Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS LATERALIS PADA ANAK

Oleh
dr. Maulinda Permatasari

Pembimbing :
dr. Padli, Sp.BA
dr. Jahja Budi Sutedja
dr. Happy Indra P.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Internsip


RS Restu Ibu Balikpapan
2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................1


DAFTAR ISI ....................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................3
1.2 Tujuan ............................................................................................................................4
1.3 Manfaat ............................................................................................................................4
BAB 2 LAPORAN KASUS ....................................................................................................5
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................11
3.1 Sejarah ..........................................................................................................................11
3.2 Anatomi dan Embriologi ..................................................................................................11
3.3 Epidemiologi ..............................................................................................................13
3.4 Manifestasi Klinis ..............................................................................................................14
3.5 Diagnosis ..........................................................................................................................14
3.6 Diagnosis Banding ..................................................................................................15
3.7 Penatalaksanaan ..............................................................................................................16
3.8 Komplikasi Post Operatif ..................................................................................................19
BAB 4 PEMBAHASAN ..................................................................................................22
BAB 5 PENUTUP ..................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................26

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hernia berasal dari bahasa Latin yang berarti ruptur. Hernia merupakan suatu
penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi
oleh dinding. Hernia dapat terjadi di berbagai daerah tubuh namun kebanyakan defek
melibatkan dinding abdomen terutama daerah inguinal [ CITATION Tow17 \l 1057 ].

Insiden hernia inguinalis pada bayi prematur jauh lebih tinggi berkisar antara 9%-
11%, bahkan mendekati angka 60% pada bayi dengan berat badan lahir 500g-
750g[ CITATION Pur11 \l 1057 ]. Pada kasus hernia inguinalis anak, sekitar 11,5% pasien
memiliki riwayat keluarga dengan keluhan serupa[ CITATION Cor12 \l 1057 ] . Hernia
inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita sekitar 5:1[ CITATION Hol14 \l
1057 ]. Dari semua hernia inguinalis, 60% terjadi di sisi kanan, 25%-30% terjadi di sisi kiri,
dan 10%-15% bersifat bilateral[ CITATION Pur06 \l 1057 ].

Sebagian besar hernia inguinal tidak menunjukkan gejala kecuali daerah inguinal
mengalami penonjolan dengan peregangan [ CITATION Hol14 \l 1057 ]. Presentasi paling umum
berupa munculnya benjolan secara intermiten di lipatan paha pada titik cincin inguinalis,
mungkin dapat meluas hingga ke skrotum atau labium. Jika usus atau visera lainnya terjerat
di dalam kantong hernia dapat menyebabkan rasa nyeri dan iritabilitas yang intermiten.
Selanjutnya, dapat terjadi tanda dan gejala obstruksi usus, seperti distensi, muntah, dan
obstipasi[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Pada kebanyakan kasus, diagnosis hernia inguinalis dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Namun, pada sebagian kecil kasus, pemeriksaan
radiologis mungkin bermanfaat, seperti ultrasonografi inguinal. Hernia inguinalis tidak akan
sembuh secara spontan, sehingga penutupan operasi selalu diindikasikan. Karena risiko tinggi
terjadinya inkarserasi, terutama bayi muda, perbaikan harus dilakukan secepatnya [ CITATION
Cor12 \l 1057 ].

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat tema Hernia Inguinalis Lateralis
pada anak di RS Restu Ibu Balikpapan sebagai laporan kasus. Kasus yang didapatkan adalah

3
pasien anak 1 tahun, 9kg, dengan hernia inguinalis lateralis reponibel sinistra. Telah
dilakukan herniotomi pada tanggal 8 Oktober 2019, dan keluar rumah sakit keesokan harinya
dalam keadaan umum dan luka operasi baik.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak dan perbandingan


antara teori dengan kasus nyata yang akan dipresentasikan.

1.2.2. Tujuan Khusus

Mengetahui teori tentang Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak yang mencakup
sejarah, anatomi dan embriologi, epidemiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, dan komplikasi post operatif.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Ilmiah

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama


bidang Bedah Anak, khususnya tentang Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak.

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca

Laporan ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi penulis dan pembaca
mengenai Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak.

BAB 2

4
LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2019 pukul 14.00
WITA di ruang rawat inap lantai 4 Rumah Sakit Restu Ibu Balikpapan.

2.1. ANAMNESIS

Identitas Pasien

Nama : An. B.M.J


Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 1 tahun 2 bulan 7 hari
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. PT WKP AFD Alfa
MRS : 8 Oktober 2019, pukul 13.50 WITA

Identitas Orangtua

Nama Ayah : Tn. S


Usia : 42 tahun
Pekerjaan : Karyawan PT. WKP AFD Alfa
Ayah perkawinan ke :1
Nama Ibu : Ny. M
Usia : 39 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ibu perkawinan ke :1

Keluhan Utama

Benjolan pada lipat paha kiri

Riwayat Penyakit Sekarang

Benjolan pada lipat paha kiri muncul sejak OS usia 1 bulan. Benjolan kadang terlihat hingga
ke kantong zakar. Benjolan timbul terutama saat pasien berdiri, menangis, batuk, atau saat
BAB. Benjolan tampak hilang saat pasien tidur. Menurut keluarga, bila benjolan muncul OS
tampak rewel terutama dalam 1 minggu terakhir karena benjolan semakin sering muncul.

5
Keluhan muntah (-), demam (-), BAB cair (-), BAB keras (-), BAB darah (-), BAK lancar,
jernih.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke dokter keluarga, namun hanya disuruh observasi
saja. Riwayat kelainan kongenital (-), asma (-), alergi obat dan makanan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat kelainan kongenital pada keluarga
disangkal.

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia.

Makan dan Minum Anak

Saat ini pasien konsumsi ASI dan MPASI yang dimakan seperti orang rumah.

Riwayat Kelahiran

Lahir di Rumah Sakit oleh dokter spesialis Obgyn pada usia kandungan 8 bulan secara SC.

Riwayat Imunisasi Dasar

Umur
Vaksin
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan
BCG √
DPT √ √ √
Polio √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √

2.2. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : baik
Kesadaran : GCS E4V5M6
6
Tanda-tanda vital :
Frekuensi Nadi : 122 x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas : 24x/menit, regular
Suhu : 36,9 oC, aksiler
Status Generalis :
Kepala dan Leher : Normocephali, konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), Sianosis
(-), pembesaran KGB (-)
Thorax : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Soefl, distended (-), BU(+)N, organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”, edem tungkai (-)
Status Lokalis : regio inguinalis sinistra
Inspeksi : terlihat benjolan sebesar telur puyuh, dapat keluar masuk,
tanda peradangan (-), warna sama dengan jaringan sekitar.
Palpasi : teraba benjolan dengan konsistensi kenyal

2.3. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap Hasil Satuan Nilai Rujukan

7
Leukosit 8.5 103/ɥL 4.500 – 14.500
Neutrofil 30 % 20 – 45
Limfosit 59 % 20 – 45
Monosit 7 % 0–5
Eosinofil 4 % 0–4
Basofil 0 % 0–1
Eritrosit 3.7 106/ɥL 3.9 – 5.3
Hemoglobin 11.1 % 10.7 – 14.7
Hematokrit 33.3 % 35.0 – 43.0
MCV 53.4 fL 73.0 – 101.0
MCH 30.2 Pg 24.0 – 30.0
MCHC 56.6 % 26.0 – 34.0
RDW 14.3 % 11.6 – 14.6
Trombosit 329 103/ɥL 150. – 450.

Bleeding Time : 2 menit 00 detik


Clotting Time : 7 menit 00 detik

2.4. Diagnosis
Hernia Inguinalis Lateralis Reponibel Sinistra

2.5. Penatalaksanaan
Herniotomi Inguinalis Sinistra

2.6. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

2.7. Laporan Operasi


Tanggal : 8 Oktober 2019 Pembiusan dengan GA
Pembedahan mulai jam 17.55 WITA

8
Pembedahan selesai jam 18.15 WITA
 Septik anti septik media operasi
 Dilakukan insisi di dash line
 Diperdalam lapis dengan lapis sampai ketemu kantong
 Kantong dibuka
 Dilakukan duplikasi
 Kontrol perdarahan
 Jahit luka operasi
 Operasi selesai

Instruksi Post Op :
 Sadar penuh  diet bertahap
 Paracetamol syr 3x5mL/PO
 Besok pagi bila tidak ada keluhan boleh pulang

Follow up tanggal 9 Oktober 2019 pukul 06.00 WITA


S : Tidak ada
O : KU baik, Kesadaran CM
N 100x/i, RR 22x/i, T 36,5°C
K/L : Normocephali, konjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-), Sianosis (-),
pembesaran KGB (-)
Thorax : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
9
Abdomen : Soefl, BU(+)N, organomegali (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2”, edem tungkai (-)
A : Post herniotomi inguinalis sinistra a/i HIL sinistra
P : boleh pulang tanpa tunggu dokter
Obat pulang : parasetamol syr 3x5mL/PO
Kontrol kembali tgl 11 Oktober 2019 di poli bedah anak RSRI

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

10
3.1. Sejarah

Hernia berasal dari bahasa Latin yang berarti ruptur. Hernia merupakan suatu
penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi
oleh dinding. Hernia dapat terjadi di berbagai daerah tubuh namun kebanyakan defek
melibatkan dinding abdomen terutama daerah inguinal [ CITATION Tow17 \l 1057 ].

Hernia inguinal telah dikenal setidaknya sejak 1500 SM. Hal yang tampak sebagai
hernia inguinalis ditemukan pada patung Yunani kuno, dan tulisan-tulisan Mesir yang
menggambarkan tonjolan pangkal paha yang ditimbulkan oleh batuk. Terdapat bukti yang
mengarah pada operasi hernia telah dilakukan sejak 1200 SM. Tabib Romawi Celsus
dipercaya melakukan operasi untuk hernia inguinalis sekitar tahun 50 Masehi. Pada waktu
yang sama, Galen menjelaskan anatomi processus vaginalis; namun, dia percaya bahwa
hernia adalah hasil dari "pecahnya" peritoneum dengan peregangan otot dan fasia di
atasnya[ CITATION Cor12 \l 1057 ]. 

Pada tahun 1807, Cooper mengidentifikasi fasia transversalis dan ligamen yang sesuai
dengan namanya. Pada tahun 1817, Cloquet mengamati bahwa prosesus vaginalis sering
patensi saat lahir dan menjelaskan hernia femoralis. Pada tahun 1871, Marcy melaporkan
ligasi tinggi kantung hernia. Pada tahun 1877, von Czerny pertama kali menjelaskan teknik
mempersempit saluran inguinal dan mengencangkan cincin inguinal eksternal, diikuti oleh
penjelasan oleh Bassini tentang pengencangan cincin inguinal internal dan penguatan kanal
posterior pada tahun 1887[ CITATION Hol14 \l 1057 ].

3.2. Anatomi Dan Embriologi

Kanalis inguinal berbentuk silinder dengan enam sisi. Bagian sisi cephalad adalah
cincin inguinal interna dan sisi kaudal adalah cincin inguinal eksternal. Aspek cephalad
dibatasi oleh internal oblique, transversus abdominis, and medial external oblique fibers.
Pada bagian dasar dibentuk oleh fascia transversalis dan ‘conjoint tendon’. Pada sisi anterior
terbentuk oleh aponeurosis dari external oblique. Dinding inferior tersusun oleh ligamentum
inguinalis, ligamen lakunar, dan traktus iliopubik. Isi kanalis inguinal yaitu ilioinguinal
nerve dan pada laki-laki terdapat pula spermatic cord. Pada wanita, tedapat juga round
ligament [ CITATION Hol14 \l 1057 ].

Hernia inguinalis indirek pada dasarnya merupakan akibat dari kegagalan penutupan
prosesus vaginalis. Processus vaginalis adalah evaginasi peritoneum melalui cincin internal,

11
dimana untuk pertama kalinya dapat diidentifikasi selama bulan ketiga kehidupan janin.
Beberapa orang berpendapat bahwa pembentukan prosesus vaginalis adalah akibat dari
tekanan intraabdomen, sedangkan yang lain meyakini ini sebagai proses aktif [ CITATION
Cor12 \l 1057 ].

Testis intra-abdominal melewati prosesus selama kehamilan bulan ketujuh hingga


bulan kesembilan. Selama periode ini, processus vaginalis memanjang. Setelah ini, bagian
dari processus vaginalis yang terletak di atas testis menghilang, menutup cincin inguinalis
internal, sedangkan bagian distal bertahan sebagai tunika vaginalis. Kegagalan proses ini
menyebabkan patensi dari processus vaginalis dan berpotensi menjadi hernia inguinalis
indirek atau hidrokel. Pada wanita, processus vaginalis meluas ke dalam labia mayora
melalui kanal Nuck. Kanal Nuck biasanya tutup sekitar bulan ketujuh kehamilan, lebih awal
dari pada laki-laki[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Penelitian menunjukkan sekitar 80%-100% bayi lahir dengan patensi processus


vaginalis dan akan menutup, jika hal itu terjadi kemungkinan besar terjadi dalam 6 bulan
pertama kehidupan. Setelah penutupan prosesus, ia bertahan sebagai cord, yang kemudian
akan masuk ke dalam external spermatic fascia. Tingginya tingkat patensi prosesus terkait
dengan testis yang tidak turun menunjukkan bahwa penutupan prosesus paling sering terjadi
setelah turunnya testis[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Mekanisme biologis yang memberi sinyal dan menginduksi turunnya testis melalui
kanalis inguinal dan obliterasi prosesus tidak diketahui. Androgen tampaknya berperan
karena patensi prosesus sering terjadi pada sindrom insensitivitas androgen. Namun,
prosesus itu sendiri tidak memiliki reseptor androgen. Penelitian oleh Hutson dan rekannya
menemukan keterlibatan genitofemoral nerve dan calcitonin gene-related protein dalam
proses penurunan testis dan obliterasi prosesus vaginalis[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Hernia inguinalis langsung sangat jarang terjadi pada anak-anak, walaupun diduga ada
unsur langsung pada satu persen hernia tidak langsung. Namun, ada kemungkinan bahwa ini
adalah temuan iatrogenik[ CITATION Bur05 \l 1057 ]. 

3.3. Epidemiologi

Insiden hernia inguinalis indirek kongenital pada neonatus cukup bulan adalah 3,5%-
5%. Insiden hernia inguinalis pada bayi prematur jauh lebih tinggi berkisar antara 9%-11%,
bahkan mendekati angka 60% pada bayi dengan berat badan lahir 500g-750g [ CITATION

12
Pur11 \l 1057 ]. Hal ini berkorelasi dengan tingkat patensi dari processus vaginalis, dimana
pada saat lahir 80% adalah paten, dan angka ini menurun dramatis pada 6 bulan pertama
kehidupan. Namun, semua hernia indirek terlepas dari usia saat ditemukan, kejadian hernia
kemungkinan terjadi secara sekunder akibat kegagalan processus vaginalis untuk menutup
sepenuhnya selama masa pertumbuhan janin dan setelah lahir[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Pada kasus hernia inguinalis anak, sekitar 11,5% pasien memiliki riwayat keluarga
dengan keluhan serupa. Terdapat peningkatan insiden pada anak kembar, sekitar 10,6%
pada kembar laki-laki, dan 4,1% pada kembar wanita [ CITATION Cor12 \l 1057 ] . Hernia
inguinalis lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita sekitar 5:1. Pada bayi prematur,
kejadian hernia berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah 1:1 [ CITATION
Hol14 \l 1057 ].

Dari semua hernia inguinalis, 60% terjadi di sisi kanan, 25%-30% terjadi di sisi kiri,
dan 10%-15% bersifat bilateral[ CITATION Pur06 \l 1057 ] . Hal ini berlaku untuk laki-laki dan
wanita. Pada laki-laki, hal ini mungkin merupakan hasil dari penurunan testis kanan yang
lebih lambat dibandingkan testis sebelah kiri, namun hal ini tidak dapat menjelaskan
penyebab pada wanita [ CITATION Cor12 \l 1057 ]. Hernia bilateral lebih sering terjadi pada
bayi prematur sekitar 44%-55% kasus [ CITATION Pur11 \l 1057 ]. Hanya sekitar satu dari
empat proses paten kontralateral yang berkembang menjadi hernia. Oleh karena itu,
eksplorasi kontralateral rutin tidak diindikasikan. Bahkan pada bayi prematur, eksplorasi
kontralateral tidak lagi dianggap wajib [ CITATION Bur05 \l 1057 ].

3.4. Manifestasi Klinis

Sebagian besar hernia inguinal tidak menunjukkan gejala kecuali daerah inguinal
mengalami penonjolan dengan peregangan [ CITATION Hol14 \l 1057 ] . Pada umumnya
ditemukan oleh orangtua saat memandikan anak atau saat pemeriksaan fisik rutin anak oleh
dokter [ CITATION Cor12 \l 1057 ]. Presentasi paling umum berupa munculnya benjolan secara
intermiten di lipatan paha pada titik cincin inguinalis, mungkin dapat meluas hingga ke
skrotum atau labium. Jika pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan, maka dapat dipicu dengan
meningkatkan tekanan intra-abdominal yaitu saat anak menangis, tertawa, atau batuk. Jika
tetap tidak terlihat, tanda mendukung lainnya berupa penebalan cord structures, atau jika
13
terdapat kantung yang sangat lebar, saat jari menyentuh kantung akan terasa seperti
menggosokkan dua lapisan sutra/silk glove sign [ CITATION Bur05 \l 1057 ].

Hernia inkarserata adalah terjebaknya usus atau visera lainnya di dalam kantong
hernia. Hal ini dapat terjadi baik pada cincin internal maupun eksternal, namun sebagian
besar terjadi pada tingkat cincin internal. Hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri dan
iritabilitas yang intermiten. Selanjutnya, dapat terjadi tanda dan gejala obstruksi usus, seperti
distensi, muntah, dan obstipasi[ CITATION Cor12 \l 1057 ]. Distensi abdomen adalah tanda yang
terlambat, seperti halnya tinja berdarah[ CITATION Hol14 \l 1057 ].

Jika hernia inkarserata tidak segera ditangani, suplai darah ke organ yang terjebak
akan berkurang sehingga dapat menyebabkan nekrosis jaringan, hernia ini disebut hernia
inguinalis strangulata. Pada tahap ini bisa saja terjadi peritonitis. Proses ini dapat terjadi
hanya dalam 2 jam. Hernia inkarserata umumnya terjadi dalam 6 bulan pertama kehidupan
dan setelah usia 5 tahun relatif jarang [ CITATION Cor12 \l 1057 ]. Insiden hernia inkarserata
pada neonatus dan anak dilaporkan bervariasi antara 24%-40%. Tingkat inkarsesari lebih
tinggi pada bayi prematur dibandingkan bayi aterm[ CITATION Pur11 \l 1057 ].

3.5. Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik, pasien harus diperiksa dalam posisi terlentang. Pemeriksa
pertama-tama mengamati adanya massa inguinal atau asimetri dari lipat paha. Lalu,
memeriksa keberadaan testis di dalam skrotum, raba adanya tonjolan dari arah inguinal. Jika
tidak ada massa yang teridentifikasi, anak yang lebih besar diperiksa dalam keadaan berdiri
dan melakukan manuver Valsava. Jika massa tetap tidak ada, spermatic cord dapat teraba
untuk menentukan apakah ada penebalan atau tidak (silk glove sign). Ini dilakukan dengan
cara meletakkan satu jari pada spermatic cord setinggi tuberkulum pubik. Silk glove sign
positif jika teraba sensasi seperti menggesek dua lembar sutera, namun tanda ini tidak
sepenuhnya akurat dan bersifat subjektif[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Pada kebanyakan kasus, diagnosis hernia inguinalis dapat ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Namun, pada sebagian kecil kasus, pemeriksaan
radiologis mungkin bermanfaat. Sebelumnya, teknik yang paling umum digunakan adalah
herniografi dengan kontras, namun saat ini telah digantikan oleh ultrasonografi inguinal.
USG inguinal memiliki keuntungan karena lebih cepat, noninvasif, dan bebas
komplikasi[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

14
Herniografi dilakukan dengan menyuntikkan bahan kontras yang larut dalam air ke
dalam rongga peritoneum melalui injeksi yang dipandu oleh fluoroscopic infraumbilikal.
Gravitasi akan memungkinkan bahan kontras untuk masuk ke dalam kantung hernia, yang
diidentifikasi dengan foto polos yang diambil pada jarak 5, 10, dan 45 menit. Namun,
pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk hernia inkarserata karena leher kantung hernia
teroklusi dalam kasus tersebut. Tingkat komplikasi untuk teknik ini jarang terjadi , seperti
perforasi usus, hematoma intramural usus, dan reaksi alergi terhadap media
kontras[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

3.6. Diagnosis Banding


a) Hidrokel
Pada hidrokel dapat ditemukan pembengkakan yang tidak lunak pada skrotum.
Transiluminasi bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan pada bayi, karena usus
dapat terlihat transiluminan karena dindingnya yang masih tipis. Hidrokel pada korda
atau kista kanal Nuck sulit dibedakan dengan hernia inkarserata. Pada hidrokel tidak
didapatkan riwayat benjolan lipat paha yang hilang timbul sebelumnya [ CITATION
Pur11 \l 1057 ].

b) Torsio Testis
Pada torsio testis, skrotum dapat terlihat bengkak, testis yang terkena akan lebih
tinggi daripada sisi lainnya. Sedangkan pada torsio testis yang tejadi pada superfisial
inguinal poch, dapat ditemukan skrotum yang kosong pada sisi yang
terkena[ CITATION Pur11 \l 1057 ].

c) Limfadenitis Inguinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan sumber infeksi pada area drainase, sedangkan
korda dan testis ditemukan normal[ CITATION Pur11 \l 1057 ].

3.7. Penatalaksanaan
3.7.1. Waktu Operasi
Hernia inguinalis tidak akan sembuh secara spontan, sehingga penutupan operasi
selalu diindikasikan. Karena risiko tinggi terjadinya inkarserasi, terutama bayi muda,
perbaikan harus dilakukan secepatnya. Beberapa penelitian melaporkan sekitar 90%
komplikasi dapat dihindari jika perbaikan segera dilakukan dalam 1 bulan setelah
penegakkan diagnosis. Baru-baru ini Langer dan koleganya menemukan bahwa perbaikan

15
yang dilakukan dalam waktu 2 minggu menurunkan risiko inkarserasi hingga setengah
kasus dibandingkan dengan menunggu selama 30 hari. Hal ini dikarenakan pada anak usai
dibawah 1 tahun, risiko inkarserasi meningkat 2 kali lipat jika terjadi penundaan operasi
lebih dari 30 hari [ CITATION Cor12 \l 1057 ]. Selain karena risiko inkarserasi tetapi juga
karena untuk kenyamanan dan penambahan berat badan bayi prematur dengan hernia
inguinalis akan membaik setelah perbaikan [ CITATION Pur11 \l 1057 ].

3.7.2. Anestesi
Tidak ada data yang baik untuk membandingkan antara anestesi regional dengan
anestesi umum untuk perbaikan hernia inguinalis anak[ CITATION Hol14 \l 1057 ]. Pilihan
jenis anestesi tergantung beberapa faktor termasuk usia dan komorbiditas yang mungkin
terjadi[ CITATION Cor12 \l 1057 ] . Anestesi umum dengan intubasi endotrakeal lebih disukai
pada bayi kecil. Bayi prematur yang menjalani operasi memiliki peningkatan risiko apnea
pasca operasi. Penggunaan anestesi spinal pada BBLR yang menjalani perbaikan hernia
inguinalis dikaitkan dengan insidensi apnea pasca operasi yang lebih rendah [ CITATION Pur11
\l 1057 ].

Rawat inap setelah perbaikan hernia inguinalis pada anak sehat atau bayi cukup bulan
tidak perlu dilakukan. Namun, risiko apnea dan bradikardia postop meningkat pada bayi
prematur dan rawat inap mungkin diperlukan. Usia pascakonseptual umumnya digunakan
untuk memutuskan bayi mana yang memerlukan perawatan. Usia pascakonseptual 60
minggu digunakan sebagai cut-off penilaian [ CITATION Hol14 \l 1057 ].

3.7.3. Teknik Operasi Terbuka


Prinsip dasar operasi hernia pada anak adalah ligasi kantong hernia letak tinggi.
Terdapat dua teknik perbaikan hernia, yaitu modifikasi Ferguson dan Mitchell-Bank. Pada
modifikasi Ferguson, oblique eksternal dibuka dan rekonstruksi kanal inguinal dilakukan
tanpa mengubah hubungan antara spermatic cord dan anatomi inguinal. Sedangkan pada
teknik Mitchell-Bank, merupakan ligasi tinggi kantong tanpa membuka oblique eksternal
dan mengekspos anulus internus[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Herniotomi inguinal merupakan prosedur yang digunakan dalam penatalaksanaan


persistensi prosesus vaginalis. Operasi ini dilakukan dengan ligasi sederhana kantong hernia
tanpa membuka cincin eksternal. Anak diposisikan supine pada ruangan hangat. Insisi
dilakukan secara transversal 1,5cm diatas dan lateral tuberkulum pubis[ CITATION Pur11 \l
1057 ]. Seiring bertambahnya usia anak-anak, cincin internal menjadi lebih lateral, sehingga

16
pada bayi cincin internal dan eksternal tumpang tindih, sedangkan pada anak yang lebih tua,
jarak antara keduanya meningkat, sehingga sayatan lebih lateral[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

Hemostat diletakkan pada jaringan subkutan yang dipotong atau dilebarkan sampai
korda terlihat dari cincin eksternal. Fasia spermatika eksternal dan kremaster dipisahkan
sepanjang korda dengan diseksi tumpul. Ketika kantong hernia terlihat, lalu dipisahkan
perlahan dari vas defferens dan pembuluh darah. Hemostat diletakkan pada fundus kantong
hernia. Kantong diputar sehingga mengurangi isinya ke dala rongga abdomen. Spoon dapat
digunakan untuk menjaga vas dan pembuluh darah dari leher kantong. Kantong hernia
ditransfiksikan dengan benang jahit 4-0 setinggi cincin internal, yang ditandai dengan
bantalan lemak ekstraperitoneal. Bagian kantong diluar jahitan biasanya dipotong, tetapi
tidak ada keuntungan yang jelas dari menghilangkan bagian distal kantong [ CITATION
Pur11 \l 1057 ].

Jaringan subkutan ditutup menggunakan teknik interrupted suture dengan benang 4-0
yang dapat diserap. Kulit ditutup menggunakan teknik continuous subcuticular suture dengan
benang 5-0 yang dapat diserap. Alternatif terbaru berupa penggunaan cyanoacrylate sebagai
perekat kulit. Dressing kecil dapat diletakkan diatas luka jika perlu. Pada akhir operasi, harus
dipastikan testis berada dalam skrotum [ CITATION Pur11 \l 1057 ].

17
Gambar 3.1. Teknik Herniotomi pada Anak [ CITATION Pur11 \l 1057 ]

Operasi hernia pada wanita lebih sederhana dibandingkan pada laki-laki karena tidak
perlu mengidentifikasi spermatic cord. Kantong hernia diidentifikasi dan diperiksa isinya.
Seringkali ditemukan ovarium, tuba, atau mesosalpinx di dalam kantong. Jika kantong hernia
kosong, klem kantong dua sisi lalu dipotong. Bagian distal kantong diletakkan kembali ke
dalam luka setelah ujungnya dikauterisasi. Kantong proksimal dibedah pada tingkat cincin
internal, diputar, dan di ligasi ganda. Setelah itu, dilakukan penutupan cincin internal dengan
merekatkan fasia transversalis ke tepi ligamentum inguinalis dan kemudian ditutup dengan
cara standar [ CITATION Cor12 \l 1057 ].

3.7.4. Teknik Laparoskopi

18
Perbaikan hernia laparoskopi pada anak masih bisa diperdebatkan. Ada banyak teknik
yang tersedia untuk perbaikan laparoskopi hernia inguinalis pada anak. Dalam beberapa
tahun terakhir, beberapa penulis melaporkan bahwa perbaikan hernia laparoskopi pada anak
layak dilakukan, aman, dan efektif. Namun, ini dikaitkan dengan waktu operasi yang lama
dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan herniotomi terbuka
[ CITATION Pur11 \l 1057 ].

3.7.5. Eksplorasi Kontralateral


Eksplorasi Kontralateral pada pasien anak dengan hernia inguinalis unilateral masih
kontroversial. Meskipun beberapa ahli bedah mendukung eksplorasi kontralateral rutin,
namun pendapat lainnya kurang setuju karena tidak setiap proses patensi akan berkembang
menjadi hernia klinis. Selain itu, eksplorasi rutin dapat membahayakan testis dan vas
deferens [ CITATION Cor12 \l 1057 ].

3.7.6. Manajemen Postop


Analgesik postop yang adekuat dicapai dengan anestesi regional, blok saraf ilio-
inguinal dan ilio-hipogastrik yang diberikan sebelum atau pada akhir operasi. Pemberian
makanan dapat diberikan setelah bayi terjaga. Sebagian besar pasien dapat dipulangkan ke
rumah pada hari yang sama. Apnea pasca operasi adalah risiko dari operasi hernia inguinalis
pada bayi prematur. Sebagian besar episode apnea pasca operasi pada bayi ini terjadi dalam
4 jam pertama setelah akhir prosedur, untuk mencegah komplikasi ini maka bayi tersebut
dirawat selama 24 jam[ CITATION Pur11 \l 1057 ].

3.8. Komplikasi Post Operatif


a) Rekurensi
Tingkat kekambuhan setelah perbaikan hernia terjadi kurang dari 1%, dan terjadi
lebih tinggi pada neonatus sekitar 8%. Faktor predisposisi terjadinya rekurensi, seperti
ventriculoperitoneal shunts, sliding hernia, dan kelainan jaringan ikat[ CITATION
Pur11 \l 1057 ]. Tingkat kekambuhan dapat mencapai 50% pada anak-anak dengan
gangguan jaringan ikat dan mucopolysaccharidosis[ CITATION Hol14 \l 1057 ].
Rekurensi dapat terjadi baik itu direk maupun indirek. Pada rekurensi indirek
disebabkan oleh kegagalan ligasi tingkat tinggi pada leher kantong hernia, merobek
kantong yang rapuh, ligasi yang terlepas dari leher kantong hernia, kantong yang
terlewat, atau infeksi luka. Rekurensi direk mungkin disebabkan oleh kelemahan otot

19
yang melekat atau cedera pada dinding posterior dari kanal inguinal [ CITATION Pur11 \l
1057 ].
b) Pembengkakan Skrotum
Setelah perbaikan hernia, cairan dapat menumpuk di kantong distal membentuk
hidrokel nonkomunikan. Biasanya ini sembuh spontan, jarang dilakukan aspirasi atau
tindakan operasi. Hematoma skrotum dapat terjadi setelah eksisi kantong
distal[ CITATION Cor12 \l 1057 ].
c) Iatrogenic Undescended Testicle
Testis tidak turun yang terjadi akibat kegagalan dalam mengembalikan testis ke dalam
skrotum pada akhir prosedur atau testis terperangkap di jaringan parut, diperlukan
orkidopeksi sekunder untuk memperbaiki hal ini [ CITATION Cor12 \l 1057 ].
d) Cedera Korda Spermatika dan Testis
Cedera pada korda spermatika merupakan kejadian yang jarang terjadi pada perbaikan
hernia elektif, dengan insidensi sekitar 1 dalam 1.000 [ CITATION Hol14 \l 1057 ].
Cedera operasi pada vas deferens dapat mengakibatkan obstruksi dari vas deferens
dengan pengalihan spermatozoa ke limfatik testis, hal ini menyebabkan pembentukan
antibodi autoaglutinasi sperma. Para penulis menyimpulkan bahwa transeksi atau
ligasi vas yang tidak disengaja dapat terjadi selama perbaikan hernia inguinalis pada
anak dan mungkin menjadi alasan ketidaksuburan pada pria [ CITATION Cor12 \l 1057 ].
Atrofi testis akibat cedera vaskular selama perbaikan hernia inguinalis jarang
terjadi[ CITATION Hol14 \l 1057 ].
e) Cedera Intestinal
Hal ini dapat terjadi sekitar 3%-7% pasien yang menjalani perbaikan hernia dan dapat
menyebabkan beberapa morbiditas tambahan yang berhubungan dengan reseksi itu
sendiri dan kontaminasi lapangan operasi [ CITATION Pur11 \l 1057 ].
f) Kehilangan Domain Abdomen
Komplikasi pembedahan hernia yang jarang dibahas adalah kegagalan pernapasan
pasca operasi akibat hilangnya daerah perut. Setiap organ menempati ruang di dalam
tubuh yang berhak diisi. Pada hernia inguinalis yang besar, khususnya hernia bilateral,
sebagian besar usus dapat terletak di dalam kantung hernia dan di luar rongga
peritoneum. Jika ini terjadi selama beberapa waktu, usus dapat kehilangan tempatnya
di dalam rongga perut. Selama perbaikan, usus dikembalikan ke rongga perut,

20
menghasilkan peningkatan tekanan intra-abdomen dan kegagalan
pernapasan[ CITATION Cor12 \l 1057 ].
g) Nyeri Kronis
Nyeri kronis setelah operasi hernia pada dewasa ditemukan sekitar 10% kasus
[ CITATION Cor12 \l 1057 ]. Pada anak-anak nyeri kronis jarang terjadi, namun
penelitian terbaru dari 651 orang dewasa yang telah menjalani operasi hernia
inguinalis sebelum usia lima tahun menemukan bahwa 13,5% dari pasien melaporkan
nyeri lipat paha ringan biasanya terkait aktivitas fisik[ CITATION Hol14 \l 1057 ].
h) Mortalitas
Kematian yang terkait hernia inguinalis berhubungan dengan komplikasi hernia atau
faktor-faktor risiko seperti prematuritas atau penyakit jantung, kurangnya pengalaman
dalam operasi pediatrik pada bagian ahli bedah dan ahli anestesi. Mortalitas operatif
pada bayi prematur sekarang jarang terlihat[ CITATION Cor12 \l 1057 ].

21
BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien kiriman dari poli bedah anak RSRI atas nama An. B.M.J usia 1 tahun 2 bulan
masuk rumah sakit pada 8 Oktober 2019 pukul 14.00 WITA dengan keluhan utama benjolan
pada lipat paha kiri. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, lalu pasien dilakukan herniotomi. Berikut adalah pembahasan antara teori dan
kasus yang ada.

4.1. Anamnesis

Teori Kasus
 Anak laki-laki
 Bayi prematur jauh lebih tinggi
 Usia 1 tahun 2 bulan
berkisar antara 9%-11%,
 Lahir di Rumah Sakit oleh dokter
 Sekitar 11,5% pasien memiliki
spesialis Obgyn pada usia kandungan
riwayat keluarga dengan keluhan
8 bulan secara SC.
serupa,
 Benjolan pada lipat paha kiri muncul
 Lebih sering terjadi pada laki-laki
sejak OS usia 1 bulan.
daripada wanita sekitar 5:1
 Benjolan terkadang terlihat hingga ke
 Dari semua hernia inguinalis, 60%
kantong zakar.
terjadi di sisi kanan, 25%-30% terjadi
 Benjolan timbul terutama saat pasien
di sisi kiri, dan 10%-15% bersifat
berdiri, menangis, batuk, atau saat
bilateral
BAB.
 munculnya benjolan secara intermiten
 Menurut keluarga, bila benjolan
di lipatan paha, dapat meluas hingga
muncul OS tampak rewel terutama
ke skrotum atau labium  reponibel
dalam 1 minggu terakhir karena
 rasa nyeri, iritabel, dapat terjadi tanda
benjolan semakin sering muncul.
dan gejala obstruksi usus, seperti
 Keluhan muntah (-), demam (-), BAB
distensi, muntah, dan obstipasi 
cair (-), BAB keras (-), BAB darah
inkarserata
(-), BAK lancar, jernih.
 dapat dipicu saat anak menangis,
 Riwayat keluhan serupa pada
tertawa, atau batuk.
keluarga disangkal.

22
4.2. Pemeriksaan Fisik

Teori Kasus
 adanya massa inguinal atau asimetri Regio inguinalis sinistra
dari lipat paha.  Inspeksi : terlihat benjolan sebesar
 Jika tidak ada massa yang telur puyuh, dapat keluar masuk,
teridentifikasi, anak yang lebih besar tanda peradangan (-), warna sama
diperiksa dalam keadaan berdiri dan dengan jaringan sekitar.
melakukan manuver Valsava.  Palpasi : teraba benjolan dengan
 Jika massa tetap tidak ada, spermatic konsistensi kenyal
cord dapat teraba untuk menentukan
apakah ada penebalan atau tidak (silk
glove sign).

4.3. Pemeriksaan Penunjang

Teori Kasus
 Pada kasus ini penegakkan diagnosis
 Diagnosis hernia inguinalis dapat
berdasarkan anamnesis dan
ditegakkan berdasarkan anamnesis
pemeriksaan fisik.
dan pemeriksaan fisik saja.
 Pada pasien ini dilakukan
 Sebagian kecil kasus, pemeriksaan
pemeriksaan laboratorium berupa
radiologis mungkin bermanfaat,
darah lengkap, Bleeding Time, dan
seperti herniografi dengan kontras,
Clotting Time untuk persiapan
atau ultrasonografi inguinal.
operasi.

4.4. Penatalaksanaan

Teori Kasus
 Hernia inguinalis tidak akan sembuh  Pada pasien ini diketahui benjolan
secara spontan, sehingga penutupan pada lipat paha kiri muncul sejak OS
operasi selalu diindikasikan. usia 1 bulan.
 Perbaikan harus segera dilakukan  Pasien sebelumnya sudah pernah
dalam 1 bulan setelah penegakkan berobat ke dokter keluarga, namun
diagnosis. hanya disuruh observasi saja.

23
 Herniotomi inguinal merupakan  Pasien telah dilakukan herniotomi
prosedur yang digunakan dalam inguinalis sinistra pada 8 Oktober
penatalaksanaan persistensi prosesus 2019 di RSRI
vaginalis.  Pada pasien ini tidak dilakukan
 Eksplorasi kontralateral pada pasien eksplorasi kontralateral.
anak dengan hernia inguinalis  Pasien KRS pada 9 Oktober 2019
unilateral masih kontroversial. Selain dengan obat pulang Paracetamol syr
itu, eksplorasi rutin dapat 3x5mL/PO, dan kontrol kembali ke
membahayakan testis dan vas poli bedah anak RSRI tanggal 11
deferens. Oktober 2019.
 Sebagian besar pasien dapat
dipulangkan ke rumah pada hari yang
sama.

24
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien An. B.M.J yang berusia 1 tahun 2 bulan
datang ke rumah sakit kiriman dari poli bedah anak RSRI pada 8 Oktober 2019, dengan
keluhan utama benjolan pada lipat paha kiri. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
maka didapatkan diagnosis Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra. Pada pasien ini dilakukan
tindakan herniotomi inguinalis sinistra. Pasien KRS pada 9 Oktober 2019 dengan obat pulang
Paracetamol syr 3x5mL/PO, dan kontrol kembali ke poli bedah anak RSRI tanggal 11
Oktober 2019. Secara umum umum penegakkan diagnosis hingga penatalaksanaan pada
kasus ini sudah tepat dan sesuai dengan teori.

25
DAFTAR PUSTAKA

Burge, D. M., Griffiths, D. M., Steinbrecher, H. A., & Wheeler, R. A. (Eds.). (2005).
Paediatric Surgery. London: Edward Arnold.

Coran, A. G., Adzick, N. S., Krummel, T. M., Laberge, J. M., Caldamone, A., & Shamberger,
R. (Eds.). (2012). Pediatric Surgery (7th ed.). Philadelphia: Elsevier.

Holcomb III, G. W., Murphy, P. J., & Ostlie, D. J. (Eds.). (2014). Ashcraft's Pediatric
Surgery (6th ed.). Philadelphia: Elsevier.

Puri, P. (Ed.). (2011). Newborn Surgery (3rd ed.). London.

Puri, P., & Höllwarth, M. E. (Eds.). (2006). Pediatric Surgery. Berlin, Germany: Springer-
Verlag Berlin and Heidelberg GmbH & Co.KG.

Townsend, C. M., Beauchamp, R. D., Evers, B. M., & L., K. M. (Eds.). (2017). Sabiston
Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice (20th ed.).
Philadelphia: Elsevier.

26

Anda mungkin juga menyukai