Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH UNDERWRITER REPUTATION TERHADAP TINGKAT

UNDERPRICING SAHAM IPO DI BURSA EFEK INDONESIA

Anton Susanto
Prodi Manajemen, Fakultas Bisnis, Universitas Universal
anton.creativity93@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh underwriter reputation terhadap tingkat underpricing
saham IPO di Bursa Efek Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan
kuantitatif dengan sampel penelitian perusahaan yang IPO pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2015-2019 sebanyak 163 perusahaan. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive
sampling. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling Patrial Least Square (SEM-PLS)
dengan program SmartPLS 3.3.3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Underwriter Reputation
berpengaruh signifikan terhadap Underpricing..

Kata kunci: Underwriter Reputation, IPO, Underpricing

PENDAHULUAN

Initial Public Offering (IPO) atau Penawaran Umum Perdana dalam pasar modal
dikenal dengan istilah Go Public. Aksi ini dilakukan perusahaan guna untuk mendapatkan
modal untuk kegiatan ekspansi atau operasi perusahaan (Handayani & Shaferi, 2011).
Perusahaan yang melakukan IPO juga dapat menerima manfaat lainnya seperti meningkatkan
nilai perusahaan, meningkatkan image perusahaan, menumbuhkan loyalitas karyawan, dan
insentif pajak.
Pada umumnya saham IPO memberikan abnormal return yang positif bagi investor
setelah saham tersebut diperdagangkan pada secondary market (Miswanto Miswantoa, 2020).
Bentuk abnormal return positif adalah Underpricing. Menurut pengertian Killins (2019)
Underpricing diartikan sebagai perbedaan harga saham saat IPO dan harga saham sesudahnya
di secondary market. Lebih lagi dijelaskan oleh Too & Wan Yusoff (2015) Underpricing
saham merupakan selisih harga saham ketika IPO dengan closing price saat pertama kali
diperdagangkan di secondary market. Harga dalam Underpricing mengandung makna nilai
saham pada IPO < closing price di secondary market.
Hal ini tentunya memberikan perhatian khusus bagi investor karena adanya sesuatu
yang menjajikan yaitu return yang tinggi dalam jangka pendek. Penelitian Gunarsih,
Handayani, & Wijayanti (2011) yang mengungkapkan bahwa dari periode 2007 - 2011
diketahui 102 perusahaan yang melakukan IPO 79,4% nya mengalami Underpricing, lainnya
penelitian Ningrum & Widiastuti (2017) juga mengungkapkan bahwa dari periode 2012 - 2016
diketahui 107 perusahaan yang melakukan IPO 76,6% nya mengalami Underpricing.
Meskipun rata–rata saham IPO mengalami Underpricing, hal tersebut tidak mengartikan
semua saham IPO pasti akan mengalami Underpricing dan langsung memberikan return

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 46


kepada investor, bisa jadi saham IPO juga dapat mengalami kondisi Stable atau Overpricing.
Hal ini menjadi sesuatu yang penting diperhatikan bagi investor agar tidak berspekulasi.
Berdasarkan fenomena tersebut, baik perusahaan maupun investor sama-sama memiliki
kepentingan untuk mengetahui faktor apa yang memengaruhi saham IPO menjadi
Underpricing, Overpricing, dan Stable untuk keduanya mencapai keadaan yang
menguntungkan (Widyawati, Juanda, & Andati, 2019). Hal ini juga dijelaskan dalam
asymmetric information theory yang merupakan salah satu teori paling popular dalam
membahas fenomena Underpricing (Widarjo, Rahmawati, Bandi, & Widagdo, 2019).
Asymmetric information Theory adalah tentang adanya ketimpangan informasi antara pihak
perusahaan dengan pihak investor dan pemangku kepentingan yang akhirnya menciptakan rasa
optimisme yang tinggi disisi investor sehingga harga saham menjadi overprice dihari awal
pedagangan. Informasi yang dimaksud yaitu informasi internal atau eskternal, atau informasi
finansial dan non finansial dari perusahaan.
Faktor finansial dan non finansial merupakan faktor yang perlu diketahui investor
sebelum berinvestasi dalam saham IPO, namun dalam proses penerbitan IPO perusahaan tidak
dapat melakukan penerbitan sahamnya secara mandiri dan memerlukan peran eksternal dari
underwriter yang telah memiliki izin dari regulator untuk membantu perusahaan dalam proses
penerbitan IPO. Miswanto Miswantoa (2020) menjelaskan underwriter dan perusahaan
bersepakat untuk menentukan harga penawaran saham perdana, sehingga investor juga perlu
memperhatikan historis dan reputasi dari underwriter yang memiliki kepentingan agar saham
tersebut dapat terjual pada masa penawaran. Underwriter yang sering melakukan penjaminan
emisi maka semakin baik reputasi underwriter tersebut.
Topik pembahasan Underpricing dalam penelitian merupakan topik yang tidak asing
lagi bagi peneliti. Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat topik mengenai
Underpricing dan menyimpulkan hasil yang berbeda, seperti penelitian Ghozali & Al Mansur
(2002) yang menggunakan sampel data IPO 1997-2000 Bursa Efek Jakarta dengan variabel-
variabel seperti reputasi underwriter, persentase saham yang ditahan, ukuran perusahaan, ROA
dan financial leverage mengungkap bahwa ROA, reputasi underwriter berpengaruh signifikan
negatif terhadap tingkat Underpricing, sedangkan hasil penelitian Handayani & Shaferi (2011)
yang menggunakan sampel data perusahaan keuangan IPO 2000-2006 dengan variabel DER,
ROA, EPS, umur perusahan, ukuran perusahaan dan persentase penawaran menunjukan bahwa
ROA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Undepricing.
Namun penelitian terbaru Budiman (2019) yang menggunakan sampel data IPO 2012
– 2015 Bursa Efek Indonesia mengungkap bahwa semua variabel ROA, ROE, Age, Size,
Underwriter Reputation, Auditor Reputation, dan Gross Proceeds berpengaruh signifikan
terhadap Underpricing kecuali pada variabel DER dan penelitian Solida, Luthan, & Sofriyeni
(2020) yang menggunakan sampel data IPO 2014-2018 Bursa Efek Indonesia mengungkap
bahwa variabel Intellectual Capital, Size berpengaruh signifikan terhadap Underpricing
sedangkan variabel Reputasi underwriter, Financial leverage, dan Umur perusahaan tidak
berpengaruh terhadap Underpricing.
Penelitian ini hanya menguji variabel Underwriter Reputation terhadap tingkat
Underpricing saham IPO di BEI periode 2015 – 2020. Penelitian bertujuan untuk menguji
kembali hubungan Underwriter Reputation dan Underpricing pada saham IPO di BEI.

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 47


METODE PENELITIAN

Gambar 1. Kerangka Konseptual


Pasar modal menjadi sarana bagi emiten dan investor dalam perdagangan efek. Upaya
emiten untuk menjual sahamnya ke publik pertama kali disebut sebagai Initial Public Offering
(IPO). Pada umumnya IPO memberikan abnormal return positif yang disebut Underpricing
(Loughran et al., 1994; Miswanto Miswantoa, 2020), hal ini memberikan perhatian khusus bagi
investor. Fenomena ini pada umumnya didokumentasikan dengan baik (Ibbotson, 1975;
Ljungqvist, 2007; Loughran & Ritter, 2005; Ritter & Welch, 2002). Penelitian ini
menggunakan satu informasi non finansial yaitu Underwriter Reputation.
Emiten wajib menjelaskan informasi finansial dan non finansial kedalam prospektus
sebagai syarat yang harus dimiliki emiten Go Public. Adanya prospektus tersebut dapat
membantu investor dalam mengambil keputusan investasinya dengan mengetahui informasi
emiten. Selain hal tersebut kondisi market juga berpengaruh terhadap keputusan investor serta
kinerja saham (Killins, 2019; Sundiman & Septiani, 2017). Berdasarkan penelitian diatas,
sebuah model konseptual yang menjelaskan alur hubungan informasi non-finansial yaitu
Underwriter reputation dari emiten IPO terhadap Underpricing.
Underwriter memiliki peranan penting dalam proses perusahaan menuju IPO. Underwriter
yang memiliki reputasi tinggi berani menetapkan harga saham yang tinggi pada IPO karena
kualitas penjaminannya lebih berpengalaman dalam menangani proses IPO perusahaan (Beatty
& Ritter, 1986). Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat Underpricing yang diterima investor
nilainya relatif rendah seperti yang diungkap pada penelitian Yuan (2012) artinya reputasi
underwriter berpengaruh negatif terhadap Underpricing. Penelitian dilakukan oleh Budiman
(2019) yang menggunakan sampel data IPO 2012 – 2015 Bursa Efek Indonesia mengungkap
bahwa semua Underwriter Reputation berpengaruh signifikan terhadap Underpricing.
Ha: Underwriter Reputation berpengaruh signifikan terhadap Underpricing

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 48


Penelitian merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober
2020 hingga Maret 2021. Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah seluruh
perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 2015 – 2019. Jumlah perusahaan
yang terdaftar pada periode tersebut adalah sebanyak 176 perusahaan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel
didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan
karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Adapun ciri-ciri sampel yang diambil
yaitu perusahaan tidak pernah delisting dan saham tidak mengalami overpricing atau stable.
Setelah dilakukan pemilihan sampel sesuai ciri-ciri diatas, maka didapatkan sampel
sebagai berikut :
1. Terdapat 11 perusahaan mengalami overpricing
2. Terdapat 2 perusahaan mengalami stable
3. Total sampel yang dipakai adalah 163 perusahaan
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dengan metode pengumpulan data studi
observasi yaitu dengan mencatat atau mendata laporan keuangan, prospektus, serta harga
saham pada periode 2015 – 2019 dan studi pustaka yaitu dengan menggunakan atau mengutip
sumber-sumber lain seperti literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan sebagai landasan teorinya.
Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara analisis deskriptif dengan
mengintepretasikan informasi jumlah dan persentase dari karakteristik data dalam bentuk tabel
dan analisis inferensial dengan metode Structural Equation Modeling Patrial Least Square
(SEM-PLS). Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan program SmartPLS 3.3.3.
Analisis data statistik inferensial yang diukur dengan software SmartPLS yaitu pengukuran
model, struktur model dan pengujian hipotesis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Deskriptif
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan
yang melakukan IPO di BEI periode 2015 – 2019. Pada periode tersebut jumlah perusahaan
terdaftar tahun 2015 sebanyak 17 perusahaan, tahun 2016 sebanyak 15, tahun 2017 sebanyak
35 perusahaan, tahun 2018 sebanyak 54 perusahaan, tahun 2019 sebanyak 55, sehingga total
perusahaan yang melakukan IPO pada periode tersebut adalah sebanyak 176 perusahaan.
Dari 176 total perusahaan yang IPO pada periode tersebut didominasi oleh sektor usaha
trade / perdagangan sebesar 54 perusahaan atau 30.7%, sektor konstruksi sebesar 29
perusahaan atau 16.5%, sektor infrastuktur sebesar 27 perusahaan atau 15.3%, dan sisanya pada
sektor lain seperti keuangan, basic industri, consumer goods, miscellaneous industri, tambang,
dan agrikultur. Sektor perdagangan menjadi sektor yang mendominasi, hal ini memperlihatkan
bahwa sektor usaha perdangangan berkembang pesat di Indonesia karena seperti yang kita
ketahui bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang banyak serta letak geografis yang
strategis sehingga sejak dahulu Indonesia memang menjadi salah satu tempat jalur perdagangan
dan juga banyak menyediakan sumber daya alam untuk diekspor. Selanjutnya sektor konstruksi

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 49


dan infrastruktur menjadi sektor usaha yang mendominasi IPO dalam periode tersebut, hal ini
juga memperlihatkan bahwa usaha konstruk dan infrastuktur berkembang pesat di Indonesia
yang mana merupakan negara yang sedang berkembang sehingga banyak pembangunan–
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Hal tersebut membutuhkan
banyak resource yang akhirnya membuat usaha pada sektor konstruksi dan infrastuktur
berkembang pesat di Indonesia.
Tabel 1. Karakteristik IPO Bursa Efek Indonesia 2015-2019
# of firms with
Mean First-
Year IPOs negative / stable first -
Day Return(%)
day returns
2015 17 27,27 2
2016 15 24,62 1
2017 35 47,50 4
2018 54 45,00 2
2019 55 49,58 4
Total 176 38,79 13

Berdasarkan data yang dikumpulkan, total jumlah perusahaan yang IPO pada tahun
2015 – 2019 adalah 176 perusahaan dengan rata-rata tingkat underpricing 38,79% dan 13
perusahaan mengalami overpricing dan stable. Rata-rata dari saham IPO yang terdaftar pada
tahun tersebut memberikan tingkat underpricing yang positif, yang mana jumlah IPO
terbanyak dan tingkat underpricing tertinggi terjadi pada tahun 2019 dengan jumlah 55
perusahaan IPO dan tingkat underpricing 49,58% disusul pada tahun 2017 dengan jumlah 35
perusahaan IPO dan tingkat underpricing 47,50%, tahun 2018 dengan jumlah 54 perusahaan
IPO dan tingkat underpricing 45,00%, tahun 2015 dengan jumlah 17 perusahaan IPO dan
tingkat underpricing 27,27% dan terakhir tahun 2016 dengan jumlah 15 perusahaan IPO dan
tingkat underpricing 24,62%.

Tabel 2. Desktriptif statistik


Standard
Variable N Min Max Mean
Deviation
Underwriter
Reputation 163 0 1 0,221 0,415
UP 163 0,455 70 47,982 23,113

Profil data Underwriter Reputation yang diambil dari 163 data laporan keuangan
perusahaan yang IPO tahun 2015 – 2019. Hasil nilai rata-rata dari data tersebut adalah 0,221,
untuk nilai terkecil adalah 0 dan untuk nilai terbesar adalah 1.
Setiap perusahaan memerlukan underwriter yaitu sekuritas yang memiliki izin, untuk
dapat menerbitkan sahamnya kepublik. Setiap periode BEI menerbitkan 50 urutan sekuritas
yang paling aktif bertransaksi di Bursa Efek Indonesia, sekuritas yang aktif bertransaksi adalah
sekuritas yang memiliki reputasi yang baik di pasar modal. Dalam variabel underwriter

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 50


reputation mengandung nilai dummie yaitu 1 untuk underwriter yang masuk dalam urutan 10
besar sekuritas teraktif dan 0 untuk underwriter yang tidak masuk dalam urutan 10 besar
sekuritas teraktif, sehingga rata-rata dari underwriter reputation adalah 0,221. Hal ini
meunjukan bahwa rata-rata perusahaan memakai jasa sekuritas yang tidak masuk dalam 10
besar sekuritas yang paling aktif bertransaksi, ini karena sekuritas yang umumnya sudah besar
mebebankan biaya yang lebih besar kepada perusahaan karena reputasi sekurtias tersebut yang
sudah terpercaya.
Nilai standar deviasi yang dihasilkan setelah diolah dengan sofware SmartPLS 3.3.3
menunjukan nilai yang dihasilkan tidak bernilai angka 0 (nol), dimana nilai yang dihasilkan
adalah 0,415 yang artinya data memiliki nilai penyimpangan sebesar 0,415. Kesimpulan hasil
data diatas dilihat dari nilai mean sebesar 0,22, hal ini menunjukan bahwa rata-rata perusahaan
memakai jasa sekuritas yang tidak masuk dalam 10 besar sekuritas yang paling aktif
bertransaksi, ini karena sekuritas yang umumnya sudah besar mebebankan biaya yang lebih
besar kepada perusahaan karena reputasi sekurtias tersebut yang sudah terpercaya.
Profil data Underpricing yang diambil dari 163 data laporan keuangan perusahaan yang
IPO tahun 2015 – 2019. Hasil nilai rata-rata dari data tersebut adalah 47,982, untuk nilai
terkecil adalah 0,455 dan untuk nilai terbesar adalah 70. Nilai underpricing tertinggi telah
mencapai batas yang ditentukan BEI dalam ketentuan auto rejection saham IPO yaitu sebesar
70%.
Berdasarkan deskripsi data diatas, selama periode 2015 – 2019 saham IPO di BEI
memiliki rata-rata tingkat underpricing 47,982%. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan
bersama underwriter memberikan penetapan harga saham perdana yang rendah sehingga
memberikan underpricing sebesar 47.982% dibandingkan harga penutupan hari pertama
dipasar sekunder. Tingkat underpricing tertinggi adalah sebesar 70% yang terjadi pada 20
saham perusahaan yaitu PT. Mitra Komunikasi Nusantara Tbk, PT. Asuransi Jiwa Syariah Jasa
Mitra Abadi Tbk, PT Malacca Trust Wuwungan Insurance Tbk, PT Megapower Makmur Tbk,
PT Terregra Asia Energy Tbk, PT Pelayaran Tamarin Samudra Tbk, PT Propertindo Mulia
Investama Tbk, PT Natura City Developments Tbk, PT Arkadia Digital Media Tbk, PT Andira
Agro Tbk, PT Batavia Prosperindo Trans Tbk, PT Sriwahana Adityakarta Tbk, PT Charnic
Capital Tbk, PT Jaya Trishindo Tbk, PT Repower Asia Indonesia Tbk, PT Asia Sejahtera Mina
Tbk, PT Fuji Finance Indonesia Tbk, PT DMS Propertindo Tbk, PT Bima Sakti Pertiwi Tbk,
dan PT Citra Putra Realty Tbk. Sedangkan tingkat underpricing terendah adalah sebesar
0,455% yang terjadi pada saham perusahaan PT Sarimelati Kencana Tbk.
Nilai standar deviasi yang dihasilkan setelah diolah dengan sofware SmartPLS 3.3.3
menunjukan nilai yang dihasilkan tidak bernilai angka 0 (nol), dimana nilai yang dihasilkan
adalah 23,113 yang artinya data memiliki nilai penyimpangan sebesar 23,113. Kesimpulan
hasil data diatas dilihat dari nilai mean sebesar 47,982, hal ini menunjukan bahwa perusahaan
bersama underwriter memberikan penetapan harga saham perdana yang rendah sehingga
memberikan underpricing sebesar 47,982% dibandingkan harga penutupan hari pertama
dipasar sekunder.

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 51


Analisis Inferensial

Gambar 2. Tampilan hasil PLS Algorithm


Pengukuran model
Convergent validity
Convergent validity dapat dilihat dari hasil outer loadings dan average variance
extracted. Menurut Leguina (2015) outer loadings dapat diterima jika nilai diatas 0,70 dan
average variance extracted jika nilai diatas 0,50.

Tabel 3.Outer loadings


Variabel Underpricing Underwriter Reputation
X 1
Y 1
* X= Underwriter Reputation, Y= Underpricing

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari outer loadings, dimana semua nilai yang
dihasilkan bernilai > 0,70, maka dapat disimpulkan hasil outer loadings dapat diterima dan
valid.
Tabel 4. Average variance extracted
Variabel Average Variance Extracted (AVE)
Underpricing 1
Underwriter Reputation 1
Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari average variance extracted (AVE),
dimana semua nilai yang dihasilkan bernilai > 0,50, maka dapat disimpulkan hasil average
variance extracted dapat diterima dan valid.
Internal consistency relibiality
Menurut Leguina (2015) mengatakan bahwa Cronbach’s Alpha dapat diterima jika nilai
diatas 0,60.
Tabel 5. Cronbach’s Alpha
Variabel Cronbach's Alpha
Underpricing 1
Underwriter Reputation 1
Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari Cronbach’s Alpha, dimana semua nilai
yang dihasilkan bernilai > 0,60, maka dapat disimpulkan hasil cronbach’s alpha dapat diterima
dan valid.
Discriminant validity
Discriminant validity dilakukan untuk memastikan bahwa setiap konsep dari masing-
masing variabel laten berbeda dengan variabel lainnya. Discriminant validity dapat diukur
dengan kriteria fornell-larcker dan cross loadings.

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 52


Fornell-larcker dapat diterima dimana nilai pada variabel latennya harus memiliki nilai
yang lebih tinggi dari pada nilai variabel lainnya (Leguina, 2015).
Tabel 6. Fornell- larcker
Variabel Underpricing Underwriter Reputation
Underpricing 1
Underwriter Reputation -0.35 1

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari fornell-larcker, dimana semua nilai variabel
latennya > daripada variabel lainnya, maka dapat disimpulkan hasil fornell-larcker dapat
diterima dan valid. Nilai paling besar dari hasil fornell-larcker diberi warna abu.
Nilai cross loadings dapat diterima apabila nilai loading dari setiap indikator dari
sebuah variabel laten memiliki nilai yang paling besar dengan nilai loading lain terhadap
variabel laten lainnya (Leguina, 2015).
Tabel 7. Cross loadings
Variabel Underpricing Underwriter Reputation
X -0.35 1
Y 1 -0.35
* X= Underwriter Reputation, Y= Underpricing

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari cross Loadings, dimana semua nilai loading
dari setiap indikator variabel latennya > daripada nilai loading variabel lainnya, maka dapat
disimpulkan hasil cross loadings dapat diterima dan valid. Nilai paling besar dari hasil cross
loadings diberi warna abu.

Struktural model
Uji Collinierity (VIF)
Menurut Leguina (2015) jika uji VIF dinyatakan valid maka nilai VIF harus lebih tinggi
dari 0,20 dan lebih rendah dari 5.
Tabel 8. Collinierity (VIF)
Variabel VIF
X 1
Y 1
* X= Underwriter Reputation, Y= Underpricing

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari Collinierity (VIF), dimana semua nilai yang
dihasilkan tidak lebih rendah dari 0,20 dan tidak lebih tinggi dari 5. Nilai Collinierity (VIF)
bernilai 1. Maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil Collinierity (VIF)
dinyatakan valid.

R-Square
Menurut Leguina (2015) R Square adalah koefisien determinasi pada konstruk endogen.
Nilai R square sebesar 0,75 (bagus), 0,50 (sedang), dan 0,25 (kurang).

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 53


Tabel 9. R-Square
Variabel R Square R Square Adjusted
Underpricing 0.123 0.117

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari R-Square, dimana nilai yang dihasilkan
adalah 0.123, hasil ini menunjukan bahwa variabel eksogen menghasilkan nilai yang kurang
untuk menjelaskan endogennya.
F-Square
F-Square dapat mengukur efek pada variabel laten terhadap variabel lainnya. Menurut
Leguina (2015) nilai f square terbagi menjadi 3 kategori yaitu Nilai f square efek 0,35 (besar),
0,15 (sedang), dan 0,02 (kecil).
Tabel 10. F-Square
Variabel Underpricing Underwriter Reputation
Underwriter Reputation 0.14

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari f2, dimana hasil tersebut menunjukan bahwa
variabel underwriter reputation memberikan efek yang sedang pada variabel underpricing
yang bernilai 0.14.
Path coefficients
Menurut Leguina (2015) mengatakan bahwa path coefficients untuk menunjukkan
seberapa penting variabel eksogen berpengaruh pada variabel endogen.
Tabel 11. Path coefficients
Variabel Underpricing Underwriter Reputation
Underwriter Reputation -0.35

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari path coefficients, dimana hasil tersebut
menunjukan bahwa semua variabel eksogen tidak berpengaruh penting pada variabel endogen
karena memiliki nilai negative.
Total effect
Menurut (Leguina, 2015) mengatakan bahwa hasil total effect untuk mengevaluasi
seberapa kuat variabel eksogen berpengaruh pada variabel endogen.
Tabel 12. Total effect
Variabel Underpricing Underwriter Reputation
Underwriter Reputation -0.35

Hasil dari tabel diatas menunjukan hasil dari total effect, dimana hasil tersebut
menunjukan bahwa semua variabel eksogen tidak berpengaruh pada variabel endogen karena
memiliki nilai negative.

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 54


Struktural model

Gambar 3. Output hipotesis


Bootstrapping
Bootstraping adalah hasil pengujian hipotesis dan dinyatakan signifikan dengan nilai p-
values dibawah 0,05 dan t-values diatas 1,96.
Tabel 13. Bootstrapping
Original Sample Standard
Sample Mean Deviation T Statistics P
Variabel (O) (M) (STDEV) (|O/STDEV|) Values
Underwriter
Reputation ->
Underpricing -0.35 -0.346 0.071 4.958 0

Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa variabel underwriter reputation


berpengaruh signifikan positif terhadap terhadap tingkat underpricing saham IPO tahun 2015
– 2019. Hasil serupa juga ditunjukan oleh penelitian Budiman (2019) yang menunjukan bahwa
underwriter reputation berpengaruh signifikan positif terhadap underpricing. Hasil pengujian
hipotesis dapat dilihat pada tabel 13 diatas, dimana hasil pengujian menunjukan nilai t-values
lebih dari 1.96 yaitu sebesar 4.958 dan nilai p-values sebesar 0 dibawah 0.05.
Hal ini disebabkan karena underwriter memiliki peran yang sangat penting dalam
proses penerbitan saham IPO. underwriter dipahami oleh investor sama seperti perusahaan,
bila memiliki reputasi dan nilai yang baik maka biasanya investor akan lebih percaya.
underwriter sendiri merupakan perusahaan sekuritas yang juga jasa sekuritas yang memiliki
sistem bagi investor-investor untuk dapat membeli saham di pasar modal. Oleh karena itu
setiap periode IDX melakukan penilaian atau rating bagi perusahaan – perusahaan sekuritas
dan saham – saham yang ada dipasar modal agar dapat menjadi sumber untuk investor dalam
menilai kinerja perusahaan sekuritas dan saham yang ada dipasar modal. Semakin sering dan
semakin banyak perusahaan sekuritas memproses transaksi saham baik dipasar primer atau
sekunder maka semakin baik juga reputasi dari sekuritas tersebut karena dianggap lebih
memiliki histori dan kepercayaan publik yang besar.

KESIMPULAN

Penelitian ini menguji variabel underwriter reputation terhadap tingkat underpricing


saham IPO di BEI periode 2015 – 2020. Penelitian bertujuan untuk menguji kembali hubungan
underwriter reputation dan underpricing.
Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data mengenai pengaruh underwriter
reputation terhadap underpricing didapatkan kesimpulan underwriter reputation berpengaruh

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 55


signifikan terhadap underpricing pada saham IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-
2019.
Beberapa saran yang dapat diberikan oleh peneliti sendiri untuk peneliti selanjutnya,
yaitu :
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan perlu menambahkan variabel pada
sektor-sektor perusahaan sehingga dapat menilai hubungan dengan pengaruh
dari sektor usaha perusahaan.
2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan perlu menambahkan beberapa variabel
lain untuk memperkaya analisis yang lebih komprehensif dalam model
penelitiannya.
3. Untuk investor yang masih berspekulasi pada pembelian saham perusahaan IPO
diharapkan dapat menggunakan hasil penelitian terkait sebagai sumber referensi
untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Beatty, R. P., & Ritter, J. R. (1986). Investment banking, reputation, and the underpricing of
initial public offerings. Journal of Financial Economics. https://doi.org/10.1016/0304-
405X(86)90055-3
Budiman, A. (2019). Kinerja Jangka Pendek Dan Jangka Panjang Saham Perusahaan IPO Di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi Dan Bisnis.
https://doi.org/10.24912/jmieb.v2i2.1684
Chen, G., Firth, M., & Kim, J. B. (2004). IPO underpricing in China’s new stock markets.
Journal of Multinational Financial Management.
https://doi.org/10.1016/j.mulfin.2003.07.007
Ghozali,Imam;Al Mansur, M. (2002). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Underpriced Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 4.
Gunarsih, T., Handayani, W., & Wijayanti, L. E. (2011). Pengaruh Pengungkapan Intellectual
Capital Dan Kepemilikan Institusi Terhadap Underpricing Pada Penawaran Umum
Perdana. Ekobis, 15(1), 85–101.
Handayani, S. R., & Shaferi, I. (2011). Analisis Faktor-faktor ya Perdana (Studi Kasus pada
Perusahaan Keuangan yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006).
Performance.
Ibbotson, R. G. (1975). Price performance of common stock new issues. Journal of Financial
Economics. https://doi.org/10.1016/0304-405X(75)90015-X
Killins, R. N. (2019). An investigation of the short-term performance of the Canadian IPO
market. Research in International Business and Finance.
https://doi.org/10.1016/j.ribaf.2018.07.004
Leguina, A. (2015). A primer on partial least squares structural equation modeling (PLS-SEM).
International Journal of Research & Method in Education.
https://doi.org/10.1080/1743727x.2015.1005806
Ljungqvist, A. (2007). IPO Underpricing. In Handbook of Empirical Corporate Finance SET.
https://doi.org/10.1016/B978-0-444-53265-7.50021-4
Loughran, T., & Ritter, J. R. (2005). Why Has IPO Underpricing Changed Over Time? SSRN
Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.331780
Loughran, T., Ritter, J. R., & Rydqvist, K. (1994). Initial public offerings: International

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 56


insights. Pacific-Basin Finance Journal. https://doi.org/10.1016/0927-538X(94)90016-7
Miswanto Miswantoa, Y. R. A. (2020). Analysis of the Effect of Firm Size, Profitability and
Capital Structure on IPO Underpricing on the Indonesia Stock Exchange (IDX).
International Journal of Innovation, Creativity and Change, 13(10).
Ningrum, I. S., & Widiastuti, H. (2017). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi tingkat
Underpricing Saham pada saat Initial Public Offering (IPO) (Studi Empiris pada
Perusahaan yang Melakukan Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Indonesia Periode
2012-2016). Reviu Akuntansi Dan Bisnis Indonesia. https://doi.org/10.18196/rab.010212
Ritter, J. R., & Welch, I. (2002). A review of IPO activity, pricing, and allocations. Journal of
Finance. https://doi.org/10.1111/1540-6261.00478
Solida, A., Luthan, E., & Sofriyeni, N. (2020). Pengaruh Pengungkapan Intellectual Capital,
Reputasi Underwriter, Financial Leverage, Umur dan Size Perusahaan terhadap
Underpricing Saham IPO di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2018. Ekonomis: Journal
of Economics and Business. https://doi.org/10.33087/ekonomis.v4i1.113
Sundiman, D., & Septiani, H. (2017). Analisa Dampak Psikologi Pasar Terhadapa Harga
Saham (IHSG) yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Dengan Metode Content
Analysis. Jurnal Penerapan Ilmu Manajemen Dan Kewirausahaan.
Too, S. W., & Wan Yusoff, W. F. (2015). Exploring intellectual capital disclosure as a mediator
for the relationship between IPO firm-specific characteristics and underpricing. Journal
of Intellectual Capital. https://doi.org/10.1108/JIC-08-2014-0098
Widarjo, W., Rahmawati, Bandi, & Widagdo, A. K. (2019). Underpricing and Intellectual
Capital Disclosure: Evidence from Indonesia. Global Business Review.
https://doi.org/10.1177/1465750319857017
Widyawati, G., Juanda, B., & Andati, T. (2019). the Factors of Initial Return Related To Ipo
Companies on the Indonesia Stock Exchange. Journal of Consumer Sciences, 4(2), 119–
135. https://doi.org/10.29244/jcs.4.2.119-135
YU, T., & TSE, Y. K. (2006). An empirical examination of IPO underpricing in the Chinese
A-share market. China Economic Review. https://doi.org/10.1016/j.chieco.2005.07.001
Yuan, T. (2012). An Examination Factors Influencing Underpricing Of IPOS On The London
Stock Exchange. Digital Times.

Volume 1 Nomor 1, Mei 2021 57

Anda mungkin juga menyukai