“SIROSIS HEPATIS”
OLEH:
190070300111048
Kelompok 2B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
SIROSIS HATI
1. Definisi
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Penyakit ini merupakan stadium terakhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan
penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang
akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar,
teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
2. Klasifikasi
Klasifikasi berbagai jenis sirosis yang sering dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Sirosis pascahepatitis, yang dapat terjadi akibat infeksi virus hepatitis B, hepatitis C,
atau hepatitis kronis aktif tipe autoimun
b. Sirosis alkoholik, yang dapat terjadi akibat minum alcohol berlebihan. Penghentian
minum alcohol dapat memulihkan penyakit ini
c. Sirosis biliaris primer, ditandai oleh peradangan kronis dan obliterasi fibrosa saluran
empedu intrahepatik, yang diperkirakan bersifat autoimun (Gendo, 2006)
Klasifikasi morfologik sirosis (Speicher, 1996) :
a. Sirosis mikronoduler
Ditandai dengan jaringan ikat yang tebal, teratur dan nodul-nodul kecil yang
bervariasi besarnya. Diameter nodul 3 mm atau kurang
b. Sirosis makronoduler
Ditandai dengan jaringan ikat yang tebalnya sangat bervariasi, nodul dengan
ukuran bermacam-macam, adanya lobules normal dalam nodul yang besar. Ukuran
diameter nodul lebih besar dari 3 mm.
c. Sirosis campuran mikro dan makronoduler
Ditandai dengan adanya mikro dan makronoduler dalam jumlah yang sama
bentuknya. Sirosis yang dihubungkan dengan kecanduan alcohol biasanya
mikronoduler. Sirosis postnekrotik dan sirosis yang ada hubungannya dengan penyakit
Wilson biasanya makronoduler. Sirosis postnekrotik sering disebabkan oleh hepatitis
kronis. Sirosis kriptogenik tidak mempunyai penyebab yang pasti.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati dalam Hadi (2002), membagi penyakit
sirosis hati atas 3 golongan, yaitu:
a. Sirosis posnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis
toksik atau subcute yellow, athrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi
jaringan nekrosis
b. Nutrisional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis
alkoholik, Laennec’s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi, terutama factor lipotropik.
c. Sirosis post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis
3. Etiologi
Penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas.
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari sirosis
hepatis. Dan secara klinik telah dikenal bahwa virus hepatitis B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan gejala sisa serta menunjukkan
perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan virus hepatitis A. penderita
dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi
kerusakan hati yang kronis.
2. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan
berupa sirosis hepatis. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara
berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat,
kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi sirosis
hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alkohol. Efek yang
nyata dari etil alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati. (Glenda, 2002)
3. Hemokromatosis
Sebab-sebab lain :
4. Faktor Resiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan
antara lain :
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi
memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam
simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata
dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani ,
dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang
digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak
bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun
1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai
peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara
klinik telahdikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis,
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati.
Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya
cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring.
Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya
belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga
dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit
hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data yang ada di
Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-50% kasus, sedangkan
hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan
termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.
5. Epidemiologi
Price dan Wilson (1995) menyebutkan 50% sirosis hepatis disebabkan oleh
alcohol, tetapi menurut Wolf (2008), saat ini Hepatitis C telah muncul sebagai penyebab
utama terjadinya hepatitis kronis dan sirosis, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat.
Banyak kasus sirosis kriptogenik tampaknya dihasilkan dari penyakit hati non-
alkohol berlemak (NAFLD). Ketika kasus sirosis kriptogenik diperiksa, banyak pasien
memilik%$%i satu atau lebih dari factor resiko klasik untuk NAFLD. Sekitar 2-3% dari
penduduk Amerika Serikat mengalami non-alkoholik steatohepatitis (NASH), dimana
penumpukan lemak di hepatosit diperumit oleh peradangan dan fibrosis hati.
Diperkirakan 10% dari pasien dengan NASH pada akhirnya akan mengembangkan
sirosis (Lewis, 2000).
Penyakit hati kronis dan sirosis mengakibatkan 35.000 kematian setiap tahun di
Amerika Serikat. Sirosis adalah sembilan penyebab utama kematian di Amerika Serikat
dan bertanggung jawab atas 1,2% dari semua kematian Amerika Serikat. Banyak pasien
meninggal akibat penyakit dalam decade kelima atau keenam kehidupan. Setiap tahun
2.000 kematian tambahan diberikan ke kegagalan hepatic fulminan (FHF). FHF dapat
disebabkan oleh virus hepatitis (misalnya; hepatitis A dan hepatitis B), obat-obatan
(misalnya asetaminofen), toksin (misalnya; Amanita phalloides), hepatitis autoimun,
penyakit Wilson, dan berbagai etiologi lainnya. Pasien dengan Sindrom FHF memiliki
angka kematian 50-80% kecuali mereka yang diselamatkan oleh transplantasi hati
(Wolf, 2008).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau tanda gejala yang menyertai dari penyakit sirosis hepatis ini
diantaranya adalah sebagai berikut :
Pembesaran hati: nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati
yang cepat.
Obstruksi portal dan asitesis : pasien dengan keadaan semacam ini cenderung
menderita dyspepsia kronis atau diare
Varises Gastrointestinal : Distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid
tergantung lokasinya. Adanya tekanan yang tinggi dapat menimbulkan rupture dan
pendarahan. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan/varises
pada lambung dan esophagus.
Edema : konsentrasi albumin plasma menurun, produksi aldosterone yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan kalium
Defisiensi vitamin dan anemia : karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan
vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik
yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi
hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia
dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan
hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental : kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatic
yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis
dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu
serta tempat, dan pola bicara. (Suzanne, C. Smaltzer, 2001)
Mata dan kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam
darah
Warna urin lebih gelap
Penurunan kesadaran
Kelelahan dan kelemahan
Kehilangan nafsu makan
Gatal
Perdarahan saluran cerna bagian atas
Atrofi testis
Rambut pubis rontok
Erythema Palmaris dan spider nevi
(Nurjanah 2007)
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom
mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan
leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai
prognosis yang kurang baik.
2) Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam
serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase
dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga
globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan
prognasis jelek.
5) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam
dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan
telah terjadi sindrom hepatorenal.
6) Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi
hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises
esophagus, gusi maupun epistaksis.
7) Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila
terus meninggi prognosis jelek.
8) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb,
HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi
kearah keganasan.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya :
1) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk
konfirmasi hepertensi portal.
2) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber
perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan
terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan
perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain
tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan
terjadi perdarahan yang lebih besar.
3) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai
alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis
karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan,
homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran
saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space
occupyin lesion0. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium
dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan
saluran empedu, dll.
4) Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh
parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa,
kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim
terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
5) Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk
mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat
besar, bentuk dan homogenitas hati.
6) E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
8. Penatalaksanaan
Terapi & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat
dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang
timbulnya komplikasi.
a. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, lemak secukupnya. Bila timbul
ensefalopati, protein dikurangi.
b. Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti :
Alkohol & obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan
mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis, dihentikan
pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine).
Dilakukan venaseksi 2x seminggu sebanyak 500 cc selama setahun.
a. Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hr dan total cairan 1,5 l/hr.
Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis 800 mg
sehari,bila perlu dikombinasi dengan furosemid.
b. Perdarahan varises esofagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan
saluran cerna. Pertama melakukan pemasangan NG tube, disamping melakukan
aspirasi cairan lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/mnt dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya.
Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian
selama 4 jam dapat dulang 3 kali. Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan
perdarahan varises. Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau
ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises. Operasi pintas dilakukan pada Child
AB atau dilakukan transeksi esofagus (operasi Tanners). Bila tersedia fasilitas dapat
dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat probe. Bila tidak tersedia fasilitas diatas,
untuk mencegah rebleeding dapatdiberikan propanolol.
9. Komplikasi
a. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki
karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema
atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung
jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari
tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
b. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah
yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri
yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka
kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang
mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai
tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam
ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous
bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang
mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-
gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan
kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
c. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke
jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal).
Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir
di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah
vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian
atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung
bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices;
lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang
pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus)
atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk
sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan
yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi
mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
d. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat
unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat
diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut
dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-
detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari
otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang
hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara
gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat
lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-
perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang
tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan
kematian.
e. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi
dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu,
tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-
ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-
jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-
ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
f. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami
kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah
berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam
paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil
dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-
paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat
mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien
mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
g. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-
platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua.
Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-
usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi
aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa
membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly.
Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-
sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang.
Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu
behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel
darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat
menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan
darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).
h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker
hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta
bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal
dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati. (Sulaiman, 2007;
Nurjanah, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
EGC
Sujono, Hadi. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Edisi ke-7. Bandung
Tjokronegoro dan Hendra Utama. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI
PATHWAY
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PENGKAJIAN DASAR KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Anjar Satria wibawa Tempat Praktik : R. 26 IPD RSSA
NIM : 180070300011037 Tgl. Praktik : 22 - 27 Juli 2019
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S........................................... No. RM : 1141xxxxx
Usia : 60 tahun......... Tgl. Masuk : 13/7/2019
Tanggal lahir : 1 Mei1977...... Jam Masuk RS : 09.00 WIB
Jenis kelamin : Laki-laki...................................... Tgl. Pengkajian : 22/7/2019
Alamat : Lowokwaru Malang..................... Jam Pengkajian :10.00 WIB
..................................................... Sumber informasi :
Primer : istri dan anak klien
Sekunder : Rekam medis
No. telepon :0853 xxxx xxxx............................ Klg.dekat yg bisa dihubungi: Ny. R
Status pernikahan : Kawin
Agama : Islam........................................... Status : Istri klien
Suku : Jawa........................................... Alamat : Malang
Pendidikan : SMA............................................ No. telepon : 0853xxxxxxx
Pekerjaan : Swasta........................................ Pendidikan : SD
Lama berkerja : 22 tahun...................................... Pekerjaan : IRT..................................
B. Status kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama saat pengkajian:
Penurunan kesadaran, kesadaran somnolen, GCS klien E:2, V:2. M:4 (Total 7).
2. Lama keluhan : 6 hari
3. Kualitas keluhan : tidak terkaji
4. Faktor pencetus :
5. Faktor pemberat :
6. Upaya yg. telah dilakukan: Berobat rutin ke RSSA setiap 1 bulan sekali dan untuk
pengambilan cairan asites
7. Diagnosa medis :
- Shock Condition
- Cirrhosis Hepatis Decompensated Post Necrotic Hep. B Infection
- Hematemesis
- Anemia
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Keluarga klien (istri dan anak) mengatakan saat di rumah klien muntah-muntah sebanyak 10
kali, klien juga mengalami nyeri perut dan demam. Klien lalu segera dibawa keluarga ke
RSSA. Selama di RSSA klien 2 hari di iGD dan 2 hari di ruang 22. Tanggal 17 Juli 2019 klien
mengalami penurunan kesadaran sehingga di pindah ke ruang 26 IPD
Jantung
GENOGRAM
60 th
Keterangan:
: Laki-laki : Pasien/ Klien
: Perempuan : Menikah
: Tinggal satu rumah : Meninggal
: Hubungan anak kandung
F. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
Kebersihan Istri klien mengatakan disapu Klien tidak bekerja sejak sakit 2
tahun yang lalu
2x/hari
Bahaya Istri klien mengatakan rumah Klien tidak bekerja
kecelakaan bersih, lantai tidak licin, perabotan
ditata rapi
Polusi Istri klien mengatakan tidak ada, Klien tidak bekerja
rumah bebas dari bau yang tidak
sedap, sumber suara yang ramai
Ventilasi Istri klien mengatakan ventilasi Klien tidak bekerja
baik, jendela dibuka setiap hari.
Jumlah jendela yang ada di rumah
tidak terkaji
Pencahayaan Istri klien mengatakan cahaya Klien tidak bekerja
dapat masuk ke rumah. Klien bisa
membedakan siang dan malam
dari dalam rumah.
G. Pola Aktifitas-Latihan
Jenis Rumah Rumah Sakit
Makan/minum 0 4
Mandi 0 4
Berpakaian/berdandan 0 4
Toileting 0 4
Mobilitas ditempat tidur 0 4
Berpindah 0 4
Berjalan 0 4
Naik tangga 0 4
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu orang lain (1 orang) , 3 = dibantu
orang lain (> 1 orang), 4 = tidak mampu
I. Pola Eliminasi
Jenis Rumah Rumah Sakit
BAB
Frekuensi/pola 2 hari sekali belum BAB
Konsistensi Padat -
Warna dan bau Warna kuning, bau khas -
Kesulitan Ada Tidak ada
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
BAK
Frekuensi/pola 4-5x/hari Terpasang kateter (sejak 20/7/2019)
Konsistensi Cair Cair, volume + 60 cc / jam
Warna dan bau Kekuningan, bau khas Kuning pekat
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
J. Pola Tidur-Istirahat
Jenis Rumah Rumah Sakit
Tidur siang
Lamanya 2 jam Klien tidak sadar
Jam .... s/d .... 11.00-13.00 WIB Klien tidak sadar
Kenyamanan setelah tidur Nyaman Klien tidak sadar
Tidur malam
Lamanya 7 jam Klien tidak sadar
Jam .... s/d .... 21.00 – 04.00 Klien tidak sadar
Kenyamanan setelah tidur Nyaman Klien tidak sadar
Kebiasaan sebelum tidur Tidak ada Tidak ada
Kesulitan Tidak ada Tidak ada
Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
M. Konsep Diri
1. Gambaran diri: tidak terkaji
2. Ideal diri: tidak terkaji
3. Harga diri: tidak terkaji
4. Peran: tidak terkaji
5. Identitas diri: tidak terkaji.
N. Pola Peran & Hubungan
1. Peran dalam keluarga: sebagai suami
2. Sistem pendukung: istri klien
3. Kesulitan dalam keluarga:
() Hub. dengan orang tua (√ ) Hub.dengan pasangan
( )Hub. dengan sanak saudara (√ ) Hub.dengan anak
( ) Lain-lain sebutkan, Tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
masalah masalah saat di rumah sakit.
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak ada
O. Pola Komunikasi
1. Bicara: ( ) Normal ( ) Bahasa utama:Jawa
( √ ) Tidak jelas ( ) Bahasa daerah:Jawa
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian:......................
( ) Mampu mengerti pembicaraan orang lain( ) Afek:............................................
2. Tempat tinggal:
(√) Sendiri
( ) Kos/asrama
( ) Bersama orang lain
3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: Tidak ada
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 ( ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 (√) Rp. 1.5 juta – 2 juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
P. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: () tidak ada (√) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan:
() perhatian ()sentuhan ( )lain-lain, seperti:
R. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: lemah, terbaring ditempat tidur dengan posisi supine, pasien masih
mengalami penurunan kesadaran ketika dikaji. Terpasang infuse IV line NaCl 0,9% 20
tpm dan drip lanso 6 mg/jam di tangan kiri dan sedangkan pada tangan kanan drip NE
0,5mcg/ jam.
a. Kesadaran: somnolen GCS 2-2-4
b. Tanda-tanda vital:
֊ TD: 122/72 mmHg
֊ MAP: 88 mmHg (N: 70-100)
֊ Nadi: 102 x/menit, reguler
֊ RR: 15 x/ menit
֊ Suhu: 36,5 0C
c. TB: 153 cm, BB: 48 kg IMT: (Kategori normal)
2. Kepala & Leher
a. Kepala:
Inspeksi: tidak terdapat luka, rambut warna hitam sebagian putih, masih terlihat
bersih, tidak ada edema, terlihat simetris.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema,
b. Mata:
Inspeksi: Konjungtiva anemis, sklera ikterik, reflek cahaya baik, kemampuan visus
klien belum dapat diidentifikasi, tidak ada racoon eyes
c. Hidung:
Inspeksi: tidak ada perdarahan, tidak ada abrasi, simetris, terpasang nasogastric
tube
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada tanda-tanda fraktur
d. Mulut & tenggorokan:
Inspeksi: mulut kotor, klien tidak memakai gigi palsu, mukosa bibir kering, gigi tidak
lengkap, ada perdarahan gusi.
Palpasi: tidak ada tanda fraktur, tidak terdapat deviasi trachea.
e. Telinga:
Inspeksi: tidak ada luka, daun telinga simetris kanan dan kiri
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
f. Leher:
Inspeksi: tidak ada lesi. Tidak ada memar
Palpasi: tidak teraba massa, tidak teraba distensi vena jugularis,tidak ada deviasi
trakhea, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
6. Abdomen
Inspeksi: tidak ada luka, tidak ada memar dan ascites +++
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada regio abdomen, tidak ada massa, tidak ada
konstipasi
Perkusi: redup
Auskultasi: bising usus (-)
8. Ekstermitas
Ekstermitas Atas:
a. Kanan
Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada edema, tidak ada luka, kekuatan otot 1, warna
kulit sawo matang, terpasang infus.
b. Kiri
Tidak ada nyeri tekan, oedema kedalaman 2-3 mm kembali dalam 3 detik, tidak ada
luka, kekuatan otot 1, warna kulit sawo matang, terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm
dan drip lanso 6mg/jam.
Ekstermitas Bawah:
a. Kanan
Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat edema di kaki kanan, tidak ada luka, kekuatan
otot 2, warna kulit sawo matang dan akral hangat.
b. Kiri
Tidak ada nyeri tekan, terdapat edema di kaki kiri, tidak ada luka,kekuatan otot 2,
warna kulit sawo matang dan akral hangat.
- Klien tampak berbaring dengan terpasang infus di tangan kiri dan kanan.
Jenis Pemeriksaan
Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Tanggal 22 Juli 2019
Hematologi
Hemoglobin 8,8 g/dL 11,4-15,1 Rendah
Leukosit 22,33 103/ µL 4,7-11,3 Tinggi
Trombosit 116 103/ µL 142-424 Rendah
Hematokrit 25,40 % 40-47 Rendah
Eritrosit 2,36 103/ µL 4,0-5,5 Rendah
Elekrolit
Guka Darah Sewaktu 99 mg/dL < 200
Faal Hemostasis
PPT 18,3 Detik 9,4-11,3 Tinggi
APTT 48,60 Detik 24,6 – 30,6 Tinggi
Kimia Klinik
Faal hati
Bilirubin total 7,48 Mg/dL <1 Tinggi
Bilirubin direk 7,26 Mg/dL <0,25 Tinggi
Bilirubin indirek 0,22 Mg/dL <0,75 Tinggi
Ureum 265,7 Mg/dL 16,6-48,5 Tinggi
Kreatinin 3,14 Mg/dL <1,2 Tinggi
albumin 2,89 g/dL 3,5-5,5 rendah
Skala
No. Pengkajian Nilai Keterangan
Tidak Ya
1. Riwayat jatuh:
0 25 0
Apakah pernah jatuh dalam 3 bulan terakhir
2. Diagnosa sekunder: Sirosis
Apakah memiliki lebih dari satu diagnose 0 15 15 hepatis,
penyakit? anemia
3. Alat bantu jalan: Kesadaran
- Bed rest/ dibantu perawat 0 menurun
- Kruk/ tongkat/ walker 15 0
- Berpegangan pada benda-benda 30
sekitar
4. Terapi intravena: Terpasang
0 20 20
Apakah saat ini terpasang infus? IV line
5. Gaya berjalan/ cara berpindah:
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak 0
dapat bergerak sendiri)
0
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal 20
(pincang/diseret)
6. Status mental:
- Menyadari kondisi dirinya 0 15
- Mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 50
Risiko Rendah 0 - 24 Risiko Sedang 25 - 45 Risiko Tinggi >45
Terapi
- Infus : NaCl 0,9% 100cc/24 jam, comafusin 1000cc/24 jam
- Drip :
o Ns 100cc +Norephinephrine 8 mg= 12cc/jam
o Albumin 20% 100 cc
o Ns 100cc + lanso80mg = 10cc/jam
- Injeksi
- Metoclopramide 3 x 10 mg
T. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya
Klien tidak sadar
U. Kesimpulan
Klien mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran smnolen.
V. Perencanaan Pulang
a. Perencanaan pulang:
- Berfokus pada peningkatan tindakan mandiri keluarga untuk membantu klien memenuhi
kebutuhan ADL nya
b. Tujuan pulang:
- Ke tempat tinggal klien di Malang, Lowokwaru
c. Transportasi pulang:
- Mobil
d. Dukungan keluarga:
- Dukungan Istri dan anak klien
e. Antisipasi bantuan biaya setelah pulang:
- Biaya pengobatan menggunakan JKN kesehatan
f. Antisipasi masalah perawatan diri setelah pulang:
- Perawatan diri/personal hygiene, nutrisi sesuai anjuran, melakukan aktivitas sesuai
anjuran, mengkonsumsi obat secara teratur.
g. Pengobatan:
- Mendapat terapi dari dokter spesialis penyakit dalam
h. Rawat jalan ke:
- Poli penyakit dalam
i. Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah:
- Keluarga patut waspada jika terjadi pada pasien antara lain pasien pingsan, sesak
napas, tidak sadarkan diri.
j. Keterangan lain:
- Rutin mengkonsumsi obat yang diresepkan
Ruang : 26 I
Nama Pasien : Tn. S
Diagnosa : Sirosis Hepatis
ANALISA DATA
Retensi cairan
Asites, edema
Gangguan koagulasi
- Hasil laboratorium :
Hematokrit 25,40
Trombosit 116 103
PPT 18,3dt
APTT 48,60dt
Resiko Perdarahan
Ruang : 26 I
Nama Pasien : Tn. S
Diagnosa : sirosis hepatis
No. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TANDA
Dx MUNCUL TERATASI TANGAN
1 Gangguan fungsi hati ditandai dengan
sclera tampak ikterik, kulit berwarna
kekuningan perut klien asites
2 Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan asites dan edema pada
ekstremitas bagian kiri
3 Resiko perdarahan ditandai dengan hasil
pemeriksaan trombosit (116 103g/dl) dan
hematocrit (25,40%) rendah
Ruang : 26 I
≥ 109 99 89
110
2 Edema
3 Asites
1 penurunan hemoglobin
2 penurunan hematocrit
3 PTT
4 Trombosit
JUDUL JURNAL
1. 2014
2. 2016
PEMBAHASAN