 28.3794
20 IMJS 5,676,905,833,325 29.3674
21 KRAH 228,798,526,560 26.1561
22 APII 178,579,706,535 25.9083
23 SILO 1,586,226,018,092 28.0924
24 BMAS 3,403,282,701,000 28.8558
25 NAGA 1,048,147,568,345 27.678
26 MLPT 1,004,245,994,000 27.6353
27 VICO 772,642,322,249 27.3731
28 BBMD 7,368,804,791,520 29.6283
29 SMBR 1,198,586,407,000 27.8122
30 NRCA 835,885,586,560 27.4518
31 ACST 754,771,051,363 27.3497
32 SRIL 4,278,512,545,593 29.0846
33 DSNG 5,141,003,000,000 29.2683
34 NOBU 1,217,521,000,000 27.8278
103

No. Kode Perusahaan Total Aset Size


35 DYAN 1,418,453,269,358 27.9806
36 SAME 290,779,044,158 26.3958
37 HOTL 843,616,944,606 27.461
38 GOLL 1,107,872,962,643 27.7335
39 IBFN 2,355,281,344,635 28.4877
40 AGRS 2,509,281,000,000 28.551
41 IMPC 1,644,814,289,797 28.1286
42 BIRD 5,011,914,636,561 29.2428
43 TARA 969,040,858,039 27.5996
44 DNAR 854,800,557,630 27.4741
45 BPII 279,019,640,675 26.3545
46 MGNA 338,763,849,949 26.5486
47 CINT 262,915,458,679 26.2951
48 LINK 3,225,204,000,000 28.802
49 DAJK 1,128,467,093,000 27.7519
50 MDIA 984,900,277,000 27.6158
51 BLTZ 635,135,142,541 27.1771
52 WTON 2,917,400,751,267 28.7017
53 BINA 1,402,171,000,000 27.969
54 ASMI 388,082,503,331 26.6845
55 KINO 1,863,380,544,823 28.2534
56 IDPR 922,263,003,099 27.5501
57 DPUM 310,942,980,790 26.4629
58 MKNT 133,241,086,443 25.6154
59 BBHI 2,020,526,675,205 28.3344
60 BIKA 1,733,404,300,186 28.1811
61 ATIC 1,973,702,381,852 28.3109
62 BOLT 911,610,972,034 27.5385
63 MMLP 2,138,502,023,465 28.3911
64 DMAS 2,138,502,023,465 28.3911
65 MIKA 2,169,166,932,434 28.4054
66 BBYB 2,691,128,729,113 28.621
104

Lampiran 5. Data Persentase Saham yang Ditawarkan

Data Perhitungan Persentase Saham yang Ditawarkan


Kode Jumlah Saham Total Saham
No. PS
Perusahaan Ditawarkan Beredar
1 WSKT 2,386,069,000 9,632,236,000 24.77
2 WIIM 629,962,000 2,099,873,760 30.00
3 ASSA 1,360,000,000 3,397,500,000 40.03
4 TAXI 214,560,000 2,145,600,000 10.00
5 NELY 350,000,000 2,350,000,000 14.89
6 PALM 659,151,000 4,927,986,000 13.38
7 NIRO 2,754,999,500 18,000,000,000 15.31
8 IBST 154,247,000 1,028,313,400 15.00
9 BJTM 1,490,276,730 14,917,684,982 9.99
10 GAMA 4,000,000,000 10,005,000,000 39.98
11 ALTO 300,000,000 1,550,000,000 19.35
12 MSKY 706,288,600 7,062,886,000 10.00
13 TRIS 300,000,000 1,000,000,000 30.00
14 RANC 312,897,500 1,564,487,500 20.00
15 BEST 2,361,707,250 9,361,707,250 25.23
16 TELE 805,052,310 5,367,015,400 15.00
17 PADI 343,024,000 1,300,165,000 26.38
18 SIDO 2,850,000,000 15,000,000,000 19.00
19 SSMS 1,500,000,000 9,525,000,000 15.75
20 IMJS 450,000,000 4,325,000,000 10.40
21 KRAH 163,640,000 971,190,000 16.85
22 APII 275,000,000 1,075,000,000 25.58
23 SILO 162,000,000 1,156,100,000 14.01
24 BMAS 770,000,000 3,851,000,000 19.99
25 NAGA 283,888,500 1,629,000,000 17.43
26 MLPT 375,000,000 1,875,000,000 20.00
27 VICO 2,425,500,000 7,350,000,000 33.00
28 BBMD 430,000,000 4,090,090,000 10.51
29 SMBR 2,337,678,500 9,837,678,500 23.76
30 NRCA 306,087,000 2,480,000,000 12.34
31 ACST 155,000,000 500,000,000 31.00
32 SRIL 8,158,734,000 18,592,888,040 43.88
33 DSNG 275,000,000 2,119,700,000 12.97
105

Kode Jumlah Saham Total Saham


No. PS
Perusahaan Ditawarkan Beredar
34 NOBU 677,830,000 4,145,830,000 16.35
35 DYAN 1,211,226,500 4,210,572,779 28.77
36 SAME 182,600,000 1,180,000,000 15.47
37 HOTL 550,000,000 3,550,000,000 15.49
38 GOLL 300,000,000 3,665,000,000 8.19
39 IBFN 288,428,500 3,173,720,000 9.09
40 AGRS 627,272,700 4,235,518,900 14.81
41 IMPC 150,050,000 483,350,000 31.04
42 BIRD 376,500,000 2,502,100,000 15.05
43 TARA 4,000,000,000 10,010,000,000 39.96
44 DNAR 500,000,000 2,250,000,000 22.22
45 BPII 658,700 514,010,900 0.13
46 MGNA 590,500,000 1,000,000,000 59.05
47 CINT 300,000,000 1,000,000,000 30.00
48 LINK 995,804,000 3,042,649,384 32.73
49 DAJK 1,000,000,000 2,500,000,000 40.00
50 MDIA 392,155,000 3,921,553,840 10.00
51 BLTZ 74,410,400 337,657,532 22.04
52 WTON 2,071,756,900 8,338,308,649 24.85
53 BINA 805,970,000 2,100,000,000 38.38
54 ASMI 551,923,900 1,404,483,800 39.30
55 KINO 137,349,600 1,428,571,500 9.61
56 IDPR 303,000,000 2,003,000,000 15.13
57 DPUM 1,664,441,000 4,175,000,000 39.87
58 MKNT 200,001,000 1,000,000,000 20.00
59 BBHI 800,000,000 3,650,000,000 21.92
60 BIKA 150,000,000 592,280,000 25.33
61 ATIC 403,000,000 1,875,000,000 21.49
62 BOLT 468,750,000 2,343,750,000 20.00
63 MMLP 1,382,601,300 5,714,285,000 24.20
64 DMAS 4,819,811,100 48,198,111,100 10.00
65 MIKA 2,619,130,000 14,550,736,000 18.00
66 BBYB 225,403,644 2,515,160,000 8.96
106

Lampiran 6. Data Earning Per Share

Data Perhitungan Earning Per Share


Kode Total Saham
No. EAT EPS
Perusahaan Beredar
1 WSKT 171,989,194,121 9,632,236,000 17.86
2 WIIM 129,537,165,558 2,099,873,760 61.69
3 ASSA 9,864,660,224 3,397,500,000 2.90
4 TAXI 49,468,366,000 2,145,600,000 23.06
5 NELY 57,761,070,620 2,350,000,000 24.58
6 PALM 24,876,535,000 4,927,986,000 5.05
7 NIRO 468,202,871,000 18,000,000,000 26.01
8 IBST 81,940,592,732 1,028,313,400 79.68
9 BJTM 860,233,000,000 14,917,684,982 57.67
10 GAMA 402,420,852,000 10,005,000,000 40.22
11 ALTO 45,242,673,800 1,550,000,000 29.19
12 MSKY 17,637,762,754 7,062,886,000 2.50
13 TRIS 16,155,061,216 1,000,000,000 16.16
14 RANC 21,936,095,151 1,564,487,500 14.02
15 BEST 119,574,660,335 9,361,707,250 12.77
16 TELE 146,817,000,000 5,367,015,400 27.36
17 PADI 12,463,839,044 1,300,165,000 9.59
18 SIDO 387,538,000,000 15,000,000,000 25.84
19 SSMS 561,695,124,000 9,525,000,000 58.97
20 IMJS 116,710,249,037 4,325,000,000 26.99
21 KRAH 14,665,962,550 971,190,000 15.10
22 APII 19,622,396,797 1,075,000,000 18.25
23 SILO 51,959,602,529 1,156,100,000 44.94
24 BMAS 23,654,038,000 3,851,000,000 6.14
25 NAGA 44,742,634,000 1,629,000,000 27.47
26 MLPT 41,228,602,000 1,875,000,000 21.99
27 VICO 229,000,078,676 7,350,000,000 31.16
28 BBMD 270,865,973,558 4,090,090,000 66.22
29 SMBR 52,570,560,500 9,837,678,500 5.34
30 NRCA 91,862,980,549 2,480,000,000 37.04
31 ACST 7,233,545,817 500,000,000 14.47
32 SRIL 229,309,011,988 18,592,888,040 12.33
33 DSNG 15,010,900,000 2,119,700,000 7.08
107

Kode Total Saham


No. EAT EPS
Perusahaan Beredar
34 NOBU 27,960,000,000 4,145,830,000 6.74
35 DYAN 64,951,900,135 4,210,572,779 15.43
36 SAME 23,269,299,250 1,180,000,000 19.72
37 HOTL 17,125,821,349 3,550,000,000 4.82
38 GOLL 3,233,695,808 3,665,000,000 0.88
39 IBFN 2,689,416,720 3,173,720,000 0.85
40 AGRS 168,645,189,000 4,235,518,900 39.82
41 IMPC 40,663,041,474 483,350,000 84.13
42 BIRD 212,782,116,011 2,502,100,000 85.04
43 TARA 412,539,082,400 10,010,000,000 41.21
44 DNAR 75,785,107,610 2,250,000,000 33.68
45 BPII 30,623,447,604 514,010,900 59.58
46 MGNA 3,813,534,071 1,000,000,000 3.81
47 CINT 42,154,164,550 1,000,000,000 42.15
48 LINK 362,169,000,000 3,042,649,384 119.03
49 DAJK 68,043,305,000 2,500,000,000 27.22
50 MDIA 118,963,773,000 3,921,553,840 30.34
51 BLTZ 12,222,625,812 337,657,532 36.20
52 WTON 241,206,241,537 8,338,308,649 28.93
53 BINA 7,824,000,000 2,100,000,000 3.73
54 ASMI 9,255,775,070 1,404,483,800 6.59
55 KINO 4,160,451,499 1,428,571,500 2.91
56 IDPR 188,186,745,475 2,003,000,000 93.95
57 DPUM 35,955,810,881 4,175,000,000 8.61
58 MKNT 60,846,938,347 1,000,000,000 60.85
59 BBHI 12,448,871,156 3,650,000,000 3.41
60 BIKA 170,315,403,689 592,280,000 287.56
61 ATIC 39,134,063,153 1,875,000,000 20.87
62 BOLT 115,247,475,242 2,343,750,000 49.17
63 MMLP 286,688,998,066 5,714,285,000 50.17
64 DMAS 964,567,413,049 48,198,111,100 20.01
65 MIKA 536,206,999,581 14,550,736,000 36.85
66 BBYB 118,843,236,990 2,515,160,000 47.25
108

Lampiran 7. Data Kondisi Padar

Data Perhitungan Kondisi Pasar


No. Kode Perusahaan IHSG Open IHSG Close
1 WSKT 4306.377 4275.8589
2 WIIM 4320.082 4301.436
3 ASSA 4329.1328 4318.5908
4 TAXI 4339.2178 4338.8921
5 NELY 4268.7612 4284.9668
6 PALM 4312.2051 4268.2349
7 NIRO 4173.5132 4170.6392
8 IBST 4005.043 4060.3311
9 BJTM 4013.1599 3984.1201
10 GAMA 4007.3889 4019.1331
11 ALTO 3987.26 4009.678
12 MSKY 4035.3291 3985.0449
13 TRIS 3946.146 3887.575
14 RANC 3876.7891 3840.5959
15 BEST 4130.1919 4139.54
16 TELE 3910 3909.4971
17 PADI 3868.7839 3889.072
18 SIDO 4191.311 4196.2822
19 SSMS 4238.9551 4212.2178
20 IMJS 4224.4531 4275.6782
21 KRAH 4460.6431 4476.7202
22 APII 4581.1011 4562.77
23 SILO 4331.292 4356.605
24 BMAS 4614.4819 4633.1079
25 NAGA 4462.8081 4403.7998
26 MLPT 4578.7178 4433.625
27 VICO 4578.7178 4433.625
28 BBMD 4578.7178 4433.625
29 SMBR 4722.4761 4818.895
30 NRCA 4644.0361 4675.749
31 ACST 4524.2402 4429.46
32 SRIL 4755.5708 4774.5039
33 DSNG 4647.7402 4760.7441
34 NOBU 5164.939 5214.9761
109

No. Kode Perusahaan IHSG Open IHSG Close


35 DYAN 4754.7588 4777.9009
36 SAME 4325.2378 4305.9121
37 HOTL 4368.7549 4317.3652
38 GOLL 5139.7881 5139.0679
39 IBFN 5161.019 5125.772
40 AGRS 5161.019 5125.772
41 IMPC 5030.8149 5035.6489
42 BIRD 5078.521 5070.9399
43 TARA 5073.144 5032.5991
44 DNAR 5073.144 5032.5991
45 BPII 5008.4629 5024.7119
46 MGNA 4921.7861 4989.0308
47 CINT 4864.1831 4845.1338
48 LINK 4900.9731 4912.0908
49 DAJK 4938.2622 4991.6362
50 MDIA 4734.3052 4816.5762
51 BLTZ 4829.313 4765.729
52 WTON 4922.6001 4921.4038
53 BINA 4455.5449 4412.4888
54 ASMI 4455.5449 4412.4888
55 KINO 4471.3569 4393.522
56 IDPR 4441.5659 4466.21
57 DPUM 4495.2632 4464.1821
58 MKNT 4683.1118 4691.7109
59 BBHI 4572.0479 4479.4912
60 BIKA 4907.8662 4901.8071
61 ATIC 4912.6372 4871.5708
62 BOLT 4918.2832 4906.0498
63 MMLP 4933.8789 4935.8169
64 DMAS 5230.3149 5216.3789
65 MIKA 5440.5879 5447.6479
66 BBYB 5199.9351 5214.3589
110

Lampiran 8. Data Underpricing Saham

Data Perhitungan Underpricing Saham


No. Kode Perusahaan Harga IPO Harga Tutup Underpricing
1 WSKT 380 445 17.11%
2 WIIM 650 800 23.08%
3 ASSA 390 490 25.64%
4 TAXI 560 590 5.36%
5 NELY 168 205 22.02%
6 PALM 450 470 4.44%
7 NIRO 105 178 69.52%
8 IBST 1000 1500 50.00%
9 BJTM 430 440 2.33%
10 GAMA 105 178 69.52%
11 ALTO 210 315 50.00%
12 MSKY 1520 1540 1.32%
13 TRIS 300 320 6.67%
14 RANC 500 670 34.00%
15 BEST 170 285 67.65%
16 TELE 310 325 4.84%
17 PADI 395 550 39.24%
18 SIDO 580 700 20.69%
19 SSMS 670 720 7.46%
20 IMJS 500 540 8.00%
21 KRAH 275 410 49.09%
22 APII 220 330 50.00%
23 SILO 9000 9650 7.22%
24 BMAS 320 325 1.56%
25 NAGA 180 305 69.44%
26 MLPT 480 720 50.00%
27 VICO 125 210 68.00%
28 BBMD 1380 1560 13.04%
29 SMBR 560 570 1.79%
30 NRCA 850 1270 49.41%
31 ACST 2500 2825 13.00%
32 SRIL 240 250 4.17%
33 DSNG 1850 1870 1.08%
34 NOBU 375 430 14.67%
111

No. Kode Perusahaan Harga IPO Harga Tutup Underpricing


35 DYAN 350 385 10.00%
36 SAME 400 455 13.75%
37 HOTL 185 200 8.11%
38 GOLL 288 289 0.35%
39 IBFN 288 290 0.69%
40 AGRS 110 187 70.00%
41 IMPC 3800 5700 50.00%
42 BIRD 6500 7450 14.62%
43 TARA 106 180 69.81%
44 DNAR 110 187 70.00%
45 BPII 500 550 10.00%
46 MGNA 105 155 47.62%
47 CINT 330 363 10.00%
48 LINK 1600 2400 50.00%
49 DAJK 470 520 10.64%
50 MDIA 1380 1510 9.42%
51 BLTZ 3000 3400 13.33%
52 WTON 590 760 28.81%
53 BINA 240 270 12.50%
54 ASMI 270 405 50.00%
55 KINO 3800 3850 1.32%
56 IDPR 1280 1475 15.23%
57 DPUM 550 825 50.00%
58 MKNT 200 340 70.00%
59 BBHI 125 129 3.20%
60 BIKA 1000 1500 50.00%
61 ATIC 700 725 3.57%
62 BOLT 550 825 50.00%
63 MMLP 585 875 49.57%
64 DMAS 210 219 4.29%
65 MIKA 17000 21200 24.71%
66 BBYB 115 195 69.57%
112

Lampiran 9. Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Underpricing 66 .0035 .7000 .282192 .2452833


Age 66 3 58 21.26 12.949
Size 66 25.62 30.84 27.8120 1.01963
PS 66 .13 59.05 21.7153 10.95251
EPS 66 -36.20 384.13 36.8164 60.10061
Market 66 -.0317 .0243 -.002441 .0110447
Valid N (listwise) 66
113

Lampiran 10. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual

N 66
Mean 0E-7
Normal Parametersa,b
Std. Deviation .21880462
Absolute .140
Most Extreme Differences Positive .140
Negative -.099
Kolmogorov-Smirnov Z 1.137
Asymp. Sig. (2-tailed) .151

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

2) Uji Multikolinearitas

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression .799 5 .160 3.080 .015b

1 Residual 3.112 60 .052

Total 3.911 65

a. Dependent Variable: Underpricing


b. Predictors: (Constant), Market, PS, Age, EPS, Size

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) 1.855 .827 2.244 .029

Age .000 .002 -.024 -.203 .840 .940 1.063

Size -.061 .029 -.254 -2.075 .042 .883 1.133


1
PS .004 .003 .200 1.659 .102 .914 1.094

EPS .001 .000 .246 2.104 .040 .968 1.033

Market -1.601 2.567 -.072 -.624 .535 .992 1.008


a. Dependent Variable: Underpricing
114

3) Uji Heteroskedastisitas

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression .048 5 .010 .582 .714b

1 Residual 1.000 60 .017

Total 1.048 65

a. Dependent Variable: RES2


b. Predictors: (Constant), Market, PS, Age, EPS, Size

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig. Collinearity Statistics
Coefficients Coefficients

B Std. Error Beta Tolerance VIF

(Constant) .576 .469 1.230 .223

Age -.001 .001 -.070 -.537 .593 .940 1.063

Size -.013 .017 -.106 -.792 .431 .883 1.133


1
PS -.001 .002 -.058 -.443 .659 .914 1.094

EPS .000 .000 -.077 -.605 .548 .968 1.033

Market -1.571 1.455 -.137 -1.080 .285 .992 1.008

a. Dependent Variable: RES2

4) Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Durbin-Watson
Square Estimate

1 .215a .046 -.033 .12909 2.163

a. Predictors: (Constant), Market, PS, Age, EPS, Size


b. Dependent Variable: RES2
115

Lampiran 11. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana

1) Variabel Umur Perussahaan (X1)

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 .068a .005 -.011 .2466190

a. Predictors: (Constant), Age

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta

(Constant) .310 .059 5.276 .000


1
Age -.001 .002 -.068 -.546 .587

a. Dependent Variable: Underpricing

2) Variabel Ukuran Perusahaan (X2)

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 .297a .088 .074 .2360658

a. Predictors: (Constant), Size

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 2.267 .799 2.836 .006


1
Size -.071 .029 -.297 -2.485 .016

a. Dependent Variable: Underpricing


116

3) Variabel Persentase Saham yang Ditawarkan (X3)

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 .299a .089 .075 .2358841

a. Predictors: (Constant), PS

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) .137 .065 2.109 .039


1
PS .007 .003 .299 2.507 .015

a. Dependent Variable: Underpricing

4) Variabel Earning Per Share (X4)

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 .257a .066 .052 .2388622

a. Predictors: (Constant), EPS

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) .244 .035 7.048 .000


1
EPS .001 .000 .257 2.131 .037

a. Dependent Variable: Underpricing

5) Variabel Kondisi Pasar (X5)

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 .056a .003 -.012 .2468061


a. Predictors: (Constant), Market
117

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) .279 .031 8.969 .000


1
Market -1.241 2.772 -.056 -.448 .656

a. Dependent Variable: Underpricing


118

Lampiran 12. Hasil Analisis Regresi Linear Bergnda

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate

1 .452a .204 .138 .2277391

a. Predictors: (Constant), Market, PS, Age, EPS, Size

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression .799 5 .160 3.080 .015b

1 Residual 3.112 60 .052


Total 3.911 65

a. Dependent Variable: Underpricing


b. Predictors: (Constant), Market, PS, Age, EPS, Size

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 1.855 .827 2.244 .029

Age .000 .002 -.024 -.203 .840

Size -.061 .029 -.254 -2.075 .042


1
PS .004 .003 .200 1.659 .102

EPS .001 .000 .246 2.104 .040

Market -1.601 2.567 -.072 -.624 .535

a. Dependent Variable: Underpricing

Anda mungkin juga menyukai