Anda di halaman 1dari 2

Dalam contoh tersebut di atas itu berarti, karyawan tadi harus melakukan tindakan salah satu di

antara dua kewajiban yang dihadapinya dihadapinya hanya berdasarkan keyakinan moralnya bahwa
orang lain yang berada di dalam situasi yang sama dengan dirinya akan juga melakukan tindakan
yang diambilnya itu. jadi, dia hanya memiliki kewajiban yang dalam situasi konkret itu menurutnya
merupakan sebuah hukum universal. Tentu saja, sangat mungkin terjadi bahwa ternyata ada orang
lain bahkan banyak yang memilih tindakan yang lain yang tidak dipilihnya. Namun, sejauh ia dengan
tulus dan yakin akan kebenaran tindakannya, Ia tetap dibenarkan secara moral.

Kedua, Kant juga mengajukan perintah tak bersyarat lainnya berupa: bertindaklah sedemikian rupa
sehingga Anda selalu memperlakukan manusia, entah dalam dirimu sendiri atau pada orang lain,
tidak sebagai alat, melainkan sebagai tujuan pada dirinya sendiri titik jadi, hukum moral kedua
Sebagai perintah tak bersyarat dari Kant adalah perlakukan manusia sebagai tujuan dan bukan
sebagai saran atau alat untuk tujuan lain diluar dirinya jika diterapkan dalam bisnis itu berarti Jangan
memperlakukan orang lain sebagai alat demi mengeruk keuntungan melainkan sebagai tujuan,
sebagai partner yang punya harkat dan martabat yang perlu dihargai dalam mencapai tujuan
bersama titik-titik bahwa kewajiban lainnya harus dikalahkan oleh kewajiban tidak boleh
memperlakukan manusia sebagai alat bagi tujuan lain diluar dirinya.

Persoalan kedua, sebagaimana dikatakan John Stuart mill, para penganut etika deontologi
sesungguhnya tidak bisa mengalahkan pentingnya akibat dari suatu tindakan untuk menentukan
apakah tindakan itu baik atau buruk. Para penganut etika deontologi secara diam-diam Menutup
Mata terhadap pentingnya akibat suatu tindakan supaya bisa memperlihatkan benarnya suatu
tindakan hanya berdasarkan nilai tindakan itu sendiri. Memang sebenarnya kan sendiri tidak
mengabaikan akibat dari suatu tindakan titik Ia hanya mau menekankan pentingnya kita menghargai
tindakan tertentu sebagai bermoral karena nilai tindakan itu, dan tidak terlalu terjebak dalam tujuan
menghalalkan cara. Lebih dari itu, dengan teorinya ini kan ingin menekankan pentingnya hukum
moral universal dalam hati Sanubari dalam semua manusia yang mengikat kita tanpa syarat tanpa
hukum Moral ini, moralitas menjadi kehilangan universalnya.

Dalam perspektif etika Adam Smith persoalan ini dapat dipecahkan secara lain. Menurut Adam
Smith, suatu tindakan dapat dinilai baik atau buruk berdasar motif pelakunya serta akibat atau
tujuan dari tindakan itu. Ia sendiri mengkritik para filsuf moral semacam David hume yang terlalu
menekankan akibat dan kurang memperhatikan motif pelaku atau sebab dari suatu tindakan titik ia
sebaliknya sangat jalan dengan Kant, yang menekankan pentingnya motif pelaku.

Hanya saja, Menurut Smith, motif saja tidak membenarkan suatu tindakan sebagai baik. Juga motif
tidak dengan sendirinya membebaskan seseorang dari kesalahan moral. Misalnya, seseorang yang
membuang batu jalan dari rumahnya dan tanpa sengaja melukai orang yang lewat jelas melakukan 1
tindakan moral yang salah, bukan karena motifnya melainkan karena kenyataan bahwa tindakannya
itu berakibat merugikan orang lain. Di pihak lain, akibat saja tidak dengan sendirinya membenarkan
atau menyalahkan suatu tindakan secara moral. Karena ada tindakan yang berakibat merugikan
orang lain tetapi mempunyai motif yang dapat dibenarkan secara moral. Karena itu, harus ada
keseimbangan antara motif dan akibat dan karena itu duanya harus dipertimbangkan secara
proporsional.

A. Tanggapan kritis
Pemikiran kan banyak mewarnai teori etika titik Teori ini memberikan dasar dan keteguhan
bagaimana orang harus bersikap dalam pekerjaan secara khusus dan dalam hidup secara umum.
Kendati demikian banyak kritik yang bisa di dilontarkan kepada pemikiran kan.
Kritik dapat dirumuskan sebagai berikut. Gagasan Kant sangat kaku, karena hanya bisa melihat
satu aspek dari nilai moral yakni kewajiban sementara kesenangan tidak diberi tempat dalam
penilaian, padahal jika suatu pekerjaan dilakukan hanya karena kewajiban pekerjaan itu kadang
menjadi beban; jika suatu pekerjaan dilakukan berdasarkan kesenangan pekerjaan itu dapat
membuahkan hasil yang maksimal. Ini tidak ada pada deontologi.
Kekurangan kedua, deontologi kan akan mengalami kesulitan jika berhadapan dengan 2
kewajiban yang memiliki bobot yang sama seperti berkata jujur atau kewajiban mengikuti
perintah atasan demi menyelamatkan perusahaan titik misalnya, seorang karyawan di bagian
perpajakan disuruh atasan untuk membuat laporan palsu demi mengurangi pembayaran pajak
usahaan titik disini karyawan mempunyai 2 kewajiban moral, yakni mengikuti suara hatinya
untuk tidak melakukan hal itu, atau kewajiban untuk meningkatkan keuntungan perusahaan
yang nantinya juga menambah bonus akhir tahun baginya. Kalau situasi ini dipecahkan
berdasarkan teori Immanuel kant maka solusinya akan sulit didapat.

Anda mungkin juga menyukai