Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

SISTEM PERKEMIHAN

OLEH

NI LUH RAI ASTI AKTARIANI


110STYC19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1 TRANSFER MATARAM
2020
I. Anatomi Sistem Perkemihan

A. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai
vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dexter yang besar.
a) Fungsi ginjal :
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis
atau racun,
2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan, osmotic, dan
ion,
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh,
4. Fungsi hormonal dan metabolisme,
5. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum
, kreatinin dan amoniak.
b) Struktur ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang
berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam
yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides
renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf
sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe,
ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua
atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan
unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam
setiap ginjal. Nefron terdiri dari :

1. Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol
afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent,
Berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan zat yang
terlarut dari darah yang melewatinya.
2. Kapsula Bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.
3. Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:
1) Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi
bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan bahan-
bahan ke dalam cairan tubuli.
2) Ansa Henle
Ansa henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U.
Terdiri dari pars descendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens
yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah
dari lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis
sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas
yang lebih tebal disebut segmen tebal.
Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari
cairan tubulus dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan
tubulus. Selain itu, berperan penting dalam mekanisme
konsentrasi dan dilusi urin.
3) Tubulus distal
Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.
4. Duktus pengumpul (duktus kolektifus)
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari
delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul
terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan
isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.

c) Persarafan ginjal.
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor).
Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk
ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh
darah yang masuk ke ginjal.

B. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari
ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga
abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b) Lapisan tengah lapisan otot polos.
c) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
d) Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltic yang mendorong urin masuk ke dalam kandung
kemih.

C. Vesika Urinaria (Kandung Kemih).


Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini
berbentuk seperti buah pir (kendi). letaknya d belakang simfisis
pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat
mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Dinding kandung kemih terdiri dari:
a) Lapisan sebelah luar (peritoneum).
b) Tunika muskularis (lapisan berotot).
c) Tunika submukosa.
d) Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

D. Uretra.
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika
urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar.
Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a.         Urethra pars Prostatica
b.        Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra
externa)
c.         Urethra pars spongiosa.
Pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm
(Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara
clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran
ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari
Vesika urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos.
Sphincter urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
b) Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
c) Lapisan mukosa.

E. Air kemih (urine).


Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari
pemasukan(intake) cairan dan faktor lainnya.
b) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi
keruh.
c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan
dan sebagainya.
d) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau
amoniak.
e) Berat jenis 1,015-1,020.
f) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung
dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein
member reaksi asam).
g) Komposisi air kemih, terdiri dari:
h) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
i) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea
amoniak ,Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat
dan sulfat.
j) Pagmen (bilirubin dan urobilin).
k) Toksin

II. Pengaturan asam basa pada system perkemihan


1.4 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama
dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion
hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion
lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam pengaturan-pengaturan ion
hidrogen. Akan tetapi, pengaturan konsentrasi ion hidrogen cairan
ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh lebih banyak daripada eliminasi
sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme
penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang
perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol sekresi ion
hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion – ion bikarbonat
oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem kontrol asam basa dalam
berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan
yang terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah
secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar
0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5
mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang
bervariasi dari serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tampa
menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan dalam
jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion hidrogen
disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan satuan pH. pH
berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.
pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan cairan
interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida ( CO 2 ) yang
dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena pH normal darah
arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah
nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas rendah
pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8
dan batas atas adalah sekitar 8,0.
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung pada jenis
sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia
jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan dapat menyebabkan
pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status asam
basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh yang
bersifat asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung oleh oksintik 
( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.

III. Ketepatan menjelaskan proses pembentukan urine

Proses pembentukan urine

Sumber: Biology Forums

1. Filtrasi (penyaringan)
Setiap ginjal memiliki sekitar satu juta nefron, yang merupakan tempat
pembentukan urine. Pada waktu tertentu, sekitar 20 persen dari darah akan
melalui ginjal untuk disaring sehingga tubuh dapat menghilangkan zat-zat sisa
metabolisme dan menjaga keseimbangan cairan, pH darah, dan kadar darah.
Bagian pertama dari proses pembentukan urine adalah filtrasi yaitu
proses penyaringan darah yang mengandung zat sisa metabolisme yang dapat
menjadi racun untuk tubuh. Pada gambar di atas, proses pembentukan ini
ditandai dengan huruf A.
Filtrasi terjadi di badan malphigi yang terdiri dari glomerulus dan kapsul
Bowman. Glomerulus menyaring air, garam, glukosa, asam amino, urea dan
limbah lainnya untuk melewati kapsul Bowman. Hasil filtrasi ini menghasilkan
urine primer.
Urine primer termasuk urea di dalamnya, yang dihasilkan dari amonia
yang terkumpul ketika hati memproses asam amino dan disaring oleh
glomerulus.

2. Reabsorpsi
Sekitar 43 galon cairan melewati proses filtrasi, tetapi sebagian besar
diserap kembali sebelum dikeluarkan dari tubuh. Reabsorpsi terjadi di tubulus
proksimal nefron, lengkung Henle (loop of Henle), tubulus distal dan tubulus
pengumpul. Pada gambar di atas, proses reabsorpsi ditandai dengan huruf B.
Air, glukosa, asam amino, natrium, dan nutrisi lainnya diserap kembali
ke aliran darah di kapiler yang mengelilingi tubulus. Air bergerak melalui proses
osmosis, yaitu pergerakan air dari area konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang
lebih rendah. Hasil pada proses pembentukan urine ini adalah urine sekunder.
Biasanya semua glukosa diserap kembali. Namun, pada orang dengan
diabetes, kelebihan glukosa tetap bertahan dalam filtrat. Natrium dan ion-ion
lain diserap kembali secara tidak lengkap, dengan proporsi yang lebih besar
tersisa dalam filtrat ketika lebih banyak dikonsumsi dalam makanan,
menghasilkan konsentrasi darah yang lebih tinggi. Hormon mengatur proses
transport aktif di mana ion seperti natrium dan fosfor diserap kembali.
3. Sekresi atau augmentasi
Sekresi adalah tahap terakhir dalam pembentukan urine, yaitu ketika
urine akhirnya dibuang. Dalam gambar di atas, proses sekresi ditandai dengan
huruf C. Beberapa zat mengalir langsung dari darah di sekitar tubulus
distal (distal convoluted tubule) dan tubulus pengumpul (collecting tubule) ke
tubulus tersebut.
Sekresi alias pembuangan ion hidrogen melalui proses ini adalah
bagian dari mekanisme tubuh untuk menjaga pH yang tepat, atau
keseimbangan asam dan basa tubuh.
Ion kalium, ion kalsium, dan amonia juga dibuang pada tahap ini,
seperti beberapa obat. Ini supaya komposisi kimia darah tetap seimbang dan
normal.
Prosesnya terjadi dengan meningkatkan pembuangan zat seperti
kalium dan kalsium ketika konsentrasi tinggi dan dengan meningkatkan
reabsorpsi dan mengurangi sekresi ketika tingkatnya rendah.
Urine yang dibuat oleh proses ini kemudian mengalir ke bagian tengah
ginjal yang disebut pelvis ginjal, kemudian terus mengalir ke ureter dan
kemudian tersimpan di kandung kemih. Dari kandung kemih, urine selanjutnya
mengalir ke uretra dan akan dibuang keluar saat buang air kecil.

IV. Pengkajian system perkemihan


Tanda dan gejala gangguan/penyakit pada sistem perkemihan dapat
dilihat atau ditanyakan langsung pada pasien, yang meliputi:

1. Frekwensi buang berkemih (miksi):


a. Poliuri (sering miksi)
b. Oliguri (jumlah urine yang keluar kurang dari normal, minimal urine keluar
kurang lebih 400 cc)
c. Stranguri (miksi sering tetapi sedikit-sedikit, lambat dan sakit).
d. Urgensi (pasien berkeinginan untuk miksi, tetapi tidak terkontrol untuk
keluar).
e. Nokturi (pasien terbangun tengah malam untuk miksi).
f. Pasien mengalami keraguan/kesukaran saat memulai untuk miksi.
Intermiten (pasien mengalami tempo berhenti arcs urinenya selama
miksi).
g. Urine keluar secara menetes atau tidak memancar).
h. lnkontinen urine (urine keluar dengan sendirinya tanpa disadari).
2. Kelainan miksi:
a. Disuri (adanya rasa sakit sewaktu miksi)
b. Adanya rasa papas sewaktu miksi
c. Hematuri (adanya darah yang keluar bercampur dengan urine).
d. Piuri (adanya nanah dalam urine, keadaan ini diketahui melalui
pemeriksaan mikroskopis, disebabkan tidak semua urine menjadi
keruh karena mengandung nanah.
e. Lituri (urine keluar bersama bate kecil sewaktu miksi)

Selain hal-hal di atas, dalam pengkajian pasien harus termasuk :


1) identitas pasien;
2) riwayat kesehatan umum meliputi berbagai gangguan/penyakit yang lalu,
yang berhubungan atau yang dapat mempengaruhi penyakit
perkemihan, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat kesehatan
pasien;
3) riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan/gangguan yang
berhubungan dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini.

V. Patofisologi dan terapi diet pada system perkemihan

1. Patofiologi
a. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urine 24
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR,
maka klirens kreatinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan
nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
b. Gangguan Klirens Renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal.
c. Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
d. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dan produksi entropoetin yang tidak
adequate, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran GI;

e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat


Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang
saling timbale balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan
turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar
fostat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan
kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratornon, namun dalam
kondisi gagal ginjal tubuh tidak berespon terhadap peningkatan
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun
menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang.
f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi
Terjadinya dari perubahan kompleks kalsium, fostat, dan penyakit
tulang.
2.Terapi
Faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengobatan mliputi jenis
tumor, kedalam invasi tumor dalam kandung kemih, penyebaran penyakit, dan
keadan umum klien. Factor-faktor tersebut penting dalam rencana perawatan
klien. Reseksi transurethral (TUR) dan vulgrasi digunakan pada karsinoma
insitu atau untuk lesi permukaan yang kecil. Karena kecepatan kambuhnya
tinggi, kemoterapi intravesikal atau immunoterapi mungkin dianjurkan. Tiopeta,
mitomicin, dan doksorubinsin adalah agen yang telah digunakan untuk
pengobatan intravesikal. Terapi laser juga sebuah terapi yang mungkin untuk
klien dengan lesi kecil. Reseksi kandung kemih segmental digunakan untuk
tumor besar dan tunggal pada puncak kandung kemih atau dinding laterala
atau untuk adenokarsinoma.
Ketika tumor itu incasif atau tidak dapat ditangani atau dikontrol dengan
pendekatan yang konservatif, sistektomi adalah pengobatan pilihan. Sistektomi
sederhana pada seorang pria meliputi pengangkatan kandung kemih, prostate
dan vesicaurinaria; sedangkan pada seorang wanita meliputi pengangkatan
kandung kemih dan uretra. Iversi urinarius setelah sistektomi dapat dicapai
dengan menggunakan sebuah segmen ileum untuk membentuk sebuah
salauran antara ureter dan abdomen eksternal. Pilihan lain bagi klien mungkin
pembentukan reservoir ileum kontinen yang tidak membutuhkan apparatus
penampungan eksternal.
Terapi radiasi untuk kanker kandung kemih sebagai modalitas
penatalaksanaan tunggal, untuk penyakit invasive yang mempeunyai
kemungkinan sembuh rta-rata 16-30%, ini lebih rendah daripada
penatalaksanaan sistektomi, tetapi radiasi dapat digunakan pada klien yang
tidak ditangani dengan pembedahan. Tidak ada regimen kemoterapi pasti yang
telah dianjurkan untuk pengobatan kanker kemih tahap lanjut.
Daftar pustaka

Dr. Lyndon saputra. 2007. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: penerbit
buku binapura aksara.
Jenkin AD. Childhood urolithiasis. In : Gillenwater JY, Grayhack JT, Howards SS.,
eds. Adult and pediatric urology.
Philadelphia: Lippincott. 2002: 383.

Anda mungkin juga menyukai